Anda di halaman 1dari 18

BAB I

KONSEP MEDIS

1. Defenisi
Morbus Hansen (Kusta, Leprae) adalah penyakit infeksi yang kronis, yang disebabkan
oleh mikrobakterium leprae yang obligat intra seluler yang menyerang saraf perifer, kulit,
mukosa traktus respiratorik bagian atas kemudian menyerang organ-organ kecuali susunan
saraf pusat. (Depkes RI, 1998).
Morbus hansen atau Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae (Mansjoer, 2000). Leprae merupakan penyakit yang menyeramkan dan
ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas (Djuanda, 2005).

2. Etiologi
Morbus Hansen disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang
syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh. Sebuah bakteri yang tahan asam. M.leprae juga
merupakan bakteri aerobic berbentuk basil dengan ukuran 3-8 µm x 0,5 µm, bakteri gram
positif, berbentuk batang, dan dikelilingi oleh membrane sel lilin yang merupakan ciri dari
spesies Mycobacterium. M,leprae ini belum dapat dikultur pada laboratorium.

3. Klasifikasi
Pada tahun 1982, WHO mengembangkan klasifikasi untuk memudahkan pengobatan di
lapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe
Pausibasiler (PB) dan tipe Multibasiler (MB). Sampai saat ini Departemen Kesehatan
Indonesia menerapkan klasifikasi menurut WHO sebagai pedoman pengobatan penderita
kusta. Dasar dari klasifikasi ini berdasarkan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan
bakteriologi
1. Pausibasilar (PB)
Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut kriteria
Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid.
2. Multibasilar (MB)
Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan
Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif.

Untuk pasien yang sedang dalam pengobatan harus diklasifikasikan sebagai berikut : Bila
pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetapi diobati sebagai MB apapun hasil pemeriksaan
BTA-nya saat ini. Bila awalnya didiagnosis tipe PB, harus dibuat klasifikasi baru berdasarkan
gambaran klinis dan hasil BTA saat ini.

Tabel 1. Perbedaan tipe PB dan MB menurut klasifikasi WHO


PB MB
1. Lesi kulit (makula yang datar,  1-5 lesi  > 5 lesi
papul yang meninggi,infiltrat,  Hipopigmentasi/eritema  Distribusi lebih simetris
plak eritem, nodus)  Distribusi tidak simetris

2. Kerusakan saraf Hilangnya sensasi yang  Hilangnya sensasi kurang


(menyebabkan hilangnya jelas jelas
sensasi/kelemahan otot yang  Hanya satu cabang saraf  Banyak cabang saraf
dipersarafi oleh saraf yang
terkena)

Kekebalan selular (cell mediated immunity = CMI) seseorang yang akan menentukan,
apakah ia akan menderita kusta bila ia mendapat infeksi Mycobacterium leprae dan tipe kusta
yang akan dideritanya dalam spektrum penyakit kusta.
Tabel 2. Gambaran klinis tipe PB

Borderline
Karakteristik Tuberkuloid (TT) Indeterminate (I)
tuberculoid (BT)
Lesi
Tipe Makula dibatasi Makula dibatasi Makula
infiltrat infiltrat saja

Jumlah Satu atau beberapa Satu dengan lesi Satu atau beberapa
satelit

Distribusi Terlokalisasi & Asimetris Bervariasi


asimetris

Permukaan Kering, skuama Kering, skuama Dapat halus agak


berkilat

Sensibilitas Hilang Hilang Agak terganggu

BTA
Pada lesi kulit Negatif Negatif atau 1 + Biasanya negatif
Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif (2 +) Meragukan (1 +)

Tabel 3. Gambaran klinis tipe MB

Borderline
Karakteristik Lepromatosa (LL) Mid-borderline (BB)
lepromatosa (BL)
Lesi
Tipe Makula, infiltrat Makula, plak, Plak, lesi berbntuk
difus, papul, nodus papul kubah, lesi punched-out

Jumlah Banyak, distribusi Banyak, tapi kulit Beberapa, kulit sehat


luas, praktis tidak sehat masih ada (+)
ada kulit sehat

Distribusi simetris Cenderung simetris Asimetris


Kering, skuama

Permukaan Halus dan berkilap Halus dan berkilap Sedikit berkilap,


beberapa lesi kering

Sensibilitas Tidak terganggu Sedikit berkurang Berkurang

BTA
Pada lesi kulit Banyak (globi) Banyak Agak banyak

Pada hembusan Banyak (globi) Biasanya tidak ada Tidak ada


hidung

Tes lepromin Negative Negatif Biasanya negatif, dapat


juga (±)
4. Patofisiologi

M. leprae

KULIT LECET/TERBUKA
KULIT

SARAF TEPI

SENSORIK MOTORIK AUTONOM

MATI RASA (ANESTASI) LEMAH/LUMPUH OTOT GANGGUAN KELENJAR


TERJADI ATROPI KERINGAT, KELENJAR MINYAK
& SIRKULASI DARAH

JARI-JARI TEGANG
TELAPAK TANGAN, MATA
DAN KAKI BENGKOK KULIT
TELAPAK KAKI
KERING,MENEBAL,MENG
ERAS,PECAH-PECAH
< REFLEKS KAKU PADA SENDI
KEDIP(SENSORIK) TDK
GANGGUAN DAPAT MEMBUKA HDR
PERSEPSI SENSORI LEBAR (MOTORIK) LUKA
EKSTERMITAS LUMPUH
(PERABAAN)

GANGGUAN GANGGUAN AKTIVITAS


PERSEPSI VISUAL RESIKO GANGGUAN
INFEKSI INTEGRITAS
KULIT

5. Manifestasi Klinis
a. Kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa
b. Penebalan pada saraf tepi disertai dengan kelainan fungsinya berupa mati rasa dan
kelemahan pada otot tangan, kaki dan mata.
c. Adanya kuman tahan asam BTA (+) pada pemeriksaan kerokan kulit
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
A. Anamnesis
1. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya
lesi dapat tunggal atau multipel, kadang-kadang gangguan keadaan umum
penderita (demam ringan) dan adanya Komplikasi pada organ tubuh dan
gangguan perabaan ( mati rasa pada daerah yang lesi).
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya klien pernah menderita penyakit atau masalah dengan kulit misalnya:
penyakit panu.kurab. dan perawatan kulit yang tidak terjaga atau dengan kata
lain personal higine klien yang kurang baik.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan
oleh kuman kusta (Mycrobacterium leprae) yang masa inkubasinya
diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai
penyakit morbus hansen lebih beresiko tertular karna kontak yang langsung
dan lama.
d. Riwayat Psikososial
Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar
masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit
kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien
mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan
komplikasi yang diderita
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Biasanya klien yang menderita penyakit ini kebanyakan dari
golonganmenengah kebawah terutam apada daerah yang lingkungannya
kumuh dan sanitasi yang kurang baik
f. Pola hidup
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki
maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam
perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan.

B. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem integumen
Adanya lesi (kelainan) kulit yang mati rasa: Kelainan kulit/lesi yang dapat
berbentuk bercak keputihan (hypopigmentasi) atau kemerahan (erithematous)
yang mati rasa (anaesthesia).
2) Sistem saraf
a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa. Pemeriksaan dengan menggunakan tes
sensoris atau pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit dengan menggunakan
kapas (rasa raba), jarum pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri), air panas
dan dingin dalam tabung reaksi (rasa suhu).
b. Gangguan fungsi motoris: kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan
(paralise). Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas (misalnya: minta
pasien menggerakkan salah satu jari tangannya, sedangkan yang lain tidak)
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering. Adanya gangguan berkeringat di
makula anestesi. , kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga
kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
Pemeriksaan dengan tes anhidrosi yakni tes pilokarpin.
d. Pemeriksaan saraf tepi
Adanya pembengkakan pada nervus ulnaris, N medianus, N radialis, N
aulikularis magnus, N peroneus lateralis, N tibialis posterior, dan N fasialis.
3) Sistem musculoskeletal
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau
kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
4) Sistem penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga
reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi
motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta.
Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ
tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak
pada alis mata maka alis mata akan rontok

C. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan bakteriologik
Tujuan pemeriksaan ini adalah membantu menegakkan diagnosis; membantu
menemukan klasifikasi; menilai hasil pengobatan; mencurigai resistensi terhadap
obat.Pada pemeriksaan ini yang penting adalan indeks bakteri (IB) dan indeks
morfologi (IM). IB adalah angka yang menunjukkan banyaknya kuman yang
hidup.Nilai (-) berarti tidak ditemukan BTA pada 100 lapangan penglihatan
(LP).Pada kusta tipe TT, asupan kulit menunjukkan hasil negatif. Asupan kulit
hanya akan menunjukkan hasil positif, apabila pada setiap gram kulit terdapat
minimal 10.000 basil.
IM adalah angka yang menunjukkan persentasi basil kusta utuh (solid) dalam
semua basil yang dihitung. Kegunaannya yaitu manilai kemajuan
pengobatan/efektif obat kusta; serta membantu menentukan kemungkinan
resistensi obat.
2) Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan ini dengan sediaan biopsi kulit yang kemudian dilakukan fiksasi
bufer rormalin15% dan selanjutnya dilakukan pewarnaanuntuk imunohistokimia
berupa: S-100 proten, PGL-1, dan LAM-B (lipoarabinimannan).
3) Pemeriksaan imunologik
Pemeriksaan ini terdiri atas:
- Pemeriksaan lepromin : merupakan salah satu alat penunjang diagnosis
penyakit kusta yang menunjukkan seberapa besar kemampuan individu
bereaksi secara seluler terhadap kuman M leprae yang masuk ke tubuh.
Caranya dengan menyuntikkan 0,1 ml lepromin secara interdermal dilengan
bawah, kira-kira 2-3 cm distal dari fossa kubiti dengan alat suntik tuberkulit
sehingga terbentuk benjolan iskemik dengan diameter kurang lebih 8 mm.
Reaksi kulit terhadap lepromin ada 2 macam, yaitu reaksi dini (reaksi
Fernandez) dan reaksi lambat (reaksi Mitsuda).
- Pemeriksaan Histamin :larutan 0,001 % histamin asam fsfat diteteskan pada
lesi yang dicurigai dan pada kulit normal sebagai kontrol. Kemudian kulit
ditusuk dengan jarum melalui tetesan tersebut. Cara lain adalah injeksi
interdermal 0,1 cc lautan 1:1000 histamin fosfat. Pada kulit normal akan timbul
bintul merah dalam waktu 1-2 menit. Pembacaan dilakukan setelah 10 menit.
Pada kusta indeterminate dan borderlinea timbul lambat sedangkan pada tipe
tuberkuloidjustru tidak ada.
1. Tes pengeluaran keringat
Tes ini merupakan cara lain untuk mengetahui integritas dari saraf
kulit, selain tes histamin. Proses berkeringat bergantung pada integritas
serabut saraf parasimpatik. Jika suatu makula Hipopigmentasi disebabkan
oleh kusta, maka respon dari kelenjar keringat terhadap obat-obat
kolinergikakan berkurang. Cara yang paling praktis untuk mengetahui faal
keringat adalah dengan menyuruh penderita melakukan olah raga di
bawah sinar matahari, lalu dilihat apakah pada daerah yang dicurigai
mengeluarkan kerigat atau tidak
2. Tes pilokarpin
Tes pilokarpin dapat dilakukan dengan cara berikut. Diambil 0,1 cc
larutan 0,06% pilokaprin nitrat, disuntikan intradermal pada makula yang
dicurigai dan kulit sehat sebagai kontrol. Kemudian kulit diolesi dengan
tinctura jodine, lalu diatasnya ditaburi dengan tepung amilum. Jika faal
keringat baik maka akan terjadi perubahan warna amilum menjadi biru,
sedangkan bila anhidrosis seperti kusta, warna amilum tetap yang berarti
ada kerusakan saraf. Selain tinctura jodine dan amilum dapat pula dipakai
bahan lain yaitu quanizarin dengan interpretasi sama diatas.
3. Tes serologi
Salah satunya adalah polymerace chain reaction (PCR) merupakan
metode baru untuk mendeteksi adanya organisme yang cepat dan tepat
yaitu dengan amplifikasi DNA yang spesifik sampai tingkt yang dapat
dideteksi. Metode ini dapat mendeteksi M.leprae dengan amplifikasi
skuens 531 bp dari progennya dan terbukti sangat bermanfaat untuk
mendeteksi sejumlah kecil basil kusta dari biopsi kulit penderita kusta,
untuk melihat adanya kolonisasi adanya M.leprae pada mukosa/apusan
hidung penderita kusta maupun orang sehat. (Dali Alimuddin, 2013)

2. Diagnosa
a. Gangguan persepsi sensori (perabaan)
Domain 5 : Perception/Cognition (Persepsi/Kognisi)
Kelas 3 : Sensasi/Persepsi
Nomor dx : 00122
Definisi : perubahan pada jumlah atau pola stimulus yang diterima, yang disertai
respon terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihkan,
disimpangkan atau dirusakkan
b. Kerusakan integritas kulit
Domain 11 : Safety/Protection (Keamanan/Perlindungan)
Kelas 2 : Cedera Fisik
Nomor dx : 00046
Definisi : perubahan epidermis dan atau dermis
c. Hambatan mobilitas fisik
Domain 4 : Activity/Rest (Aktivitas/Istirahat)
Kelas 2 : Aktivitas/Latihan
Nomor dx : 00085
Definisi : keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu pada
bagian tubuh satu atau lebih ekstremitas
d. Gangguan persepsi sensori (visual)
Domain 5 : Perception/Cognition (Persepsi/Kognisi)
Kelas 3 : Sensasi/Persepsi
Nomor dx : 00122
Definisi : perubahan pada jumlah atau pola stimulus yang diterima, yang disertai
respon terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihkan,
disimpangkan atau dirusakkan.

e. Resiko infeksi
Domain 11 : Safety/Protection (Keamanan/Perlindungan)
Kelas 1 : Infeksi
Nomor dx : 00004
Definisi : peningkatan resiko masuknya organisme patogen
f. Harga Diri Rendah Situasional
Domain 6 : Self perception (persepsi diri)
Kelas 2 : Harga Diri
Nomor dx : 00120
Definisi : Beresiko mengalami persepsi negative tentang harga diri
3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1 Gangguan Persepsi Sensori (Perabaan) NOC NIC
Domain 5: Perception/Cognition (Persepsi/ - Status neurologis: Fungsi motorik Peripheral Sensation Management
Kognisi) Sensorik/Kranial (Manajemen sensasi perifer)
Kelas 3: Sensasi/Persepsi - Fungsi Sensorik: Kutaneus - Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
Nomor dx: 00122 peka terhadap panas/ dingin/ tajam/ tumpul
Kriteria Hasil - Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
Definisi: perubahan pada jumlah atau pola - Mengenal gangguan sensori dan kulit jika ada lesi atau laserasi
stimulus yang diterima, yang disertai respon berkompensasi terhadap perubahan - Kolaborasi pemberian analgetik
terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, - Mengidentifikasi atau memperbaiki - Diskusikan mengenai penyebab perubahan
dilebihkan, disimpangkan atau dirusakkan potensial bahaya dalam lingkungan sensasi

Batasan Karakteristik: Environmental Management: Safety


- Perubahan ketajaman sensori - Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
- Perubahan respons yang biasanya terhadap berdasarkan tingkat fungsi fisik dan kognitif
stimulus dan sejarah perilaku
- Identifikasi bahaya keamanan di lingkungan
Faktor yang Berhubungan: (yaitu, fisik, biologi, dan kimia)
- Perubahan resepsi, transmisi, dan/atau - Memodifikasi lingkungan untuk
integrasi sensori meminimalkan bahaya dan risiko
- Memantau lingkungan untuk perubahan
status keamanan
- Memonitor respons pasien untuk
menyeimbangkan latihan
- Menyediakan lingkungan yang aman bagi
praktek latihan
2 Kerusakan integritas kulit NOC NIC
Domain 11: Safety/Protection (Keamanan/ - Tissue Integrity : Skin and Mucous Pressure Management
Perlindungan) Membranes - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
Kelas 2: Cedera Fisik yanglonggar
Nomor dx : 00046 Kriteria Hasil : - Hindari kerutan pada tempat tidur
- Integritas kulit yang baik bisa - Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Definisi: perubahan epidermis dan atau dermis dipertahankan (sensasi, elastisitas, kering
temperatur, hidrasi, pigmentasi) - Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
Batasan karakteristik : - Tidak ada luka/lesi pada kulit duajam sekali
- Gangguan pada bagian tubuh - Perfusi jaringan baik - Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Kerusakan lapisan kulit (dermis) - Menunjukkan pemahaman dalam - Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
- Gangguan permukaan kulit (epidermis) proses perbaikan kulit dan daerah yang tertekan
mencegah terjadinya cedera - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Faktor yang berhubungan : berulang
Eksternal : - Mampu melindungi kulit dan
- Kelembaban kulit mempertahankan kelembaban kulit
Internal : dan perawatan alami
- Perubahan status metabolik
- Defisit imunologi
- Perubahan sensasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)
3 Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC :
Domain 4: Activity/Rest (Aktivitas/Istirahat) - Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
Kelas 2: Aktivitas/Latihan - Mobility Level - Monitoring vital sign sebelum/sesudah
Nomor dx: 00085 - Self care : ADLs latihan dan lihat respon pasien saat latihan
- Transfer performance - Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
Definisi: keterbatasan dalam kebebasan untuk rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
pergerakan fisik tertentu pada bagian tubuh Kriteria Hasil : - Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
satu atau lebih ekstremitas - Klien meningkat dalam aktivitas berjalan dan cegah terhadap cedera
fisik - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
Batasan karakteristik : - Mengerti tujuan dari peningkatan tentang teknik ambulasi
- Postur tubuh yang tidak stabil selama mobilitas - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- melakukan kegiatan rutin harian - Memverbalisasikan perasaan dalam - Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
- Keterbatasan kemampuan untuk melakukan meningkatkan kekuatan dan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
keterampilan motorik kasar kemampuan berpindah - Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
- Keterbatasan kemampuan untuk melakukan - Memperagakan penggunaan alat dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
keterampilan motorik halus Bantu untuk mobilisasi (walker) - Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
- Keterbatasan ROM - Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
- Perubahan gaya berjalan (Misal : dan berikan bantuan jika diperlukan
penurunan kecepatan berjalan, kesulitan
memulai jalan, langkah sempit, kaki
diseret, goyangan yang berlebihan pada
posisilateral)
Faktor yang berhubungan :
- Kerusakan persepsi sensori
- Kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler
- Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan
dan stamina
- Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau
masa
4 Gangguan persepsi sensori (visual) NOC NIC:
Domain 5: Perception/Cognition (Persepsi/ - Orientasi kognitif Fungsi sensorik: Penglihatan
Kognisi) - Status Neurologis: Fungsi Motorik - Tentukan ketajaman penglihatan, catat
Kelas 3: Sensasi/Persepsi Sensorik Penglihatan apakah satu atau kedua mata terlihat
Nomor dx: 00122 - Perilaku kompensasi penglihatan - Orientasikan pasien terhadap lingkungan,
staf, orang lain disekitarnya
Definisi: perubahan pada jumlah atau pola Kriteria Hasil:
stimulus yang diterima, yang disertai respon - Mengenal gangguan sensori dan Activity Therapy
terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, berkompensasi terhadap perubahan - Sepakat dengan pasien untuk membatasi
dilebihkan, disimpangkan atau dirusakkan - Mengidentifikasi atau memperbaiki tingkat aktivitas pasien
potensial bahaya dalam lingkungan - Pantau dan dokumentasikan perubahan status
Batasan Karakteristik pasien
Subjektif : - Pantau tingkat kesadaran pasien
- Distorsi sensori - Orientasikan kepada orang, waktu dan situasi
Objektif : dalam setiap interaksi
- Perubahan pola perilaku
- Perubahan ketajaman sensori
- Perubahan respon yang biasanya terhadap
stimulus
- Disorientasi waktu, tempat, orang
- Konsentrasi buruk

Faktor yang Berhubungan:


- Perubahan resepsi, transmisi, dan/atau
integrasi sensori
5 Resiko Infeksi NOC NIC
Domain 11: Safety/Protection (Keamanan/ - Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
Perlindungan) - Knowledge : Infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
Kelas 1: Infeksi - Risk control lain
Nomor dx: 00004 - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
Kriteria Hasil : tindakan keperawatan
Definisi: peningkatan resiko masuknya - Meningkatkan penembuhan luka - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
organisme patogen tepat waktu, bebas drainase purulen, pelindung
eritema dan demam
Faktor-faktor resiko : - Klien bebas dari tanda dan gejala Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
- Kerusakan jaringan dan peningkatan infeksi - Monitor kerentanan terhadap infeksi
paparan lingkungan - Mendeskripsikan proses penularan - Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
- Peningkatan paparan lingkungan patogen penyakit, factor yang mempengaruhi kemerahan, panas, drainase
penularan serta penatalaksanaannya. - Ispeksi kondisi luka
- Jumlah leukosit dalam batas normal - Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
- Menunjukkan perilaku hidup sehat sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
6 Harga Diri Rendah Situasional NOC: NIC:
Domain 6: Self perception (persepsi diri) - Penyesuaian psikososial: perubahan Peningkatan Harga Diri:
Kelas 2: Harga Diri hidup - Beri penguatan atas kekuatan diri yang
Nomor dx: 00120 - Harga diri diidentifikasi oleh pasien
- Bantu penyusunan tujuan yang realistis untuk
Definisi: Beresiko mengalami persepsi Kriteria Hasil: mencapai harga diri yang lebih tinggi
negative tentang harga diri - Pasien mengungkapkan penerimaan - Bantu pasien mengkaji kembali persepsi
diri negatif tentang dirinya
Batasan Karakteristik: - Mengungkapkan perasaan - Menunjukkan rasa percaya terhadap
- Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu optimisme terhadap masa depan kemampuan pasien untuk mengatasi situasi
menghadapi peristiwa - Pasien akan melakukan perilaku - Dukung peningkatan tanggung jawab diri,
- Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu yang dapat meningkatkan jika diperlukan
menghadapi situasi kepercayaan diri - Beri penghargaan atau pujian atas kemajuan
pasien dalam mencapai tujuan
Faktor yang Berhubungan:
- Gangguan citra tubuh
- Gangguan fungsional
- Penolakan
DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin, Dali. 2013. Buku Ajar Penyakit Kulit Daerah Tropis.(textbook)

Depkes, (1998), Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII, Depkes Jakarta

Djuanda, adi, Hamzah Mochtar, Aizah siti, 2005. Ilmu Penyakit dan Kelamin edisi 4. FK UI.

Jakarta

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III. Media Aeucualpius, Jakarta

Pratiwi. 2012. NIC Manajemen Lingkungan: Keamanan (online)

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2344588-nic-manajemen-lingkungan-

keamanan/ diakses pada 15 September 2014

Wilkinson, Judith. M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi

NIC, Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai