Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Stase INTENSIVE CARE UNIT

Di susun Oleh :
Nama : Mirna
NIM : 108116052

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2020
A. DEFINISI

Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi, dimana


patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi
proses inflamasi. Sepsis ditandai dengan perubahan temperatur tubuh, perubahan
jumlah leukosit, takikardi dan takipnu (PERDACI, 2014).

Sepsis adalah adanya sindroma respons inflamasi sistemik (Systemic


Inflammatory Response Syndrome / SIRS) ditambah dengan adanya infeksi pada
organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat tersebut. Definisi lain
menyebutkan bahwa sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi,
berdasarkan adanya SIRS ditambah dengan infeksi yang dibuktikan atau dengan
suspek infeksi secara klinis. Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>
38oC atau < 36◦C); takikardi; asidosis metabolik; biasanya disertai dengan alkalosis
respiratorik terkompensasi dan takipneu; dan peningkatan atau penurunan jumlah
sel darah putih.. Sepsis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur
(Guntur,2008).

Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi organ,
hipotensi, atau hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan
perubahan status mental. Syok septik merupakan sepsis dengan tekanan darah arteri
<90 mmHg atau 40 mmHg di bawah tekanan darah normal pasien tersebut selama
sekurang-kurangnya 1 jam meskipun telah dilakukan resusitasi cairan atau
dibutuhkan vasopressor untuk mempertahankan agar tekanan darah sistolik tetap
≥90 mmHg atau tekanan arterial rata-rata ≥70 mmHg.

Definisi berikut ini dibuat pada konsensus konfrensi dari Members of the
American College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine Consen-
sus Confrence Committee.American College of Chest Physician/Society of Critical
Care Medicine Consensus Confrence untuk berbagai macam manifestasi infeksi.

1. Infeksi : Fenomena mikroba dengan karakteristik adanya respon inflamasi


karena adanya mikroorganisme atau invasi dari jaringan host yang steril oleh
organisme ini.
2. Bakteriemia : Terdapatnya bakteri yang viabel pada darah.
3. Sepsis (simpel) : Respon sistemik terhadap infeksi dengan manifestasi dua
atau lebih dari keadaan berikut ini:
a. Septik syok temperatur lebih dari 380C atau kurang dari 360C
b. Peningkatan denyut jantung lebih dari 90 kali per menit;
c. Takipnu, pernafasan lebih dari 20 kali per menit atau PaCo2 kurang
dari 32 mmHg.
d. Perubahan hitung lekosit, yaitu lekosit lebih dari 12.000/mm3atau
ku-rang dari 4000/mm3, atau terdapatnya lebih dari 10% netrofil
imatur.
4. Sepsis (berat) : Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi, atau
hipotensi. Hipoperfusi dan abnormalitas perfusi dapat termasuk, tetapi tidak
terbatas pada laktat asidosis, oliguria, atau perubahan status mental akut.
5. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) keadaan dimana ditemukan
disfungsi dari beberapa organ.

B. ETIOLOGI SEPSIS

Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat


disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies
Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya,
sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari
mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host
terhadap infeksi.

Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok
septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70%
isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja;
sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain
seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan
etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin
tidak dapat diakses oleh kultur.

Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi
dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih
lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS,
terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif
(misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis.

Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan
panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:

1. Infeksi paru-paru (pneumonia)


2. Flu (influenza)
3. Appendiksitis
4. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter
telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7. Infeksi pasca operasi
8. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.

C. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala umum dari sepsis adalah:

1. Demam atau hypothermia


2. Berkeringat
3. sakit kepala
4. nyeri otot

Pada pasien sepsis kemungkinan ditemukan:

1. perubahan sirkulasi
2. penurunan perfusi perifer
3. Tachycardia
4. Tachypnea
5. pyresia atau temperature <36oC
6. Hypotensi

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling
efektif. Ujung jalur kateterintravaskuler mungkin diperlukan untuk
memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
2. SDP : Ht mungkinmeningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya, dikuti
oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan peningkatan pita
(berpiondah ke kiri) yang mempublikasikan produksi SDP tak matur dalam
jumlah besar.
3. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
4. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia)
dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati
atau sirkulasi toksin atau status syok.
5. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
6. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneo-
genesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan
selulaer dalam metabolisme.
7. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan / gagalan hati.
8. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya
dalam tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic
terjadi karena kegagalan mekanismekompensasi.
9. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul protein
dan SDM.
10. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindentifikasikan
udara bebas 
didalam abdomen dapat menunjukan infeksi karena perforasi
abdomen / organ pelvis.
11. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia yang menyerupai infark miokard.

