Anda di halaman 1dari 36

1.

1 Pengertian Ventilator Associated Pneumonia (VAP)


Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah salah satu HAIs
(healthcare-associated-infection) yang sering ditemukan di rumah sakit dan
merupakan infeksi pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pemakaian
ventilasi mekanik baik pipa endotracheal maupun tracheostomy
(Kemenkes RI, 2017).
VAP merupakan penyebab umum kedua pada kasus HAIs di Amerika
Serikat dan bertanggung jawab atas 25% kasus infeksi yang terjadi di
Intensive Care Unit (ICU). Penggunaan ventilator meningkatkan terjadinya
HAIs sebanyak 6–21 kali dengan tingkat kematian akibat VAP adalah 24-
70%. Hal ini menyebabkan rata-rata waktu perawatan di ICU meningkat
menjadi 9,6 hari, serta biaya pengobatan setiap pasien dengan VAP
bertambah sebanyak US$ 40.000 (Susmiarti dkk., 2015).
1.2 Etiologi Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
Beberapa kuman diduga sebagai penyebab VAP berdasarkan onset
atau lamanya pola kuman adalah:
 VAP Onset dini: Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza,
Moraxella catarrhalis, Staphilococcus aureus dan Methicillin sensitive
staphylococcus aureus (MSSA), Escherichia coli, Klebsiella
pneumonia, Enterobacter sp, Proteus sp dan Serratia marcescens.
 VAP Onset lambat: Acinetobacter, Methicillin resistant
staphylococcus aureus (MRSA), Pseudomonas aeruginosa, dan
Extended spectrum beta lactamase producing bacteria (ESBL)
Pada umumnya VAP disebabkan oleh bakteri, VAP yang disebabkan
oleh virus dan jamur insidennya sangat rendah yang hanya dijumpai pada
individu yang immunocompromise. (Kalanuria, et al., 2014).
1.3 Klasifikasi Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
VAP yang merupakan bentuk Pneumonia Nosokomial diklasifikasikan
berdasarkan onsetnya:
a. VAP onset dini yang terjadi kurang dari 5 hari pertama setelah
pemberian ventilasi mekanis. Pada umumnya prognosisnya baik karena
disebabkan oleh kuman yang masih sensitif terhadap antibiotik.
b. VAP onset lambat yang terjadi lima hari atau lebih setelah pemberian
ventilasi mekanis, memiliki prognosis yang lebih buruk karena
disebabkan kuman patogen yang multi drug resistant (MDR) (Restrepo
MD MSc, et al., 2013)
1.4 Patofisiologi Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
Patofisiologi dari VAP, adalah melibatkan dua proses utama yaitu
kolonisasi pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan serta aspirasi
sekret dari jalan nafas atas dan bawah. Kolonisasi bakteri mengacu pada
keberadaan bakteri tanpa adanya gejala. Kolonisasi bakteri pada paru-paru
dapat disebabkan oleh penyebaran organisme dari berbagai sumber,
termasuk orofaring, rongga sinus, nares, plak gigi, aluran pencernaan,
kontak pasien, dan sirkuit ventilator. Inhalasi bakteri dari salah satu
sumber ini dapat menyebabkan timbulnya gejala, dan akhirnya terjadi VAP
(Wiryana, 2007).
Kolonisasi mikroorganisme patogen dalam sekret akan membentuk
biofilm dalam saluran pernapasan. Mulai pada awal 12 jam setelah
intubasi, biofilm mengandung sejumlah besar bakteri yang dapat
disebarluaskan ke dalam paru-paru melalui ventilator. Pada keadaan
seperti ini, biofilm dapat terlepas oleh cairan ke dalam selang endotrakeal,
suction, batuk, atau reposisi dari selang endotrakeal (Niederman dkk,
2005).
Selang endotrakeal menyebabkan gangguan abnormal antara saluran
napas bagian atas dan trakea, melewati struktur dalam saluran napas
bagian atas dan memberikan bakteri jalan langsung ke saluran napas
bagian bawah. Karena saluran napas bagian atas kehilangan fungsi karena
terpasang selang endotrakeal , kemampuan tubuh untuk menyaring dan
melembabkan udara mengalami penurunan. Selain itu, refleks batuk sering
mengalami penurunan bahkan hilang akibat pemasangan selang
endotrakeal dan kebersihan mukosasilier bisa terganggu karena cedera
mukosa selama intubasi. Selang endotrakeal menjadi tempat bagi bakteri
untuk melekat di trakea, keadaan ini dapat meningkatkan produksi dan
sekresi lender ebih lanjut. Penurunan mekanisme pertahanan diri alami
tersebut meningkatkan kemungkinan kolonisasi bakteri dan aspirasi
Pneumonia akibat pemasangan ventilator (VAP) adalah umum di unit
perawatan intensif (ICU). VAP dikaitkan dengan peningkatan morbiditas
dan kematian, lama tinggal di rumah sakit, dan biaya. Tingkat kematian
yang timbul dari VAP adalah 27% dan mencapai 43% saat agen penyebab
adalah resisten antibiotik. Lama tinggal di unit perawatan intensif
meningkat sebesar 5 sampai 7 hari dan memperpanjang lama perawatan di
rumah sakit 2 sampai 3 kali lipat pada pasien dengan VAP. Biaya
perawatan VAP diperkirakan bertambah $ 40000 per pasien dan sekitar $
1,2 miliar per tahun.
1.5 Pathway
1.6 Manifestasi Klinis
a. Demam
b. Leukositosis
c. Secret purulent
d. Kavitasi pada foto torak
e. Nilai oksigenasi PaO2 / FiO2 mmHg ≤ 240 dan tidak terdapat ARDS
1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fungsi paru paru: volume makin menurun ( kongesti dan
kolaps alveolar) : tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas
pemenuhan udara menurun, hipoksemia.
b. Analisis gas darah ( analysis blood gasses –ABGS) dan pulse oximetry :
Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru –
paru.
c. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul
(virus).
d. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. e. Periksa darah
lengkap : untuk mengetahui kadar leukosit dalam tubuh
1.8 Penatalaksanaan Keperawatan
1) Intervensi dengan tujuan mencegah kolonisasi saluran cerna:
a. Mencegah penggunaan antibiotik yang tidak perlu
b. Membatasi profilaksis stress ulcer pada penderita risiko tinggi
c. Menggunakan sukralfat sebagai profilaksis stress ulcer d.
Menggunakan antibiotik untuk dekontaminasi saluran cerna secara
selektif
d. Dekontaminasi dan menjaga kebersihan mulut Menggunakan
antibiotik yang sesuai pada penderita risiko tinggi
e. Selalu mencuci tangan sebelum kontak dengan penderita
f. Mengisolasi penderita risiko tinggi dengan kasus MDR
2) Intervensi dengan tujuan utama mencegah aspirasi:
a. Menghentikan penggunaan pipa nasogastrik atau pipa endotrakeal
segera mungkin
b. Posisi penderita semirecumbent atau setengah duduk
c. Menghindari distensi lambung berlebihan
d. Intubasi oral atau non-nasal
e. Pengaliran subglotik
f. Pengaliran sirkuit ventilator
g. Menghindari reintubasi dan pemindahan penderita jika tidak
diperlukan
h. Ventilasi masker noninvasif untuk mencegah intubasi trakea
i. Menghindari penggunaan sedasi jika tidak diperlukan
1.9 Komplikasi
Pemasangan ventilator akan membantu pasien dalam mempertahankan
kualitas hidupnyaa, namun dibalik manfaatnya pemasangan ventilator
dapat menimbulkan beberapa kompikasi. Komplikasi yang dapat terjadi
dari pemasangan ventilator yaitu
a. Infeksi
ET ( Endotracheal Tube) yang dimasukan ke dalam tubuh pasien akan
memperudah akter-bakteri masuk ke dalam paru-paru. Hal ini akan
menyebabkan infeksi seperti pneumonia yang disebut dengan VAP
(Ventilator Associated Pneumonia). Pneumonia dapat menimbulkan
masalah serius karena dapat merusak paru-paru.
b. Pneumothorax
Paru-paru memiliki beberapa bagian yang lemah dan menjadi pnuh
oleh udara yang akan bocor kea ea kosong antara paru-paru dan
dinding dada. Udara yang ada di area kosong ini akan mengambil
ruang sehingga membuat paru-paru mengempis. Apabila hal ini terjadi
sangat penting untuk mengeluarkan udara dari area ini. Dokter dapat
memsang chest tube untuk mengeluarkan udaranya.
c. Kerusakan paru
Tekanan dari udara yang dimasukkan ke paru-paru oleh ventilator
dapat merusak paru-paru, maka penggunanya harus diusahakan pada
ukuran yang seminimal mungkin. Penggunan konsentrasi oksigen
yang ringgi juga dapat merusak paru-paru. Maka diberikan
secukupnya sesuai kebutuhan organ vital. Kerusakan paru-paru
mungkin akan sulit ditanggani
d. Efek samping obat
Pemasangan ventilator disertai dengan pemberian sedasi, yang
membuat pasie berada dalam kondisi tidur dalam beberapa jam
walapun obat sudah tidak diberikan laigi. Dokter dan perawat harus
mendosis jumlah yang sesuai dengan pasien, karena tiap psien akan
memiliki reaksi yang berbeda-beda terhadap obat tersebut (Khalafi
A,2011).
1.10 Proses Keperawatan
1.10.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang di
kumpulkan, meliputi data biologis, pisikologis, sosial, dan
spiritual.
1. Identitas
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal MRS, nomor register, dan diagnose medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama pada gangguan system pernafasan penting
untuk mengenal tanda serta gejala umum sistem pernafasan.
Termasuk dalam keluhan utama pada system pernafasan,
yaitu batuk, batuk darah, produksi sputum berlebih, sesak
nafas, dan nyeri dada.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat kesehatan sekarang pada system
pernafasan seperti menanyakan riwayat penyakit sejak
timbulnya keluhan hingga klien meminta pertolongan.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami
klien sebelumnya, yang dapat mendukung dengan masalah
system pernafasan.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat kesehatan keluarga pada sistem
pernafasan adalah hal yang mendukung keluhan penderita,
perlu di cari riwayat keluarga yang dapat memberikan
presdiposisi keluhan seperti adanya riwayat sesak nafas,
batuk dalam jangka waktu lama, seputum berlebih dari
generasi terdahulu.
6. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit/ perawatan; obat yang biasa
dikonsumsi, faktor risiko tentang penyakit, seperti: riwayat
keluarga, kebiasaan, dll.; perlindungan kesehatan; kebiasaan
dalam menangani sakit, seperti: pilihan pengobatan.
7. Pola Nutrisi dan metabolismenya
Program diet RS, intake makanan (Pengkajian nutrisi ABCD/
skrining, nutrisi faktor spesifik dalam memilih makanan, sepeti:
budaya, agama, ekonomi). Intake cairan.
8. Pola eliminasi
a. Buang air besar (frekuensi, warna, jumlah, konsistensi,
ketidaknyamanan, kontrol saat defekasi)
b. Buang air kecil (frekuensi, warna, jumlah, bau,
ketidaknyamanan, kontrol saat defekasi)
c. Balance cairan
9. Pola aktivitas dan latihan
10. Pola istirahat tidur (lama tidur, gangguan tidur, penggunaan
obat bantu tidur, faktor terkait, seperti nyeri, kenyamanan
lingkungan, suhu)
11. Pola perceptual (penglihatan, pendengaran, pengecap,
sensasi, pembau, penggunaan alat bantu, nyeri dan
kenyamanan)
12. Pola persepsi diri (pandangan klien tentang sakitnya)
13. Pola seksualitas dan reproduksi (masalah seksual, fertilisasi,
libido, menstruasi, kontrasepsi)
14. Pola peran hubungan (perubahan peran, komunikasi,
hubungan dengan orang lain, kemampuan keuangan).
15. Pola manajemen koping stress (stress saat ini, koping,
perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir
ini/kehilangan)
16. Sistem nilai dan keyakinan (budaya terkait kesehatan,
pandangan klien tentang agama,kegiatan agama, dll).
17. Pemeriksaan fisik head to toe dan pemeriksaan penunjang
10.1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI 2017) adalah :
1) Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) berhubungan
dengan sekresi yang tertahan.
2) Gangguan pertukaran gas (D.0003) berhubungan dengan
perubahan membran alveoulus-kapiler
10.1.3 Perencanaan dan Intervensi

DIAGNOSA
KEPERAWATAN
DITEGAKKAN/KODE
SLKI SIKI
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
(SDKI)
Bersihan jalan nafas tidak Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan A. Manajemen Jalan napas (I.01011)
efektif berhubungan dengan selama 1 jam Bersihan jalan napas Meningkat 1. Monitor pola napas dengan melihat monitor
sekresi yang tertahan Di dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
buktikan dengan :  Batuk efektif meningkat Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi)
Gejala dan Tanda Mayor  Produksi sputum menurun 3. Monitor sputum
Subjektif:  Mengi menurun 4. Posisikan 60°
tidak tersedia  Wheezing menurun 5. Berikan minumair hangat
Objektif:  Dispnea menurun 6. Lakukan fisioterapi dada
1. Batuk tidak efektif atau  Gelisah menurun 7. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15
tidak mampu batuk  Frekuensi napas membaik detik
2. Sputum 8. Hiperoksigenasi
 Pola napas membaik
berlebih/obstruksi di 9. Ajarkan batuk efektif
jalan napas/meconium di 10. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
jalan napas (pada ekspetoran, mukolitik, jika perlu
neonates)
3. Mengi, wheezing, B. Pemantauan Respirasi (I.01014)
dan/atau ronkhi 1. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Gejala dan Tanda Minor 2. Auskultasi bunyi napas
Subjektif: 3. Monitor saturasi oksigen
1. Dispnea 4. Dokumentasikan hasil pemantauan
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Objektif:
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah
Gangguan pertukaran gas Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pemantauan Respirasi (I.01014)
berhubungan dengan selama 24 jam pertukaran gas Meningkat dengan 1. Monitor frekuensi, irama,kedalaman dan upaya
perubahan membran kriteria hasil : napas dengan melihat ke monitor
alveoluskapiler Dibuktikan 1. Tingkat kesadaran meningkat 2. Monitor pola napas( seperti bradipnea, takipnea,
dengan : 2. Dispnea menurun hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot,
Gejala dan Tanda Mayor 3. Bunyi napas tambahan menurun atksik)
Subjektif: 4. Pusing menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
Dispnea 5. diaforesis menurun 4. Monitor adanya sumbatan jalan napas
Objektif: 6. Gelisah menurun 5. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
1. PCO2 7. Napas cuping hidung menurun 6. Auskultasi bunyi napas
meningkat/menurun 8. PCO2 membaik 7. Monitor saturasi oksigen
2. PO2 menurun 9. PO2 membaik 8. Monitor nilai AGD
3. Takikardia 10. Takikardia membaik 9. Monitor hasil X-ray Toraks
4. Ph arteri 11. Ph membaik 10. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
meningkat/menurun 12. Sianosis membaik pasien
5. Bunyi napas tambahan 13. Pola napas membaik 11. Dokumnetasikan hasil pemantauan
Gejala dan Tanda Minor 14. Warna kulit membaik 12. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
Subjektif: Terapi Oksigen (I.01026)
1. Pusing 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Penglihatan kabur 2. Monitor efktifitas terapi oksigen
Objektif: 3. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
1. Sianosis 4. Bersihkan secret pada mulut, hidung, dan trakea
2. Diaforesis jika perlu
3. Gelisah 5. Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Napas cuping hidung 6. Berikan oksigen tambahan
5. Pola napas abnormal 7. Ajarkan teknik relaksasi
6. Warna kulit abnormal 8. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
7. Kesadaran menurun
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. (2017). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah Sakit..
Kemenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2017 Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Susmiarti, D., Harmayetty, & Dewi, Y. S. (2015). Intervensi VAP Bundle dalam Pencegahan
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada Pasien dengan Ventilasi Mekanis.
Jurnal Ners, 10 (1), 138-146.
Kalanuria, A. A., Zai, W. & Mirski, M., 2014. Ventilator Associated Pneumonia in the ICU..
18(2), pp. 1-8.
Restrepo MD MSc, M. I. et al., 2013. Comparison of Bacterial Etiology of EarlyOnset and
Late-Onset Ventilator-associated Pneumonia in Subject Enrolled in a Large Clinical
Studies.. 58(7), pp. 1220-1223.
Wiryana, M., 2007. Ventilator Associated Pneumonia. 8(3), pp. 254-268.
Niederman MS, Craven DE. (2005) Guidelines for the management of adult with
hospitalacquired, ventilator associated, and healthcare-associated pneumonia. Am J
Respi Crit Care Med;171:388-416
Tim pokja SDKIDPP PPNI, (2017), Standar diagnosis keperawatan indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta,Persatuan Perawat Indonesia. Tim pokja SLKI DPP PPNI, (2018),Standar
Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
TIM POKJA SIKI DPP PPNI, (2018), Stndar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai