Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ventilasi mekanik (ventilator) memegang peranan penting bagi dunia
keperawatan kritis, dimana perannya sebagai pengganti bagi fungsi
ventilasi bagi pasien dengan gangguan fungsi respiratorik (Sundana,
2014). Ventilator merupakan alat bantu pernafasan bertekanan negatif atau
positif yang menghasilkan udara terkontrol pada jalan nafas sehingga
pasien mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam
jangka waktu lama. Dimana tujuan dari pemasangan ventilator tersebut
adalah mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal untuk memenuhi
kebutuhan metabolik pasien, memperbaiki hipoksemia, dan
memaksimalkan transport oksigen (Purnawan. 2010).
Dua cara dalam menggunakan ventilasi mekanik yaitu secara invasif
dan non invasif. Pemakaian secara invasif dengan menggunakan pipa
Endo Tracheal Tube (ETT) yang pemasangannya melalui intubasi, dimana
pemasangan pada pipa ETT akan menekan sistem pertahanan host,
menyebabkan trauma dan inflamasi lokal, sehingga meningkatkan
kemungkinan aspirasi patogen nasokomial dari oropharing disekitar cuff
(Setiadi & Soemantri, 2009). Pemakaian secara non invasif dengan
menggunakan masker, penggunaan ventilator non invasif ini di ICU jarang
ditemukan, karena tidak adekuatya oksigen yang masuk kedalam paru -
paru, kecenderungan oksigen masuk kedalam abdomen, maka dari itu
pemakaian ventilator non invasif jarang sekali digunakan (Sherina &
RSCM, 2010).
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah jenis infeksi paru
paru yang terjadi pada orang-orang yang terpasang mesin pernafasan
(ventilator) dirumah sakit selama lebih dari 48 jam. VAP adalah infeksi
yang biasa ditemui dalam situasi perawatan kritis. Prevalensi sebelumnya
dan studi kohort prosfektif telah menunjukan bahwa VAP dikaitkan

1
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi berkepanjangan di
ICU serta yang tinggal dirumah sakit (Jansson, Kokko, Ylipalosaari,
Syarjala, & Kyngas, 2013). Angka kejadian VAP dilaporkan terjadi 9-27%
dari semua pasien yang terintubasi (Mohamed, 2014). Tingkat keseluruhan
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah 13,6 per 1.000 ventilator
sesuai dengan International Nasocomial Infection Control Consortium
(INICC).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi VAP adalah
dengan VAP Bundle. VAP bundel digambarkan sebagai sekelompok
intervensi berbasis-bukti yang akan membantu mencegah VAP.
Pentingnya Bundle dalam pencegahan infeksi nasokomial VAP dapat
mengurangi biaya 10 kali lipat dan meningkatkan hasil pasien terkait dan
keselamatan pasien dan kualitas pelayanan. Intervensi keperawatan kritis
dilakukan secara rutin telah terbukti mengurangi angka kejadian VAP. The
Institute for Healthcare Improvement (IHI, 2006). The Centers for Disease
Control and Prevention (CDC, 2003) dan A European Care Bundle (Rello
et al. 2010) telah merancang VAP bundle (VBs) untuk membantu
mengurangi atau menghilangkan VAP dan mempromosikan kepatuhan
terhadap pedoman bukti dasar (EBGs), dalam rangka meningkatkan hasil
pasien. Seperti elevasi kepala tempat tidur (HOB) 300-450, sedasi harian,
Deep Vein Trombosis (DVT) prophylaxis, ulkus peptikum prophylaxis,
perawatan mulut (oral care).
Penelitian di Amerika tahun 2012 menegaskan, pendidikan akan
meningkatkan hasil pada pasien yang memerlukan ventilasi mekanik, dan
pendidikan lanjutan sangat penting untuk perawat yang berkualitas. Dokter
dengan gelar Doktor dari praktek keperawatan sangat berperan aktif dalam
memfasilitasi kompetensi untuk perawat dalam masalah kesehatan
berkualitas, dan harus mengembangkan strategi untuk melaksanakan
pedoman VAP dan memperluas basis pengetahuan mereka dengan
memberdayakan profesi keperawatan untuk mengobati bukti-dasar

2
pengurangan kejadian VAP. Disamping itu, perawat harus memiliki
tanggung jawab untuk memahami penyebab VAP (Gallagher, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi dari ventilator asosiated pneumonia?
1.2.2 Apa etiologi dari ventilator asosiated pneumonia?
1.2.3 Apa patofisiologi dari ventilator asosiated pneumonia?
1.2.4 Apa manifestasi klinis dari ventilator asosiated pneumonia?
1.2.5 Apa komplikasi dari ventilator asosiated pneumonia?
1.2.6 Apa pemeriksaan diagnostik dari ventilator asosiated pneumonia?
1.2.7 Apa penatalaksanaan dari ventilator asosiated pneumonia?
1.2.8 Bagaimna konsep keperawatan dari ventilator asosiated
pneumonia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari ventilator asosiated
pneumonia
1.3.2 Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari ventilator asosiated
pneumonia
1.3.3 Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari ventilator asosiated
pneumonia
1.3.4 Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari ventilator
asosiated pneumonia
1.3.5 Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari ventilator asosiated
pneumonia
1.3.6 Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik dari
ventilator asosiated pneumonia
1.3.7 Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dari ventilator
asosiated pneumonia
1.3.8 Mahasiswa dapat mengetahui konsep keperawatan dari ventilator
asosiated pneumonia

3
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1 Definisi
VAP (ventilator Asosiated Pneumonia) didefinisikan sebagai
pneumonia nosokominal yang terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan
bantuan ventilasi mekanik baik itu melalui pipa endotrakeal maupun pipa
trakeostomi (Roza Liyani dan Swidharmoko, 2010). Sedangkan american
college of chest physicians mendefinisikan VAP sebagai suatu keaadaan
dimana terdapat gambaran infiltrat baru dan menetap pada fhototoraks
disertai salah satu tanda yaitu, hasil biakan darah atau pleura sama dengan
mikroorganisme yang ditemukan disputum maupun aspirasi trhakea,
kafitasi pada fhototoraks, gejala pneumonia atau terdapat dari 3 gejala
berikut yaitu demam, pleukositosis dan sekret purulen (Marik & Faron,
2001 : dikutip Rozaliyani dan Swidharmoko, 2010).
Ventilator asosiated pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan
pada paru (pneumonia) yang disebabkan oleh pemakaian ventilaotr dalam
jangka waktu yang lama pada pasien (Smeltzer & Bare 2001 : dikuti
Yolanda 2013).
Jadi ventilator asosiated pneumonia (VAP) adalah pneumonia akibat
infeksi nosokominal pada pasien ICU yang menggunakan ventilator baik
melalui pipa endotrakeal maupun pipa trakeostomi yang terjadi setelah 48
jam menggunakan ventilator disertai hasil biakan darah atau pleura sama
dengan mikroorganisme yang ditemukan disputum maupun aspirasi trakea.
2.2 Etiologi
Beberapa kuman di duga sebagai penyebab VAP. Berdasarkan hasil
isolasi kuman pada pasien dengan diagnosis VAP, bakteri gram negatif
sangat sering ditemukan, namun hasil isolasi dengan bakteri gram positif
telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, terutama
pada neonatus.Bakteri penyebab VAP dibagi menjadi beberapa kelompok

4
berdasarkan onset atau lamanya pola kuman. Bakteri penyebab VAP pada
kelompok I adalah kuman gram negatif (Enterobacter spp, Escherichia
coli, Klebsiella spp, Proteus spp, Serratai marcescens), Haemophilus
influenza, Streptococcus pneumonia, dan Methicillin Sensitive
Staphylococcus Aureus (MSSA). Bakteri kelompok II adalah bakteri
penyebab kelompok I ditambah kuman anaerob, Legionella pneumophilia
dan Methicillin Resistan Staphylococcus Aureus (MRSA). Bakteri
penyebab kelompok III adalah Pseudomonas aeruginosa, Acetinobacter
spp, dan MRSA.
Beberapa kuman diduga sebagai penyebab VAP.
a. Virus Influenza
b. Virus Synsitical respiratorik
c. Adenovirus
d. Rhinovirus
e. Rubeola
f. Varisella
g. Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
h. Pneumococcus
i. Streptococcus
j. Staphilococcus
2.3 Patofisiologi
Patofisiologi dari VAP, adalah melibatkan dua proses utama yaitu
kolonisasi pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan serta aspirasi
sekret dari jalan nafas atas dan bawah. Kolonisasi bakteri mengacu pada
keberadaan bakteri tanpa adanya gejala. Kolonisasi bakteri pada paru-paru
dapat disebabkan oleh penyebaran organisme dari berbagai sumber,
termasuk orofaring, rongga sinus, nares, plak gigi, saluran pencernaan,
kontak pasien, dan sirkuit ventilator. Inhalasi bakteri dari salah satu
sumber ini dapat menyebabkan timbulnya gejala, dan akhirnya terjadi
VAP (Wiryana, 2007). Kolonisasi mikroorganisme patogen dalam sekret
akan membentuk biofilm dalam saluran pernapasan. Mulai pada awal 12

5
jam setelah intubasi, biofilm mengandung sejumlah besar bakteri yang
dapat disebarluaskan ke dalam paru-paru melalui ventilator. Pada keadaan
seperti ini, biofilm dapat terlepas oleh cairan ke dalam selang endotrakeal,
suction, batuk, atau reposisi dari selang endotrakeal (Niederman, 2005).
Selang endotrakeal menyebabkan gangguan abnormal antara saluran
napas bagian atas dan trakea, melewati struktur dalam saluran napas
bagian atas dan memberikan bakteri jalan langsung ke saluran napas
bagian bawah. Karena saluran napas bagian atas kehilangan fungsi karena
terpasang selang endotrakeal, kemampuan tubuh untuk menyaring dan
melembabkan udara mengalami penurunan. Selain itu, refleks batuk sering
mengalami penurunan bahkan hilang akibat pemasangan selang
endotrakeal dan kebersihan mukosasilier bisa terganggu karena cedera
mukosa selama intubasi. Selang endotrakeal menjadi tempat bagi bakteri
untuk melekat di trakea, keadaan ini dapat meningkatkan produksi dan
sekresi lender lebih lanjut. Penurunan mekanisme pertahanan diri alami
tersebut meningkatkan kemungkinan kolonisasi bakteri dan aspirasi
(Augustyne, 2007).
2.4 Manifestasi Klinis
1. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat
naik secara mendadak (38– 40 ºC), dapat disertai kejang (karena
demam tinggi).
2. Batuk, mula-mula kering  (non produktif) sampai produktif.
3. Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
4. Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung
kadang-kadang terdapat nasal discharge (ingus).
5. Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
6. Frekuensi napas :
Umur 1-5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
Umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
Nadi cepat dan bersambung.

6
7. Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan
batuk.
8. Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
9. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
10. Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
11. Malaise, gelisah, cepat lelah.
12. Demam
13. Nilai oksigenasi PaO2/FiO2 mmHg ≤ 240 dan tidak terdapat ARDS
2.5 Komplikasi
Keputusan untuk memasang ventilator harus dipertimbangkan secara
matang. Sebanyak 75% yang dipasang ventilator umumnya memerlukan
alat tersebut lebih dari 48jam. Bila seseorang terpasang ventilator lebih
dari 48 jam, maka kemungkinan dia tetap hidup keluar dari rumah sakit
(bukan saja lepas dari ventilator) jadi lebih kecil. Secara statistik angka
survival berhubungan sekali dengan diagnosis utama, usia, dan jumlah
organ yang gagal. Pasien asma bronkial lebih dari 90% survive sedangkan
pasien kanker kurang dari 10%. Usia diatas 65 tahun kemungkinan survive
kurang dari 50%. Sebagian penyebab rendahnya survival pasien terpasang
ventilator ini adalah akibat komplikasi pemakaian ventilator sendiri,
terutama tipe tekanan positif (Sudoyo, 2010).
Akibat Merugikan dari ventilasi mekanik :
1. Pengaruh pada paru-paru
Barotrauma mengakibatkan emfisema, pneumomediastinum,
pneumoperitoneum, pneumotoraks, dan tension pneumotoraks.
Puncak tekanan pengisian paru yang tinggi (lebih besar dari 40
cmH2O) berhubungan dengan peningkatan insiden barotrauma.
Disfungsi sel alveolar timbul akibat tekanan jalan napas yang
tinggi. Pengurangan lapisan surfaktan mengakibatkan atelektasis,
yang mengakibatkan peningkatan tekanan jalan napas lebih lanjut.
Tekanan jalan napas yang tinggi juga mengakibatkan distensi
berlebihan alveolar (velotrauma), meningkatkan permeabilitas

7
mikrovaskular dan kerusakan parenkim. Konsentrasi oksigen
inspirasi yang tinggi (FiO2 lebih besar dari 0,5) mengakibatkan
pembentukan radikal bebas dan kerusakan sel sekunder.
Konsentrasi oksigen yang tinggi ini dapat mengakibatkan
hilangnya nitrogen alveolar dan atelektasis sekunder (Sudoyo,
2010).
2. Pengaruh pada kardiovaskular
Pernapasan spontan atau dengan bantuan ventilasi mekanik dapat
mempengaruhi kerja jantung. Pada pernapasan spontan, ini
ditandai oleh pulsus paradoksus. Sedangkan pemberian tekanan
positif dan atau volume saat ventilasi mekanik untuk membuka
alveoli sebagai terapi gagal napas mengakibatkan peningkatan
tekanan intratorakal yang dapat mengganggu kerja jantung yang
bertanggung jawab terhadap menurunnya fungsi sirkulasi.
Hasilnya berupa penurunan curah jantung sehingga aliran balik
vena ke jantung kanan menurun, disfungsi ventrikal kanan, dan
pembesaran jantung kiri. Penurunan curah jantung akibat preload
ventrikel kanan kurang, banyak dijumpai pada pasien hipovolemik
dan memberikan reaksi pada penambahan volume cairan.
Menurunnya fungsi jantung pasien kritis saat ventilasi mekanik
dapat memperburuk pasokan O2 ke jaringan, mengganggu fungsi
organ yang berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas.
3. Pengaruh pada ginjal, hati, dan saluran cerna
Tekanan ventilasi positif bertanggung jawab pada keseluruhan
penurunan fungsi ginjal dengan penurunan volume urine dan
eksresi natrium. Fungsi hati mendapat pengaruh buruk dari
penurunan curah jantung, meningkatnya resistensi pembuluh darah
hati, dan peningkatan tekanan saluran empedu. Iskemia mukosa
lambung dan perdarahan sekunder mungkin terjadi akibat
penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan vena lambung
(Sudoyo, 2010).

8
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan fungsi paru paru: volume makin menurun ( kongesti dan
kolaps alveolar) : tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas
pemenuhan udara menurun, hipoksemia.
b. Analisis gas darah ( analysis blood gasses –ABGS) dan pulse oximetry
:Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru
–paru.
c. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul
(virus).
d. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
e. Periksa darah lengkap : untuk mengetahui kadar leukosit dalam tubuh
2.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana VAP menghadapi tantangan yang besar karena luasnya
spektrum klinis pasien, baku emas pemeriksaan yang belum disepakati dan
berbagai kendala diagnostik lain. Pemberian antibiotik yang tepat
merupakan salah satu syarat keberhasilan tatalaksana VAP. Penentuan
antibiotik tersebut harus didasarkan atas pengetahuan tentang
mikroorganisme, pola resistensi di lokasi setempat, pemilihan jenis obat
berdasarkan pertimbangan rasional, dll. Pemberian antibiotik adekuat
sejak awal dapat meningkatkan angka ketahanan hidup pasien VAP saat
data mikrobiologik belum tersedia. Sebaliknya, pemberian antibiotik yang
inadekuat menyebabkan kegagalan terapi akibat timbulnya resistensi
kuman terhadap obat. Pemberian antibiotik yang direkomendasi beserta
dosisnya berdasarkan data kuman penyebab dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2.3. Pemberian antibiotika yang direkomendasi sesuai dengan
etiologi kuman

9
Mikroba Antibiotika

VAP awitan dini, tanpa faktor


risiko spesifik

Kuman gram negatif Sefalosporin generasi II


(nonpseudomonas)

Enterobacter spp Nonpseudomonas generasi III atau


kombinasi ß laktam

Escherichia coli Penghambat ß laktamase

Klebsiella spp

Proteus spp

Serratia marcescens

Haemophilus influenza Fluorokuinolon atau

MSSA Klindamisin + aztreonam

Streptococcus pneumonia

VAP awitan lambat

Pseudomonas aeruginosa Aminoglikosida atau


siprofloksasin

Acinetobacter baumanii ditambah :

Penisilin antipseudomonas

Kombinasi ß laktam -

penghambat ß laktamase

Ceftazidim / cefoperazon

Imipenem

Aztreonam

MRSA Linezolid atau vankomisin

Dikutip dari Kollef MH,2005


Pasien VAP yang mendapatkan pengobatan awal penisilin

10
antipseudomonas ditambah penghambat ß-laktamase serta aminoglikosida
menunjukkan angka kematian lebih rendah dibandingkan dengan pasien
yang tidak mendapat antibiotik tersebut. Piperasilin-tazobaktam merupakan
antibiotik yang paling banyak digunakan (63%) diikuti golongan
fluorokuinolon (57%), vankomisin (47%), sefalosporin (28%) dan
aminoglikosida (25%).
Fernandes A, 2002 menyatakan bahwa siprofloksasin sangat efektif
pada sebagian besar kuman Enterobacteriaceae, H. influenza dan S. aureus.
Pemberian antibiotik dapat dihentikan setelah tiga hari pada pasien dengan
kecenderungan VAP rendah (CPIS<6). Pemberian antibiotik intravena
secara empiris pada pasien VAP awitan lambat atau memiliki faktor risiko
patogen MDR dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 2.4. Dosis Antibiotika Intravena Pasien VAP Dewasa Awitan
Lambat atau Memilki Faktor Risiko MDR

Antibiotik Dosis

Sefalosporin antipseudomonas

Cefepim 1 – 2 g tiap 8 – 12 jam

Ceftazidim 2 g tiap 8 jam

Karbapenem

Imipenem 500 mg tiap 6 jam atau 1g


tiap 8 jam

Meropenem 1 g tiap 8 jam

Kombinasi ß laktam -
penghambat ß laktamase

Piperasilin-tazobaktam 4,5 g tiap 6 jam

Aminoglikosida

Gentamisin 7 mg/kg/hari

Tobramisin 7 mg/kg/hari

Amikasin 20 mg/kg/hari

11
Kuinolon antipseudomonas

Levofloksasin 750 mg tiap hari

Siprofloksasin 400 mg tiap 8 jam

Vankomisin 15 mg/kg tiap 12 jam

Linezolid 600

Dikutip dari Ewig et al.2002

Prinsip penatalaksanaan VAP berdasarkan panduan ATS / IDSA tahun


2004 adalah: tidak menunda terapi yang adekuat tetapi mengoptimalkannya.
Pemilihan antimikroba empiris yaitu satu atau lebih obat yang memiliki
aktivitas melawan beberapa kuman patogen sekaligus, baik bakteri maupun
jamur (memiliki daya penetrasi yang baik terhadap sumber infeksi, mengacu
pada pola kepekaan kuman yang ada di rumah sakit ataupun masyarakat,
melanjutkan pemberian obat antimikroba berspektrum luas sampai diketahui
pasti mikroorganisme penyebab dan kepekaannya terhadap antimikroba
tersebut), mempersingkat terapi menjadi masa terapi efektif minimal untuk
memperkecil kejadian resistensi serta menerapkan strategi pencegahan
(preventif) dengan mengetahui faktor risiko yang ada.
Awalnya penatalaksanaan VAP dilakukan berdasarkan prinsip terapi
eskalasi (escalation therapy) yaitu memulai terapi dengan satu jenis
antibiotik misalnya sefalosporin generasi ketiga selanjutnya meningkatkan
terapi dengan pemberian antibiotik lain yang memiliki spektrum lebih luas
misalnya golongan fluorokuinolon atau karbapenem bila pemeriksaan
mikrobiologi menunjukkan resistensi kuman terhadap antibiotik sebelumnya
atau bila kondisi klinis pasien memburuk.
Saat ini dikenal prinsip terapi de-eskalasi yaitu strategi pemberian
antibiotik adekuat (poten) sejak awal terapi kepada pasien yang memiliki
faktor risiko tinggi, dengan menghindari penggunaan antibiotik kurang tepat
yang dapat memicu timbulnya resistensi. Strategi tersebut dilakukan dengan

12
memberikan terapi inisial tidak lebih dari empat jam sejak pasien dirawat di
ICU dengan antibiotik berspektrum luas dan dosis tinggi untuk menurunkan
mortalitas, mencegah disfungsi organ dan mempersingkat lama perawatan di
rumah sakit serta mengoptimalkan terapi de-eskalasi untuk meminimalkan
resistensi dan meningkatkan cost-effectiveness.
Penilaian respons terapi harus dilakukan dengan hati-hati. Respons
klinis dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya faktor pasien (usia,
penyakit komorbid), faktor bakteri (pola virulensi dan resistensi kuman
terhadap antimikroba) dan faktor lain yang mungkin terjadi selama episode
VAP. Perbaikan klinis biasanya baru terjadi setelah 48-72 jam terapi
sehingga antibiotik yang diberikan tidak boleh diganti dalam waktu tersebut
kecuali bila terdapat perburukan progresif atau hasil pemeriksaan
mikrobiologi menunjukkan hasil yang tidak sesuai. Penilaian respons terapi
juga dapat dilakukan dengan melihat parameter lain misalnya pemeriksaan
hasil laboratorium darah serial (hitung sel darah putih, oksigenasi, dll), foto
toraks serial, pemeriksaan mikrobiologi spesimen saluran napas serial, CPIS
serial, dll.
Terapi antibiotik empirik dapat dimodifikasi berdasarkan penilaian
berbagai parameter tersebut. Modifikasi perlu dilakukan bila ditemukan
kuman resisten/tidak diharapkan pada pasien yang menunjukkan respons
terapi kurang baik. Terapi de-eskalasi dapat dilakukan pada pasien yang
menunjukkan respons baik dan lebih difokuskan pada antibiotik tertentu bila
mikroorganisme yang dikhawatirkan (P. aeruginosa atau Acinetobacter
spp.) tidak ditemukan pada pemeriksaan mikrobiologi atau mikroorganisme
masih sensitif terhadap antibiotik golongan lebih rendah. Pasien yang tidak
menunjukkan respons baik perlu dievaluasi untuk menyingkirkan
kemungkinan infeksi lain yang menyerupai pneumonia (atelektasis, gagal
jantung kongestif, emboli paru, kontusio/trauma paru), mikroorganisme
yang resisten terhadap obat, infeksi organ lain/ekstraparu serta komplikasi
pneumonia dan terapinya (empiema torasis, abses paru, kolitis, dll).
(Rozaliyani dkk, 2010)

13
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian keperawatan kritis
Nama Pengkaji :-
Tanggal Pengkajian :-
Ruang Pengkajian :-
Jam :-

A. BIODATA PASIEN

14
Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan :-
Pekerjaaan :-
Usia : 30
Status Pernikahan :-
No RM :-
Diagnosa Medis : Ventilator Asosiated Pneumonia (VAP)
Tanggal Masuk RS :-
Alamat :-
B. BIODATA PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Hubungan dengan Klien : Suami
Alamat :-
C. PENGKAJIAN PRIMER / PENGKAJIAN SEGERA (QUICK
ASSESMENT)
Airways (jalan nafas)
Sumbatan :
( ) Benda asing
( ) Broncospasme
( ) Darah
(√) Sputum
(√) Lendir
Suara nafas:
( ) Snowring
( ) Gurgling
(√) Ronkhi
Breathing (pernafasan)

15
Sesak dengan:
( ) Aktivitas
( ) Tanpa aktivitas
(√) Menggunakan otot tambahan
Frekuensi: 17x/mnt
Irama:
( ) Teratur (√) Tidak
Kedalaman:
( ) Dalam ( ) Dangkal
Reflek batuk:
(√) Ada
( ) Tidak
Batuk:
(√) Produktif
( ) Non Produktif
Sputum:
(√) Ada ( ) Tidak
Warna: ………………..
Konsistensi: ………………………...
Bunyi nafas:
(√) Ronchi
( ) Creakless
( ) Wheezing
( ) …………………………..
BGA: ……………………………….………………………………………
Circulation (Sirkulasi)
Sirkulasi perifer:
Nadi: 113x/mnt
Irama:
( ) Teratur (√) Tidak
Denyut:

16
( ) Lemah
( ) Kuat
( ) Tidak Kuat
TD ; 156/59 mmHg
Ekstremitas:
( ) Hangat ( ) Dingin
Warna kulit:
( ) Cyanosis ( ) Pucat ( ) Kemerahan
Nyeri dada:
(√) Ada ( ) Tidak
Karakterisrik nyeri dada:
( ) Menetap ( ) Menyebar (√) Seperti ditusuk-tusuk
( ) Seperti ditimpa benda berat
Capillary refill:
(√) < 3 detik ( ) > 3 detik
Edema:
(√) Ya ( ) Tidak
Lokasi edema:
( ) Muka (√) Tangan
(√) Tungkai ( ) Anasarka

Disability
( ) Alert/perhatian
( ) Voice respons/respon terhadap suara
( ) Pain respons/respon terhadap nyeri
( ) Unrespons/tidak berespons
( ) Reaksi pupil
Eksposure/Environment/Event
Pemeriksaan seluruh bagian tubuh terhadap adanya jejas dan perdarahan
dengan pencegahan hipotermi
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan

17
Event/penyebab kejadian
D. PENGKAJIAN SEKUNDER / PENGKAJIAN LENGKAP
a) Keluhan utama (bila nyeri = PQRST)
b) Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
c) Medikasi/Pengobatan terakhir.
d) Last meal (makan terakhir)
e) Event of injury/penyebab injury
f) Pengalaman pembedahan.
g) Riwayat penyakit sekarang
h) Riwayat penyakit dahulu.
i) Riwayat sosial
j) Riwayat psikososial dan spiritual

Pemeriksaan Head to toe

1. Kepala
Kesimetrisan wajah
Rambut : warna, distribusi, tekstur, tengkorak/kulit kepala
Sensori :
a. Mata : Inspeksi bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera,
pupil, reaksi pupil terhadap cahaya, lensa, tes singkat visus
b. Telinga : Letak, bentuk, serumen, kemampuan mendengar : uji
berbisik
c. Hidung : Deviasi septum nasi, kepatenan jalan napas lewat hidung
d. Mulut : Bibir sumbing, mukosa mulut, tonsil, gigi, gusi, lidah, bau
mulut
2. Leher
Deviasi/simetris, cidera
Cervikal kelenjar thyroid
kelenjar limfe
Trakea
JVP

18
3. Dada
I : Sesimetrisan, penggunaan otot bantu napas, ictus sordis
P : Taktil fremitus, ada/tidaknya massa, ictus cordis teraba/tidak
P : Adanya cairan di paru, suara perkusi paru dan jantung
A : Suara paru dan jantung
4. Abdomen : IAPP
Elasitas
Kembung
Asites
Auskultasi bising usus
Palpasi : posisi hepar, limpa, ginjal, kandung kemih, nyeri tekan
Perkusi : Suara abnormal
5. Ekstremitas/muskuloskeletal
Rentang gerak
Kekuatan otot
Deformitas
Kontraktur
Edema
Nyeri
Krepitasi
6. Kulit/Integumen
Turgor Kulit :
Mukosa kulit :
Kelainan kulit
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan darah/urin/feses
Pemeriksaan lain-lain
3.2 Diagnosa
3.2.1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas d.d batuk
tidak efektif, sputum lebih (D0149)

19
3.2.2 Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d penggunaan
otot bantu (D0005)
3.2.3 Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi,
terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,
trauma,latihan fisik berlebihan) d.d mengeluh nyeri (D.0077)
3.2.4 Resiko deficit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
(D0032)
3.2.5 Resiko Hipovolemia b.d kehilangan cairan secaa aktif, gangguan
abnormal cairan, kekurangan intake cairan. (D.0043)

20
3.3 Intervensi

No DIAGNOSA SLKI SIKI RASIONAL


1 Bersihan jalan napas tidak Bersihan jalan napas Manajemen jalan napas Manajemen jalan
efektif b.d spasme jalan napas setelah dilakukan tindakan Observasi napas
d.d batuk tidak efektif, sputum keperawatan selama 3x24 jam 1. monitor posisi selang Observasi
lebih (D0149) maka bersihan jalan napas tidak endotrakeal (ETT) 1. Untuk mengetahui
Kategori : fisiologis efektif meningkat dengan terutama setelah posisi ETT pada
Sub kategori : respirasi kriteria hasil mengubah posisi pasien agar tidak
Definisi : ketiakmampuan 1. batuk efektif (3) 2. monitor tekanan balon terjadi edema.
membersihkan secret atau 2. produksi sputum (3) ETT setiap 4-8 jam 2. Untuk mengetahui
obstruksi jalan napas untuk Keterangan 3. monitor kulit area apakah ada udara
memepertahankan jalan napas 1. menurun stoma trakeastomi (mis. pada balon, ukuran
tetap paten 2. cukup menurun Kemerahan, drainase, balon ETT terhadap
Penyebab : 3. sedang perdaraan) trakea.
Fisiologis 4. cukup meningkat 3. Untuk mengetahui
1. spasme jalan napas 5. meningkat apa yang terjadi
2. hipersekresi jalan napas pada kulit pasien
3. benda asing Tingkat infeksi Terapeutik
Situasional setelah dilakukan tindakan 1. kurangi tekanan balon Terapeutik

21
1. merokok aktif keperawatan selama 3x24 jam secara periodic tiap sif 1. Agar tidak terjadi
2. merokok pasif maka bersihan jalan napas tidak 2.pasang oroparingeal kebocoran udara
Gejala dan tanda mayor efektif menurun dengan kriteria airway (OPA) untuk balon ETT yang
Subjektif ; - hasil mencegah NTT tergigit diberikan pada
Objektif : 1. kebersihan tangan (3) 3. cegah ETT terlipat pasien
1. batuk tidak efektif 2. kebersihan badan (3) ( kingking) 2. Untuk menahan
2. sputum belebih 3. demam (3) 4. berikan preoksigenasi lidah agar tidak
3. mengi, wising , dan atau ronhi Keterangan 100% selama30 detik ( 3- menutupi hipofaring
kering 1. menurun 6x fentilasi ) sebelun an dan sebagai suction
Gejala dan tanda minor 2. cukup menurun setelah penghisapan 3. Agar tidak terjadi
Subjektif : - 3. sedang 5. berikan preoksigenasi sesak pada pasien
Objektif 4. cukup meningkat (bagging atau ventilasi 4. Untuk
1. pola napas berubah 5. meningkat meanik ) 1,5 x volume meningkatkan
2. frekwensi napas berubah tidal penyimpanan
Kondisi Klinis terkait : 6. lakukan penghisapan oksigen tubuh,
1. Gullian barre syndrome lender kurang dari 15 etik sehingga menunda
2. Sklerosis multipel jika diperlukan ( bukan onset desaturasi
3. Myasthenia gravis secara berkala/rutin) selama periode
4. Depresi sistem saraf pusat 7. ganti viksasi ETT apnea setelah

22
5. Cedera kepala setiap 24 jam induksi anestesi dan
6. Stroke 8. ubah posisi ETT secara muscle relaksan.
7. Kuadripelgia bergantian ( kiri dan 5. Agar pasien tidak
8. Sindrome aspirasi kanan setiap 24 jam mengalai sesak
mekonium 9. lakukan perawatan nafas
9. Infeksi saluran nafas mulut ( mis. Dengan sikat 6. Untuk
gigi kasa, pelembaba membersihkan jalan
bibir ) nafas pada pasien
10. lakuakn perawatan 7. Untuk mencegah
stoma trakostomi terjadinya aspirasi
pada pasien
8. Untuk memberikan
perawatan secara
komprehensif pada
pasien
9. Agar tidak terjadi
infeksi pada mulut
pasien dan mulut
pasien menjadi

23
bersih
Edukasi 10. Untuk mencegah
1. jelaskan pasien dan terjadinya infeksi
/atau keluarga tujuan dan Edukasi :
proedur pemasangan jalan 1. agar keluarga dapat
napas buatan mengetahui
prosedur
Kolaborasi pemasangan jalan
1. kolaborasi intubasi nafas buatan
ulang jika terbentuk
mucus plug yang tidak Kolaborasi
dapat dilakukan 1. Agar dapat
penghisapan menghubungkan
udara luar dengan
kedua paru supaya
Pemantauan respirasi pasien bernafas
observasi dengan baik
1. monitor pola napas
( seperti bradypnea, Pemantauan respirasi

24
takipnea, hiperfentilasi , Observasi
kussmaul chyne- stokes, 1. Untuk
biot, ataksik) mengatahui pola
2. monitor kemampuan nafas yang
batuk efekif terjadi pada
3. monitor adaya pasien
produksi sputum 2. Untuk
4. palpasi kesimetrisaan mengeluarkan
ekxpansi paru sekret
5. monitor saturasi 3. Untuk
oksigen mengetahui
berapa banyak
spuktum yang
keluar
4. Untuk mencegah
Terapeutik terjadinya sesak
1. atur interval pada pasien
pemantauan respirasi
sesui kondisi pasien Terapeutik

25
2. dokumentasikan hasil 1. Untuk mengetahui
pemantaun pernafapasan
pasien
2. Untuk mengetahui
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan
proedur pemantauan
2. informasikan hasil Edukasi
pemantauan jika perlu 1. untuk
mengetahui
tujuan dan
prosedur
pemantauan
2. agar pasien
mengetahu
Terapi oksigen keadaannya
Observasi
1. monitor kecepatan
aliran oksigen
Terapi Oksigen

26
2. monitor posisi alat Observasi :
terapi oksigen 1. untuk mengetahui
3. monitor efektivitas kecepatan aliran
terapi oksigen oksigen
4. monitor tingkat 2. untuk mengetahui
kecemasan akibat terapi alat oksigen yang
oksigen digunakan
3. untuk mengetahui
kefektifan
pemberian oksigen
Tarapeutik 4. untuk mengetahu
1. bersihkan secret pada kecemasan yang
mulut, hidung dan trakea terjadi pada pasien.
jika perlu Terapeutik
2. pertahankan kepatenan
1. agar pernapasan
jalan napas
pada pasien
3. siapkan dan atur
tidak tersumbat
peralatan pemberian
2. agar penapasan
oksigen
pada pasien

27
4. berikan oksigen normal dan
tambahan jika perlu stabil
3. untuk mencegah
terjadinya sesak
pada pasien
4. untuk
Edukasi mengatisipasi
1. ajarkan pasien dan jika pasien
keluarga cara terjadi sesak
menggunakan oksigen Edukasi :
dirumah 1. agar jika pasien
sesak napas
keluarga dapat
Kolaborasi membatu
1. kolaborasi penentuan memasangkan
dosis oksigen oksigen
2.kolaborasi penggunaan Kolaborasi :
oksigen saat aktifitas dan 1. agar oksigen
atau tidur yang diberikan

28
tidak berlebihan
2. untuk mencegah
sesak pada
pasien
2 Pola napas tidak efektif b.d Pola napas Manajemen jalan napas Manajemen Jalan
hambatan upaya napas d.d setelah dilakukan tindakan Observasi Napas
penggunaan otot bantu (D0005) keperawatan selama 3x24 jam 1. monitor posisi selang Observasi
Kategori : fisiologis maka pola napas tidak efektif endotrakeal (ETT) 4. Untuk mengetahui
Sub kategori : respirasi membaik dengan kriteria hasil terutama setelah posisi ETT pada
Definisi : inspirasi dan atau 1. tekanan ekspirasi (3) mengubah posisi pasien agar tidak
ekspirasi yang tidak memberikan 2. tekanan inspirasi (3) 2. monitor tekanan balon terjadi edema.
fentilasi adekuat 3. dipsnea (3) ETT setiap 4-8 jam 5. Untuk mengetahui
Penyebab : 4. penggunaan otot bantu napas 3. moitor kulit area stoma apakah ada udara
1. Hambatan upaya napas (mis. (3) trakeostomi (mis. pada balon, ukuran
Nyeri saat bernapas, Keterangan Kemerahan, drainase, balon ETT terhadap
kelemahan otot pernapasan) 1. menurun perdaraan) trakea.
Gejala dan tanda mayor 2. cukup menurun 6. Untuk mengetahui
Subjektif :- 3. sedang apa yang terjadi
Objektif : 4. cukup meningkat Terapeutik pada kulit pasien

29
1. penggunaan otot bantu 5. meningkat 1. kurangi tekanan balon
pernapasan secara periodic tiap sif Terapeutik
Gejala dan tanda minor 2.pasang oroparingeal 1. Agar tidak terjadi
Subjektif :- airway (OPA) untuk kebocoran udara
Objektif : mencegah NTT terigit balon ETT yang
1. pernapasan cuping hidung 3. cegah ETT terlipat diberikan pada pasien
( kingking) 2. Untuk menahan lidah
Kondisi Klinis Terkait : 4. berikan preoksigenasi agar tidak menutupi
1. Depresi sistem saraf pusat 100% selama30 detik ( 3- hipofaring dan
2. Cedera kepala 6x fentilasi ) sebelun an sebagai suction
3. Trauma thoraks setelah penghisapan 3. Agar tidak terjadi
4. Gullian barre syndrome 5. berikan preoksigenasi sesak pada pasien
5. Multiple sclerosis (bagging atau ventilasi 4. Untuk meningkatkan
6. Myasthenia gravis meanik ) 1,5 x volume penyimpanan oksigen
7. Stroke tidal tubuh, sehingga
8. Kuadripelgia 6. lakukan penghisapan menunda onset
9. Intoksikasi alkohol lender kurang dari 15 etik desaturasi selama
jika diperlukan ( bukan periode apnea setelah
secara berkala/rutin) induksi anestesi dan

30
7. ganti viksasi ETT muscle relaksan.
setiap 24 jam 5. Agar pasien tidak
8. ubah posisi ETT secara mengalai sesak nafas
bergantian ( kiri dan 6. Untuk membersihkan
kanan setiap 24 jam jalan nafas pada
9. lakukan perawatan pasien
mulut ( mis. Dengan sikat 7. Untuk mencegah
gigi kasa, pelembaba terjadinya aspirasi
bibir ) pada pasien
10. lakuakn perawatan 8. Untuk memberikan
stoma trakostomi perawatan secara
komprehensif pada
pasien
9. Agar tidak terjadi
infeksi pada mulut
pasien dan mulut
Edukasi pasien menjadi bersih
1. jelaskan pasien dan 10. Untuk mencegah
/atau keluarga tujuan dan terjadinya infeksi

31
proedur pemasangan jalan Edukasi
napas buatan 1. Agar keluarga
pasien dapat
Kolaborasi mengetahui
1. kolaborasi intubasi prosedur
ulang jika terbentuk pemasangan jalan
mucus plug yang tidak nafas.
dapat dilakukan Kolaborasi
penghisapan 1. Agar dapat
menghubungkan
udara luar dengan
Dukungan ventilasi kedua paru supaya
Observasi pasien bernafas
1. identifikasi adanya dengan baik
kelelahan otot bantu
napas Dukungan ventilasi
2. Identifikasi efek Observasi :
perubahan posisi terhadap 1. Untuk mengetahui
status pernapasan adanya kelelahan otot

32
3. Monitor status respirasi bantu napas pada
dan oksigenasi pasien.
2. Untuk mengetahui
apakh setiap
perubahan posisi
Terapeutik pasien mengalami
1. pertahankan kepatenan sesak atau tidak
jalan nafas 3. Untuk mengetahui
2. berika posisi status respirasi dan
semifowler dan fowler oksigen
3. vasilitasi mengubah Terapeutik
posisi senyaman mungkin 1. Obstruksi dapat
4. berikan oksigenasi disebabkan oleh
sesuai kebutuhan (mis. akumulasi secret,
Nasl kanul, maske wajah, perlengkatan mukosa,
masker ribriting atau non perdarahan, spasme
ribriting) bronkus dan masalah
dengan posisi
trakeostomi selang

33
endotrakea
2. Agar pasien tnyaman
dengan posisinya dan
Edukasi tidak merasa sesak
1. ajarkan melakukan 3. Memberikan rasa
teknik relaksasi napas nyaman kepada
dalam pasien
2. ajarkan mengubah 4. Agar pasien tidak
posisi secara mandiri sesak nafas
3. ajarkan teknik btuk Edukasi
efektif 1. Untuk meningkatkan
keefektifan pasien
dalam melatih napas
dalam
2. Agar pasien bisa
Kolaborasi melakukannya
1. kolaborasi pemberian dengan mandiri
bronkodilator jika perlu ketika perawat tidak
ada

34
3. Agar pasien dapat
mengeluarkan sekret
Kolaborasi
1. Untuk meningkatkan
ventilasi dan
membuang seCret
dengan relaksasi otot
halus spasme
bronkus

3 NYERI AKUT b.d Agen Tingkat nyeri Manajemen nyeri Manajemen nyeri
pencedera fisik (mis. Abses,
amputasi, terbakar, terpotong, Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
mengangkat berat, prosedur keperawatan selama 3×24 jam - identifikasi lokasi, - untuk
operasi, trauma,latihan fisik masalah keperawatan nyeri akut karakteristik, mengetahui
berlebihan) d.d mengeluh nyeri teratasi dengan indicator : durasi, frekuensi, lokasi,
(D.0077) 1. frekuensi nadi kualitas, intensitas karakteristik,
Kategori : psikologis 2. pola napas nyeri durasi,
Sublategori :nyeri dan 3. tekanan darah - identifikasi skala frekuensi, dan

35
kenyamanan ket: nyeri kualitas dari
Definisi 1. memburuk - identifikasi nyeri
Pengalaman sensorik atau 2. cukup memburuk respons nyeri non - agar perawat
emosional yang berkaitan dengan 3. sedang verbal mengetahui
kerusakan jaringan actual atau 4. cukup membaik - identifikasi factor kondisi nyeri
fungsional, dengan onset 5. membaik yang memperberat yang di alami
mendadak atau lambat dan dan dan pasien
berintensitas ringan hingga berat Kontrol nyeri memperingan - untuk
yang berlangsung kurang dari 3 nyeri mengetahui
bulan. Setelah dilakukan tindakan nyeri yang di
Penyebab keperawatan selama 3×24 jam dapatkan selain
1. Agen pencedera fisiologis masalah keperawatan nyeri akut dari nyeri verbal
(mis. Inflamasi, iskemia, teratasi dengan indicator : - untuk melihat
neoplasma) 1. melaporkan nyeri kemungkinan
2. Agen pencederaan terkontrol memperbesar
kimiawi (mis. Terbakar, 2. kemampuan mengenali dan
bahan kimia iritan ) onset nyeri Teraupetik memperkecil
3. Agen pencedera fisik (mis. 3. memampuan mengenali - fasilitasi istirahat kondisi nyeri
Abses, amputasi, terbakar, penyebab nyeri dan tidur yang dirasakan

36
terpotong, mengangkat 4. dukungan orang terdekat - pertimbangkan Teraupetik
berat, prosedur operasi, ket : jenis dan sumber - untuk
trauma,latihan fisik 1. menurun nyeri dalam mempereda
berlebihan) 2. cukup menurun pemilihan strategi nyeri
Gejala dan tanda mayor 3. sedang meredakan nyeri - agar pemulihan
Subjektif 4. cukup meningkat Edukasi nyeri dapat
1. mengeluh nyeri 5. meningkat - jelaskan strategi terkontrol
Objektif meredakan nyeri dengan baik
1. tampak meringis - anjurkan
2. bersikap protektif (mis. memonitor nyeri
Waspada, posisi secara mandiri Edukasi
menghindari nyeri) - agar pasien
3. gelisa mengetahui
4. frekuensi nadi meningkat stategi
5. sulit tidur meredakan nyeri
Gejala dan tanda minor yang diberikan
Sujektif Kolaborasi - agar pasien
(tidak tersedia) kolaborasi pemberian mampu
Objektif analgetik, jika perlu memenejemen

37
1. tekanan darah meningkat nyeri secara
2. pola napas berubah mandiri
3. nafsu makan berubah Kolaborasi
4. proses berpikir terganggu jika diperlukan,
5. menarik diri kolaborasikan
6. berfokus pada diri sendiri penanganan analgesik
7. diaphoresis dengan tenaga pasien
kondisi klinis terkait lainnya.
1. kondisi pembedahan
2. cedera traumatis
3. infeksi
4. sindrom koroner akut
5. glukoma
4 Resiko deficit nutrisi b.d Status nutrisi Manajemen gangguan Manajemen Gagnguan
ketidakmampuan menelan setelah dilakukan tindakan makan Makan
makanan (D0032) keperawatan selama 3x24 jam Observasi
Kategori : fisiologis maka resiko deficit nutrisi Observasi
Sub kategori : nutrisi dan cairan membaik dengan kriteria hasil 1. monitor asupan dan 1. untuk
Definisi : beresiko mengalami 1. perasaan cepat kenyang (3) keluarnya makanan dan mengetahui

38
asupan nutrisi tdak cukp untuk 2. nyeri abdomen (3) cairan serta kebutuhan asupan dan
memenuhi kebutuha metabolisme kalori keluarnya
Faktor resiko : Keterangan makanan dna
1. ketidakmampuan menelan 1. menurun cairan pada
makanan 2. cukup menurun pasien sesuai
2. ketidakampuan mencerna 3. sedang atau tidak
makanan 4. cukup meningkat Terapeuik Terapeutik :
Kondisi klinis terkait : 5. meningkat 1. timbang berat badan 1. untuk
1. Stroke secara rutin mengetahui
2. Parkinson 2. diskusikan perilaku berat badan
3. Mobius syndrome makan dan jumlah pasien
4. Cerebral palsy aktifitas fisik (termasuk 2. agar pasien
5. Cleft lip olahraga, yang sesuai) dapat
6. Cleft palate 3. damping kekamar mengetahui
7. Amyyotropic lateral mandi untuk pengamatan perilaku makan
sclerosis perilaku memuntahkan dan jumlah
8. Kerusakan neuro muskular kembali makanan aktivitas yang
9. Luka bakar 4. rencanakan program dilakukan
10. Kanker pengobatan untuk 3. agar dapat

39
11. Infeksi perawatan dirumah (mis. mengetahui
12. AIDS Medis,konseling) berapa banyak
13. Penyakit crohns makanan atau
14. Enterokolitis cairan yang
15. Fibrosis kistik dikeluarkan
4. agar pasien rutin
melakukan
Edukasi pengobatan
1. anjurkan membuat dirumah
catat harian tentang Edukasi
perasaat dan situasi 1. untuk
pemicu pengeluaran mengetahui
makanan (mis. situasi pemicu
Pengeluaran yang pengeluaran
disengaja , muntah, makanan
aktiitas berlebihan) 2. agar pasien
2. ajarkan pengaturan diet mengetahui cara
yang tepat melakukan diet
3. ajarkan ketrampilan yang tepat.

40
koping untuk 3. Agar paaasien
penyelaesian masalah terbisa
perilaku makan melakukan
penyelesaian
masalah perilaku
makan dengan
Kolaborasi baik
1. kolaborasi dengan ahli Kolaborasi
gizi tentang target 1. Memberikan
berat badan, kebutuhan informasi
kalori dan pilihan tentang
makanan dukungan nutrisi
yang adekuat

Manajemen nutrisi
Observasi Manajemen nutrisi
1. identifikasi status Observasi :

41
nutrisi 1. Untuk
2. identifikasi alergi dan mengetahui
intoleransi makanan status nutrisi
3. identifikasi makanan pada pasien
yang disukai 2. Untuk
4. monitor asupan mengetahui
makanan alergi makanan
yang terjadi
pada pasien
3. Agar pasien
dapat makan
dengan lahap
4. Untuk
mengetahui
berapa banyak
asupan makanan
yang masuk
ketubuh pasien
Terapeuik Terapeutik

42
1. lakuakan oaral haigin 1. Agar menjaga
sebelum makan jika perlu kebersihan
2. vasilitasi menentukan mulut sebelum
pedoman diet makan
(mis.piramida makanan) 2. Untuk
3. sajikan makanan secara menentukan diat
menarik dan suhu yang yang akan
sesuai dilakukan pasien
4. berikan makanan tinggi 3. Agar pasien
serat untuk mencegah memiliki nafsu
konstipasi makan yang
5. berikan makanan tinggi kuat
kalori dan tinggi protein 4. Agar tidak
terjadi
konstipasi pada
pasien
5. Untuk
Edukasi memperbaiki
1. ajarkan diet yang otot pernafasan

43
diprogramkan pada pasien
Edukasi
1. Agar jika
melakukan diet
sudah sesuai
Kolaborasi yang
1. kolaborasi dengan ahli diprogramkan
gizi untuk menentukan dan dijadwalkan
jumlah kalori dan jenis Kolaborasi
nutrient yang diutuhkan 1. Memberikan
jika perlu informasi
tentang
dukungan nutrisi
yang adekuat.
5 Resiko Hipovolemia b.d Status cairan manajemen hipovolemia Manajemen
kehilangan cairan secaa aktif, setelah di lakukan tindakan hipovolemia
gangguan abnormal cairan, keperawatan selama 3x24 jam Observasi
kekurangan intake cairan. masalah status cairan dapat 1. periksa tanda dan Observasi
(D.0043) teratasi dengan indiktaor : gejala hypovolemia (mis. 1. untuk mengetahui

44
Kategori : fisiologis 1. Kekuatan nadi (3) Frekwensi nadi tanda kekurangan
Subkategori : nutrisi dan cairan 2. Tekanan nadi (3) meningkat. Nadi teraba volume cairan pada
Definisi : beresiko mengalami Ket : lemah, tekanan darah pasien
penurunan volume cairan 1. Menurun menurun, tekanan nadi
intravaskule, interstisial dan atau 2. Cukup menurun menurun, turgor kulit 2. agar mengetahui
intraseluler. 3. Sedang menurun, membrane jumlah cairan yang akan
Faktor resiko : 4. Cukup meningkat mukisa kering, volume diberikan pada pasien
1. Kehilangan cairan secara 5. meningkat urin menurun, hematocrit
aktif meningkta, haus, lemah)
2. Gangguan absorbsi cairan 2. monitor intake dan
3. Kegagalan mekanisme output cairan
regulasi
4. Kekurangan intake cairan Terapeutik
Kondisi Klinis Terkait : 1. hitung kebutuhan
1. Penyakit addison cairan
2. Trauma/perdarahan 2. berikan asupan cairan Terapeutik
3. Luka bakar oral 1. untuk mencegah
4. AIDS kelenihan pemberian
5. Penyakit crohn Edukasi cairan

45
6. Muntah 1. anjurkan 2. agar cairan terpenuhi
7. Diare memperbanyak asupan
8. Kolitis ulseratif cairan oral Edukasi
Kolaborasi 1. mencegah keparah
1. kolaborasi pemberian pasien dan cairan
cairan IV isotonis (mis, terpenuhi
NaCl, RL) Kolaborasi
1. agar pemenuhan
2. kolaborasi pemberian cairan pasien dapat di
cairan hipotonis (mis. berikan dengan benar
Glukosa 2,5%, NaCl 2. untuk menambah/
0,4%) mempertahan
3. kolaborasi pemberian keseimbangan cairan
produk darah 3. agar darah tetap
normal
Pemantauan cairan
Observasi
1. monitor frekwensi dan Pemantauan Cairan
kekuatan nadi Observasi

46
1. untuk mencegah
2. monitor frekwensi terjadinya keburukan
napas kondisi pasien
3. monitor tekanan darah 2. agar pola napas
4. identifikasi tanda-tanda pasien tetao terkontrol
hypovolemia (mis. 3. untuk
Frekwensi nadi mengambalikan kondisi
meningkat, nadi terasa pasien agar kembali ke
lemah, tekanan darah normal
menurun, tekanan nadi 4. untuk mencegah
menyempit, turgir kulit adanya keparahan
menurun, membrane hipovolemi
mukosa kering, BB
mnurun dalam waktu
singkat, volume urin
menrun, hematocrit
meningkat, haus, lemah,
kosentrasi urin
meningkat)

47
Terapeutik
1. dokumentasikan hasil Terapeutik
pemantauan 1. agar menegtahui
Edukasi apakah ada perubahan
1. jelaskan tujuan dan pada kondisi pasien
prosedur pemantauan Edukasi
2. informasikan hasil 1. untuk memberitahu
pemantauan jika perlu tindakan yang akan
Kolaborasi : - dilakuakan untuk
mencegah terjadinya
kesalahan
2. agar dapat di ketahui
appakah ada perubahan
pada kondisi pasien
Kolaborasi : -

Ventilator Associated Pneumonia (VAP)


Pathway

Pemasangan ventilasi mekanik ˃ 48 jam

48
Saluran nafas kehilangan fungsi

↓ Kemampuan menyaring &


kelembaba udara
Peningkatan suhu
tubuh

Leukosit PMN mengisi alveoli Banyak keringat Nyeri pleuritik

49
Konsolidasi di paru
Produksi sputum ↑ Dx. Resiko kekurangan Nyeri dada
cairan
Compliance paru ↓
Akumulasi sputum di jalan Dx. Nyeri akut
nafas
Suplai O2 ↓
Sesak nafas, cuping hidung

Dx. Pola nafas tidak efektif


Dx. Bersihan jalan nafas
tidak efektif
Tertelan ke lambung

Akumulasi sputum (basa di


lambung)

Meningkatkan keasaman
lambung

Dx. Resiko defisit nutrisi Mual muntah

50
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah jenis infeksi paru paru
yang terjadi pada orang-orang yang terpasang mesin pernafasan (ventilator)
dirumah sakit selama lebih dari 48 jam. VAP adalah infeksi yang biasa
ditemui dalam situasi perawatan kritis. Prevalensi sebelumnya dan studi
kohort prosfektif telah menunjukan bahwa VAP dikaitkan dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi berkepanjangan di ICU serta yang
tinggal dirumah sakit.
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi VAP adalah dengan
VAP Bundle. VAP bundel digambarkan sebagai sekelompok intervensi
berbasis-bukti yang akan membantu mencegah VAP. Pentingnya Bundle
dalam pencegahan infeksi nasokomial VAP dapat mengurangi biaya 10 kali
lipat dan meningkatkan hasil pasien terkait dan keselamatan pasien dan
kualitas pelayanan.
4.2 Saran
Demikian makalah tugas Keperawatan Kritis yang berjudul “Ventilator
Associated Pneumonia” yang penulis buat. Melalui makalah ini diharapkan
dapat menambah wawasan kepada pembaca khususnya mahasiswa
keperawatan tentang pemberian asuhan keperawatan terhadap penderita
Ventilator Associated Pneumonia dengan tepat. Penulis menyadari dalam
penyusunan makalah ini banyak kekurangan. Maka, kritik dan saran
konstruktif penulis harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik.

51
DAFTAR PUSTAKA

Afjeh SA, Sabzehei MK, Karimi A, Shiva F, Shamshiri AR.(2010). Surveillance


of ventilator associated pneumonia in neonatal intensive care unit
:characteristics, risk factor andoutcome. Pejouhandeh (Serial on
Internet) (diakses pada 9 maret 2020);15(4):157-64.

Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Jakarta: TIM

Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,


EGC, Jakarta.

Idawaty, S. (2016). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Penerapan


VAP Bundle dI Ruang ICU RSUP DR M Djamil Padang Tahun 2016.
1–16.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2016 Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.


Dewan Pengurus Pusat PPNI Jakarta Selatan

Tim Pokja SIKI DPP PPNI,2018 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.


Dewan Pengurus Pusat PPNI Jakarta Selatan

Tim Pokja SLKI DPP PPNI,2018 Standar Luaran Keperawatan Indonesia.


Dewan Pengurus Pusat PPNI Jakarta Selatan

52

Anda mungkin juga menyukai