E. KOMPLIKASI

Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari.

Potensi komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:

1. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi respirasi
akut (acute respiratory distress syndrome) Milieu inflamasi dari sepsis
menyebabkan kerusakan terutama pada paru. Terbentuknya cairan inflamasi
dalam alveoli mengganggu pertukaran gas, mempermudah timbulnya kolaps
paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil akhir gangguan fungsi
respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul pada banyak kasus
sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan biasanya mudah
terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru bilateral yang konsisten
dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada mulanya tidak memerlukan
ventilasi mekanik selanjutnya mungkin memerlukannya jika pasien
mengalami ALI/ ARDS setelah resusitasi cairan.
2. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara
difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem
fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade
pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral umpan balik dimana kedua
system diaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baru terbentuk, lalu
diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit
dikonsumsi dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien berisiko
mengalami komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan. Timbulnya
koagulopati pada sepsis berhubungan dengan hasil yang lebih buruk.
3. Gagal jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan
mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung
molekul inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis
memberikan beban kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu
sindroma koronaria akut (ACS) atau infark miokardium (MCI), terutama
pada pasien usia lanjut. Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor
(yang paling sering menyebabkan takikardia) harus digunakan dengna
berhati-hati bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak dianjurkan.
4. Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan
peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi sintetik
biasanya tidak berpengaruh
kecuali pasien mempunyai status hemodinamik yang tidak stabil dalam waktu
yang lama.
5. Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya gagal
ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria, azotemia,
dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung berat
atau ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai, maka selanjutnya terapi
penggantian fungsi ginjal (misalnya hemodialisis) diindikasikan.
6. Sindroma disfungsi multiorgan
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan untuk
mempertahankan homeostasis.
a. Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung oleh infeksi
atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal, gangguan fungsi
jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat.
b. Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons
peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau ARDS
pada keadaan urosepsis.

F. PENATALAKSANAAN

RAPID ASSESSMENT

1. Immediate Question
a. Survey Primer
Cek Airway, Breathing, Circulation
1) Airway: clear
2) Breathing: Tidak terdapat masalah pada fase awal syok septik
Gangguan pada breathing ditemukan bila ada gangguan lanjut setelah
adanya gagal sirkulasi. Biasanya ditemukan pada suara nafas crackles
(+), Respirasi rate > 30 x/menit. Pernafasan kusmaul.
3) Circulation: Gangguan sirkulasi jelas tampak terlihat pada fase awal
(hiperdinamik): akral teraba hangat karena suhu tubuh yang meningkat.
Pada fase lanjut yaitu fase hipodinamik ditandai dengan penurunan
tekanan darah/hipotensi, penurunan perfusi ke jaringan ditandai dengan
akral yang dingin, CRT lebih dari 2 detik, urin output < 2 cc/kgbb/jam.
Nadi teraba lemah dengan frekuensi > 100 x/menit
b. Bagaimana status mental dan vital sign ? Status mental pasien pada fase
awal masih baik perlahan terjadi penurunan status mental seiring dengan
gangguan sirkulasi yang semakin berat. Vital sign pada fase hiperdinamik
terdapat peningkatan suhu, tekanan darah masih tergolong pada rentang
normal, nadi cepat >100 x/menit. Pada fase hipodinamik terjadi penurunan
suhu tubuh < 37 C, tekanan darah dan nadi semakin lemah dan cepat.
c. Bagaimana tanda dan gejala secara umum ? hipertherma/hipotermia,
takikardia, takipnea, hiperperfusi perifer (hangat), hipotensi, ekstremitas
dingin, bingung, crt > 2 detik, penurunan urin output
d. Riwayat penyakit ?
1) Pulmonal . batuk, dispnea, takipnea,nyeri dada pleuritik, produksi
sputum, hemoptysis
2) Genitourinary. Disuria, frekuensi, urgensi,hematuri, nyeri
abdomen,muntah, riwayat penggunaan katete folley, riwayat penyakit
prostat, riwayat nyeri panggul, nyeri perineal atau testicular, aborsi.
3) CNS. Sakit kepala, meningismus, kebingungan, koma, riwayat autitis
media / sinusitis.
4) GI/Intra abdomen. Nyeri abdomen, muntah, anoreksia, jaundice,
5) Kulit. Luka bakar, injuri karena trauma, cellulitis, abses, ulkus
dekubitus, riwayat drakius,
6) Cardiovaskular. Nyeri dada, emboli perifer, perdarahan, kelainan
congenital.
7) Muskuloskeletal. Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat pada daerah
persendian, otot atau tulang. Riwayat trauma terutama fraktur terbuka,
riwayat pembedahan,
e. Riwayat penyakit masa lalu? Riwayat penyakit Imunosupresi ( HIV,
diabetes, gangguan autoimun, kanker).
f. Medikasi? Obat-obatan imunosupresi (corticosteroids, kemoterapi).
2. Database
a. Poin utama pengkajian fisik
1) Mental Status
2) Vital sign
3) Kulit. Eteki, luka terinfeksi, cellulitis.
4) Heent. Sinusitis, otitis media
5) Leher. Lympha denopathy, nuchal rigidity
6) Suara paru. Wheezing, rhonchi, rales, takipnea, ards, batuk,
7) Suara jantung. Takikardi, murmur.
8) Abdomen. Abdominal tenderness
9) Genitourinary. Suprapubik atau panggul tenderness, pendarahan/
discharge vagina.
10) Muskuloskeletal. Vocal redness, swelling, tenderness, krepitasi.
11) Neurologic. Perubahan status mental ; kebingungan, delirium,
koma.
b. Laboratory data
1. Darah. Test kimia, kultur, ABG, CBC.
2. Urin. Kultur.
3. CSF. Kultur,
4. Sputum. Kultur.
5. Drainase luka. Kultur.
c. Radiographic dan pengkajian diagnosis lainnya

TATA LAKSANA SYOK SEPTIK

Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan


pemberian terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload
dan kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup
pemberian cairan kristaloid dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai
tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang
dari 65 mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila MAP > 90 mmHg
berikan vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (Scv O2), bila ScvO2
<70 %, dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %. Setelah CVP, MAP dan
hematokrit optimal namun scvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik. Inotropik
diturunkan bila MAP < 65 mmHg, atau frekuensi jantung >120x/menit.

Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life
Support (ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap
sebagai berikut:

Stages ABC: Immediate Stabilization


Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan patensi
dan keadekuatan jalan napas, dan memastikan oksigenasi dan ventilasi.
manajemen Penanganan hipotensi pertama kali adalah dengan resusitasi
volume secara agresif, baik dengan kristaloid isotonik, atau dalam kombinasi
dengan koloid. Jangan mengganggu denyut jantung: karena takikardia adalah
manuver kompensasi.
Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan
menggunakan ventilasi mekanik. Hal ini biasanya membutuhkan intubasi
endotrakeal dan ventilator. Tujuan dari semua upaya resusitasi adalah untuk
menjaga pengiriman oksigen tetap adekuat. Indikasi untuk intubasi dan
ventilasi mekanik adalah: kegagalan jalan napas, adanya perubahan status
mental, kegagalan ventilasi dan kegagalan untuk oksigenasi. Pada sepsis,
oksigen tambahan hampir selalu diperlukan. Hal ini disebabkan karena
adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot-otot
pernafasan,bronkokonstriksi dan asidosis; penggunaan ventilasi mekanis
bertujuan untuk mengatasi hal tersebut.
Stage C: re-establishing the circulation
Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi extravascation
patologis dan sirkulasi volume karena kebocoran kapiler luas. Upaya
pernafasan awal adalah upaya untuk memperbaiki hipovolemia absolut dan
relatif dengan mengisi pohon vaskular. Ada bukti yang bagus bahwa tujuan
awal diarahkan resusitasi volume agresif meningkatkan hasil pada sepsis.
Pemberian cairan resusitasi (kristaloid) seperti salin normal atau laktat
ringer. Pemberian cairan dalam jumlah besar dapat menimbulkan redistribusi
ke interstisial (ekstravaskular) sehingga pasien dapat menjadi sangat
edematous . Pemberian resusitasi kristaloid dapat berhubungan dengan
acidemia, karena hyperchloremia (disebut "asidosis dilutional"). Cairan
Ringerlaktat tidak aman diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati
parah.
1. Step D = Detective work - history, physical, immediate investigation
Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur
sejauh mana sepsis: suhu, jumlah sel putih, asam-basa status dan budaya.
Pemilihan antimikroba ditentukan oleh sumber infeksi dan perkiraan terbaik
dari organisme yang terlibat.
2. Step E = Step E: Empiric Therapy – Antibiotics and Activated Protein C
Pemilihan antibiotik tertentu tergantung pada:
a. Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap
mikroba)
b. Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan obat
immunosuppressive ), alergi, kelainan fungsi renal dan hepar.
c. ketersediaan antibiotik, pola resistansi rumah sakit, dan variabel klinis
pasien diperlakukan
d. Pemberian activated protein C bila ada indikasiActivated protein C
memodulasi inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan
mengurangi kematian. Activated protein C (drotrecogin alfa)
merupakan protein endogen yang mempromosikan fibrinolisis dan
menghambat trombosis dan inflamasi.

3. Step F = Find and control the source of infection


Respon inflamasi sistemik terjadi bersamaan dengan infeksi persisten:
Anda harus menemukan sumber dan melakukan kontrol. Ini merupakan
pekerjaan detektif yang lebih luas.Pada tahap awal detektif, serangkaian kultur
dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan sumber infeksi. Pemeriksaan fisik
lebih lanjut perlu dilakukan, yang biasanya akan menunjukkan situs infeksi, tes
diagnostic lain yang lebih mahal-luas mungkin perlu dilakukan, seperti
tomografi terkomputerisasi. Dengan cara ini 95 % dari 100 sumber dapat
dilokalisasi dan dikendalikan.
4. Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial translocation
a. Pemberian nutrisi untuk mencegah atrophy villus dan bakterial
translokasi
b. Pencegahan atrofi vili mukosa usus dan bakteri translokasi melibatkan
restorasi aliran darah splanknik dan gizi lumen usus.
c. Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus
membutuhkan oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus tetap
utuh. Keberadaan lapisan ini penting sebagai penghalang terhadap
translokasi bakteri.
1) Pemberian nutrisi enteral mempertahankan hal tersebut. Strategi
perlindungan telah muncul: menggabungkan vasodilator splanknik,
seperti dobutamine, dengan makan Immunonutrition
2) Strategi terkini tentang pemberian nutrisi enteral yaitu dengan
menggabungkan glutamin, omega-3 asam lemak, arginin dan
ribonucleotides dan zat makan konvensional. Ada beberapa bukti
bahwa formula ini dapat mengurangi risiko infeksi.
5. Step H = Hemodynamics: assess adequacy of resuscitation and prevention
of organ failure.
a. Kaji keadekuatan resusitasi dan pencegahan gagal organ
b. Kecukupan resusitasi dievaluasi dengan melihat pada perfusi organ -
menggunakan pemeriksaan klinis dan interpretasi variabel. Pengukuran
tekanan darah langsung (menggunakan jalur arteri) adalah penting untuk
membimbing terapi, dan ada hubungan yang kuat antara pemulihan
tekanan darah dan output urin. Tekanan vena sentral berguna untuk
memantau status volume, tapi nilai kecil dalam hal perfusi organ.
Analisa gas darah, pH, defisit dasar dan laktat serum adalah panduan
yang berguna dari semua perfusi tubuh dan metabolisme anaerobik.
Selama proses resusitasi, harus bertahap mengurangi asidosisnya dan
defisit dasar dari laktat dalam serum.
6. Step I = IatrogenicIatrogenic injuries and complications
Monitor pemberian analgesia, sedasi dan psikospiritual pasien, kontrol
gula darah dan monitor adanya adrenal insufisiensi.Pasien sakit kritis di unit
perawatan intensif memiliki kondisi yang rentan terhadap sumber infeksi .
Tim kesehatan harus berupaya untuk melakukan tindakan yang akan
memperburuk kondisi pasien, misalkan trombosis vena dalam (DVT), luka
tekanan. Selain itu, penggunaan endotrakealtube dapat menjadi jalan bagi
organisme untuk menginfeksi paru-paru. Penggunaan neuromuscular blocking
agents dan steroids dapat menjadi factor predisposisi terjadinya polymiopati.
Semua intervensi yang diberikan dapat memberikan efek komplikasi pada
pasien. Pemasangan central line dapat menimbulkan pneumothoraks, emboli
udara. Sehingga perlu dikaji betul manfaat dari semua intervensi yang
dilakukan.
7. Step J = Justify your therapeutic plan
a. Lihat keefektifan rencana terapi dan menilai kembali therapy yang
sudah dilakukan
b. Apakah terapi tersebut masih diperlukan. Jika hemodinamik pasien
sudah stabil dan sumber infeksi telah dikendalikan, adalah tidak
mungkin bahwa kateter arteri paru-paru akan terus menjadi manfaat,
bahkan dapat memberikan risiko negatif. Spektrum terapi antimikroba
harus dipersempit, sesuai dengan hasil laboratorium. Secara agresif
upaya untuk melakukan penyapihan penggunaan vasopressor dan
ventilasi mekanik harus dilakukan. Jika pasien tidak melakukan
perbaikan secara klinis, Anda harus mempertanyakan mengenai sumber
kontrol lain yang belum teridentifikasi
8. Step KL = Keep Looking. Have we adequately controlled the source? Are
there secondary sources of infection/inflammation.
a. Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah
menguasai sumber infeksi? Apakah ada sumber-sumber sekunder
infeksi / peradangan.
b. Tim perawatan harus selalu waspada terhadap sumber kontrol. Hal-hal
yang harus diwaspadai misalkan pasien tetap tidak stabil atau jika tanda-
tanda infeksi baru muncul , jumlah sel darah putih meningkat . Ingatlah
infeksi baru cenderung datang dari pernapasan, saluran kemih. Saluran
cerna tidak boleh dilupakan karena dapat beresiko terjadinyakolesistitis,
perforasi tukak lambung.
9. Step MN = Metabolic and Neuroendocrine control. Tight control of blood
sugar. Address adrenal insufficiency. Think about early aggressive
dialysis in renal failure
Kontrol ketat gula darah. Monitor adanya insufisiensi adrenal. Lakukan
dialisa bila ditemukan adanya gagal ginjal akut. Sepsis adalah penyakit
multisistem dipengaruhi oleh respon neuroendokrin. Hiperglikemia tidak dapat
dihindari dan ada bukti yang bagus bahwa kontrol gula darah meningkatkan
harapan hidup.

G. ANALISIS DATA
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Infasi mikroba Risiko Infeksi
Pasien atau keluarga
pasien mengatakan Pelepasan endotoksin
pasien menderita sakit atau eksotoksin
kronis, demam
Respon sistemik tubuh
DO (f.risiko): terhadap infeksi
 adanya penyakit
kronis SEPSIS
 penekanan sistem
imun Stimulasi sel imun tubuh
 pertahanan primer
yang tidak adekuat produksi sitokin
(luka, trauma proinflamasi berlebih
jaringan kulit)
 pertahanan sekunder Risiko infeksi
inadekuat (Hb turun,
leukopenia)
 prosedur infasif
 malnutrisi
DS: Infasi mikroba Ketidakefektifan perfusi
Perubahan sensasi jaringan perifer
Pelepasan endotoksin
DO: atau eksotoksin
 TD turun/hipotensi
 RR meningkat Respon sistemik tubuh
 CRT >2 detik terhadap infeksi
 akral ekstremitas
dingin SEPSIS
 kulit pucat
 edema ekstremitas Efek berbagai mediator
inflamasi (protaglandin,
 nadi lemah
kinin, histamin)

respon inflamasi masif


di jaringan vaskuler

agregasi leukosit dan


penimbunan fibrin
penyumbatan kapiler

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

DS:- Infasi mikroba Risiko Syok

DO (f.risiko): Pelepasan endotoksin


 hipotensi atau eksotoksin
 hipovolemia
 hipoksemia Respon sistemik tubuh
 hipoksia terhadap infeksi
 infeksi
 sepsis SEPSIS

Efek berbagai mediator


inflamasi (protaglandin,
kinin, histamin)

Vasodilatasi,
peningkatan
permeabilitas kapiler

Volume intravaskuler

Volume sirkulasi efektif

TVS

CO meningkat u/
kompensasi

Asedemia laktat

responsivitas terhadap
katekolamin

fs. jantung terganggu


(fraksi ejeksi ventrikel
turun, gangguan
kontraktilitas)

risiko syok
DS:- Infasi mikroba Gangguan pertukaran
gas
DO: Pelepasan endotoksin
 Pernafasan abnormal atau eksotoksin
(kecepatan, irama,
kedalaman) Respon sistemik tubuh
 Warna kulit terhadap infeksi
abnormal (pucat,
kehitaman) SEPSIS
 hiperkapnia
 hipoksemia neutrofil teraktivasi
 hipoksia
 takikardi infiltrasi di jar. pulmonal
dan vaskuler

akumulasi cairan
ekstravaskuler di paru

edema pulmonal

kompliance paru

gg. pertukaran gas


H. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Dx. Kep. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Risiko Syok Tujuan: NIC: shock management
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV,
keperawatan selama 1x24 tekanan darah
jam diharapkan klien dapat ortostatik, status
terhindar dari risiko syok mental dan urine
NOC: Risk Control: output
Shock Prevention 2. Monitor nilai
Kriteria Hasil: laboratorium sebagai
 Tekanan darah DBN bukti terjadinya
(110-130/70-90 perfusi jaringan yang
mmHg) inadekuat (misalnya
 Nadi DBN (70- peningkatan kadar
90x/menit)
asam laktat,
 RR DBN (16-20
x/menit) penurunan pH arteri)
 Suhu DBN (36,5- 3. Berikan cairan IV
0
37,5 C) kristaloid sesuai
 Hb DBN (12 – 18 dengan kebutuhan
gr/dL) (NaCl 0,9%; RL;
 CRT < 3 detik D5%W)
4. Berikan medikasi
vasoaktif
5. Berikan terapi
oksigen dan ventilasi
mekanik
6. Monitor trend
hemodinamik
7. Monitor frekuensi
jantung fetal
(bradikardia bila HR
<110 kali/menit) atau
(takikardia bila HR
>160 kali per menit)
berlangsung lebih
lama dari 10 menit
8. Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan
AGD dan monitor
oksigenasi jaringan
9. Dapatkan patensi
akses vena
10. Berikan cairan untuk
mempertahankan
tekanan daarah atau
cardiac output
11. Monitor penentu
pengiriman oksigen
ke jaringan (SaPO2,
level Hb, cardiac
output)
12. Catat bila terjadi
bradicardia atau
penurunan tekanan
darah, atau
abnormalitas tekanan
arteri sistemik yang
rendah misalnya
pucat, cyanosis atau
diaphoresis
13. Monitor tanda dan
gejala gagal nafas
(rendahnya PaO2,
peningkatan PCO2,
kelumpuhan otot
pernafasan)
14. Monitor kadar
glukosa darah dan
tangani bila ada
abnormalitas
15. Monitor koagulasi
dan complete blood
count dengan WBC
differential
16. Monitor status cairan
meliputi intake dan
output
17. Monitor fungsi ginjal
(nilai BUN dan
creatinin)
18. Lakukan pemasangan
kateter urinaria
19. Lakukan pemasangan
NGT dan monitor
residu lambung
20. Atur posisi pasien
untuk
mengoptimalkan
perfusi
21. Berikan dukungan
emosional kepada
keluarga
22. Berikan harapan yang
realistic kepada
keluarga
2. Risiko Infeksi Tujuan: NIC: Infection Control
Setelah dilakukan tindakan 1. Instruksikan
keperawatan selama 1x24 pengunjung untuk
jam diharapkan klien dapat mencuci tangan saat
terhindar dari risiko infeksi memasuki dan keluar
NOC: Risk Control: dari ruangan pasien
Infectious Process 2. Gunakan sarung
Kriteria Hasil: tangan dalam setiap
 Suhu DBN (36,5- tindakan pada pasien
37,50C) 3. Kolaborasi dengan
 Jumlah leukosit DBN tenaga medis
 tidak terdapat tanda- pemberian terapi
tanda infeksi yang antibiotic
semakin memburuk 4. Monitor kerentanan
terhadap infeksi

