Anda di halaman 1dari 33

A.

DEFINISI
Meningoensefalitis adalah Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik
terbentuknya tuberkel granuloma pada paru. Yang biasanya disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. (Amin, M.,1999). Meningoencephalitis adalah
peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens. Nama lain dari
meningoencephalitis adalah cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan
meningocerebritis. ( Ilmu Kesehatan Anak, 1985) Encephalitis adalah radang
jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing, protozoa, jamur,
ricketsia atau virus. (Kapita selekta kedokteran jilid 2, 2000).

Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang


menutupi otak dan medula spinalis) (Nelson, 2010). Encephalitis adalah infeksi
virus pada otak (Elizabeth, 2009). Meningoencephalitis adalah peradangan pada
selaput meningen dan jaringan otak.

B. ETIOLOGI
1. Infeksi
virus:
a. Dari orang ke orang: morbili, gondong, rubella, kelompok
enterovirus, kelompok herpes, kelompok pox, influenza A dan B
(David, 2008).
b. Lewat arthropoda: Eastern equine, Western equine, Dengue,
Colorado tick fever (Muttaqin, 2008).
2. Infeksi non virus:
a. Bakterial: meningitis tuberkulosa dan bakterial sering mempunyai
komponen ensefalitis.
b. Spirocheta: sifilis, leptospirosis.
c. Jamur: kriptococus, histoplasmosis, aspergilosis, mukomikosis,
kandidosis, koksidiodomikosis.
d. Protozoa: plasmodium, tripanosoma, toksoplasma.
e. Staphylococcus aureus
f. Streptococcus
g. E. Colli
h. Mycobacterium
i. T. palladium (Muttaqin, 2008)
3. Pasca infeksi

a. Campak
b. Rubella
c. Varisela
d. Virus Pox
e. Vacinia (David, 2008).

C. PATOFISIOLOGI
Pada umum virus masuk sistem limfatik, melalui penelanan enterovirus
pemasukan pada membran mukosa oleh campak, rubella, VVZ, atau HSV : atau
dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Di tempat
tersebut mulai terjadi, multiplikasi dan masuk aliran darah menyebabkan infeksi
beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural) ada sakit demam, sistemik,
tapi jika terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada organ yang ditempati,
penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi. Invasi SSS disertai dengan
bukti klinis penyakit neurologis, HSV-1 mungkin mencapai otak dengan
penyebaran langsung sepanjang akson saraf.
Kerusakan neurologis disebabkan oleh invasi langsung dan penghancuran
jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan/atau oleh reaksi hospes
terhadap antigen virus, kebanyakan penghancuran saraf mungkin karena invasi
virus secara langsung, sedangkan respons jaringan hospes yang hebat
mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler
(Nelson, 2010).
D. PHATWAYS
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang nampak pada pasien dengan
kasus meningoensefalitis, yaitu :
a. Peningkatan tekanan intrakranial seperti : sakit kepala, penurunan
kesadaran, dan muntah.
b. Demam akibat infeksi (respon nyeri terhadap cahaya).
c. Kaku kuduk.
d. Kejang dan gerakan abnormal (Elizabeth, 2009).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Uji serologi untuk mengetahui jenis virus dan menentukan
etiologi infeksi SSS nonenterovirus.
2. Pemeriksaan neuroimaging (Nelson, 2010).
3. Pungsi lumbal; untuk mengetahui adanya sel darah putih dan
sensitivitas mikroorganisme.
4. Pemeriksaan laboratorium.
5. CT-Stan dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi derajat
pembengkakan dan tempat nekrosis.
6. Terapi kortikosteroid (deksametason) untuk mengurangi inflamasi
(Elizabeth, 2009).
7. Ditemukan kadar glukosa serum meningkat.
8. Kultur urin/urinalisis untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
9. Kultur nasofaring untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
10. Kadar elektrolit serum meningkat jika anak dehidrasi; natrium serum
(Na+) naik; kalium serum (K+) turun (Linda, 2009).
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien dengan
meningoensefalitis yaitu :

a. Antibiotik
b. Pengurangan cahaya ruangan, kebisingan dan tamu.
c. Nyeri kepala diatasi dengan istirahat dan analgesik
d. Asetamenofen dianjurkan untuk demam
e. Kodein, morfin dan derivat fenotiazin untuk nyeri dan muntah
f. Perawatan yang baik dan pantau dengan teliti (Nelson, 2010).
Sedangkan menurut Linda (2009), penatalaksanaan pada kasus
meningoensefalitis yaitu anak ditempatkan dalam ruang isolasi
pernapasan sedikitnya selama 24 jam setelah mendapatkan terapi
antibiotic IV yang sensitif terhadap organisme penyebab, steroid dapat
diberikan sebagai tambahan untuk mengurangi proses inflamasi, terapi
hidrasi intravena diberikan untuk mengoreksi ketidakseimbangan
elektrolit dan memberikan hidrasi. Dalam pemberian cairan ini perlu
dilakukan pengkajian yang sering utuk memantau volume cairan yang
diinfuskan untuk mencegah komplikasi kelebihan cairan, seperti
edema serebri. Pengobatan kemudian ditujukan untuk
mengidentifikasi dan mengatasi komplikasi dari proses penyakit.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan Diagnosis Keperawatan Nanda 2015-
2017,diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain:
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses inflamasi,
edema pada otak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sekret, penurunan kesadaran.
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan di otak, perubahan tingkat kesadaran.
e. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
f. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses
inflamasi.
g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
h. Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang
optimal.
I. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC


1. Resiko a. Status sirkulasi Terapi oksigen
ketidakefektifan 1) Tekanan darah 1. Periksa mulut, hidung,
perfusi jaringan sistol dan sekret trakea
serebral 2) Tekanan darah 2. Pertahankan jalan
diastol napas yang paten
Faktor resiko 3) Tekanan nadi 3. Atur peralatan
a. Gangguan 4) PaO2 (tekanan oksigenasi
serebrovaskuler parsial oksigen 4. Monitor aliran oksigen
b. penyakit dalam darah arteri) 5. Pertahankan posisi
neurologis. 5) PaCO2(tekanan pasien
parial 6. Observasi tanda-tanda
karbondioksida hipoventilasi
dalam darah arteri 7. Monitor adanya
6) Saturasi oksigen kecemasan pasien terhadap
7) Urine output oksigenasi
8) Capillary refill. Manajemen edema
b. Status neurologi serebral
1) Kesadaran 1. Monitor adanya
2) Fungsi sensorik kebingungan,
dan motorik kranial perubahan pikiran,
3) Tekanan keluhan pusing,
intrakranial pingsan
4) Ukuran pupil 2. Monitor tanda-tanda
5) Pola istirahat-tidur vital
6) Orientasi kognitif 3. Monitor karakteristik
7) Aktivitas kejang cairan serebrospinal :
8) Sakit kepala. warna,
kejernihan,konsistensi
4. Monitor status
pernapasan: frekuensi,
irama, kedalaman
pernapasan,
PaO2,PaCO2, pH,
Bicarbonat
5. Catat perubahan
pasien dalam berespon
terhadap stimulus
6. Berikan anti kejang
sesuai kebutuhan
7. Batasi cairan
8. Dorong keluarga/orang
yang penting untuk
bicara pada pasien
9. Posisikan tinggi kepala
30o atau lebih.

Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai
dan karakteristik
pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan
output
4. Monitor suhu dan
jumlah leukosit
5. Periksa pasien terkait
ada tidaknya gejala
kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan
leher pasien dalam
posisi netral, hindari
fleksi pinggang yang
berlebihan
8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk
mengoptimalkan
perfusi serebral
9. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan TIK
dalam jangkauan
tertentu.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
2. Kekurangan a. Keseimbangan Manajemen cairan
volume cairan cairan 1. Timbang BB setiap
Kriteria hasil : hari dan monitor status
Batasan 1) Tekanan darah pasien
karakteristik 2) Keseimbangan 2. Hitung atau timbang
a. Haus intake output dalam popok dengan baik
b. Kelemahan 24 jam 3. Jaga dan catat intake
c. Kulit kering 3) Berat badan stabil dan output
d. Membran 4) Turgor kulit 4. Monitir status hidrasi
mukosa kering 5) Kelembaban 5. Monitor hasil
e. Peningkatan membran mukosa laboratorium yang
frekuensi nadi 6) Serum elektrolit relevan dengan dengan
f. Peningkatan 7) Hematokrit retensi cairan
hematokrit 8) Edema perifer 6. Monitor status
g. Peningkatan 9) Bola mata cekung hemodinamik
kosentrasi urine dan lembek 7. Monitor tanda-tanda
h. Peningkatan 10) Kehausan vital
suhu tubuh 11) Pusing. 8. Berikan terapi IV
i. Penurunan berat seperti yang
badan tiba-tiba b. Dehidrasi ditentukan
j. Penurunan Kriteria hasil : 9. Berikan cairan dengan
haluan urine 1) Warna urine keruh tepat
k. Penurunan 2) Fontanela cekung 10. Tingkatkan asupan
pengisian vena 3) Nadi cepat dan oral
l. Penurunan lambat 11. Dukung pasien dan
tekanan darah 4) Peningkatan BUN keluarga untuk
m. Penurunan blood urea Nitrogen) membantu dalam
turgor kulit. 5) Peningkatan suhu pemberian makan
tubuh. dengan baik
Faktor yang 12. Berikan produk-
berhubungan produk darah.
a. Kegagalan
mekanisme Manajemen elektrolit
regulasi 1. Monitor nilai serum
b. Kehilangan elektrolit abnormal
cairan aktif. 2. Monitor manifestasi
ketidakseimbangan
elektrolit
3. Pertahankan
kepatenan akses IV
4. Berikan cairan sesuai
resep, jika diperlukan
5. Ambil spesimen
sesuai order untuk
dapat melakukan
analisis level elektrolit
(ABG, urine, dan level
serum) dengan tepat
6. Konsultasikan dengan
dokter jika tanda-tanda
dan gejala
ketidakseimbangan
cairan dan/elektrolit
menetap atau
memburuk
7. Monitor respon pasien
terhadap terapi
elektrolit yang
diberikan.

Manajemen muntah
1. Identifikasi faktor-
faktor yang dapat
menyebabkan atau
berkontribusi terhadap
muntah (obat-obatan
dan prosedur)
2. Posisikan untuk
mencegah aspirasi
3. Tunggu minimal 30
menit setelah episode
mutah sebelum
menawarkan cairan
kepada pasien
4. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap
jika tidak ada muntah
yang terjadi selama 30
menit.

3. Ketidakefektifan a. Status penrnapasan : Terapi oksigen


pola nafas ventilasi 1. Bersihkan mulut,
Kriteria hasil hidung dan sekret
Batasan 1) Frekuensi trakea dengan tepat
karakteristik pernapasan 2. Pertahankan
a. Bradipnea 2) Irama pernapasan kepatenan jalan nafas
b. Dispnea 3) Kedalaman 3. Berikan oksigen
c. Penggunaan pernapasan tambahan seperti yang
otot bantu 4) Penggunaan otot diperintahkan
penapasan bantu nafas 4. Monitor aliran oksigen
d. Penurunan 5) Suara nafas 5. Periksa perangkat
kapasitas vital tambahan pemberian oksigen
e. Penurunan 6) Retraksi dinding secara berkala untuk
tekanan dada memastikan bahwa
ekspirasi 7) Dispnea saat istirahat kosentrasi yang telah
f. Penurunan 8) Atelektasis. di tentukan sedang di
tekanan berikan
inpsirasi b. Status pernapasan : 6. Pastikan penggantian
g. Pernapasan kepatenan jalan masker oksigen/kanul
bibir nafas nasal setiap kali
h. Pernapasan Kriteria Hasil : perangkat diganti
cuping hidung 1) frekuensi pernapasan 7. Pantau adanya tanda-
i. Pola nafas 2) pernapasan cuping tanda keracunan
abnormal hidung oksigen dan kejadian
j. Takipnea. 3) mendesah atelektasis.

Faktor yang Monitor neurologi


berhubungan 1. Pantau ukuran pupil,
bentuk kesimetrisan
a. Cedera medula dan reaktivitas
spinalis 2. Monitor tingkat
b. Gangguan kesadaran
neurologis 3. Monitor GCS
c. Nyeri 4. Monitor status
pernapasan.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
8. Identifikasi dari
penyebab perubahan
vital sign.
4. Ketidakefektifan a. Status pernapasan: Kepatenan jalan nafas
bersihan jalan nafas kepatenan jalan 1. Pastikan kebutuhan
nafas oral suctioning
Batasan Kriteria hasil: 2. Auskultasi suara nafas
karakteristik 1) Frekuensi sebelum dan sesudah
a. Batuk yang pernapasan suctioning
tidak efektif 2) Irama pernapasan 3. Informasikan pada
b. Gelisah 3) Kemampuan untuk klien dan keluarga
c. Dispnea mengeluarkan tentang suctioning
d. Mata terbuka sekret 4. Monitor status oksigen
lebar 4) Penggunaan otot pasien
e. Perubahan pola bantu pernapasan 5. Berikan oksigen
nafas 5) Batuk. dengan menggunakan nasal
f. Sianosis untuk
g. Sputum dalam b. Status pernapasan memfasilitasi suction
jumlah yang Kriteria hasil: nasotrakeal
berlebihan 1) Kedalaman
h. Suara nafas inspirasi Manajemen jalan nafas
tambahan 2) Suara auskultasi 1. Buka jalan nafas.
nafas 2. Posisikan pasien untuk
Faktor yang 3) Kepatenan jalan memaksimalkan ventilasi.
berhubungan nafas 3. Lakukan fisioterapi dada
a. Infeksi 4) Kapasitas vital bila perlu
b. Difungsi 4. Auskultasi suara nafas
neuromuskular , catat adanya suara
c. Mukus tambahan
berlebihan 5. Monitor respirasi dan status
d. Benda asing di O2
jalan nafas.

Manajemen batuk
1. Bantu pasien untuk
mengatur posisi
duduk.
2. Dorong pasien untuk
melakukan latihan nafas
dalam
3. Dorong pasien untuk tarik
nafas dalam selama dua
detik dan batukkan, lakukan
dua atau tiga kali berturut
turut

Monitor tanda-tanda vital


1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit.
8. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
iskemia). Pemberian Analgesik
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosis dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
5. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
6. Evaluasi efektifitas
analgesik, tanda dan
gejala.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.

6. Hipertermia a. Termoregulasi Perawatan demam


Batasan Kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan tanda-
tanda vital
karakteristik 1) Merasa merinding
lainya
saat dingin
a. Apnea 2. Monitor warna kulit
2) Berkeringat saat
b. Bayi tidak dapat dan suhu
panas
mempertahanka 3. Monitor asupan dan
3) Tingkat pernapasan
n menyusu keluaran, sadari
4) Melaporkan
c. Gelisah perubahan kehilangan
kenyamanan suhu
d. Hipotensi cairan yang tak di
5) Perubahan warna
e. Kulit rasakan
kulit
kemerahan 4. Beri obat atau cairan
6) Sakit kepala
f. Kulit terasa IV
hangat 5. Tutup pasien dengan
g. Latergi selimut atau pakaian
h. Kejang ringan
i. Koma 6. Dorong konsumsi
j. Stupor cairan
k. Takikardia 7. Fasilitasi istirahat,
l. Takipnea terapkan pembatasan
m. Vasodilatasi aktivitas jika di
perlukan
Faktor yang 8. Berikan oksigen yang
berhubungan sesuai
a. Peningkatan 9. Tingkatkan sirkulasi
laju udara
metabolisme 10. Mandikan pasien
b. Penyakit dengan spon hangat
c. Sepsis dengan hati-hati.

Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam
sesuai kebutuhan
2. monitor dan laporkan
adanya tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake cairan
dan nutrisi adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.
Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa
yang di perlukan, dan
kelola menurut resep
dan/atau protokol
2. Monitor efektivitas
cara pemberian obat
yang sesuai.

Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi
dengan benar.

7. Resiko Aspirasi a. Status pernapasan: Pencegahan aspirasi


kepatenan jalan nafas 1. Monitor tingkat
Faktor resiko 1) Frekuensi pernapasan kesadaran, refleks
a. Penurunan 2) Irama pernapasan batuk dan kemampuan
motilitas 3) Tersedak menelan
gastrointestinal 4) Suara nafas tambahan 2. Monitor stastus
b. Penurunan pernapasan
tingkat kesadarn 3. Jaga kepala tempat
c. Peningkatan b. Pencegahan aspirasi tidur ditinggikan 30
residu lambung 1) Memposisikan tubuh menit setelah
untuk miring ketika pemberian makan
makan dan minum 4. Periksa residu pada
jika dibutuhkan. selang makanan atau
2) Mengidentifikasi lebih besar 100 cc
faktor-faktor resiko. pada selang.

Manajemen muntah
1. Kaji emesis terkait
dengan warna,
konsistensi, akan
adanya darah, waktu
dan sejauh mana
kekuatan emesis.
2. Ukur atau perkirakan
volume
emesis.pastikan obat
antiemetik yang di
berikan untuk
mencegah muntah bila
memungkinkan
3. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap
jika tidak ada muntah
yang terjadi selama 30
menit.
4. Monitor efek
manajemen muntah
secara menyeluruh.

Pengaturan posisi
1. Jelaskan kepada
pasien badan pasien
akan di balik
2. Jangan menempatkan
pasien pada posisi
yang bisa
meningkatkan nyeri.
3.
8. Resiko cidera a. Kontrol resiko Manajemen lingkungan
Kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan
Faktor resiko
1) Klien terbebas dari yang aman untuk
1) Eksternal cidera pasien
2) Klien mampu 2. Identifikasi kebutuhan
a) Gangguan
menjelaskan cara keamanan pasien
fungsi atau metode untuk sesuai dengan kondisi
mencegah cidera fisik
kognitif
3) Klien mampu 3. Dan fungsi kognitif
b) Agens menjelaskan faktor pasien dan riwayat
resiko dari penyakir dahulu
nosokomial
lingkungan pasien
2) Internal 4) Menggunakan 4. Memasang side rail
fasilitas kesehatan tempat tidur
a) Hipoksia
yang ada 5. Menyediakan tempat
jaringan 5) Mampu mengenali tidur yang aman dan
perubahan status bersih
b) Gangguan
kesehatan. 6. Membatasi
sensasi pengunjunng
b. Kejadian jatuh 7. Memberikan
(akibat dari
1) Jatuh dari tempat penerangan yang
cedera tidur cukup
2) Jatuh saat di 8. Berikan penjelasan
medula
pindahkan. pada pasien dan
spinalis, dll) keluarga atau
pengunjung adanya
c) Malnutrisi. perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.

Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku
dan faktor yang
mempengaruhi resiko
jatuh
2. Sediakan pengawasan
ketat dan /atau alat
pengikatan
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, ddk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
( ed.3). Jakarta : EGC.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asukan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Santosa, Z. 2019. Mendeteksi Infeksi Pada Anak. Yogyakarta: CV Alaf
Medika
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung
Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica
Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
Wahab, S. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson (ed.15). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran.
Widagdo. 2011. Masalah dan Tata Laksana Penyakit Infeksi pada Anak.
Jakarta: CV Sagung Seto
Nanda Internasional (2015-2017) & NIC-NOC (2016)

Anda mungkin juga menyukai