EGS-09050010
LAPORAN PENDAHULIAN
PNEUMONIA
DISUSUN OLEH :
ANITA ULFAH
2005118
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Pneumonia adalah infeksi yang umum ditemukan di komunitas
(Community Acquired Pneumonia, CAP) dan rumah sakit (Hospital
Acquired Pneumonia, HAP). Kasus ini dihadapi oleh perawat keperawatan
kritis ketika infeksi tersebut memperberat kondisi penyakit yang serius
atau menyebabkan gawat napas (Morton dkk, 2014).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisisan rongga alveoli oleh eksudat.
Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami
konsolidasi, begitupun dengan aliran darah disekitar alveoli menjadi
terhambat dan tidak berfungsi makasimal. Hipoksemia dapat terjadi,
bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit (Somantri,
2009).
Ventilator-associated Pneumonia (VAP) merupakan infeksi
pernafasan yang beresiko untuk terjadi pada pasien yang di rawat di ICU
yang terpasang selang trakeal dan/atau ventilator (Rahmiati & Kurniawan,
2013).
2. Klasifikasi
Menurut Ward dkk (2008), klasifikasi pneumonia adalah sebagai
berikut:
3. Etiologi
Menurut Morton dkk (2014), penyebab penyakit pneumonia adalah
sebagai berikut:
a. Pneumonia yang didapat dari komunitas antara lain usia <2 tahun atau
>65 tahun, merokok, penyalahgunaan alkohol, komorbiditas: penyakit
paru, penyakit kardiovaskular, penyakit hepar, penyakit ginjal,
penyakit sistem saraf pusat.
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit
1) Terkait pajemu: pertambahan usia, perubahan tingkat kesadaran,
penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), penyakit berat,
malnutrisi, karang gigi, rauma tumpul, trauma kepala berat,
trauma dada, merokok.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Somantri (2009) tanda dan gejala yang muncul pada
pneumonia adalah demam 39-40oC, nyeri dada karena batuk, nyeri dada
pleuritis, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, batuk produktif ataupun kering,
sputum hijau dan purulen serta mungkin mengandung bercak darah, bisa
juga berbau busuk, adanya retraksi interkostal, penggunaan otot
aksesorius, dispnea berat, sianosis, hipoksemia dan malaise.
5. Patofisiologi
Pneumonia merupakan respons inflamasi terhadap benda asing
yang tanpa sengaja teraspirasi atau multiplikasi mikroorganisme tidak
terkontrol yang menginvasi saluran pernapasan bawah. Respons tersebut
menyebabkan akumulasi neutrofil dan sel efektor di bronkus perifer dan
ruang alveolar. Sistem pertahanan tubuh yang mencakup pertahanan
anatomis, mekanis, humoral, dan seluler dirancang untuk menyingkirkan
organisme yang memasuki saluran pernapasan. Sebagian besar penyakit
sistemik meningkatkan risiko pneumonia pada pasien dengan cara
mengubah mekanisme pertahanan pernapasan. Pneumonia terjadi jika
mekanisme pertahanan paru yang normal terganggu atau bekerja terlalu
berat, sehingga mikroorganisme berkembang dengan cepat (Morton dkk,
2014).
Saat terjadi inhalasi bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia
diaspirasi melalui orofaring. Tubuh pertama kali akan melakukan
mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respons radang
(Somantri, 2009). Patogen dapat memasuki saluran pernapasan bawah
melalui empat cara; aspirasi, inhalasi, penyebaran hematogen dari lokasi
yang jauh, dan translokasi. Rute utama bakteri memasuki paru adalah
melalui aspirasi mikroorganisme dari orofaring. Aspirasi sering kali terjadi
(>45% waktu) pada individu yang sehat ketika mereka tidur. Risiko
aspirasi yang signifikan dari segi klinis meningkat pada pasien yang
mengalami penurunan tingkat kesadaran atau disfagia dan pada mereka
yang terpasang slang endotrakea atau slang enteral. Penyebaran hematogen
merupakan mekanisme yang efektif, sirkulasi pulmonal menjadi jalan
masuk yang efektif bagi mikroba. Kapiler paru membentuk jaringan padat
di dinding alveoli yang ideal untuk pertukaran gas. Mikroba hematogen
dari lokasi infeksi yang jauh dapat bermigrasi melalui jaringan tersebut
dan menyebabkan pneumonia (Morton dkk, 2014).
6. Pathway Pneumonia
Resiko kekurangan
Intoleransi
volume cairan
aktivitas
8. Pentalaksanaan
a. Terapi Suportif menurut Ward dkk (2008)
1) Oksigen suplemental untuk mempertahankan PaO2>8 kPa (SaO2 <
90%).
2) Cairan intravena (± vasopresor/inotrop) untuk stabilisasi
hemodinamik.
3) Bantuan ventilasi, misalnya tekanan jalan napas positif kontinu
pada gagal napas.
4) Fisioterapi membantu bersihan sputum pascaoperasi dan pada
pasien imobilisasi.
5) Posisi setengah telentang (yaitu elevasi kepala tempat tidur 300)
pada pasien yang harus berbaring terus ditempat tidur dapat
mengurangi risiko aspirasi.
b. Terapi Antibiotik menurut Ward dkk (2008) yaitu:
1) Pada HAP onset dini (<4 hari di rumah sakit) tanpa faktor risiko
untuk organisme MDR (resisten terhadap antibiotik), monoterapi
pada beta-laktam/beta-laktamse, antibiotik selfalosporin generasi
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Hidayat dkk (2012), pengkajian adalah langkah awal dari
tahapan proses keperawatan, kemudian dalam mengkaji harus
memperhatikan data dasar dari pasien, untuk informasi yang
diharapakan dari pasien. Pengkajian keperawatan pada seluruh tingkat
analisis (individu, keluarga, komunitas) terdiri atas data subjektif dari
seseorang atau kelompok, dan data objektif dari pemeriksaan diagnostik
dan sumber lain. Pengkajian individu terdiri atas riwayat kesehatan (data
subjektif) dan pemeriksaan fisik (data objektif) (Weber & Kelley 2009).
a. Biodata
Anamnesis yang diperoleh dari anamnesis umum merupakan identitas
diri pasien yaitu nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
dan hobi (Febrianto, 2013).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia adalah
adanya awitan yang ditandai dengan keluhan menggigil, demam
≥40oC, nyeri pleuretik, batuk, sputum berwarna seperti karat,
takipnea terutama setelah adanya konsolidasi paru.
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pneumonia sering kali timbul setelah infeksi saluran napas atas
(infeksi pada hidung dan tenggorokan). Risiko tinggi timbul pada
klien dengan riwayat alkoholik, posr-operasi, infeksi pernapasan,
c. Pengkajian Fokus
3) Brain
Klien dengan pneumonia berat sering terjadi penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak
meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
4) Bladder
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria
karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
5) Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
6) Bone
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
d. Pemeriksaan Fisik
Menurut Sudoyono 2006 (dikutip dalam Somantri 2009) presentasi
bervariasi bergantung pada etiologi, usia dan keadaan klinis
1) Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S. Pneumoniae,
Streptococcus spp, dan Staphylococcus. Pneumonia virus
ditandai dengan mialgia, malaise, batuk kering yang
nonproduktif.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentangan
respons dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas.
Diagnosis keperawatan biasanya berisi dua bagian yaitu deskription atau
pengubah, fokus diagnosis, atau konsep kunci dari diagnosis (Hermand dkk
2015).
Menurut Herdman dkk (2015), masalah yang muncul pada pasien
pneumonia adalah :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas
b. Ketidakefektifan pola napas b.d keletihan otot pernapasan
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
d. Resiko Kekurangan volume cairan b.d kegagalan mekanisme regulasi
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang
dilakukan perawat berdasarkan peenilaian klinis dan pengetahuan perawat
untuk meningkatkan outcome pasien atau klien. Intervensi keperawatan
mencakup baik perawatan langsung dan tidak langsung yang ditujukan
pada individu, keluarga dan masyarakat, serta orang-orang dirujuk oleh
perawat, dirujuk oleh dokter maupun pemberi pelayanan kesehatan lainnya
(Bullechek dkk 2015).
Menurut Bulechek dkk (2015), intervensi keperawatan untuk pasien
pneumonia yaitu:
25
2) Kriteri hasil
a) Menunjukkan jalan nafas paten
b) Tidak mengalami penurunan kesadaran
c) Tidak ada dispnea atau sianosis
d) Saturasi oksigen >90%
b) Intervensi
Manajemen Jalan Nafas (3140)
(1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
(2) Lakukan fisioterapi dada
(3) Motivasi untuk melakukan batuk efektif
(4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian bronkodilatator
yang meningkatkan patensi jalan napas
Monitor Pernafasan (3350)
(1) Kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan
auskultasi suara nafas ronki di paru
(2) Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi
3) Intervensi :
Manajemen Asma (3210)
a) Monitor tanda-tanda vital
Monitor Pernafasan (3350)
a) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas
b) Informasikan pada pasien dan keluarga tentang pentingnya
oksigenasi
Manajemen Jalan Nafas (3140)
a) Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
b) Posisikan pasien semi fowler untuk
memaksimalkan ventilasi
c) Kelola pengobatan aerosol sebagaimana mestinya
Bulechek, G.M., et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi 6. 6th
Indonesian edn. Elsevier Singapore Pte Ltd
Efendi, F dan Makhfudi. 2009. Keperawatan kesehatan Komunitas Teori dan Praktik
dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, A.H & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & North American Nursing Diagnosis Association (NANDA),
Jilid 2 Edisi Revisi. Yogyakarta: Mediaction Publishing
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Ward, P.T. Jeremy, et.al. 2008. At Aglance Sistem Respirasi edisi kedua. Jakarta:
Erlangga