3. Gangguan Tujuan: NIC: Acid Base


pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan management,
keperawatan selama 3x24 Respiratory Monitoring
jam diharapkan kondisi 1. Kaji pola pernapasan
klinis klien terkait pasien Monitor TTV
pertukaran gas membaik 2. Kaji terhadap tanda
NOC: Respiratory Status: dan gejala hipoksia
Gas Exchange dan hiperkapnia
Kriteria Hasil: 3. Kaji TD, nadi apikal
 Pernafasan normal dan tingkat kesadaran
(kecepatan, irama, setiap jam, laporkan
kedalaman) perubahan tingkat
 Warna kulit normal kesadaran.
(tidak
4. Pantau dan catat
pucat/kehitaman)
pemeriksaan gas
 RR DBN
 Hb DBN darah, kaji adanya
 Nadi DBN kecenderungan
 BGA normal kenaikan dalam
PaCO2 atau
penurunan dalam
PaO2
5. Bantu dengan
pemberian ventilasi
mekanik sesuai
indikasi, kaji perlunya
CPAP atau PEEP.
6. Auskultasi dada untuk
mendengarkan bunyi
nafas setiap jam
7. Tinjau kembali
pemeriksaan sinar X
dada harian,
perhatikan
peningkatan atau
penyimpangan
8. Pantau irama jantung
9. Berikan cairan
parenteral sesuai hasil
kolaborasi
10. Berikan obat-obatan
sesuai pesanan:
bronkodilator,
antibiotik, steroid.
11. Evaluasi AKS dalam
hubungannya dengan
penurunan kebutuhan
oksigen.
4. Ketidakefektifan Tujuan: NIC: Circulation Care
perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian
perifer keperawatan selama 3x24 komprehensif
jam diharapkan perfusi terhadap sirkulasi
jaringan perifer klien perifer
meningkat 2. Pantau tingkat
NOC: Circulation Status ketidaknyamanan atau
Kriteria Hasil: nyeri saat melakukan
 TD DBN latihan fisik
 RR DBN 3. Pantau status cairan
 CRT < 3 detik termasuk asupan dan
 akral ekstremitas haluaran
hangat 4. Pantau perbedaan
 warna kulit tidak pucat
ketajaman atau
 ekstremitas tidak
ketumpulan, panas
edema
 kekuatan nadi normal atau dingin
5. Pantau parestesia,
kebas, kesemutan,
hiperestesia dan
hipoestesia
6. Pantau tromboflebitis
dan thrombosis vena
profunda
7. Anjurkan pasien atau
keluarga untuk
memantau posisi
bagian tubuh saat
pasien mandi, duduk,
berbaring atau
mengubah posisi
8. Ajarkan pasien atau
keluarga untuk
memeriksa kulit
setiap hari untuk
mengetahui
perubahan integritas
kulit

I. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Dx. Kep Tanggal Implementasi Evaluasi


& Jam
Risiko Syock 1. Memonitor TTV, S:
tekanan darah
ortostatik, status O:
mental dan urine  Tekanan darah
output DBN (110-130/70-
2. Memonitor nilai 90 mmHg)
laboratorium  Nadi DBN (70-
90x/menit)
sebagai bukti
 RR DBN (16-20
terjadinya perfusi x/menit)
jaringan yang  Suhu DBN (36,5-
inadekuat (misalnya 37,50C)
peningkatan kadar  Hb DBN (12 – 18
asam laktat, gr/dL)
 CRT < 3 detik
penurunan pH
arteri) A:
3. Memberikan cairan Masalah teratasi
IV kristaloid sesuai
dengan kebutuhan P:
(NaCl 0,9%; RL; Lanjutkan intervensi
D5%W) berikutnya, pertahankan
4. Memberikan kondisi klinis pasien
medikasi vasoaktif
5. Memberikan terapi
oksigen dan
ventilasi mekanik
6. Memonitor trend
hemodinamik
7. Memoonitor
frekuensi jantung
fetal (bradikardia
bila HR <110
kali/menit) atau
(takikardia bila HR
>160 kali per
menit) berlangsung
lebih lama dari 10
menit
8. Mengambil sampel
darah untuk
pemeriksaan AGD
dan monitor
oksigenasi jaringan
9. Mendapatkan
patensi akses vena
10. Memberikan cairan
untuk
mempertahankan
tekanan daarah atau
cardiac output
11. Memonitor penentu
pengiriman oksigen
ke jaringan (SaPO2,
level Hb, cardiac
output)
12. Mencatat bila
terjadi bradicardia
atau penurunan
tekanan darah, atau
abnormalitas
tekanan arteri
sistemik yang
rendah misalnya
pucat, cyanosis atau
diaphoresis
13. Memonitor tanda
dan gejala gagal
nafas (rendahnya
PaO2, peningkatan
PCO2, kelumpuhan
otot pernafasan)
14. Memonitor kadar
glukosa darah dan
tangani bila ada
abnormalitas
15. Memonitor
koagulasi dan
complete blood
count dengan WBC
differential
16. Memonitor status
cairan meliputi
intake dan output
17. Memonitor fungsi
ginjal (nilai BUN
dan creatinin)
18. Melakukan
pemasangan kateter
urinaria
19. Melakukan
pemasangan NGT
dan monitor residu
lambung
20. Mengatur posisi
pasien untuk
mengoptimalkan
perfusi
21. Memberikan
dukungan
emosional kepada
keluarga

Risiko Infeksi 1. Mengnstruksikan S:


pengunjung untuk
mencuci tangan saat O:
memasuki dan  Suhu DBN (36,5-
keluar dari ruangan 37,50C)
pasien  Jumlah leukosit
2. Menggunakan DBN
sarung tangan  tidak terdapat
dalam setiap tanda-tanda infeksi
tindakan pada yang semakin
pasien memburuk
3. Berkolaborasi
dengan tenaga A:
medis pemberian Masalah teratasi
terapi antibiotic
4. Memonitor P:
kerentanan terhadap Lanjutkan intervensi
infeksi berikutnya, pertahankan
kondisi klinis pasien
Gangguan 1. Mengkaji pola S:
Pertukaran Gas pernapasan pasien
Monitor TTV O:
2. Mengkaji terhadap  Pernafasan normal
tanda dan gejala (kecepatan, irama,
hipoksia dan kedalaman)
hiperkapnia  Warna kulit normal
(tidak
3. Mengkaji TD, nadi
pucat/kehitaman)
apikal dan tingkat  RR DBN
kesadaran setiap  Hb DBN
jam, laporkan  Nadi DBN
perubahan tingkat  BGA normal
kesadaran.
4. Memantau dan catat A:
pemeriksaan gas Masalah teratasi
darah, kaji adanya
kecenderungan P:
kenaikan dalam Lanjutkan intervensi
PaCO2 atau berikutnya, pertahankan
penurunan dalam kondisi klinis pasien
PaO2
5. Membantu dengan
pemberian ventilasi
mekanik sesuai
indikasi, kaji
perlunya CPAP
atau PEEP.
6. Melakukan
auskultasi dada
untuk
mendengarkan
bunyi nafas setiap
jam
7. Meninjau kembali
pemeriksaan sinar
X dada harian,
perhatikan
peningkatan atau
penyimpangan
8. Memantau irama
jantung
9. Memberikan cairan
parenteral sesuai
hasil kolaborasi
10. Memberikan obat-
obatan sesuai
pesanan:
bronkodilator,
antibiotik, steroid.
11. Mengevaluasi AKS
dalam hubungannya
dengan penurunan
kebutuhan oksigen.

Ketidakefektifan 1. Melakukan S:
Perfusi Jaringan pengkajian
Perifer komprehensif O:
terhadap sirkulasi  TD DBN
perifer  RR DBN
2. Memantau tingkat  CRT < 3 detik
ketidaknyamanan  akral ekstremitas
atau nyeri saat hangat
 warna kulit tidak
melakukan latihan
pucat
fisik
 ekstremitas tidak
3. Memantau status edema
cairan termasuk  kekuatan nadi
asupan dan normal
haluaran
4. Memantau A:
perbedaan Masalah teratasi
ketajaman atau
ketumpulan, panas P:
atau dingin
5. Memantau Lanjutkan intervensi
parestesia, kebas, berikutnya, pertahankan
kesemutan, kondisi klinis pasien
hiperestesia dan
hipoestesia
6. Memantau
tromboflebitis dan
thrombosis vena
profunda
7. Menganjurkan
pasien atau
keluarga untuk
memantau posisi
bagian tubuh saat
pasien mandi,
duduk, berbaring
atau mengubah
posisi
8. Mengajarkan pasien
atau keluarga untuk
memeriksa kulit
setiap hari untuk
mengetahui
perubahan integritas
kulit
DAFTAR PUSTAKA

Setyohadi ,Bambang dkk.(2006), Buku ajar penyakit dalam .Jakarta . Fakultas


Kedokteran UI.
Prof Dr. H.Rab.tabirin .(1998), Agenda Gawat Draurat, Bandung. PT Alumni.
http ://www.total kesehatannanda.com/sepsis.htlm.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Ediai 8. Jakarta :
EGC.
Doenges, Marilyn E.dkk. 2000. Rencana Perawatan. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta :
Media Aesculapius FK UI.
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan. Jakarta : Info
Medika Jakarta.
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Pernapasan :
Salemba

Dolan’s,2007, Critical care nursing clinical management through the nursing process,
Davis Company, USA.
Emergency Nurses association, 2005, Manual of emergency care, Mosby, st Louis.
Hudak galo, 2008 keperawatan Kritis pendekatan holistik edisi IV, EGC, Jakarta.

Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L, 2006, Critical care nursing diagnosis and
management, Mosby, USA.
Monahan, Sand, Neighbors, 2007.Phipps Medical surgical nursing, Mosby, St Louis.

Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.2006, Buku ajar ilmu penyakit
dalam, PDSPDI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai