KONSEP MEDIS
1. Defenisi
Morbus Hansen (Kusta, Leprae) adalah penyakit infeksi yang kronis, yang disebabkan
oleh mikrobakterium leprae yang obligat intra seluler yang menyerang saraf perifer, kulit,
mukosa traktus respiratorik bagian atas kemudian menyerang organ-organ kecuali susunan
saraf pusat. (Depkes RI, 1998).
Morbus hansen atau Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae (Mansjoer, 2000). Leprae merupakan penyakit yang menyeramkan dan
ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas (Djuanda, 2005).
2. Etiologi
Morbus Hansen disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang
syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh. Sebuah bakteri yang tahan asam. M.leprae juga
merupakan bakteri aerobic berbentuk basil dengan ukuran 3-8 µm x 0,5 µm, bakteri gram
positif, berbentuk batang, dan dikelilingi oleh membrane sel lilin yang merupakan ciri dari
spesies Mycobacterium. M,leprae ini belum dapat dikultur pada laboratorium.
3. Klasifikasi
Pada tahun 1982, WHO mengembangkan klasifikasi untuk memudahkan pengobatan di
lapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe
Pausibasiler (PB) dan tipe Multibasiler (MB). Sampai saat ini Departemen Kesehatan
Indonesia menerapkan klasifikasi menurut WHO sebagai pedoman pengobatan penderita
kusta. Dasar dari klasifikasi ini berdasarkan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan
bakteriologi
1. Pausibasilar (PB)
Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut kriteria
Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid.
2. Multibasilar (MB)
Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan
Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif.
Untuk pasien yang sedang dalam pengobatan harus diklasifikasikan sebagai berikut : Bila
pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetapi diobati sebagai MB apapun hasil pemeriksaan
BTA-nya saat ini. Bila awalnya didiagnosis tipe PB, harus dibuat klasifikasi baru berdasarkan
gambaran klinis dan hasil BTA saat ini.
Kekebalan selular (cell mediated immunity = CMI) seseorang yang akan menentukan,
apakah ia akan menderita kusta bila ia mendapat infeksi Mycobacterium leprae dan tipe kusta
yang akan dideritanya dalam spektrum penyakit kusta.
Tabel 2. Gambaran klinis tipe PB
Borderline
Karakteristik Tuberkuloid (TT) Indeterminate (I)
tuberculoid (BT)
Lesi
Tipe Makula dibatasi Makula dibatasi Makula
infiltrat infiltrat saja
Jumlah Satu atau beberapa Satu dengan lesi Satu atau beberapa
satelit
BTA
Pada lesi kulit Negatif Negatif atau 1 + Biasanya negatif
Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif (2 +) Meragukan (1 +)
Borderline
Karakteristik Lepromatosa (LL) Mid-borderline (BB)
lepromatosa (BL)
Lesi
Tipe Makula, infiltrat Makula, plak, Plak, lesi berbntuk
difus, papul, nodus papul kubah, lesi punched-out
BTA
Pada lesi kulit Banyak (globi) Banyak Agak banyak
M. leprae
KULIT LECET/TERBUKA
KULIT
SARAF TEPI
JARI-JARI TEGANG
TELAPAK TANGAN, MATA
DAN KAKI BENGKOK KULIT
TELAPAK KAKI
KERING,MENEBAL,MENG
ERAS,PECAH-PECAH
< REFLEKS KAKU PADA SENDI
KEDIP(SENSORIK) TDK
GANGGUAN DAPAT MEMBUKA HDR
PERSEPSI SENSORI LEBAR (MOTORIK) LUKA
EKSTERMITAS LUMPUH
(PERABAAN)
5. Manifestasi Klinis
a. Kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa
b. Penebalan pada saraf tepi disertai dengan kelainan fungsinya berupa mati rasa dan
kelemahan pada otot tangan, kaki dan mata.
c. Adanya kuman tahan asam BTA (+) pada pemeriksaan kerokan kulit
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
A. Anamnesis
1. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya
lesi dapat tunggal atau multipel, kadang-kadang gangguan keadaan umum
penderita (demam ringan) dan adanya Komplikasi pada organ tubuh dan
gangguan perabaan ( mati rasa pada daerah yang lesi).
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya klien pernah menderita penyakit atau masalah dengan kulit misalnya:
penyakit panu.kurab. dan perawatan kulit yang tidak terjaga atau dengan kata
lain personal higine klien yang kurang baik.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan
oleh kuman kusta (Mycrobacterium leprae) yang masa inkubasinya
diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai
penyakit morbus hansen lebih beresiko tertular karna kontak yang langsung
dan lama.
d. Riwayat Psikososial
Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar
masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit
kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien
mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan
komplikasi yang diderita
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Biasanya klien yang menderita penyakit ini kebanyakan dari
golonganmenengah kebawah terutam apada daerah yang lingkungannya
kumuh dan sanitasi yang kurang baik
f. Pola hidup
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki
maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam
perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem integumen
Adanya lesi (kelainan) kulit yang mati rasa: Kelainan kulit/lesi yang dapat
berbentuk bercak keputihan (hypopigmentasi) atau kemerahan (erithematous)
yang mati rasa (anaesthesia).
2) Sistem saraf
a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa. Pemeriksaan dengan menggunakan tes
sensoris atau pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit dengan menggunakan
kapas (rasa raba), jarum pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri), air panas
dan dingin dalam tabung reaksi (rasa suhu).
b. Gangguan fungsi motoris: kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan
(paralise). Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas (misalnya: minta
pasien menggerakkan salah satu jari tangannya, sedangkan yang lain tidak)
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering. Adanya gangguan berkeringat di
makula anestesi. , kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga
kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
Pemeriksaan dengan tes anhidrosi yakni tes pilokarpin.
d. Pemeriksaan saraf tepi
Adanya pembengkakan pada nervus ulnaris, N medianus, N radialis, N
aulikularis magnus, N peroneus lateralis, N tibialis posterior, dan N fasialis.
3) Sistem musculoskeletal
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau
kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
4) Sistem penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga
reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi
motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta.
Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ
tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak
pada alis mata maka alis mata akan rontok
C. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan bakteriologik
Tujuan pemeriksaan ini adalah membantu menegakkan diagnosis; membantu
menemukan klasifikasi; menilai hasil pengobatan; mencurigai resistensi terhadap
obat.Pada pemeriksaan ini yang penting adalan indeks bakteri (IB) dan indeks
morfologi (IM). IB adalah angka yang menunjukkan banyaknya kuman yang
hidup.Nilai (-) berarti tidak ditemukan BTA pada 100 lapangan penglihatan
(LP).Pada kusta tipe TT, asupan kulit menunjukkan hasil negatif. Asupan kulit
hanya akan menunjukkan hasil positif, apabila pada setiap gram kulit terdapat
minimal 10.000 basil.
IM adalah angka yang menunjukkan persentasi basil kusta utuh (solid) dalam
semua basil yang dihitung. Kegunaannya yaitu manilai kemajuan
pengobatan/efektif obat kusta; serta membantu menentukan kemungkinan
resistensi obat.
2) Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan ini dengan sediaan biopsi kulit yang kemudian dilakukan fiksasi
bufer rormalin15% dan selanjutnya dilakukan pewarnaanuntuk imunohistokimia
berupa: S-100 proten, PGL-1, dan LAM-B (lipoarabinimannan).
3) Pemeriksaan imunologik
Pemeriksaan ini terdiri atas:
- Pemeriksaan lepromin : merupakan salah satu alat penunjang diagnosis
penyakit kusta yang menunjukkan seberapa besar kemampuan individu
bereaksi secara seluler terhadap kuman M leprae yang masuk ke tubuh.
Caranya dengan menyuntikkan 0,1 ml lepromin secara interdermal dilengan
bawah, kira-kira 2-3 cm distal dari fossa kubiti dengan alat suntik tuberkulit
sehingga terbentuk benjolan iskemik dengan diameter kurang lebih 8 mm.
Reaksi kulit terhadap lepromin ada 2 macam, yaitu reaksi dini (reaksi
Fernandez) dan reaksi lambat (reaksi Mitsuda).
- Pemeriksaan Histamin :larutan 0,001 % histamin asam fsfat diteteskan pada
lesi yang dicurigai dan pada kulit normal sebagai kontrol. Kemudian kulit
ditusuk dengan jarum melalui tetesan tersebut. Cara lain adalah injeksi
interdermal 0,1 cc lautan 1:1000 histamin fosfat. Pada kulit normal akan timbul
bintul merah dalam waktu 1-2 menit. Pembacaan dilakukan setelah 10 menit.
Pada kusta indeterminate dan borderlinea timbul lambat sedangkan pada tipe
tuberkuloidjustru tidak ada.
1. Tes pengeluaran keringat
Tes ini merupakan cara lain untuk mengetahui integritas dari saraf
kulit, selain tes histamin. Proses berkeringat bergantung pada integritas
serabut saraf parasimpatik. Jika suatu makula Hipopigmentasi disebabkan
oleh kusta, maka respon dari kelenjar keringat terhadap obat-obat
kolinergikakan berkurang. Cara yang paling praktis untuk mengetahui faal
keringat adalah dengan menyuruh penderita melakukan olah raga di
bawah sinar matahari, lalu dilihat apakah pada daerah yang dicurigai
mengeluarkan kerigat atau tidak
2. Tes pilokarpin
Tes pilokarpin dapat dilakukan dengan cara berikut. Diambil 0,1 cc
larutan 0,06% pilokaprin nitrat, disuntikan intradermal pada makula yang
dicurigai dan kulit sehat sebagai kontrol. Kemudian kulit diolesi dengan
tinctura jodine, lalu diatasnya ditaburi dengan tepung amilum. Jika faal
keringat baik maka akan terjadi perubahan warna amilum menjadi biru,
sedangkan bila anhidrosis seperti kusta, warna amilum tetap yang berarti
ada kerusakan saraf. Selain tinctura jodine dan amilum dapat pula dipakai
bahan lain yaitu quanizarin dengan interpretasi sama diatas.
3. Tes serologi
Salah satunya adalah polymerace chain reaction (PCR) merupakan
metode baru untuk mendeteksi adanya organisme yang cepat dan tepat
yaitu dengan amplifikasi DNA yang spesifik sampai tingkt yang dapat
dideteksi. Metode ini dapat mendeteksi M.leprae dengan amplifikasi
skuens 531 bp dari progennya dan terbukti sangat bermanfaat untuk
mendeteksi sejumlah kecil basil kusta dari biopsi kulit penderita kusta,
untuk melihat adanya kolonisasi adanya M.leprae pada mukosa/apusan
hidung penderita kusta maupun orang sehat. (Dali Alimuddin, 2013)
2. Diagnosa
a. Gangguan persepsi sensori (perabaan)
Domain 5 : Perception/Cognition (Persepsi/Kognisi)
Kelas 3 : Sensasi/Persepsi
Nomor dx : 00122
Definisi : perubahan pada jumlah atau pola stimulus yang diterima, yang disertai
respon terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihkan,
disimpangkan atau dirusakkan
b. Kerusakan integritas kulit
Domain 11 : Safety/Protection (Keamanan/Perlindungan)
Kelas 2 : Cedera Fisik
Nomor dx : 00046
Definisi : perubahan epidermis dan atau dermis
c. Hambatan mobilitas fisik
Domain 4 : Activity/Rest (Aktivitas/Istirahat)
Kelas 2 : Aktivitas/Latihan
Nomor dx : 00085
Definisi : keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu pada
bagian tubuh satu atau lebih ekstremitas
d. Gangguan persepsi sensori (visual)
Domain 5 : Perception/Cognition (Persepsi/Kognisi)
Kelas 3 : Sensasi/Persepsi
Nomor dx : 00122
Definisi : perubahan pada jumlah atau pola stimulus yang diterima, yang disertai
respon terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihkan,
disimpangkan atau dirusakkan.
e. Resiko infeksi
Domain 11 : Safety/Protection (Keamanan/Perlindungan)
Kelas 1 : Infeksi
Nomor dx : 00004
Definisi : peningkatan resiko masuknya organisme patogen
f. Harga Diri Rendah Situasional
Domain 6 : Self perception (persepsi diri)
Kelas 2 : Harga Diri
Nomor dx : 00120
Definisi : Beresiko mengalami persepsi negative tentang harga diri
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Depkes, (1998), Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII, Depkes Jakarta
Djuanda, adi, Hamzah Mochtar, Aizah siti, 2005. Ilmu Penyakit dan Kelamin edisi 4. FK UI.
Jakarta
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III. Media Aeucualpius, Jakarta
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2344588-nic-manajemen-lingkungan-
Wilkinson, Judith. M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi