Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

CA COLON
DI RUANG MAWAR RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh :
MUHAMMAD HILMI ULINNUHA
NIM. 21101062

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS dr. SOEBANDI

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
CA COLON

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI COLON


Usus besar memanjang dari ujung akhir dari ileum sampai anus. Panjangnya
bervariasi sekitar 1.5 m. Ukuran Usus besar berbentuk tabung muskular berongga dengan
panjang sekitar 1.5 m (5 kaki) yang terbentang dari saekum hingga kanalis ani. Diameter usus
besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6.5 cm (2.5 inci). Makin dekat
anus diameternya akan semakin kecil. Usus besar terdiri dari bagian yaitu caecum, kolon
asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid danrektum.

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi


Struktur usus besar:
a. Caecum Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar.
Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Saekum terletak pada fossa iliakakanan
di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya saekum seluruhnya
dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas, tetapi tidak mempunyai
mesenterium. Terdapat perlekatan ke fossa iliaka di sebelah medial dan lateral melalui lipatan
peritoneum yaitu plika caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus
retrocaecalis.
b. Kolon asenden Bagian ini memanjang dari saekum ke fossa iliaka kanan sampai ke
sebelah kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan dan di
hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatika (fleksura coli dextra) dan
dilanjutkan dengan kolon transversum.
c. Kolon Transversum Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling
dapat bergerak bebas karena tergantung pada mesokolon, yang ikut membentuk omentum
majus.Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli dekstra
sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.Letaknya tidak tepat melintang
(transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak di regio umbilikus.
d. Kolon desenden Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian
kiri, dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung
dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.
e. Kolon sigmoid Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm
dan berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior (pelvic
brim) sampai peralihan 14 menjadi rektum di depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini
ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak + 15 cm di atas anus. Kolon
sigmoid tergantung oleh mesokolon sigmoideum pada dinding belakang pelvis sehingga
dapat sedikit bergerak bebas (mobile).
f. Rektum Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan
panjang sekitar 15 cm. Rektum memiliki tiga kurva lateral serta kurva dorsoventral. Mukosa
rektum lebih halus dibandingkan dengan usus besar. Rektum memiliki 3 buah valvula:
superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik
dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif
mobile.Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih
panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal, dikelilingi oleh
spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia
luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.
A. DEFINISI
Kanker kolorektal adalah kanker yang berasal dalam permukaan usus besar (kolon)
atau rektum/rektal, umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak
ganas terdapat adenoma atau berbentuk polip. Adenoma atau polip pada kolorektal dapat
diangkat dengan mudah hanya saja jarang menimbulkan gejala apapun, sehingga tidak
terdeteksi dalam waktu cukup lama hingga berkembang menjadi kanker kolorektal. Kanker
kolorektal adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix.
Distribusi kanker pada kolon adalah 20% terdapat di sepanjang kolon asenden, 10% di kolon
transversum, 15% di kolon desenden, dan 50 % di rektosigmoideus.
Polip adalah tonjolan di atas permukaan mukosa. Polip dapat dibagi menjadi 3 jenis
yaitu neoplasma epithelium, nonneoplasma, dan submukosa.
Klasifikasi polip kolorektal
Epithelium
Submukosa
Neoplasia Nonneplasia
Premaligna Mukosa Limfoid hyperplasia
Tubular Hiperplastik Pneumatosis cystoids
intestinalis
Tubulo Villousum Inflamatosa Colitis cystica profunda
Villousum Pseudo polip Lifoma
Displasia rendah Juvenile karsinoid
Displasia berat lesi metastasis
(karsinomaintra
mukosa)

Maligna/karsinoma Peutz-Jeghers leiomioma


Karsinomatosus Hemangioma
Polip maligna Dan lain-lain Fibroma
Endometriosis
Dan lain-lain

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Kanker kolon dapat timbul melalui interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan.
Polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga polip kolon harus dicurigai.
Selain itu, radang kronik kolon seperti kolitis ulserosa atau kolitis amuba kronik dapat
beresiko tinggi menjadi kanker kolorektal. Faktor risiko lainnya antara lain:
1. Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif.
2. Riwayat keluarga.
3. Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit keturunan
dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan polip dalam jumlah
sedikit.
4. Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang jarang
ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.
5. Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak tinggi
dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal meningkatkan
risiko kanker kolorektal.
6. Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal
7. Rokok dan alkohol
8. Riwayat polip atau kanker kolorektal

C. PATOFISIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip
adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di
rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan
beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan
lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal
menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding
luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum,
usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai
oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran
tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun
kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar
melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak,
tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi
bila tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan.

Polip adenoma

Polip maligna

Menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur sekitarnya

Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain

Penyebaran kanker kolon dapat melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara langsung ke
organ terdekat, melalui sistem limpatikus dan hematogen, serta melalui implantasi sel ke
daerah peritoneal. Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan
bertumbuh sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral.
Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya
ureter, buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar
parailiaka, mesenterium dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran
peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites.
Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 %
terjadi di sigmoid dan kolon desending (Black dan Jacob, 1997). Kanker kolorektal terutama
adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden
lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih banyak). Tumor bowel
maligna menyebar dengan cara:
1. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke
abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai
bladder, ureter dan organ reproduksi.
2. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-paru,
ginjal dan tulang.
3. Tertanam ke rongga abdomen.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi kanker kolon secara umum adalah :
1. Perdarahan rektum
2. Perubahan pola BAB
3. Tenesmus
4. Obstruksi intestinal
5. Nyeri abdomen
6. Kehilangan berat badan
7. Anorexia
8. Mual dan muntah
9. Anemia
10. Massa palpasi

Manifestasi klinis sesuai dengan bagian kolon yang terkena kaeganasan


Colon Kanan Colon Kiri Rektal/Rectosigmoid
 Nyeri dangkal abdomen.  Obstruksi (nyeri  Evakuasi feses yang
 anemia abdomen dan kram, tidak lengkap setelah
 melena (feses hitam, seperti penipisan feses, defekasi.
ter) konstipasi dan distensi )  Konstipasi dan diare
 dyspepsia  Adanya darah segar bergantian.
 nyeri di atas umbilicus dalam feses.  Feses berdarah.
 anorexia, nausea, vomiting  Tenesmus  Perubahan kebiasaan
 rasa tidak nyaman diperut  Perdarahan rektal defekasi.
kanan bawah  Perubahan pola BAB  Perubahan BB
 teraba massa saat palpasi  Obstruksi intestine
 Penurunan BB

(Smeltzer dan Bare, 2002 dan Black dan Jacob, 1997)

:
Kolon kanan Kolon kiri Rektum
Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis

Nyeri Karena penyusupan Karena obstruksi Karena tenesmi

Defekasi Diare /diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus-


menerus

Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak/jarang

Darah pada Okul Okul /makroskopik Makroskopik


feses

Feses Normal/diare Normal Perub bentuk

Dispepsi Sering Jarang Jarang

Memburuknya Hampir selalu Lambat Lambat


keadaan umum
Anemia Hampir selalu Lambat Lambat

E. KLASIFIKASI DAN STADIUM

1. Duke
Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga
(submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum
menyebar keluar dari dinding kolon/rektum (Duke A).
Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus
kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah
bening (Duke B).
Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ
tubuh lainnya (Duke C).
Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).

2. Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)


Stadium T N M Duke
0 Tis N0 M0 -
I T1 N0 M0 A
T2 N0 M0
II A T3 N0 M0 B
II B T4 N0 M0
III A T1-T2 N1 M0 C
III B T3-T4 N1 M0
III C Any T N2 M0
IV Any T Any N M1 D

Keterangan
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam
jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi
peritoneum viseral.

N : Kelenjar getah bening regional/node


Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening

M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis

Klasifikasi Histologi
1. Adenocarcinoma (berdifferensiasi baik, sedang, buruk).
2. Adenocarcinoma musinosum (berlendir)
3. Signet Ring Cell Carcinoma.
Signet Ring Cell Carcinoma merupakan salah satu jenis kanker kolorektal dengan bentuk
sel kankernya secara mikroskopis terlihat seperti cincin dengan sebuah permata yang
sebenarnya adalah inti sel yang terdesak ke pinggir sel. Hal ini karena badan sel dipenuhi
oleh mukus. Signet Ring Cell Carcinoma merupakan jenis sel kanker yang bersifat ganas
dan berprognosis buruk; banyak ditemukan pada penderita kanker kolorektal dengan usia
muda (<50 tahun).
4. Carcinoma sel skuamosa.
5. Carsinoma recti

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Palpasi Abdomen. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila
teraba menunjukkan keadaan sudah lanjut. Apabila ada massa, massa di dalam sigmoid
lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon
2. Fecal occult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop
3. Colok dubur. Untuk mengetahui letak, luas dan mobilitas tumor.
 Tonus sfingter ani (keras atau lembek)
 Mukosa (kasar, kaku, licin atau tidak)
 Ampula rektum (kolaps, kembung, atau terisi feses)
Tumor dapat teraba atau tidak, mudah berdarah atau tidak, jarak dari garis anorektal
sampai tumor, lokasi, pergerakan dari dasar, permukaan, lumen yang dapat ditembus
jari, batas atas, dan jaringan sekitarnya
4. Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah,
sebelumnya pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum
5. Endoskopi (sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan teropong, melihat
gambaran rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah abnormal lainnya dalam layar
monitor. Sigmoidoskopi atau kolonoskopi adalah test diagnostik utama digunakan
untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsy jaringan.
Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % dari kanker kolorektal.
Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi
dan biopsy lesi pada klien dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan
visualisasi sekum, barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak
membesar, merah, ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis
6. Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan di
bawah mikroskop.
7. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel
darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test
diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
8. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua
kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
9. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di membran sel
pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh
radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Karena test ini
tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh klien dengan
lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau test diagnostik dalam
pengobatan penyakit. Ini terutama digunakan sebagai prediktor pada prognsis
postoperative dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan
(Way, 1994).
10. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi,
indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein,
kalsium, dan kreatinin.
11. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi
tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah,
kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan pengisian.
Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang. Meskipun
pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi
rektum
12. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
13. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ
lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
14. Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik yang
paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul kembali).
15. Pemeriksaan DNA Tinja.

G. PENCEGAHAN
Terdapat 3 pencegahan kanker kolorektal, antara lain:
1. Pencegahan Primer
 Anjurkan klien untuk mempertahankan makanan yang rendah lemak dan tinggi serat
 Anjurkan klien untuk banyak minum
2. Pencegahan sekunder
 Promosikan deteksi dini dengan rektal touche untuk mereka yang berusia lebih dari 40
tahun
 Monitor klien yang berusia lebih dari 50 tahun dengan guaiak test dan rectal touche
setiap tahun
 Evaluasi klien dengan sigmoidoscopy fleksibel setiap 3–5 tahun pada orang dengan
risiko rata-rata, bagi yang berisiko di atas rata-rata evaluasi dengan colonoscopy
dengan barium enema setiap 2-3 tahun
3. Pencegahan tersier
 Anjurkan penggunaan bulk laksative (Metamucil) untuk klien dengan risiko tinggi
 Promosikan skrining secara regular pada orang dengan 1 atau 2 risiko kanker kolorektal
 Anjurkan klien untuk mengikuti diet tinggi serat dan rendah lemak

H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik.
Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terapi komponen darah dapat diberikan.
Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan. Pengobatan medis
untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi anjuran. Terapi anjuran
biasanya diberikan selain pengobatan bedah yang mencakup kemoterapi, terapi radiasi, dan
imunoterapi.
 Terapi radiasi: sering digunakan sebelum pembedahan untuk menurunkan ukuran tumor dan
membuat mudah untuk direseksi. Intervensi lokal pada area tumor setelah pembedahan termasuk
implantasi isotop radioaktif ke dalam area tumor. Isotop yang digunakan termasuk radium, sesium,
dan kobalt. Iridium digunakan pada rektum.
 Kemoterapi: kemoterapi dilakukan untuk menurunkan metastasis dan mengontrol manifestasi yang
timbul. Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan (5-flourauracil (5-FU)) untuk membunuh sel-sel
kanker. Ia adalah suatu terapi sistemik, yang berarti bahwa pengobatan berjalan melalui seluruh
tubuh untuk menghancurkan sel-sel kaker. Setelah operasi kanker usus besar, beberapa pasien
mungkin mengandung microscopic metastasis (foci yang kecil dari sel-sel kanker yang tidak dapat
dideteksi). Kemoterapi diberikan segera setelah operasi untuk menghancurkan sel-sel mikroskopik
(adjuvant chemotherapy).
2. Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebayakan kanker kolorektal.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan,
sebagai berikut:

a. Pada tumor sekum dan kolon asenden


Dilakukan hemikolektomi kanan, lalu anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura
hepatika dilakukan juga hemikolektomi, yang terdiri dari reseksi bagian kolon yang
diperdarahi oleh arteri iliokolika, arteri kolika kanan, arteri kolika media termasuk kelenjar
limfe dipangkal arteri mesentrika superior.
b. Pada tumor transversum
Dilakukan reseksi kolon transversum (transvesektomi) kemudian dilakukan anastomosis
ujung ke ujung. Kedua fleksura hepatika dan mesentrium daerah arteria kolika media
termasuk kelenjar limfe.

c. Pada Ca Colon desenden dan fleksura lienalis


Dilakukan hemikolektomi kiri yang meliputi daerah arteri kolika kiri dengan kelenjar limfe
sampai dengan di pangkal arteri mesentrika inferior.

d. Tumor rektum
Pada tumor rectum 1/3 proximal dilakukan reseksi anterior tinggi (12-18 cm dari garis anokutan)
dengan atau tanpa stapler. Pada tumor rectum 1/3 tengah dilakukan reseksi dengan
mempertahankan spingter anus, sedangkan pada tumor 1/3 distal dilakukan reseksi bagian distal
sigmoid, rektosigmoid, rektum melalui abdominal perineal (Abdomino Perineal Resection/APR),
kemudian dibuat end colostomy. Reseksi abdoperineal dengan kel. retroperitoneal menurut geenu-
mies. Alat stapler untuk membuat anastomisis di dalam panggul antara ujung rektum yang pendek
dan kolon dengan mempertahankan anus dan untuk menghindari anus pneternaturalis. Reseksi
anterior rendah (Low Anterior Resection/LAR) pada rektum dilakukan melalui laparatomi dengan
menggunakan alat stapler untuk membuat anastomisis kolorektal/koloanal rendah.

e. Tumor sigmoid
Dilakukan reseksi sigmoid termasuk kelenjar di pangkal arteri mesentrika inferior.

Selain tindakan pembedahan, klien juga harus menjalani terapi lanjut yang dapat
berupa kemoterapi dan radioterapi. Klien memerlukan asuhan keperawatan yang
komprehensif dengan memperhatikan aspek bio-psiko-sosio-spiritual terutama karena klien
harus menjalani terapi lanjut setelah pembedahan. Dengan pemberian asuhan keperawatan
secara komprehensif dan berkualitas diharapkan klien dapat beradaptasi dengan kondisi
tubuhnya, menjalani terapi secara kooperatif dan dapat bersosialisasi kembali di masyarakat.
Identifikasi masalah keperawatan klien sangat penting, terkait dengan intervensi dan
implementasi yang akan dilakukan terhadap klien selama hospitalisasi sehingga tercapai
asuhan keperawatan yang optimal.
Karsinoma pada colon menimbulkan perubahan pada kebiasaan buang air besar.
Karsinoma pada colon sebelah kanan menyebabkan peningkatan gerakan colon, tetapi
karsinoma pada colon sebelah kiri menimbulkan konstipasi. Keduanya dapat menunjukkan
gambaran klinis berupa: darah dan lendir di dalam tinja, penurunan berat badan dan anemia,
palpasi dapat mengungkapkan adanya massa yang nyeri tekan, keadaan ini dapat memberikan
gambaran klinis berupa obstruksi intestinum Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati
dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup
bermakna, terpai komponen darah dapat diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap
penyakit dan komplikasi yang berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah
terbukti berhasil dalam pentahapan kanker kolorektal pada periode praoperatif.
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal.
Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat
diangkat dengan kolonoskop.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor.
- LAR (Low Anterior Resection)
- HCT (Hemi Colorectal)
- APR (Abdominal Parietal Resection): dilakukan kolostomi permanen
Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson, 1993):
a. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan tumor
dan porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal)
b. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anostomosis serta
reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan
persiapan usus sebelum reseksi)
c. Reseksi segmental dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisis
pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)
d. Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak
dapat direseksi)
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada
kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma)
pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsisebagai diversi sementara atau permanen.
Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase
dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya
invasi pada jaringan sekitar.
Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan
untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan
sebagai pedoman dalam menbuat keputusan di kolon; massa tumor kemudian di eksisi.
Kolostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan antara
colon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan ini dapat bersifat sementara
atau menetap selamanya. (llmu Bedah, Thiodorer Schrock, MD, 1983). Kolostomi dapat
berupa secostomy, colostomy transversum, colostomy sigmoid, sedangkan colon accendens
dan descendens sangat jarang dipergunakan untuk membuat colostomy karena kedua bagian
tersebut terfixir retroperitoneal. Kolostomi pada bayi dan anak hampir selalu merupakan
tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa merupakan keadaan yang pathologis.
Colostomy pada bayi dan anak biasanya bersifat sementara.
Keadaan yang diperbolehkan dilakukan pembedahan (kolostomi)
1. Peradangan dibagian usus halus
2. Cacat/kelainan bawaan
3. Kecelakaan atau trauma yang mengenai bagian perut
4. Adanya sumbatan di anus
5. Kanker
Jenis – jenis Kolostomi
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada
beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen
maupun sementara.
 Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak
memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan,
atau pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses
melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan
satu ujung lubang)
 Kolostomi Temporer/ sementara
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan
feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen
ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang
dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel.
Tipe kolostomi inkontinen
 Loop colostomy
Lokasi di colon transversum, bersifat sementara, dilakukan pada kondisi darurat
medis dengan membuat 2 lubang usus yang dihubungkan.
 Endostomy
Terdiri dari satu hubungan yang bagian usus berikutnya dibuang/dijahit tetapi masih
ada/tetap dalam rongga abdomen. Dilakukan untuk klien dengan terapi kolorektal.
 Single barrel/ end stoma, hanya 1 stoma: dilakukan permanen; bagian distal ditutup
dan bagian proksimal yang terbuka
 Double barrel colostomy
Terdapat 2 hubungan di bagian proximal dan distal. Bagian proximal untuk drain
feses dan distal untuk drain mucus.
 Mukospicetel: pada kasus Ca kolorektal yang tidak bisa diangkat sama sekali,
dilakukan pada bagian kolon descenden, bagian proksimal untuk mengeluarkan
feses, bagian distal untuk mengeluarkan mukus yang dihasilkan Ca
Jenis Kantung:
o Drainable (terbuka bawahnya), memiliki klem: digunakan untuk menampung feses
o Close end (tidak ada lubang dibawahnya): digunakan untuk menampung feses
o Puff drain (memiliki lubang dan seperti selang dibawahnya: digunakan untuk
menampung urin
Bagian Plate:
o Faceplate: bagian melingkar yang ditempel ke tubuh klien
o One piece, clear (transparan) drainable
o One piece, opaq (buram/kecoklatan) drainable
o Stoma cap: untuk menutup stoma, tidak perlu kantung
Letak Anastomi Kolostomi:
o Ileustomy
Lubang pada ileum untuk tujuan pengobatan ulseratif regional dan pengalihan isi pada
kanker kolon, polip, dan trauma yang biasanya berbentuk permanen. Cairan yang
keluar cenderung konstan dan tidak dapat diatur, mengandung enzim-enzim
percernaan yang dapat mengiritasi permukaan kulit.
o Colostomy asenden
Drainage yang keluar berbentuk cairan dan tidak teratur serta lebih bau.
o Colostomy transversum
Drainage yang keluar berbentuk padat karena cairan sudah direabsorbsi dan biasanya
pengeluaran tidak terkontrol.
o Colostomy desenden
Produksinya lebih padat. Feses yang keluar dari sigmoid normal dan frekuensinya
dapat diatur sehingga klien tidak harus menggantinya setiap saat dan baunya
tergantung diet.
Komplikasi Kolostomi:
 Prolapsmerupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari permukaan
kulit.Prolaps dapat dibagi 3 tingkatan: Penonjolan seluruh dinding colon termasuk
peritonium kadang-kadang sampat loop ilium, adanya strangulasi dan nekrosis pada
usus yang mengalami penonjolan. Prolaps dapat terjadi oleh adanya faktor-faktor
Peristaltik usus meningkat, fixasi usus tidak sempurna, mesocolon yang panjang,
tekanan intra abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang lemah serta
kemungkinan omentum yang pendek dan tipis.
 lritasi KulitHal ini terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces yang
keluar mengandung enzim pencernaan yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena cara
membersihkan kulit yang kasar, salah memasang kantong dan tidak tahan akan
plaster.
 DiareMakin ke proksimal colostominya makin encer feces yang keluar. Pada
sigmoid biasanya normal.
 Stenosis StomaKontraktur lumen è terjadi penyempitan dari celahnya yang akan
mengganggu pasase normal feses.
 Hernia Paracolostomy
 Pendarahan Stoma
 EviserasiDinding stoma terlepas dari dinding abdomen sehingga organ intra
abdomen keluar melalui celah
 lnfeksi luka operasi
 Retraksikarena fixasi yang kurang sempurna
 Sepsis dan kematian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien kolostomi:


 Keadaan stomaWarna stoma (normal warna kemerahan), tanda-tanda perdarahan
(perdarahan luka operasi), tanda-tanda peradangan (tumor, rubor, color, dolor, fungsi
laese), posisi stoma
 Apakah ada perubahan eliminasi tinjaKonsistensi, bau, warna feces, apakah ada
konstipasi / diare?apakah feces tertampung dengan baik?apakah pasien dapat mengurus
feces sendiri?
 Apakah ada gangguan rasa nyerikeluhan nyeri ada/tidak?hal-hal yang menyebabkan
nyeri, kualitas nyeri, kapan nyeri timbul (terus menerus / berulang), apakah pasien
gelisah atau tidak?
 Apakah kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhiTidur nyenyak/tidak?Apakah stoma
mengganggu tidur/tidak?Adakah faktor lingkungan mempersulit tidur?Adakah faktor
psikologis mempersulit tidur?
 Bagaimana konsep diri pasienBagaimana persepsi pasien terhadap: identitas diri,harga
diri,ideal diri,gambaran diri & peran
 Apakah ada gangguan nutrisiBagaimana nafsu makan klien?BB normal atau
tidak?Bagaimana kebiasaan makan pasien?Makanan yang menyebabkan
diarhe?Makanan yang menyebabkan konstipasi?
 Apakah pasien seorang yang terbuka ?Maukah pasien mengungkapkan
masalahnya?Dapatkah pasien beradaptasi dgn lingkungan setelah tahu bagian tubuhnya
diangkat?
 Kaji kebutuhan klien akan kebutuhan seksualTanyakan masalah kebutuhan seksualn
klien?Apakah Isteri/Suami memahami keadaan klien?

Penanganan Kolostomi
Perawat menangani kolostomi sampai pasien dapat mengambil alih perawatan secara
mandiri. Perawatan kulit harus diajarkan bersamaan dengan bagaimana menerapkan drainase
kantung dan melaksanakan irigasi.
a. Perawatan kulit:
Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma dengan sering mencuci area tersebut
dengan menggunakan sabun ringan dan waslap lembab serta lembut. Selama kulit
dibersihkan, kasa dapat digunakan untuk menutup stoma atau tampon vagina dapat
dimasukkan dengan perlahan untuk mengabsorbsi kelebihan drainase. Pasien diizinkan
untuk mandi atau mandi pancuran sebelum memasang alat yang bersih. Plester mikropor
yang dilekatkan pada sisi kantung akan melindunginya selama mandi. Kulit dikeringkan
dengan seksama menggunakan kasa; hindari menggosok area tersebut.
b. Memasang kantung drainase:
Stoma diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung harus
sekitar 0,3cm lebih besar dari stoma. Kulit dibersihkan sesuai proedur. Kantung kemudian
dipasang dengan cara membuka kertas perekat dan menekannya di atas stoma selama 30
detik. Iritasi kulit ringan memerlukan taburan bedak Karaya atau bedak stomahesive
sebelum kantung dilekatkan.
c. Menangani kantung drainase:
Kantung kolostomi dapat digunakan segera setelah irigasi; dan diganti dengan balutan
yang lebih sederhana. Pasien dapat memilih berbagaibentuk kantung, tergantung pada
kebutuhan individu. Kebanyakan kantung sekali pakai dan tahan bau.
Untuk selanjutnya kantung kolostomi biasanya tidak diperlukan. Segera setelah pasien
belajar evakuasi rutin, kantung dapat disimpan dan kantung kolostomi tertutup atau
balutan sederhana menggunakan tisu sekali pakai, dipertahankan di tempatnya dengan
sabuk elastis. Kecuali gas dan sedikit mukus, tidak ada isi usus yang akan keluar dari
lubang kolostomi di antara irigasi; karenanya kantung kolostomi tidak diperlukan.
d. Mengangkat alat:
Alat drainase diganti bila isinya telah mencapai sepertiga sampai seperempat bagian
sehingga berat isinya tidak menyebabkan kantung lepas dari diskus perekatnya dan keluar
isinya. Pasien dapat memilih posisi duduk atau berdiri yang nyaman dan dengan perlahan
mendorong kulit menjauh dari permukaan piringan sambil menarik kantung ke atas dan
menjauh dari stoma. Tekanan perlahan mencegah kulit dari trauma dan mencegah adanya
isi fekal cair yang tercecer keluar.

IRIGASI KOLOSTOMI
a. Indikasi Tindakan
Irigasi kolostomi merupakan prosedur mengganti kantong kolostomi yang penuh
dengan yang baru, yang harus dilakukan pada klien dengan kanker kolon dan/atau rektum
yang telah dibuatkan cara dan lokasi evakuasi kotoran melalui operasi saluran cerna.
Irigasi dapat dilakukan paling dini 5-6 hari setelah operasi.
b. Tujuan Tindakan
Prosedur ini bertujuan untuk mengosongkan isi kolon (dari feces, gas, lendir),
membersihkan saluran cerna bagian bawah, menetapkan pola evakuasi yang teratur sehingga
kegiatan normal tidak terganggu dan memberikan kenyamanan pada klien.
c. Alat yang Dipersiapkan
 Sarung tangan bersih
 Irigator (wadah khusus untuk irigasi)
 Cairan irigasi (air masak, hangat kuku) 500-1500 cc, atau cairan lain untuk irigasi
sesuai program medis
 Selang
 Konektor (penyambung selang)
 Klem (yang bisa dipakai dengan hanya menggunakan satu tangan)
 Kateter karet no. 22 atau 24 atau corong plastik khusus untuk irigasi kolostomi
 Kantung/sarung irigasi (yang bisa ditempelkan)
 Kantung palstik untuk tempat sampah/barang yang basah
 Kertas toilet, handuk
 Perlak
 Sabun
 Salep Mukosantin , jika terjadi iritasi (jamur)
 Stoma powder (ostomi powder)
 Stomahessive pasta (membuat permukaan kulit jadi baik dan sebagai skin barrier)
 Ukuran stoma atau diganti spidol
d. Tindakan
 Persiapan klien
- Mengucapkan salam terapeutik
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilaksanakan.
- Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
- Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
- Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
- Privasi klien selama komunikasi dihargai.
- Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama
berkomunikasi dan melakukan tindakan
- Membuat kontrak (waktu, tempat, dan tindakan yang akan dilakukan)
 Prosedur
- Mencuci tangan
- Menjelaskan tujuan dan prosedur irigasikolostomi pada klien
- Menyaipkan klien untuk irigasi kolostomi:
 Memilih waktu yang tepat untuk irigasi kolostomi
 Menggantungkan irigator 45-50 cm diatas stoma (setinggi bahu klien, bila
duduk)
 Mendudukkan klien di depan commode atau di commode
 Mengangkat balutan/kantung kolostomi dan memasukkan kedalam kantung
palstik yang sudah disediakan
- Memasang lengan (sarung) irigasi ke stoma dan meletakkan ujungnya dalam
commode/toilet
- Mengalirkan cairan melalui selang dan corong irigasi
- Memberi pelumas pada kateter dan memasukkan ke stoma dengan cermat (tidak boleh
lebih dari 8 cm); memegang corong dengan baik
- Bila kateter tidak bisa masuk dengan mudah, mengalirkan cairan secaraperlahan
ketika memasukkan kateter dan tidak memaksa kateter masuk
- Mengalirkan cairan ke kolon perlahan-lahan. Menghentikan cairan (mengklem
selang) bila terjadi kram perut dan memberi klien waktu untuk istirahat sejenak,
sebelum melanjutkan prosedur. Cairan dialirkan dalam waktu 5-10 menit
- Mempertahankan corong pada tempatnya selama 10 menit setelah cairan dimasukkan,
kemudian angkat perlahan-lahan
- Memberi waktu selama 10 menit agar cairan mengalir keluar; mengeringkan ujung
kantung irigasi dan menempelkan ke atas (mengklem ujung kantung)
- Mempertahankan kantung di tempat selama 20 menit dan menganjurkan klien untuk
ambulasi.Setelah tindakan selesai:
 Membersihkan dan mengeringkan area stoma dengan air dan sabun
 Memasang perlindungan kulit dan mengganti balutan pada kolostomi
- Mendokumentasikan prosedur dan respons klien pada catatan klien
- Mencuci alat bekas pakai dengan air dan sabun, mengeringkan dan menyimpannya
kembali

Perawatan klien dengan kolostomi:


I. PREOPERATIF
 Hubungi perawat terapist enterostomal (ET) untuk memberikan rekomendasi lokasi
stoma dan pengajaran yang diperlukan. Perawat ET terutama yang di latih untuk
bekerja dengan klien dalam merencanakan penanganan kolostomi. Faktor-faktor
seperti berat badan klien, cara berpakaian klien, dan garis pinggang dipertimbangkan
dalam penempatanstoma untuk memfasilitasi rasa nyaman dalam perawatan jangka
panjang dan mempermudah penanganan.
 Jawab pertanyaan-pertanyaan klien langsung, berikan klarifikasi dari informasi yang
diperlukan. Klien yang memahami perawatan preoperatif dan postoperatif dengan
baik akan berkurang rasa cemas dan mampu bekerjasama dalam penanganan dengan
lebih baik.
 Rujuk ke kelompok ostomi sesuai kebutuhan klien. Berbicara dengan seseorang yang
telah memakai ostomi dapat menolong klien menjadi lebih nyaman dengan kolostomi.
II. POSTOPERATIF
 Kaji lokasi dan tipe kolostomi yang dibentuk. Lokasi stoma adalah indikator letak
lokasi pemotongan usus dan prediktor tipe drainase fekal.
 Kaji tampilan stoma dan kondisi kulit disekitarnya dengan rutin. Pengkajian stoma
dan kondisi kulit penting diawal periode postoperatif, kalau-kalau terkadi komplikasi
untuk segera ditangani.
 Posisi kantong penampung drain diatas stoma. Biasanya drainase dapat berisi lebih
banyak mukus dan cairan serosangrineous dari pada material fekal. Mulainya usus
berfungsi, fekal akan menjadi normal. Konsistensi drainase tergantung pada stoma di
bagian lokasi usus.
 Kolostomi desending atau sigmoid dapat ditangani dengan menggunakan kantong
drainable atau irigasi. Pola eliminasi dari kolostomi sigmoid hampir sama dengan pola
eliminasi normal klien sebelum operasi. Banyak klien akan buang air besar tiap hari
dan tidak terus menerus menggunakan kantong atau sistem drainase. Untuk lebih
aman gunakan kantong transparan.
 Bila perlu, berikan kantong kolostomi irigasi, masukkan air ke dalam kolon sesuai
prosedur irigasi kolostomi. Air akan merangsang pengosongan kolon. Klien dapat
melakukan irigasi kolon tiap hari.
 Bila dianjurkan irigasi kolostomi untuk klien dengan double-barrel atau kolostomi
loop, irigasi stoma di bagian proksimal. Pengkajian digital / dengan jari pada usus
langsung dari stoma dapat menolong membedakanyang mana stoma proksimal. Usus
bagian distal tidak mengandung fekal dan tidak perlu diirigasi. Kadang-kadang dapat
diirigasi hanya untuk membersihkan terutama reanastomosa.
 Pengosongan kantong drainable atau penggantian kantong kolostomi bila diperlukan
atau saat telah penuh 1/3 bagian kantong. Bila kantong kepenuhan, beratnya dapat
merusak kantong dan perekat dan menyebabkan kebocoran.
 Klien dengan kolostomi asending atau transversal tidak dilakukan irigasi. Hanya
sebagian kolon yang berfungsi, dan drainase fekal umumnya cair dan terus menerus.
 Berikan perawatan stoma dan kulit klien. Perawatan kulit dan stoma yang baik
penting untuk mempertahankan integritas kulit dan fungsi untuk pertahanan utama
terhadap infeksi.
 Gunakan bahan-bahan dempul, seperti perekat stoma (stomahesive) atau “karaya
paste”, dan “wafer” (bubuk obat) yang dibutuhkan untuk menjaga keamanan kantong
ostomi. Ini kadang-kadang penting bagi klien dengan kolostomi loop. Tantangan bagi
klien dengan kolostomi loop transverse adalah untuk menjaga keamanan kantong
stoma diatas jembatan plastik.
 Sebuah lubang pada kantong kolostomi akan menyalurkan flatus keluar. Lubang ini
dapat ditutup dengan “Band-Aid’ an dibuka hanya bila klien mandi untuk kontrol bau.
Kantong ostomi dapat menggembung keluar, merusak integritas kulit, bila gas
terkumpul terlalu banyak
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
 Aktifitas/Istirahat
Gejala:
- Kelemahan dan atau keletihan
- Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas, berkeringat malam.
- Keterbatasan partisipasi dalam hobi, latihan.
- Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress
tinggi.
 Sirkulasi
Gejala: palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Tanda: perubahan pada tekanan darah.
 Intregritas Ego
Gejala:
- Faktor stress dan cara mengatasi stress.
- Masalah tentang perubahan dalam penampilan.
- Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak
bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah.
 Eliminasi
Warna, bau, konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mukus; riwayat penyakit
inflamasi kronis atau polip rektal, darah dalam feses
Gejala:
- Perubahan pola defekasi, seperti darah pada feses, nyeri saat defekasi.
- Perubahan eliminasi urin
Tanda: Perubahan bising usus, distensi abdomen.
 Makanan/Cairan
Kebiasaan diit, masukan lemak dan atau serat, penurunan BB, konsumsi alkohol,
bising usus, nyeri tekan, distensi dan massa padat.
Gejala:
- Kebiasaan diet buruk, seperti rendah serat, tinggi lemak, aditif, bahan pengawet.
- Anoreksia, mual/muntah.
- Intoleransi makanan
- Perubahan berat badan; penurunan berat badan secara drastis, kaheksia,
berkurangnya massa otot.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema.
 Neurosensori
Gejala: Pusing; sinkope
 Nyeri/Kenyamanan
Nyeri abdominal atau rektal, lokasi, frekuensi, durasi
Gejala: Tidak ada nyeri atau derajat nyeri bervariasi sesuai dengan perjalanan penyakit.
 Pernafasan
Gejala: Merokok, Pemajanan asbes
 Keamanan
Gejala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
Tanda: Demam
 Seksualitas
Gejala: Masalah seksual; Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun; Multigravida,
pasangan seks multipel, aktivitas seksual dini.
 Interaksi Sosial
Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.
 Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
- Riwayat kanker pada keluarga
- Sisi primer: penyakit primer.
- Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat.
- Riwayat pengobatan: pengobatan sebelumnya untuk lokasi kanker dan
pengobatan yang diberikan.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit nutrisi
2. Hipovolemi
4. Nyeri akut
5. Risiko defisit nutrisi
6. Resiko infeksi
7. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
9. Nausea
c. Intervensi
Intervensi Keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan.
TABEL RENCANA KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)

1 Hipovolemia berhubungan Status Cairan (L. 03028) Manajemen Hipovolemia (I.03116)


dengan kehilangan cairan aktif.
Ekspektasi : membaik Observasi
(D.0023)
Kriteria hasil : - Periksa tanda dan gejala hipovolemia
- Monitor intake dan outut cairan
1. Frekuensi nadi membaik
Terapeutik
2. Tekanan darah membaik
3. Tekanan nadi membaik - Hitung kebutuhan cairan
membran mukosan membaik - Berikan posisi modified Trendelenburg
4. Jugular Venous Pressure - Berikan asupan cairan oral
(JVP) membaik Edukasi

- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral


- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. RL,


NaCl)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. D5,
NaCl)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Plasmanate,
albumin)
- Kolaborasi pemberian produk darah
2 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi Dukungan Nyeri Akut : Pemberian Analgesik
agen pencedera fisik. (D.0077) keperawatan diharapkan tingkat
Observasi
nyeri menurun dan kontrol nyeri
meningkat dengan kriteria hasil :  Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
1. Tidak mengeluh nyeri
 Identifikasi riwayat alergi obat
2. Tidak meringis
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. narkotika,
3. Tidak bersikap protektif
nonnarkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
4. Tidak gelisah
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
5. Kesulitan tidur menurun
analgesic
6. Frekuensi nadi membaik
 Monitor efektifitas analgesic
7. Melaporkan nyeri terkontrol
8. Kemampuan mengenali onset
nyeri meningkat Terapeutik
9. Kemampuan mengenali penyebab
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
nyeri meningkat
analgesia optimal, jika perlu
10. Kemampuan menggunakan teknik
nonfarmakologis meningkat  Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus oploid
untuk mempertahankan kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan
respons pasien
 Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek
yang tidak diinginkan

Edukasi

 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai


indikasi

Dukungan Nyeri Akut : Manajemen Nyeri

Observasi

 Identifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, kualitas,


intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

 Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa


nyeri (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat dingin, terapi bermain
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


3 Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi
dengan kerusakan integritas keperawatan, diharapkan derajat
Observasi
kulit sebagai efek skunder dari infeksi menurun dengan kriteria
prosedur pembedahan hasil:
 Identifikasi riwayat kesehatan dan
1. Demam menurun riwayat alergi
2. Kemerahan menurun  Identifikasi kontraindikasi pemberian
3. Nyeri menurun imunisasi
4. Bengkak menurun  Identifikasi status imunisasi setiap
5. Kadar sel darah putih membaik kunjungan ke pelayanan kesehatan
Terapeutik

 Berikan suntikan pada pada bayi


dibagian paha anterolateral
 Dokumentasikan informasi vaksinasi
 Jadwalkan imunisasi pada interval waktu
yang tepat

Edukasi

 Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang


terjadi, jadwal dan efek samping
 Informasikan imunisasi yang diwajibkan
pemerintah
 Informasikan imunisasi yang
melindungiterhadap penyakit namun saat ini tidak
diwajibkan pemerintah
 Informasikan vaksinasi untuk kejadian
khusus
 Informasikan penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti mengulang jadwal imunisasi kembali
 Informasikan penyedia layanan pekan
imunisasi nasional yang menyediakan vaksin gratis

4 Defisit nutrisi berhubungan Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)


dengan ketidakmampuan
Ekspektasi : membaik Observasi
mengabsorbsi nutrien. (D.0018)
Kriteria hasil : - Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
1. Porsi makanan yang
- Identifikasi makanan yang disukai
dihabiskan meningkat
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
2. Berat badan membaik
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogratik
3. Indek Massa Tubuh (IMT)
- Monitor asupan makanan
membaik
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik

- Lakukan orak hygiene sebelum makan, jika perlu


- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasogratik
jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi

- Anjurkan posisi duduk, jika perlu


- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi

- Kolaborassi pemberian medikasi sebelum makan (mis.


Pereda nyeri, antiametik), jika perlu
- Kolaborai dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
e. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan, dimana
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam Haryanto, 2007).

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).

Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas


pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi dan mencatat
respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Nettina, 2002).

Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat


yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk
membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria
hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

f. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien (Potter & Perry, 2015). Evaluasi merupakan langkah
terakhir dalam proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana
tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak (Hidayat A. Aziz Alimul, 2017).
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Black and Jacobs. (1997). Medical surgical nursing: Clinical management for continuity of
care. (Edisi V). Philadelphia: Wb Sounders Company.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarrth Volume 2 Edisi 8 .Jakarta:
EGC
Buku panduan laboratorium keperawatan. ”Perawatan kolostomi.”
Harahap, I.A. (2004). "Perawatan pasien dengan kolostomi Pada penderita cancer
colorectal.” Diambil dari http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-
ikhsanuddin.pdf pada 19 april 2010 Prohealth. (2009). ”Irigasi kolostomi.”
http://www.puskesmas oke.com/doc/
Doenges Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III). Jakarta: EGC
Jong & Sjamsuhidajat. (1997). Buku ajar ilmu bedah. (Edisi Revisi). Jakarta : EGC
Simon, H. (2008). Colostomy. Massachusetts: Harvard Medical SchoolSmeltzer,
Suzanne C. (2002).
Smeltzer and Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi VIII). akarta: EGC.
Soeparman. (1994). Ilmu penyakit dalam. (Jilid I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan indonesia

(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai