Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
P27820118022
JURUSAN KEPERAWATAN
SURABAYA
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
KUSTA
A. Definisi Kusta
Kusta merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Leprae. Kusta dikenal dengan “The Great Imitator Disease”
karena penyakit ini seringkali tidak disadari karena memiliki gejala yang hampir
mirip dengan penyakit kulit lainnya. Hal ini juga disebabkan oleh bakteri kusta
sendiri mengalami proses pembelahan yang cukup lama yaitu 2–3 minggu dan
memiliki masa inkubasi 2–5 tahun bahkan lebih [CITATION Kem18 \l 1057 ]
Jawa Timur menjadi provinsi dengan insiden kusta tertinggi di pulau jawa
yakni sebanyak 3.373 kasus dan kasus cacat kusta tingkat 2 nya nomor 2 tertinggi,
sebanyak 293 kasus pada tahun lalu 2017 [ CITATION Kem18 \l 1057 ]. Jawa
Timur pernah menjadi provinsi di bagian barat Indonesia dengan kategori high
burden yakni NCDR >10/100.000 penduduk dan atau insiden >1000 kasus tahun
2016 [ CITATION Din18 \l 1057 ].
3
4
Angka prevalensi kusta di Jawa Timur pada tahun 2015 adalah 0,99 per
10.000 penduduk dan meningkat pada tahun 2016 menjadi 1,03 per 10.000
penduduk. Tipe kusta Multibacillar (MB) lebih sering ditemukan di wilayah Jawa
Timur daripada tipe Paucibacillar (PB), namun demikian tipe kusta Paucibacillar
(PB) di Jawa Timur dari tahun 2015-2017 mengalami kenaikan [ CITATION
Din18 \l 1057 ]
B. Klasifikasi
Terdapat banyak jenis klasifikasi penyakit kusta diantaranya adalah
klasifikasi Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, klasifikasi India danklasifikasi
menurut WHO [CITATION Had17 \l 1057 ].
Multibasiler
Tanda utama Pausibasiler (PB)
(MB)
Jumlah 1 sampai Jumlah lebih dari
Bercak kusta.
dengan 5 5
Penebalan saraf tepi
yang
disertai dengan
gangguan
fungsi (gangguan fungsi
bisa Lebih dari satu
Hanya satu saraf
berupa kurang/mati rasa saraf
atau
kelemahan otot yang
dipersarafi oleh saraf
yang
bersangkutan.
Tidak dijumpai Dijumpai basil
Pemeriksaan
basil tahan asam tahan asam
bakteriologi.
(BTA negatif) (BTA positif)
Tabel 2. Tanda lain yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan klasifikasi
menurut WHO (1982) pada penderita kusta
6
C. Etiologi Kusta
pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat [ CITATION Ell19 \l 1057 ].
D. Patofisiologi Kusta
Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh manusia masa sampai
timbulnya gejala dan tanda adalah sangat lama dan bahkan bertahun-tahun,
masa inkubasinya bisa 3-20tahun. Mycobacterium leprae seterusnya bersarang
di sel schwann yang terletak diperineum, karena basil kusta suka daerah yang
dingin yang dekat dengan dengan kulit dengan suhu sekitar 27-300C [ CITATION
Mas14 \l 1057 ].
Sel schwann seterusnya mengalami kematian dan pecah, lalu basil kusta
dikenali oleh sistem imunitas tubuh host, tubuh melakukan proteksi melalui 2
(dua) aspek yaitu imunitas non-sepesifik dan spesifik, makrofag menjadi aktif
memfagosit dan membersihkan dari semua yang tidak dikenali (non-self)
[ CITATION Mas14 \l 1057 ]
E. WOC Kusta
Mycobacterium Leprae
Fagositosis
Pembentukan tuberkel
Kurangnya Informasi
Defisit pengetahuan
F. Penularan Kusta
Cara penularan belum diketahui dengan pasti, hanya berdasarkan
anggapan yangklasik ialah melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan
erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M. Leprae masih dapat
hidup beberapa hari dalam droplet.Penyakit kusta tidak hanya ditularkan oleh
manusia tetapi juga ditularkan oleh binatang seperti armadillo, monyet dan
mangabey [ CITATION Cla08 \l 1057 ]. Walaupun cara penularannya masih belum
9
1. Lama Kontak
Kontak dengan pasien kusta dalam kurun waktu yang lama tampak sangat
berperan dalam penularan kusta. Kusta dapat ditularkan karena ada riwayat kontak
dengan pasien kusta baik serumah ataupun tetangga[ CITATION Gar15 \l 1057 ].
2. Status gizi
3. Imunitas
4. Lingkungan
5. Personal Hygiene
Beberapa contoh dari hendaya primer, yaitu anestesi, kulit kering, dan
claw hand. Pada hendaya sekunder, gangguan yang timbul terjadi akibat
keadaan hendaya primer yang tidak ditangani ataupun gagal di koreksi.
Sebagai contoh yaitu ulkus dan kontraktur. Hendaya kusta dapat terjadi melalui
2 proses yaitu Infiltrasi M.leprae secara langsung terhadap susunan saraf tepi
dan organ kemudian Proses reaksi kusta.
tahun
Obat (Dewasa)
(Anak)
Rifampisin 450 mg/bln 600 mg/bln
Dapson 50 mg/bln 100 mg/bln
(DDS) 50 mg/hari 100 mg/hari
* Sesuaikan dosis bagi anak dengan usia yang lebihkecil dari 10 tahun.
Misalnya, dapson 25mg/hari danrifampisin 300 mg/bulan (diawasi).
* Sesuaikan dosis bagi anak yang berusia < 10 tahun. Misalnya, dapson
25mg/hari dan rifampisin 300 mg/bulan (diawasi). Klofazimin 50 mg 2
kali seminggu, dan Klofazimin 100 mg/bulan (diawasi).
2. Psikiatri
1. Pemeriksaan bakteriologis
Basil tahan asam atau BTA dapat ditemukan pada kulit maupun urin
narakontak. BTA yang ditemukan pada sediaan apus kulit kasus kusta
subklinis memberikan masukan pendapat bahwa kemungkinan orang ini
sangat berperan dalam penularaan penyakit. Pemeriksaan bakteriologis ini
merupakan salah satu pemeriksaaan sederhana dalam menegakkan diagnosa
penderita kusta. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa banyak ditemukan
BTA pada sediaan kulit dari narakontak yang terlihat sehat5 .
2. Pemeriksaan Epidemiologis
Pemeriksaan epidemiologis dapat dilakukan untuk menentukan
peningkatan proporsi BTA positif dari cuping telinga narakontak yang terlihat
sehat
3. Pemeriksaan Imunologis
Imunitas seluler dapat dinilai dengan pemeriksaan in vitro maupun in
vivo. Beberappa uji serologis juga dapat digunakan untuk mengetahui
antibodi yang tumbuh di tubuh dikarenakan kuman M.lepra.
a. Lymphocyte transformation test (LTT)
15
Bharadway juga mendapatkan hasil tes ini positif 83- 88% pada
kontak dengan penderita lepromatosa dan 46% pada kontak non-
lepromatosa sehingga tes ini baik untuk deteksi kusta subklinis.
Kekurangan dari tes ini adalah memerlukan peralatan yang mahal,
proses yang rumit dan membutuhkan tenaga yang terlatih.
d. Tes Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay (ELISA)
Pemeriksaan dengan tehnik ini yang paling banyak digunakan
oleh peneliti-peneliti karena prosesnya lebih mudah dan lebih
sederhana, walaupun angka spesifisitas dan sensitivitasnya lebih kecil
dibandingkan tes FLAABS. Pada tes ini terjadi reaksi antigen dan
antibodi spesifik dari serum penderita yang kemudian diberi label
berupa enzim yang terkait dengan anti human antibodi. Sustrat yang
tidak berwarna apabila ditambahkan ke dalam enzim yang terkait akan
diuraikan sehingga menjadi berwarna dan selanjutnya dibaca dengan
spektrofotometer.
Hasill positif serum antibodi Ig-M dan PGL-1 pada seseorang
tanpa gambaran klinis menunjukkan hasil 36 kemungkinan infeksi
kusta subklinis. Didapatkan hasil positif 90-100% pada lepromatosa
murni (LL) dan borderline lepromatosa (BL), sedangkan pada kasus
borderline tuberkuloid (BT) dan tuberkuloid murni (TT) didapatkan
hasil sebesar 20-30%. Narakontak sehat di daerah endemik rata-rata
menunjukkan hasil seropositif sebesar 25-35%.
e. Tes Mycobacterium Leprae Particle Aglutination (MLPA)
Pemeriksaan dengan tes ini relatif lebih sederhana dan lebih
mudah dilaksanakan serta tidak membutuhkan laboratorium khusus.
Tes ini menggunakan antigen partikel NT-P-BSA (Natural
Trisacharide-Phenyl propiobat-Bovine Serum Albumin). Antigen ini
direaksikan dengan serum darah penderita kusta dengan pengenceran
tertentu dan merupakan reaksi antara antibodi spesifik PGL-1 dengan
antigen spesifik.
Sensitifitas dan spesifisitas dari tes ini hampir sama dengan tes
ELISA. Selain itu juga prosesnya lebih mudah sehingga paling cocok
17
a. Identitas
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Faktor kebiasaan mandi,
kebiasaan cuci rambut, dan kebiasaan membersihkan lantai
merupakan faktor personal hygiene. Faktor ini berpotensi menularkan
M.Leprae jika faktor personal hygiene tidak dilakukan karena ketika
keadaan kotor mikroorganisme mudah berkembang, serta biasanya
klien tidak mengetahui tentang penyakitnya sehingga kurang menjaga
kebersihan personal hygiene.
2) Pola nutrisi dan metabolisme, Konsumsi energi dan protein yang
rendah dapat mengganggu sistem imun dan mengakibatkan mudah
terkena infeksi bakteri M. leprae. Individu yang belum terkena kusta
harus meningkatkan konsumsi energi dan protein agar kekebalan
tubuhnya dapat terjaga [ CITATION Gar15 \l 1057 ]
3) Pola hubungan dan peran, Faktor serupa didapatkan pada penderita
kusta yang sering memperoleh dukungan dari keluarga dapat
membantu proses keberhasilan pengobatan [ CITATION Tuk14 \l 1057 ]
a. Pola persepsi dan konsep diri, penderita kusta menderita tidak hanya
karena penyakitnya saja, juga dijauhi atau dikucilkan oleh masyarakat.
Hal tersebut sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh cacat tubuh
yang nampak menyeramkan. Biasanya klien tidak mengetahui tentang
penyakitnya dan khawatir terhadap penyakitnya, dan merasa malu
untuk bersosialisasi..
4) Pola sensori dan kognitif, Saraf sensorik mengalami mati rasa, saraf
motorik mengalami kelemahan otot (parese) dan kelumpuhan
(paralisis), dan gangguan pada saraf otonom berupa kulit kering dan
retak-retak [ CITATION Gar15 \l 1057 ]
5) Pola penanggulangan strees, penderita kusta merasa takut karena
sering kali ditolak oleh keluarganya dan sulit mendapatkan pekerjaan.
Biasanya penderita tidak mengeluh dengan keadaan penyakitnya,
karena ia takut dikucilkan dari masyarakat sebab penyakit kusta yang
dideritanya [ CITATION Ell19 \l 1057 ]
e. Pemeriksaan Fisik
20
3) Pemeriksaan serologis
Pada pemeriksaan serologis lepra didasarkan atas terbentuknya
antibodi tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M. leprae. Antibodi yang
terbentuk dapat bersifat spesifik dan tidak spesifik. Antibodi yang
spesifik terhadap M. Lepraeyaitu antibodi antiphenolic glycolipid-
1(PGL 1) dan antibodi antiprotein 16kD serta 35kD. Sedangkan
antibodi yang tidak spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan
(LAM), yang juga dihasilkan oleh kuman M. tuberculosis.
g. Pemeriksaan Penunjang
22
b. Gangguan Citra Tubuh b.d Perubahan struktur/bentuk tubuh d.d tidak mau
mengungkapkan kecacatan bagian tubuh, mengungkapkan perasaan
negatif tentang perubahan tubuh, mengungkapkan kekhawatiran pada
penolakan atau reaksi orang lain, menyembunyikan bagian tubuh secara
berlebihan, hubungan sosial berubah (D.0054)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan citra tubuh
meningkat
Kriteria Hasil[ CITATION PPN19 \l 1057 ]:
1) Verbalisasi kecacatan tubuh membaik
2) Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
3) Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang lain
menurun
4) Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun
5) Hubungan sosial membaik
Intervensi[ CITATION PPN18 \l 1057 ] :
1) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
Rasional : Untuk mengetahui penyebab isolasi sosial yang dialami dan
dapat membantu pasien menumbuhkan kembali rasa percaya diri
2) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan gambaran diri dari klien
3) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
Rasional : Untuk mempercepat proses penumbuhan kepercayaan diri
dengan bantuan keluarga
4) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan gambaran diri dari klien
dan dapat membantu klien untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan
keterbukaan
5) Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun
kelompok
Rasional : Agar isolasi sosial yang dialami oleh klien berkurang dan
mampu bersosialisasi dengan orang lain atau kelompok
25
Rasional : Untuk megetahui apakah terjadi infeksi atau tidak dan dapat
dilakukan perawatan dengan cepat dan tepat dan tidak memperberat
infeksi yang terjadi
2) Berikan perawatan kulit
Rasional : Perawatan kulit yang tepat dapat mencegah terjadinya
infeksi
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
Rasional : agar tidak menambah infeksi karenan kuman atau bakteri
yang menempel di perawat dan setelah tindakan agar dari perawat
sendiri terhindar dari penularan infeksi baik langsung maupun tidak
4) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Rasional : Cuci tangan yang benar dapat membunuh kuman atau
bakteri yang menempel di tangan dan mengurangi risiko penularan
5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Rasional : Pemberian asupan nutrisi yang tepat dapat mempercepat
penyembuhan infeksi dan juga mencegah terjadi infeksi yang
berlanjut.
2.14.4 Implementasi
1.
2.14.5 Evaluasi
28
DAFTAR PUSTAKA
Putra, I. G. N. D., Fauzi, N. & Agusni, I., 2009. Kecacatan pada Penderita Kusta
Baru di Divisi Kusta, URJ Penyakit Kulit dan Kelamin, pada Penderita Kusta
Baru di Divisi Kusta, URJ Penyakit Kulit dan Kelamin. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit & Kelamin, 21(1).
Clark, B. et al., 2008. Case Control Stduy of Armadilo Contact And Hansen's
Disease. Journal Tropical Medical Hygiene.
Dinkesprov Jawa Timur, 2018. Profil kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2017.
Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Firnawati, A. F., 2010. Analisis Faktor Resiko Tingkat Kecacatan pada Penderita
Kusta di Puskesmas Padas Kabupaten Ngawi, Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hadi, I. & Kumalasari, M. F., 2017. Kusta Stadium Subklinis.. Surabaya: Program
Studi Arsitektur UIN Sunan Ampel.
Hadi, M. I. & Kumalasari, M. L. F., 2017. Kusta Stadium Subklinis Faktor Risiko
dan Permasalahannya. Surabaya: Program Studi Arsitektur UIN Sunan Ampel.
Hajar, S., 2017. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. MORBUS HANSEN Biokimia
dan Imunopatogenesis, XVII(3), pp. 190-194.
Info Datin, 2018. Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Terhadap Kusta. Jakarta:
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI, 2018. Profil kesehatan Indonesia tahun 2017. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Kosasih, I, M. W., SJ, E. & SM, L., 2010. Kusta dalam Adhi Juanda, Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. VI penyunt. Jakarta: FKUI.
Kuswiyanto, 2015. Ciri Tanda Kusta Terhadap BTA Swab Hidung Siswa SD di
Daerah Endemis Kusta Kabupaten Kayong Utara. Jurnal Vokasi Kesehatan, I(4),
pp. 119-123.
Norlatifah, 2010. Hubungan Kondisi Fisik Rumah, Sarana Air Bersih dan
Karakteristik Masyarakat dengan Kejadian Kusta.
30
Novita, A. I., 2019. Buku Saku Penanganan Pasien Kusta. Jepara: Unit
Rehabilitasi Kusta RSUD Kelet .
PPNI, D., 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP
PPNI.
PPNI, D., 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP
PPNI.
PPNI, D., 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP
PPNI.
Ratnawati, S., 2016. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Risiko Kejadian
Penyakit Kusta (Morbus Hansen). Tunas - Tunas Riset Kesehatan, VI(3), pp. 103
- 109.
Tukiman & Mukhlis, 2014. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga Dengan
Proses Penyembuhan Pada Penderita Kusta di Kabupaten Bengkalis Riau. Jurnal
Keluarga Sehat Sejahtera, XII(23).
Widyaningsih, O. & Menaldi, S. L., 2014. Kusta dalam: Tanto chris, dkk. KApita
Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapis h.
31
ASUHAN KEPERAWATAN NY.K DENGAN KUSTA
A. Pengkajian
I. Identitas
Nama Pasien : Ny. K
Umur Pasien : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bogor
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 29 Maret 2021
Diagnosa medis : Kusta
II. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengatakan gatal- gatal, sakit pada persendian siku tangan dan lutut kiri dan
kanan.
P: Nyeri saat berjalan atau bergerak
Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: Sakit pada persendian tangan dan kaki kiri dan kanan
S: skala 3
T: Nyeri hampir setiap saat
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan penyakit ini mulai dirasakan sejak tahun 2020, dan sudah
pernah minum obat, dan mulai kambuh sejak bulan Maret 2021 kemari. Keluhan
sekarang pasien mengatakan sakit pada seluruh persendian siku tangan dan lutut,
badan kemerahan dan panas, merasa malu dengan keadaan sekarang, lebih banyak
didalam rumah karena malu, belum mengetahui tentang apa itu penyakit kusta,
klien sering bertanya tentang penyakit kusta, tinggal dalam satu rumah 8 orang
dan sering menggunakan barang-barang didalam rumah secara bersamaan. Teraba
seluruh kulit mengeras dan bercak-bercak kemerahan, adanya tanda-tanda bekas
garukan, tampak malu saat ditanya, tampak pasien lebih banyak diam dan hanya
bicara saat ditanya, tampak pasien bingung saat ditanya tentang apa itu kusta,
Klien mengatakan adanya gatal-gatal, sehingga klien menggarukkan dengan keras
dan menimbulkan luka bekas garukan
c. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan bahwa tidak mempunyai penyakit diabetes, hipertensi, dan
hepatitis serta klien sebelumnya tidak pernah mengalami sakit seperti ini, biasaya
hanya batuk pilek. Waktu sehat badannya mulus tidak seperti ini.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat keluarga yang juga mengalami kusta.
III. Pola-pola fungsi kesehatan
b. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
SMRS : Klien mengatakan selama ini olahraga, tetapi jarang dilakukan. Klien
kurang menjaga kebersihan diri.
MRS : Klien mengatakan klien tidak mengetahui tentang penyakitnya
sehingga kurang menjaga kebersihan diri.
c. Pola nutrisi dan metabolisme
SMRS : Klien mengatakan bahwa makan 2 kali sehari dalam bentuk nasi,
sayur, dan lauk. Minum ±1-1,5 L.
MRS : Klien mengatakan bahwa klien makan 3 kali sehari dengan menu
yang diberikan oleh rumah sakit. Minum ±1 L.
d. Pola eliminasi
SMRS : Klien mengatakan bahwa BAB 1x/hari. Karakter feses : warna kuning
kecoklatan, konsistensi lunak, tidak ada darah, tidak ada kesulitan BAB. BAK 4-
5x/hari , kurang lebih satu botol aqua besar (±1000 cc). karakter urin : kuning,
jernih, bau urine khas, tidak ada kesulitan BAK.
MRS : Klien mengatakan bahwa BAB 1x/hari. Karakter feses : warna kuning
kecoklatan, konsistensi lunak, tidak ada darah. BAK 5x/hari , kurang lebih satu
botol aqua besar (±1000 cc). karakter urin : kuning, jernih, bau urine khas.
e. Pola tidur dan istirahat
SMRS : Klien tidak mengalami gangguan pola tidur, klien tidur selama
kurang lebih 8 jam.
MRS : Klien mengatakan bahwa lebih sering tidur dirumah sakit, tidur siang
± 2 jam, dan tidur malam ±6 jam. Klien mengatakan terkadang terbangun jika
merasakan gatal-gatal, sehingga klien menggarukkan dengan keras dan
menimbulkan luka bekas garukan
f. Pola aktivitas
SMRS : Klien mengatakan bahwa mengatakan bahwa seorang ibu rumah
tangga aktivitasnya hanya melakukan pekerjaan rumah, klien jarang berolahraga
karena kadang badan terasa lemah dan lelah.
MRS : Klien mengatakan bahwa klien hanya berbaring di tempat tidur.
g. Pola hubungan dan peran
SMRS : Klien mengatakan merasa malu dengan keadaan sekarang, pasien
mengatakan lebih banyak didalam rumah karena malu dengan tetangga.
MRS : Pasien tampak malu saat ditanya, tampak pasien lebih banyak diam
dan hanya bicara saat ditanya, klien mengungkapkan keluhannya.
h. Pola sensori dan kognitif
SMRS : Klien mengatakan bahwa tidak ada gangguan pendengaran,
penglihatan, pengecap, penciuman, dan perabaan.
MRS : Klien mengatakan bahwa tidak ada gangguan pendengaran,
penglihatan, pengecap, penciuman, dan perabaan.
i. Pola persepsi dan konsep diri
SMRS : Klien mengatakan khawatir terhadap penyakitnya, tidak,memiliki
respon verbal yang baik dan mudah berkomunikasi
MRS : Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya dan
khawatir terhadap penyakitnya, dan merasa malu untuk bersosialisasi..
j. Pola reproduksi seksual
Klien mengatakan sudah menikah dan dikaruniani satu orang anak berjenis
kelamin laki-laki. Tidak ada masalah reproduksi
k. Pola penanggulangan stress
SMRS : Klien merasa takut karena sering kali ditolak oleh keluarganya dan
sulit mendapatkan pekerjaan. Biasanya penderita tidak mengeluh dengan keadaan
penyakitnya, karena ia takut dikucilkan dari masyarakat sebab penyakit kusta
yang dideritanya
MRS : Klien mengatakan malu untuk berinteraksi dengan orang lain.
l. Pola tata nilai dan kepercayaan
SMRS : Klien mengatakan beragama islam, klien beribadah dengan baik.
MRS :Klien mengatakan dapat beribadah dengan baik dan lebih
mendekatkan diri kepada Allah.
IV. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Compos mentis, GCS E:4 V:5 M :6.
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
RR: 18 x/menit
Suhu : 36,8°C
b. Sistem integument
Adanya gatal-gatal, elastisitas turgor kulit tidak ada karena (kaku/mengeras),
warna sawo kemerahan, kulit kering, kuku pendek dan bersih. Teraba seluruh kulit
mengeras dan bercak-bercak kemerahan, adanya tanda-tanda bekas garukan pada
kaki dengan ukuran luas, P: 15-20 cm, L: 5- 10 cm
c. Kepala
Bentuk simetris, tidak ada benjolan, tidak ada ketombe, tidak ada lesi dan nyeri
tekan.
d. Muka
Muka klien simetris, tidak terdapat oedema, dan otot muka dan rahang klien kuat,
wajah tampak meringis dan gelisah. Serta klien tampak lemah.
e. Mata
Letak simetris antara kanan dan kiri, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupi
lisokor, penglihatan baik.
f. Telinga
Letak simetris antara kanan dan kiri, terlihat bersih, tidak ada lesi, tidak ada
benjolan.
g. Hidung
Tidak ada obstruksi, tidak ada secret kavum nasi lapang.
h. Mulut dan faring
Letak simetris antara kanan dan kiri, terlihat bersih, tidak ada lesi, tidak ada
benjolan.
i. Leher
Bentuk simetris, tidak terdapat nyeri tekan.
j. Thoraks
Tidak ada oedema, tidak ada kelainan, pergerakan dada simetris
k. Paru-paru
Inspeksi: RR 20 x/ menit, tidak terdapat cuping hidung, ada gerakan otot bantu
pernafasan saat bernafas, pengembangan dada kanan dan kiri simetris. Palpasi :
tidak ada nyeri tekan Perkusi : sonor di semua lapang paru Auskultasi : suara paru
bersih (vesikuler.
l. Jantung
Inspeksi: tidak terlihat pergerakan ictus cordis Palpasi : Ictus cordis teraba pada
rongga intercostal ke enam pada garis medio-klavikularis. Perkusi : Terdengar
bunyi pekak Auskultasi : Terdengar bunyi jantung I dan II murni tanpa adanya
bunyi jantung tambahan.
m. Abdomen
Inspeksi: bentuk cembung, warna kulit sawo matang, tidak ada penonjolan, tidak
ada jaringan parut, tidak ada inflamasi dan tidak ada pengeluaran umbilicus.
Auskultasi : bising usus< 12x /menit. Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan.
n. Inguinal-Genetalia-Anus
Tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan dan nyeri tekan, tidak mengalami gangguan
organ genetalia dan anus.
o. Ekstermitas
Ada nyeri pada persendian tangan dan kaki, tidak ada kelainan ekstremitas, tidak
ada lesi, capillary refill< 3 detik, turgor kulit baik, kulit teraba lembab. Klien
mengeluh terjadi kelemahan pada otot tangan dan kaki, sehingga bergerak
menjadi terbatas.
V. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis penyakit kusta ditetapkan dengan cara mengenali cardinal sign atau
tanda utama penyakit kusta yaitu:
- Bercak pada kulit yang mengalami mati rasa; bercak dapat berwarna putih
(hypopigmentasi) atau berwarna merah (erithematous), penebalan kulit (plak
infiltrate) atau berupa nodul-nodul. Mati rasa dapat terjadi terhadap rasa
raba, suhu, dan sakit yang terjadi secara total atau sebagian.
- Penebalan pada saraf tepi yang disertai dengan rasa nyeri dan gangguan pada
fungsi saraf yang terkena. Saraf sensorik mengalami mati rasa, saraf motorik
mengalami kelemahan otot (parese) dan kelumpuhan (paralisis), dan
gangguan pada saraf otonom berupa kulit kering dan retak-retak.
- Pemeriksaan hapusan jaringan kulit dihasilkan yaitu BTA positif [ CITATION
Gar15 \l 1057 ]
-
Fagositosis
Pembentukan tuberkel
Kusta
Saraf motor
Kelemahan otot
Gangguan Mobilitas
Fisik
Sekresi Histamin
Respon Gatal
Kurangnya terpapar
Informasi
DS: Klien mengatakan Mycrobacterium Leprae Resiko infeksi
adanya gatal-gatal, sehingga
Droplet infection atau
klien menggarukkan dan
kontak dengan kulit
menimbulkan luka bekas
garukan Masuk dalam pembuluh
darah dan sel saraf
DO: teraba seluruh kulit
schwan
mengeras dan bercak-bercak
kemerahan, adanya tanda- Sistem imun seluler
Kusta
Saraf otonom
Gangguan kelenjar
minyak & darah
Sekresi histamine
Respon gatal
Digaruk
Resiko infeksi
V. Perencanaan keperawatan
a. Dx 1 : Kerusakan integritas kulit/jaringan b.d perubahan sirkulasid.d kerusakan
jaringan dan/atau jaringan kulit, kemerahan (SDKI D. 0129)
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam diharapkan terjadi
kerusakan integritas kulit menurun.
Kriteria hasil [ CITATION PPN19 \l 1057 ]:
1) kemerahan menurun.
2) Kerusakan lapisan kulit menurun.
3) Tekstur membaik
4) Elastisitas meningkat
Intervensi[ CITATION PPN18 \l 1057 ] :
Observasi
1) Monitor warna, turgor, sirkulasi dan sensasi.
Rasional : Agar dapat mengetahui perubahan warna, turgor, sirkulasi dan
sensasi Klien.
Teraupeutik
2) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Rasional : Karena alkohol dapat membuat kulit semakin kering.
3) Dapatkan kultur dari lesi kulit terbuka.
Rasional : Dapat mengidentifikasi bakteri patogen dan pilihan perawatan
yang sesuai.
4) Gunakan/berikan obat topical atau sistemik sesuai indikasi.
Rasional : Digunakan pada perawatan lesi kulit.
5) Lindungi lesi dengan salep antibiotic sesuai petunjuk.
Rasional : Melindungi area lesi dari kontaminasi bakteri dan meningkatkan
penyembuhan.
Edukasi
6) Anjurkan minum yang cukup.
Rasional : Agar meningkatkan kelembapan kulit
7) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisii, buah dan sayur.
Rasional : Agar mempercepat kesembuhan kerusakan kulit
8) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
Rasional : Agar kulit klien bersih,mengurangi resiko infeksi.
b. Dx 2 : Gangguan Citra Tubuh b.d Perubahan struktur/bentuk tubuh d.d tidak mau
mengungkapkan kecacatan bagian tubuh, mengungkapkan perasaan negatif tentang
perubahan tubuh, mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang
lain, menyembunyikan bagian tubuh secara berlebihan, hubungan sosial berubah
(D.0054)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan citra tubuh meningkat
Kriteria Hasil[ CITATION PPN19 \l 1057 ]:
1) Verbalisasi kecacatan tubuh membaik.
2) Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
3) Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang lain menurun
4) Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun
5) Hubungan sosial membaik
Intervensi[ CITATION PPN18 \l 1057 ] :
Observasi
1) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
Rasional : Untuk mengetahui penyebab isolasi sosial yang dialami dan
dapat membantu pasien menumbuhkan kembali rasa percaya diri
2) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan gambaran diri dari klien
Terapeutik
3) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
Rasional : Untuk mempercepat proses penumbuhan kepercayaan diri
dengan bantuan keluarga
Edukasi
4) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan gambaran diri dari klien dan
dapat membantu klien untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan
keterbukaan
5) Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun kelompok
Rasional : Agar isolasi sosial yang dialami oleh klien berkurang dan mampu
bersosialisasi dengan orang lain atau kelompok
c. Dx 3 : Gangguan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d Kekuatan otot
menurun, ROM menurun, gerakan terbatas, Fisik lemah (D.0083)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan mobilitas fisik
meningkat
Kriteria Hasil [ CITATION PPN19 \l 1057 ] :
1) Kekuatan otot meningkat
2) Rentang gerak (ROM) meningkat
3) Gerakan terbatas menurun
4) Kelemahan fisik menurun
Intervensi[ CITATION PPN18 \l 1057 ]:
1) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Rasional : Untuk mengetahui toleransi fisik apa yang digunakan agar
pemberian mobilisasi tepat dilakukan dan sesuai dengan toleransi fisik yang
dialami
2) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Rasional : Agar mobilasi yang dilakukan dapat berjalan dengan optimal
3) Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
Rasional : Jika pergerakan dapat dilakukan dapat mengurangi kekakuan
otot atau sendi akibat gangguan mobilitas fisik
4) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Rasional : Agar tidak terjadi kekakuan otot atau sendi yang disebabkan
gangguan mobilitas fisik
5) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
Rasional : untuk menghindari terjadinya komplikasi akibat kurangnya
pergerakan yang dilakukan oleh klien
d. Defisit pengetahuan tentang kusta b.d kurang terpapar informasi d.d Menanyakan
masalah yang dihadapi, menunjukkan perilaku yang tidak sesuai anjuran,
menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah (D. 0111)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan dapat paham tentang
Kusta
Kriteria Hasil[ CITATION PPN19 \l 1057 ] :
1) Pertanyaan masalah yang dihadapi menurun
2) Persepsi yang keliru terhadap masalah
3) Perilaku sesuai anjuran meningkat
Intervensi [ CITATION PPN18 \l 1057 ] :
III.Implementasi
Senin,29 Maret 2021
No. Diagnosa keperawatan Tindakan Keperawatan
1. Kerusakan integritas Senin,29 Maret 2021
kulit/jaringan b.d perubahan (08.00 Wib)
sirkulasi d.d kerusakan jaringan 1. Monitor warna, turgor, sirkulasi dan
dan/atau jaringan kulit, sensasi.
kemerahan (SDKI D. 0129) Respon : Adanya gatal-gatal,
elastisitas turgor kulit tidak ada
karena (kaku/mengeras), warna sawo
kemerahan, kulit kering, kuku pendek
dan bersih. Teraba seluruh kulit
mengeras dan bercak-bercak
kemerahan, adanya tanda-tanda bekas
garukan pada kaki dengan ukuran
luas, P: 15-20 cm, L: 5- 10 cm
(08.05 Wib)
2. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
Respon : Klien kooperatif.
(08.07 Wib)
3. Dapatkan kultur dari lesi kulit
terbuka.
Respon : Klien kooperatif
(08.10 Wib)
4. Gunakan/berikan obat topical atau
sistemik sesuai indikasi.
Respon : Klien kooperatif
(08.15 Wib)
5. Lindungi lesi dengan salep antibiotik
sesuai petunjuk.
Respon : Klien kooperatif
(08.48 Wib)
6. Anjurkan minum yang cukup.
Respon : Klien memehami yang
dianjurkan dan kooperatif.
(08.20 Wib)
7. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi, buah dan sayur.
Respon : Klien memehami yang
dianjurkan dan kooperatif.
(08.25 Wib)
8. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya.
Respon : Klien memehami yang
dianjurkan dan kooperatif.
IMPLEMENTASI
Rabu,31 Maret 2021
Evaluasi
Tanda
No. Diagnosa Keperawatan Catatan Perkembangan Tangan/
Paraf
1. Kerusakan integritas S : Klien mengatakan kemerahan
kulit/jaringan b.d berkurang dari sebelumnya
perubahan sirkulasi d.d
O: Teraba seluruh kulit mengeras
kerusakan jaringan
dan bercak-bercak kemerahan
dan/atau jaringan kulit,
menurun, Kerusakan lapisan kulit
kemerahan (SDKI D.
menurun,elastisitas meningkat
0129)
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
2. Gangguan Citra Tubuh b.d S: Klien mengatakan merasa malu
Perubahan struktur/bentuk terhadap dirinya berkurag
tubuh d.d tidak mau sehingga lebih percaya diri
mengungkapkan kecacatan dengan keadaan sekarang,
bagian tubuh,
O : klien tampak lebih percaya diri
mengungkapkan perasaan
saat ditanya
negatif tentang perubahan
tubuh, mengungkapkan A : Masalah belum teratasi
kekhawatiran pada P : Intervensi dilanjutkan
penolakan atau reaksi
orang lain,
menyembunyikan bagian
tubuh secara berlebihan,
hubungan sosial berubah
(D.0083)
Evaluasi
Tanda
No. Diagnosa Keperawatan Catatan Perkembangan Tangan/
Paraf
1. Kerusakan integritas S : Klien mengatakan kemerahan
kulit/jaringan b.d berkurang dari sebelumnya
perubahan sirkulasi d.d
O: Teraba seluruh kulit mengeras
kerusakan jaringan
dan bercak-bercak kemerahan
dan/atau jaringan kulit,
menurun, Kerusakan lapisan kulit
kemerahan (SDKI D.
menurun,elastisitas meningkat
0129)
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
Tanda
No. Diagnosa Keperawatan Catatan Perkembangan Tangan/
Paraf
1. Kerusakan integritas S : Klien mengatakan kemerahan
kulit/jaringan b.d berkurang
perubahan sirkulasi d.d
O: Teraba seluruh kulit mengeras
kerusakan jaringan
dan bercak-bercak kemerahan
dan/atau jaringan kulit,
menurun, Kerusakan lapisan kulit
kemerahan (SDKI D.
menurun,elastisitas meningkat
0129)
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan