SEPSIS
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Stase INTENSIVE CARE UNIT
Di susun Oleh :
Nama : Mirna
NIM : 108116052
Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi organ,
hipotensi, atau hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan
perubahan status mental. Syok septik merupakan sepsis dengan tekanan darah arteri
<90 mmHg atau 40 mmHg di bawah tekanan darah normal pasien tersebut selama
sekurang-kurangnya 1 jam meskipun telah dilakukan resusitasi cairan atau
dibutuhkan vasopressor untuk mempertahankan agar tekanan darah sistolik tetap
≥90 mmHg atau tekanan arterial rata-rata ≥70 mmHg.
Definisi berikut ini dibuat pada konsensus konfrensi dari Members of the
American College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine Consen-
sus Confrence Committee.American College of Chest Physician/Society of Critical
Care Medicine Consensus Confrence untuk berbagai macam manifestasi infeksi.
B. ETIOLOGI SEPSIS
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok
septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70%
isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja;
sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain
seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan
etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin
tidak dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi
dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih
lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS,
terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif
(misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan
panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1. perubahan sirkulasi
2. penurunan perfusi perifer
3. Tachycardia
4. Tachypnea
5. pyresia atau temperature <36oC
6. Hypotensi
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling
efektif. Ujung jalur kateterintravaskuler mungkin diperlukan untuk
memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
2. SDP : Ht mungkinmeningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya, dikuti
oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan peningkatan pita
(berpiondah ke kiri) yang mempublikasikan produksi SDP tak matur dalam
jumlah besar.
3. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
4. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia)
dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati
atau sirkulasi toksin atau status syok.
5. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
6. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneo-
genesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan
selulaer dalam metabolisme.
7. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan / gagalan hati.
8. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya
dalam tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic
terjadi karena kegagalan mekanismekompensasi.
9. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul protein
dan SDM.
10. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindentifikasikan
udara bebas
didalam abdomen dapat menunjukan infeksi karena perforasi
abdomen / organ pelvis.
11. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia yang menyerupai infark miokard.
E. KOMPLIKASI
1. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi respirasi
akut (acute respiratory distress syndrome) Milieu inflamasi dari sepsis
menyebabkan kerusakan terutama pada paru. Terbentuknya cairan inflamasi
dalam alveoli mengganggu pertukaran gas, mempermudah timbulnya kolaps
paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil akhir gangguan fungsi
respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul pada banyak kasus
sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan biasanya mudah
terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru bilateral yang konsisten
dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada mulanya tidak memerlukan
ventilasi mekanik selanjutnya mungkin memerlukannya jika pasien
mengalami ALI/ ARDS setelah resusitasi cairan.
2. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara
difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem
fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade
pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral umpan balik dimana kedua
system diaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baru terbentuk, lalu
diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit
dikonsumsi dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien berisiko
mengalami komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan. Timbulnya
koagulopati pada sepsis berhubungan dengan hasil yang lebih buruk.
3. Gagal jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan
mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung
molekul inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis
memberikan beban kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu
sindroma koronaria akut (ACS) atau infark miokardium (MCI), terutama
pada pasien usia lanjut. Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor
(yang paling sering menyebabkan takikardia) harus digunakan dengna
berhati-hati bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak dianjurkan.
4. Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan
peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi sintetik
biasanya tidak berpengaruh
kecuali pasien mempunyai status hemodinamik yang tidak stabil dalam waktu
yang lama.
5. Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya gagal
ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria, azotemia,
dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung berat
atau ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai, maka selanjutnya terapi
penggantian fungsi ginjal (misalnya hemodialisis) diindikasikan.
6. Sindroma disfungsi multiorgan
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan untuk
mempertahankan homeostasis.
a. Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung oleh infeksi
atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal, gangguan fungsi
jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat.
b. Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons
peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau ARDS
pada keadaan urosepsis.
F. PENATALAKSANAAN
RAPID ASSESSMENT
1. Immediate Question
a. Survey Primer
Cek Airway, Breathing, Circulation
1) Airway: clear
2) Breathing: Tidak terdapat masalah pada fase awal syok septik
Gangguan pada breathing ditemukan bila ada gangguan lanjut setelah
adanya gagal sirkulasi. Biasanya ditemukan pada suara nafas crackles
(+), Respirasi rate > 30 x/menit. Pernafasan kusmaul.
3) Circulation: Gangguan sirkulasi jelas tampak terlihat pada fase awal
(hiperdinamik): akral teraba hangat karena suhu tubuh yang meningkat.
Pada fase lanjut yaitu fase hipodinamik ditandai dengan penurunan
tekanan darah/hipotensi, penurunan perfusi ke jaringan ditandai dengan
akral yang dingin, CRT lebih dari 2 detik, urin output < 2 cc/kgbb/jam.
Nadi teraba lemah dengan frekuensi > 100 x/menit
b. Bagaimana status mental dan vital sign ? Status mental pasien pada fase
awal masih baik perlahan terjadi penurunan status mental seiring dengan
gangguan sirkulasi yang semakin berat. Vital sign pada fase hiperdinamik
terdapat peningkatan suhu, tekanan darah masih tergolong pada rentang
normal, nadi cepat >100 x/menit. Pada fase hipodinamik terjadi penurunan
suhu tubuh < 37 C, tekanan darah dan nadi semakin lemah dan cepat.
c. Bagaimana tanda dan gejala secara umum ? hipertherma/hipotermia,
takikardia, takipnea, hiperperfusi perifer (hangat), hipotensi, ekstremitas
dingin, bingung, crt > 2 detik, penurunan urin output
d. Riwayat penyakit ?
1) Pulmonal . batuk, dispnea, takipnea,nyeri dada pleuritik, produksi
sputum, hemoptysis
2) Genitourinary. Disuria, frekuensi, urgensi,hematuri, nyeri
abdomen,muntah, riwayat penggunaan katete folley, riwayat penyakit
prostat, riwayat nyeri panggul, nyeri perineal atau testicular, aborsi.
3) CNS. Sakit kepala, meningismus, kebingungan, koma, riwayat autitis
media / sinusitis.
4) GI/Intra abdomen. Nyeri abdomen, muntah, anoreksia, jaundice,
5) Kulit. Luka bakar, injuri karena trauma, cellulitis, abses, ulkus
dekubitus, riwayat drakius,
6) Cardiovaskular. Nyeri dada, emboli perifer, perdarahan, kelainan
congenital.
7) Muskuloskeletal. Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat pada daerah
persendian, otot atau tulang. Riwayat trauma terutama fraktur terbuka,
riwayat pembedahan,
e. Riwayat penyakit masa lalu? Riwayat penyakit Imunosupresi ( HIV,
diabetes, gangguan autoimun, kanker).
f. Medikasi? Obat-obatan imunosupresi (corticosteroids, kemoterapi).
2. Database
a. Poin utama pengkajian fisik
1) Mental Status
2) Vital sign
3) Kulit. Eteki, luka terinfeksi, cellulitis.
4) Heent. Sinusitis, otitis media
5) Leher. Lympha denopathy, nuchal rigidity
6) Suara paru. Wheezing, rhonchi, rales, takipnea, ards, batuk,
7) Suara jantung. Takikardi, murmur.
8) Abdomen. Abdominal tenderness
9) Genitourinary. Suprapubik atau panggul tenderness, pendarahan/
discharge vagina.
10) Muskuloskeletal. Vocal redness, swelling, tenderness, krepitasi.
11) Neurologic. Perubahan status mental ; kebingungan, delirium,
koma.
b. Laboratory data
1. Darah. Test kimia, kultur, ABG, CBC.
2. Urin. Kultur.
3. CSF. Kultur,
4. Sputum. Kultur.
5. Drainase luka. Kultur.
c. Radiographic dan pengkajian diagnosis lainnya
Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life
Support (ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap
sebagai berikut:
G. ANALISIS DATA
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Infasi mikroba Risiko Infeksi
Pasien atau keluarga
pasien mengatakan Pelepasan endotoksin
pasien menderita sakit atau eksotoksin
kronis, demam
Respon sistemik tubuh
DO (f.risiko): terhadap infeksi
adanya penyakit
kronis SEPSIS
penekanan sistem
imun Stimulasi sel imun tubuh
pertahanan primer
yang tidak adekuat produksi sitokin
(luka, trauma proinflamasi berlebih
jaringan kulit)
pertahanan sekunder Risiko infeksi
inadekuat (Hb turun,
leukopenia)
prosedur infasif
malnutrisi
DS: Infasi mikroba Ketidakefektifan perfusi
Perubahan sensasi jaringan perifer
Pelepasan endotoksin
DO: atau eksotoksin
TD turun/hipotensi
RR meningkat Respon sistemik tubuh
CRT >2 detik terhadap infeksi
akral ekstremitas
dingin SEPSIS
kulit pucat
edema ekstremitas Efek berbagai mediator
inflamasi (protaglandin,
nadi lemah
kinin, histamin)
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Vasodilatasi,
peningkatan
permeabilitas kapiler
Volume intravaskuler
TVS
CO meningkat u/
kompensasi
Asedemia laktat
responsivitas terhadap
katekolamin
risiko syok
DS:- Infasi mikroba Gangguan pertukaran
gas
DO: Pelepasan endotoksin
Pernafasan abnormal atau eksotoksin
(kecepatan, irama,
kedalaman) Respon sistemik tubuh
Warna kulit terhadap infeksi
abnormal (pucat,
kehitaman) SEPSIS
hiperkapnia
hipoksemia neutrofil teraktivasi
hipoksia
takikardi infiltrasi di jar. pulmonal
dan vaskuler
akumulasi cairan
ekstravaskuler di paru
edema pulmonal
kompliance paru
Ketidakefektifan 1. Melakukan S:
Perfusi Jaringan pengkajian
Perifer komprehensif O:
terhadap sirkulasi TD DBN
perifer RR DBN
2. Memantau tingkat CRT < 3 detik
ketidaknyamanan akral ekstremitas
atau nyeri saat hangat
warna kulit tidak
melakukan latihan
pucat
fisik
ekstremitas tidak
3. Memantau status edema
cairan termasuk kekuatan nadi
asupan dan normal
haluaran
4. Memantau A:
perbedaan Masalah teratasi
ketajaman atau
ketumpulan, panas P:
atau dingin
5. Memantau Lanjutkan intervensi
parestesia, kebas, berikutnya, pertahankan
kesemutan, kondisi klinis pasien
hiperestesia dan
hipoestesia
6. Memantau
tromboflebitis dan
thrombosis vena
profunda
7. Menganjurkan
pasien atau
keluarga untuk
memantau posisi
bagian tubuh saat
pasien mandi,
duduk, berbaring
atau mengubah
posisi
8. Mengajarkan pasien
atau keluarga untuk
memeriksa kulit
setiap hari untuk
mengetahui
perubahan integritas
kulit
DAFTAR PUSTAKA
Dolan’s,2007, Critical care nursing clinical management through the nursing process,
Davis Company, USA.
Emergency Nurses association, 2005, Manual of emergency care, Mosby, st Louis.
Hudak galo, 2008 keperawatan Kritis pendekatan holistik edisi IV, EGC, Jakarta.
Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L, 2006, Critical care nursing diagnosis and
management, Mosby, USA.
Monahan, Sand, Neighbors, 2007.Phipps Medical surgical nursing, Mosby, St Louis.
Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.2006, Buku ajar ilmu penyakit
dalam, PDSPDI. Jakarta.