Anda di halaman 1dari 57

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB) 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KUSTA

Dosen Pembimbing :

Irfany Nurul H., SST. M. Tr. Kep

Disusun Oleh :

Elly Tryana Wigati

P27820118022

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO

SURABAYA

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

KUSTA
A. Definisi Kusta
Kusta merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Leprae. Kusta dikenal dengan “The Great Imitator Disease”
karena penyakit ini seringkali tidak disadari karena memiliki gejala yang hampir
mirip dengan penyakit kulit lainnya. Hal ini juga disebabkan oleh bakteri kusta
sendiri mengalami proses pembelahan yang cukup lama yaitu 2–3 minggu dan
memiliki masa inkubasi 2–5 tahun bahkan lebih [CITATION Kem18 \l 1057 ]

Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium leprae. Penyakit ini mempunyai afinitas utama pada saraf
tepi/perifer, kemudian kulit, dan dapat mengenai organ tubuh lain seperti mata,
mukosa saluran napas atas, otot, tulang dan testis.[ CITATION MEN19 \l 1057 ]

2.2 Epidimiologi Kusta


Insiden kusta di dunia pada tahun 2016 berdasarkan data WHO mengalami
peningkatan, yakni dari 211.973 pada tahun 2015 menjadi 214.783 di tahun 2016.
Sebesar 94% dari insiden kusta ini dilaporkan oleh 14 negara dengan >1000 kasus
baru tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan masih banyak wilayah yang menjadi
kantong endemisitas tinggi kusta di dunia. Asia Tenggara merupakan regional
dengan insiden kusta tertinggi yakni 161.263 kasus tahun 2016. Indonesia
merupakan negara dengan penyumbang insiden kusta ke-3 tertinggi di dunia,
yakni sebanyak 16.286 kasus, setelah Brazil (25.218 kasus) & India (145.485
kasus) [ CITATION Tam19 \l 1057 ].

Jawa Timur menjadi provinsi dengan insiden kusta tertinggi di pulau jawa
yakni sebanyak 3.373 kasus dan kasus cacat kusta tingkat 2 nya nomor 2 tertinggi,
sebanyak 293 kasus pada tahun lalu 2017 [ CITATION Kem18 \l 1057 ]. Jawa
Timur pernah menjadi provinsi di bagian barat Indonesia dengan kategori high
burden yakni NCDR >10/100.000 penduduk dan atau insiden >1000 kasus tahun
2016 [ CITATION Din18 \l 1057 ].

3
4

Angka prevalensi kusta di Jawa Timur pada tahun 2015 adalah 0,99 per
10.000 penduduk dan meningkat pada tahun 2016 menjadi 1,03 per 10.000
penduduk. Tipe kusta Multibacillar (MB) lebih sering ditemukan di wilayah Jawa
Timur daripada tipe Paucibacillar (PB), namun demikian tipe kusta Paucibacillar
(PB) di Jawa Timur dari tahun 2015-2017 mengalami kenaikan [ CITATION
Din18 \l 1057 ]

B. Klasifikasi
Terdapat banyak jenis klasifikasi penyakit kusta diantaranya adalah
klasifikasi Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, klasifikasi India danklasifikasi
menurut WHO [CITATION Had17 \l 1057 ].

1. Klasifikasi Internasional: klasifikasi Madrid (1953)

Pada klasifikasi ini penyakit kusta dibagi atas Indeterminate (I),


Tuberculoid (T), Borderline-Dimorphous (B), Lepromatous (L). Klasifikasi
ini merupakan klasifikasi paling sederhana berdasarkan manifestasi klinis,
pemeriksaan bakteriologis, dan pemeriksaan histopatologi, sesuai
rekomendasi dari International Leprosy Association di Madrid tahun 1953.

2. Klasifikasi Ridley-Jopling (1966)

Pada klasifikasi ini penyakit kusta adalah suatu spektrum klinis


mulai dari daya kekebalan tubuhnya rendah pada suatu sisi sampai mereka
yang memiliki kekebalan yang tinggi terhadap M.leprae di sisi yang lainnya.
Kekebalan seluler (cell mediated imunity = CMI) seseorang yang akan
menentukan apakah dia akan menderita kusta apabila individu tersebut
mendapat infeksi M.leprae dan tipe kusta yang akan dideritanya pada
spektrum penyakit kusta. Sistem klasifikasi ini banyak digunakan pada
penelitian penyakit kusta, karena bias menjelaskan hubungan antara interaksi
kuman dengan respon imunologi seseorang, terutama respon imun seluler
spesifik.
Kelima tipe kusta menurut Ridley-Jopling adalah tipe Lepromatous (LL), tipe
Borderline Lepromatous (BL), tipe Mid-Borderline (BB), tipe Borderline
Tuberculoid (BT), dan tipe Tuberculoid (T)
5

3. Klasfikasi menurut WHO

Pada tahun 1982, WHO mengembangkan klasifikasi untuk


memudahkan pengobatan di lapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh penderita
kusta hanya dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe Pausibasiler (PB) dan tipe
Multibasiler (MB). Sampai saat ini Departemen Kesehatan Indonesia
menerapkan klasifikasi menurut WHO sebagai pedoman pengobatan
penderita kusta. Dasar dari klasifikasi ini berdasarkan manifestasi klinis dan
hasil pemeriksaan bakteriologi.

Tabel 1. Pedoman utama dalam menentukan klasifikasi / tipe penyakit


kusta menurut WHO (1982)

Multibasiler
Tanda utama Pausibasiler (PB)
(MB)
Jumlah 1 sampai Jumlah lebih dari
Bercak kusta.
dengan 5 5
Penebalan saraf tepi
yang
disertai dengan
gangguan
fungsi (gangguan fungsi
bisa Lebih dari satu
Hanya satu saraf
berupa kurang/mati rasa saraf
atau
kelemahan otot yang
dipersarafi oleh saraf
yang
bersangkutan.
Tidak dijumpai Dijumpai basil
Pemeriksaan
basil tahan asam tahan asam
bakteriologi.
(BTA negatif) (BTA positif)
Tabel 2. Tanda lain yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan klasifikasi
menurut WHO (1982) pada penderita kusta
6

Kelainan kulit dan


Pausibasiler
hasil Multibasiler (MB)
(PB)
pemeriksaan
1. Bercak (makula)
mati rasa
a. Ukuran Kecil dan besar Kecil-kecil
Unilateral atau
b. Distribusi bilateral Bilateral simetris
asimetris
Kering dan
c. Konsistensi Halus, berkilat
kasar
d. Batas Tegas Kurang tegas
Biasanya tidak jelas,
e. Kehilangan rasa Selalu ada dan
jika ada, terjadi pada
pada bercak tegas
yang sudah lanjut
f. Kehilangan
kemampuan Biasanya tidak jelas,
Selalu ada dan
berkeringat, jika ada, terjadi pada
jelas
rambut rontok yang sudah lanjut
pada bercak
2. Infiltrat
Ada, kadang-kadang
a. Kulit Tidak ada
tidak ada
Tidak pernah Ada, kadang-kadang
b. Membran mukosa
ada tidak ada
- Punched out
lession
- Madarosis
c. Ciri-ciri Central healing
- Ginekomasti
- Hidung pelana
- Suara sengau
d. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada
e. Deformitas Terjadi dini Biasanya asimetris

C. Etiologi Kusta

Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya adalah


Mycobacterium leprae yang intraseluler olbligat. Syaraf perifer sebagai afinitas
7

pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat [ CITATION Ell19 \l 1057 ].

Mycobakterium Lepraeatau kuman Hansen adalah kuman penyebab


penyakit kustayang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia GH. Armauer
Hansen pada tahun 1874 M.Leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x
0,5 Um, tahan asam dan alkoholserta Gram positif.Mycobakterium leprae
merupakan basil tahan asam, obligat intraseluler yang dapat bereproduksi
secara maksimal pada suhu 27-30 ℃. Mikroba ini berkembang biar dengan
baik pada jaringan dengan suhu rendah, seperti kulit, saraf perifer,
saluranpernafasan atas dan testis. Jalur transmisinya masih belum jelas,
diperkirakan transmisijadi melalui droplet, vektor serangga, atau kontak
dengan tanah dengan yang bersangkutan [ CITATION Wid14 \l 1057 ]

D. Patofisiologi Kusta
Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh manusia masa sampai
timbulnya gejala dan tanda adalah sangat lama dan bahkan bertahun-tahun,
masa inkubasinya bisa 3-20tahun. Mycobacterium leprae seterusnya bersarang
di sel schwann yang terletak diperineum, karena basil kusta suka daerah yang
dingin yang dekat dengan dengan kulit dengan suhu sekitar 27-300C [ CITATION
Mas14 \l 1057 ].

Sel schwann seterusnya mengalami kematian dan pecah, lalu basil kusta
dikenali oleh sistem imunitas tubuh host, tubuh melakukan proteksi melalui 2
(dua) aspek yaitu imunitas non-sepesifik dan spesifik, makrofag menjadi aktif
memfagosit dan membersihkan dari semua yang tidak dikenali (non-self)
[ CITATION Mas14 \l 1057 ]

E. WOC Kusta
Mycobacterium Leprae

Droplet infection atau kntak dengan kulit

Masuk dalam pembuluh darah dermis & selschwan

Sistem imun seluler meningkat


8

Fagositosis

Pembentukan tuberkel

Morbus hansen (kusta)

Pause Basiler (PB) Multi Basiler

Gangguan saraf tepi

Saraf motor saraf otonom saraf sensorik

Kelemahan otot Gangguan kelenjar minyak dan darah Fibrosis

Intoleransi aktivitas Kulit kering, bercak Penebalan saraf


mucula seluruh tubuh

Sekresi Histamin Gangguan fungsi barrier kulit

Respon Gatal Kerusakan Integritas kulit

Gangguan Cita tubuh Resiko Infeksi

Kurangnya Informasi

Defisit pengetahuan

F. Penularan Kusta
Cara penularan belum diketahui dengan pasti, hanya berdasarkan
anggapan yangklasik ialah melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan
erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M. Leprae masih dapat
hidup beberapa hari dalam droplet.Penyakit kusta tidak hanya ditularkan oleh
manusia tetapi juga ditularkan oleh binatang seperti armadillo, monyet dan
mangabey [ CITATION Cla08 \l 1057 ]. Walaupun cara penularannya masih belum
9

diketahui tetapi banyak faktor yang mempengaruhi penularan. Faktor yang


mempengaruhi penularan kusta adalah:

1. Lama Kontak

Kontak dengan pasien kusta dalam kurun waktu yang lama tampak sangat
berperan dalam penularan kusta. Kusta dapat ditularkan karena ada riwayat kontak
dengan pasien kusta baik serumah ataupun tetangga[ CITATION Gar15 \l 1057 ].

2. Status gizi

Konsumsi energi dan protein yang rendahdapat mengganggu sistem imun


dan mengakibatkan mudah terkena infeksi bakteri M. leprae. Individu yang belum
terkena kusta harus meningkatkan konsumsi energi dan protein agar
kekebalan tubuhnya dapat terjaga[ CITATION Gar15 \l 1057 ].

3. Imunitas

Perkembangan M. Leprae setelah masuk kedalam tubuh, bergantung pada


kerentanan seseorang. Respon tubuh manusia setelah masa tunas tergantung
pada sistem imunitas seluler pasien. Jika sistem imun yang pasien tinggi, maka
klasifikasi kusta mengarah ke tuberkuloid dan jika sistem imun pasien rendah,
maka kusta mengarah ke lepromatosa[ CITATION Gar15 \l 1057 ].

4. Lingkungan

Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebaran kusta adalah


keadaan suhu rumah, pencahayaan alami rumah, luas hunian kamar, dan
kebiasaan. membersihkan lantai. Faktor keadaan suhu rumah dan pencahayaan
alami rumah mempengaruhi tingkat kelembaban diruangan rumah. Udara yang
lembab menjadi tempat yang baik untuk berkembangnya mikroorganisme
terutama M. Leprae.[ CITATION Gar15 \l 1057 ].

5. Personal Hygiene

Faktor kebiasaan mandi, kebiasaan cucirambut, dan kebiasaan


membersihkan lantai merupakan faktor personalhygiene. Faktor ini berpotensi
menularkan M.Leprae jika faktor personal hygiene tidak dilakukan karena
10

ketikakeadaan kotor mikroorganisme mudah berkembang [ CITATION Gar15 \l


1057 ].

F. Manifestasi Klinis Kusta


Tiga gejala utama (Cardinal Sign) penyakit kusta adalah [ CITATION Gar15 \l 1057 ]:

1. Makuia hipopigmentasi atau anestesi pada kulit


2. Kerusakan saraf perifer
3. Hasil pemeriksaan laboratorium dan kerokan kulit menunjukkan BTA
positif

Kelainan kulit dan PB MB


hasil pemeriksaan
bakteriologis
1. Bercak
a. Jumlah
1-5 Banyak
b. Ukuran
c. Distribusi Kecil dan besar Kecil – kecil

d. Konsistensi Unilateral dan bilateral Bilateral, simetris


e. Batas
Asimetris Halus, berkilat
f. Kehilangan sensasi
rasa pada area Kering dan kasar Kurang tegas
bercak,
Tegas, selalu ada dan Biasanya tidak jelas, jika
g. Kehilangan
jelas ada, terjadi pada yang
kemampuan,
sudah lanjut
berkeringat, bulu
Bercak masih
rontok pada area Bercak tidak
berkeringat, bulu tidak
bercak berkeringat, bulu
rontok
rontok pada area bercak
2. Infiltrat
a. Kulit
Tidak ada Ada, kadang – kadang
b. Membran mukosa
tidak ada
(hidung tersumbat, Tidak ada
perdarahan di Ada, kadang – kadang
11

hidung) tidak ada


3. Ciri – ciri khusus Central healing 1. Lesi “punched out”
(penyembuhan di 2. Madarosis
tengah) 3. Ginekomastia
4. Hidung pelana
5. Suara sengau
4. Nodulus Tidak ada Kadang – kadang ada
5. Penebalan saraf Lebih sering terjadi Terjadi pada penyakit
perifer dini, asimetris lanjut biasanya lebih
dari satu dan simetris
Deformitas (Cacat) Biasanya asimetris, Terjadi pada stadium
terjadi dini lanjut
Apusan BTA negative BTA positif

G. Masa Inkubasi Kusta


Berkisar antara 9 bulan sampai 20 tahun dengan rata – rata adalah 4
tahun untuk kusta tuberkuloid dab dua kali lebih lama untuk kusta lepromatosa.
Penyakit ini jarang sekali ditemukan pada anak – anak di bawah umur 3 tahun;
meskipun, lebih dari 50 kasus telah ditemukan pada anak – anak di bawah usia
1 tahun, yang paling muda adalah usia 2,5 bulan [ CITATION Mas14 \l 1057 ]

H. Derajat Kecacatan Kusta


Kriteria tingkat kecacatan 0,1,2 (sixth WHO Expert Committee on
Leprosy 1988) yaitu[ CITATION Put09 \l 1057 ]:

1. Untuk tangan dan kaki tingkat


a. 0 : tidak ada anastesi, tidak ada deformitas
b. 1 : didapatkan adanya anastesia, akan tetapi belum ada kerusakan/
deformitas,
c. 2 : didapatkan adanya deformitas/kerusakan (ulkus, mutilasi,
kekakuan, dan lain-lain);
2. Untuk mata
12

a. 0 : tidak ada anastesi, tidak adadeformitas, tidak ada kelainan


b. 1 : didapatkan tidak ada kelainan, didapatkan kelainan pada mata,
akan tetapi penglihatan tidak terganggu (dapat menghitung jari
pada jarak 6 meter/visus 6/60)
c. 2 : didapatkan gangguan penglihatan (visus < 6/60, tidak dapat
menghitung jari pada jarak 6 meter).

I. Komplikasi Kusta [ CITATION MEN19 \l 1057 ]


Pada penyakit kusta, dapat terjadi pada beberapa organ seperti kaki,
tangan, dan mata. Keadaan tersebut diawali dengan adanya kerusakan saraf
yang berbentuk nyeri saraf, sensibilitas yang hilang, dan kekuatan otot motorik
yang berkurang. Terdapat 2 jenis hendaya, yaitu primer dan sekunder. Hendaya
primer adalah kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas langsung bakteri M.
leprae terhadap jaringan.

Beberapa contoh dari hendaya primer, yaitu anestesi, kulit kering, dan
claw hand. Pada hendaya sekunder, gangguan yang timbul terjadi akibat
keadaan hendaya primer yang tidak ditangani ataupun gagal di koreksi.
Sebagai contoh yaitu ulkus dan kontraktur. Hendaya kusta dapat terjadi melalui
2 proses yaitu Infiltrasi M.leprae secara langsung terhadap susunan saraf tepi
dan organ kemudian Proses reaksi kusta.

J. Penatalaksaan Kusta [ CITATION Nov19 \l 1057 ]


1. Farmakologis
a. Multi drug therapy
Multi Drug Therapy (MDT) adalah kombinasi dua ataulebih obat
anti kusta, salah satunya rifampisin sebagaianti kusta yang bersifat
bakterisidal kuat sedangkanobat anti kusta lain bersifat bakteriostatik.
Obat MDTtersedia dalam bentuk blister untuk pasien dewasa
dan anak berusia 10-14 tahun.

Tabel 5. Dosis MDT pada pasien kusta tipe PB

Jenis 10-<15 ≥ 15 tahun


13

tahun
Obat (Dewasa)
(Anak)
Rifampisin 450 mg/bln 600 mg/bln
Dapson 50 mg/bln 100 mg/bln
(DDS) 50 mg/hari 100 mg/hari

* Sesuaikan dosis bagi anak dengan usia yang lebihkecil dari 10 tahun.
Misalnya, dapson 25mg/hari danrifampisin 300 mg/bulan (diawasi).

Tabel 6. Dosis MDT pada pasien kusta tipe MB


10-<15 ≥ 15 tahun
Jenis Obat
tahun (Anak) (Dewasa)
Rifampisin 450 mg/bln 600 mg/bln
Dapson 50 mg/bln 100 mg/bln
(DDS) 50 mg/hari 100 mg/hari
150 mg/bln 300 mg/bln
Klofazimin 50 mg setiap 2
50 mg/hari
hari

* Sesuaikan dosis bagi anak yang berusia < 10 tahun. Misalnya, dapson
25mg/hari dan rifampisin 300 mg/bulan (diawasi). Klofazimin 50 mg 2
kali seminggu, dan Klofazimin 100 mg/bulan (diawasi).

2. Psikiatri

Pengobatan gangguan kejiwaan pada pasien kusta pada intinya sama


dengan pasien lainnya. Obat yang dapat diberikan adalah dari golongan anti
depresan, antiansietas, hingga antipsikotik, dengan observasi ketat dari
psikiater.

Psikoterapi adalah tatalaksana nonfarmologi yang akan diberikan pada


pasien dengan komorbiditas kusta dan gangguan psikiatri. Dalam tatalaksana
kusta perlu dipertimbangkan penyelesaian masalah psikologis pasien, yang
seringkali tidak dikeluhkan. Kondisi depresi terjadi akibat adanya stigma,
sehingga menimbulkan penurunan kualitas hidup, bahkan pengobatan menjadi
tidak tuntas.
14

3. Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi


Konseling membantu pasien agar menyadari potensi yang dimiliki dan
memanfaatkan potensi mentalnya seoptimal mungkin untuk meningkatkan
kualitas penyesuaian baik dengan dirinya sendiri maupun lingkungannya.
Konseling juga diberikan dengan tujuan untuk mengurangi tingkat antisosial
pasien kusta dengan disabilitas.

K. Pemeriksaan Penunjang Kusta


Deteksi infeksi kusta subklinis sangat penting dilakukan untuk menilai
perluasan infeksi, perjalanan penyakit dan kemungkinan untuk melakukan
imuno-kemoprofilaksis agar perluasan penyakit ini dapat dicegah. Untuk
melakukan deteksi kusta subklinis ini ada beberapa cara, diantaranya adalah:
Lepromatosa (LL) Borderline (BB) Berlanjut menjadi penyakit menetap Kusta
subklinis menuju gejala klinis Infeksi M.leprae Tuberkuloid (TT) Atau sembuh
Atau kusta subklinis sembuh/berakhir tanpa gejala[ CITATION Had171 \l 1057 ].

1. Pemeriksaan bakteriologis
Basil tahan asam atau BTA dapat ditemukan pada kulit maupun urin
narakontak. BTA yang ditemukan pada sediaan apus kulit kasus kusta
subklinis memberikan masukan pendapat bahwa kemungkinan orang ini
sangat berperan dalam penularaan penyakit. Pemeriksaan bakteriologis ini
merupakan salah satu pemeriksaaan sederhana dalam menegakkan diagnosa
penderita kusta. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa banyak ditemukan
BTA pada sediaan kulit dari narakontak yang terlihat sehat5 .
2. Pemeriksaan Epidemiologis
Pemeriksaan epidemiologis dapat dilakukan untuk menentukan
peningkatan proporsi BTA positif dari cuping telinga narakontak yang terlihat
sehat
3. Pemeriksaan Imunologis
Imunitas seluler dapat dinilai dengan pemeriksaan in vitro maupun in
vivo. Beberappa uji serologis juga dapat digunakan untuk mengetahui
antibodi yang tumbuh di tubuh dikarenakan kuman M.lepra.
a. Lymphocyte transformation test (LTT)
15

LTT merupakan uji in vitro yang digunakan untuk menguji


keaktifan sel limfosit T. Apabila imunitas seseorang baik maka
limfosit yang dirangsang dengan antigen nonspesifik
phytohaemagglutinin (PHA) akan mengalami transformasi menjadi
sel-sel blas yang berukuran besar.
b. Uji lepromin
Uji ini merupakan suatu uji in vivo yang digunakan untuk
menilai keaktifan limfosit T yang berupa reaksi hipersensitif tipe
lambat terhadap antigen M.leprae. Uji lepromin kurang sensitif karena
dapat memberikan hasil positif pada orang yang terinfeksi oleh
organisme lainnya yang mempunyai beberapa antigen yang sama. Uji
ini tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa, tetapi hanya untuk
menentukan klasifikasi saja. Uji ini dilakukan dengan menyuntikkan
0,1 ml reagen lepromin (antigen M.leprae) secara intradermal pada
lengan bawah bagian fleksor beberapa cm di bawah 34 lipat siku.
Penilaian reaksi dilakukan setelah 48-72 jam (tes Fernandez) dan
setelah 4 minggu (tes Mitsuda). Reaksi Fernandez positif
menunjukkan adanya hipersensitivitas tipe lambat terhadap M.leprae.
Reaksi Mitsuda menilai kemampuan menimbulkan respon
imunitasseluler terhadap M.leprae. Reaksi Mitsuda tidak untuk
diagnosa kusta karena hasilnya sering positif pada orang sehat yang
tinggal di daerah endemik.
c. Tes Fluorecent Leprosy Antibodi Absorption (FLA-ABS)
Tes ini digunakan untuk pemeriksaan serodiagnosis dini pada
penyakit kusta. Pemeriksaan pada tes ini berdasarkan reaksi antigen
M.leprae yang utuh dari armadilo dengan serum penderita yang
mengandung antibodi spesifik terhadap antigen tersebut. Berdasarkan
penelitian dari Abe, tingkat spesifisitas dan sensitivitas tes FLA-ABS
untuk penyakit kusta sebesar 99,1% dan 92,2%. Sedangkan penelitian
dari Amezcua mendapatkan angka spesifisitas sebesar 100% dan
sensitivitas sebesaar 99%.
16

Bharadway juga mendapatkan hasil tes ini positif 83- 88% pada
kontak dengan penderita lepromatosa dan 46% pada kontak non-
lepromatosa sehingga tes ini baik untuk deteksi kusta subklinis.
Kekurangan dari tes ini adalah memerlukan peralatan yang mahal,
proses yang rumit dan membutuhkan tenaga yang terlatih.
d. Tes Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay (ELISA)
Pemeriksaan dengan tehnik ini yang paling banyak digunakan
oleh peneliti-peneliti karena prosesnya lebih mudah dan lebih
sederhana, walaupun angka spesifisitas dan sensitivitasnya lebih kecil
dibandingkan tes FLAABS. Pada tes ini terjadi reaksi antigen dan
antibodi spesifik dari serum penderita yang kemudian diberi label
berupa enzim yang terkait dengan anti human antibodi. Sustrat yang
tidak berwarna apabila ditambahkan ke dalam enzim yang terkait akan
diuraikan sehingga menjadi berwarna dan selanjutnya dibaca dengan
spektrofotometer.
Hasill positif serum antibodi Ig-M dan PGL-1 pada seseorang
tanpa gambaran klinis menunjukkan hasil 36 kemungkinan infeksi
kusta subklinis. Didapatkan hasil positif 90-100% pada lepromatosa
murni (LL) dan borderline lepromatosa (BL), sedangkan pada kasus
borderline tuberkuloid (BT) dan tuberkuloid murni (TT) didapatkan
hasil sebesar 20-30%. Narakontak sehat di daerah endemik rata-rata
menunjukkan hasil seropositif sebesar 25-35%.
e. Tes Mycobacterium Leprae Particle Aglutination (MLPA)
Pemeriksaan dengan tes ini relatif lebih sederhana dan lebih
mudah dilaksanakan serta tidak membutuhkan laboratorium khusus.
Tes ini menggunakan antigen partikel NT-P-BSA (Natural
Trisacharide-Phenyl propiobat-Bovine Serum Albumin). Antigen ini
direaksikan dengan serum darah penderita kusta dengan pengenceran
tertentu dan merupakan reaksi antara antibodi spesifik PGL-1 dengan
antigen spesifik.
Sensitifitas dan spesifisitas dari tes ini hampir sama dengan tes
ELISA. Selain itu juga prosesnya lebih mudah sehingga paling cocok
17

digunakan untuk skrining populasi pada sampel yang besar. Tes


MPLPA dapat dipergunakan untuk mendeteksi infeksi subklinik,
mengevaluasi respon pengobatan, mendeteksi adanya kekambuhan
dan mengetahui kadar antibodi spesifik terhadap tes kusta. Tes ini
menunjukkan korelasi positif dengan kadar antibodi IgM. Hasil tesnya
juga setara dengan pemeriksaan antibodi anti PGL-1 secara ELISA.
f. Tes Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan dengan metode PCR banyak digunakan oleh
peneliti untuk mempelajari DNA. Sensitivitas dan spesifisitas dari tes
ini juga sangat tinggi dalam mendeteksi kuman M.leprae yang ada di
dalam spesimen biologik. Bahan pemeriksaan dapat berasal dari
hapusan mukosa hidung, skin smear dan kerokan kulit atau biopsi
kulit.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN KUSTA
I. Pengkajian

a. Identitas

1) Umur/usia , penyakit kusta dapat menyerang semua golongan umur dari


3 minggu sampai lebih dari 70 tahun, namun yang terbanyak adalah
golongan umur muda (0-14 tahun) dan produktif (15-64 tahun)
[ CITATION Dep07 \l 1057 ].

2) Jenis kelamin, penyakit kusta dapat menyerang laki-laki maupun


perempuan. Tingginya kasus kusta tipe PB, terutama pada laki-laki
daripada perempuan disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya
18

adalah mobilitas lakilaki lebih tinggi daripada perempuan, sehingga


frekuensi paparan lebih besar daripada perempuan [ CITATION Kus15 \l
1057 ].

3) Pendidikan, Peluang orang dengan pendidikan rendah tertular penyakit


kusta 4,375 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang
berpendidikan tinggi[ CITATION Rat16 \l 1057 ]

4) Pekerjaan , Agama, alamat, mrs, nomer rekam medis, dan diagnosis


medis.

b. Riwayat Keluhan Utama


1) Keluhan utama : Umumnya klien yang menderita morbus hansen akan
mengalami gejala yang sangat beragam (Terutama pada kulit, saraf, dan
membrane mukosa) seperti bercak kemerahan atau pucat pada kulit,
kehilangan sensoris pada area bercak kulit, kelemahan atau kelumpuhan
pada ekstermitas, benjolan pada wajah atau telinga, dan luka – luka
pada ekstermitas, nyeri pesendian siku dan lutut [ CITATION Kos10 \l 1057
]
c. Riwayat Keperawatan

1) Riwayat penyakit sekarang : Riwayat kontak dengan penderita


sebelumnya merupakan sumber penularan utama dan dapat
menyebabkan kejadian penyakit kusta jika terjadi kontak yang dekat
atau akrab, terus menerus dalam waktu yang lama dan orang yang
rentan dengan Mycobacterium leprae[ CITATION Rat16 \l 1057 ].
2) Riwayat penyakit dahulu : Reaksi kusta dipicu oleh berbagai kondisi,
contohnya infeksi lokal, anemia, kelelahan fisik, dan stress mental
[CITATION Wid19 \l 1057 ]
3) Riwayat penyakit keluarga, dikaji adakah riwayat keluarga yang juga
mengalami kusta. Kontak dengan penderita kusta yang berasal dari
keluarga inti lebih berisiko tertular penyakit kusta dibandingkan
dengan penderita yang tinggal satu atap tetapi bukan keluarga inti atau
tetangga [ CITATION Nor10 \l 1057 ]
d. Pola – Pola Fungsi Kesehatan
19

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Faktor kebiasaan mandi,
kebiasaan cuci rambut, dan kebiasaan membersihkan lantai
merupakan faktor personal hygiene. Faktor ini berpotensi menularkan
M.Leprae jika faktor personal hygiene tidak dilakukan karena ketika
keadaan kotor mikroorganisme mudah berkembang, serta biasanya
klien tidak mengetahui tentang penyakitnya sehingga kurang menjaga
kebersihan personal hygiene.
2) Pola nutrisi dan metabolisme, Konsumsi energi dan protein yang
rendah dapat mengganggu sistem imun dan mengakibatkan mudah
terkena infeksi bakteri M. leprae. Individu yang belum terkena kusta
harus meningkatkan konsumsi energi dan protein agar kekebalan
tubuhnya dapat terjaga [ CITATION Gar15 \l 1057 ]
3) Pola hubungan dan peran, Faktor serupa didapatkan pada penderita
kusta yang sering memperoleh dukungan dari keluarga dapat
membantu proses keberhasilan pengobatan [ CITATION Tuk14 \l 1057 ]

a. Pola persepsi dan konsep diri, penderita kusta menderita tidak hanya
karena penyakitnya saja, juga dijauhi atau dikucilkan oleh masyarakat.
Hal tersebut sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh cacat tubuh
yang nampak menyeramkan. Biasanya klien tidak mengetahui tentang
penyakitnya dan khawatir terhadap penyakitnya, dan merasa malu
untuk bersosialisasi..
4) Pola sensori dan kognitif, Saraf sensorik mengalami mati rasa, saraf
motorik mengalami kelemahan otot (parese) dan kelumpuhan
(paralisis), dan gangguan pada saraf otonom berupa kulit kering dan
retak-retak [ CITATION Gar15 \l 1057 ]
5) Pola penanggulangan strees, penderita kusta merasa takut karena
sering kali ditolak oleh keluarganya dan sulit mendapatkan pekerjaan.
Biasanya penderita tidak mengeluh dengan keadaan penyakitnya,
karena ia takut dikucilkan dari masyarakat sebab penyakit kusta yang
dideritanya [ CITATION Ell19 \l 1057 ]
e. Pemeriksaan Fisik
20

1) Keadaan umum, pasien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi


berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus Hansen.Lemah
karena adanya gangguan saraf tepi motorik system penglihatan.
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi
sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan
kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadikelemahan mata akan
lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus Hansen tipe II
reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan
mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak
ada alis mata maka alis mata akan rontok.
2) System pernafasan : pasien dengan morbus Hansen hidungnya seperti
pelana dan terdapat gangguan pada tenggorokan.
3) System persarafan :Kerusakan fungsi sensorik, kelainan fungsi
sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang /matirasa. Akibat
kurang /mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi
luka,sedang pada kornea mata mengakibatkan kurang / hilangnya
reflek kedip.
4) Kerusakan fungsi motorik, kekuatan otot tangan dan kaki dapat
menjadi lemah / lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi)
karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok
dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila
terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan
(lagophthalmos).
5) Kerusakan fungsi otonom, terjadi gangguan pada kelenjar keringat,
kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi
kering, menebal, mengeras, danakhirnya dapat pecah-pecah.
6) System musculoskeletal, Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik,
adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika
dibiarkan akan antropi.
7) System integument, Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti
panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrate (penebalan kulit),
nodul(benjolan).Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan
21

kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah


sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut:
sering didapati kerontokan jika terdapat bercak. 
f. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan bakterioskopik
Skin smear atau kerokan kulit adalah pemeriksaan sediaan yang
diperoleh melalui irisan dan kerokan kecil pada kulit yang kemudian
diberi pewarnaan tahan asam untuk melihat M. leprae. Pemeriksaan ini
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan
pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan
kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap
basil tahan asam (BTA) yaitu dengan menggunakan Ziehl-Neelsen.
Bakterioskopik negatif pada seorang penderita bukan berarti orang
tersebut tidak mengandung kuman M. leprae.
2) Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi pada penyakit lepra dilakukan untuk
memastikan gambaran klinik, misalnya lepra Indeterminate atau
penentuan klasifikasi lepra. Granuloma adalah akumulasi makrofag dan
atau derivat-derivatnya. Gambaran histopatologi tipe tuberculoid adalah
tuberkel dengan kerusakan saraf lebih nyata, tidak terdapat kuman atau
hanya sedikit dan non-solid.

3) Pemeriksaan serologis
Pada pemeriksaan serologis lepra didasarkan atas terbentuknya
antibodi tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M. leprae. Antibodi yang
terbentuk dapat bersifat spesifik dan tidak spesifik. Antibodi yang
spesifik terhadap M. Lepraeyaitu antibodi antiphenolic glycolipid-
1(PGL 1) dan antibodi antiprotein 16kD serta 35kD. Sedangkan
antibodi yang tidak spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan
(LAM), yang juga dihasilkan oleh kuman M. tuberculosis.
g. Pemeriksaan Penunjang
22

Diagnosis penyakit kusta ditetapkan dengan cara mengenali cardinal


sign atau tanda utama penyakit kusta yaitu:
1) Bercak pada kulit yang mengalami mati rasa; bercak dapat berwarna
putih (hypopigmentasi) atau berwarna merah (erithematous),
penebalan kulit (plak infiltrate) atau berupa nodul-nodul. Mati rasa
dapat terjadi terhadap rasa raba, suhu, dan sakit yang terjadi secara
total atau sebagian.
2) Penebalan pada saraf tepi yang disertai dengan rasa nyeri dan
gangguan pada fungsi saraf yang terkena. Saraf sensorik mengalami
mati rasa, saraf motorik mengalami kelemahan otot (parese) dan
kelumpuhan (paralisis), dan gangguan pada saraf otonom berupa kulit
kering dan retak-retak.
3) Pemeriksaan hapusan jaringan kulit dihasilkan yaitu BTA positif
[ CITATION Gar15 \l 1057 ]

2.14.2 Diagnosa Keperawatan[ CITATION PPN16 \l 1057 ]

a. Kerusakan integritas kulit/jaringan b.d perubahan sirkulasid.d kerusakan


jaringan dan/atau jaringan kulit, kemerahan (SDKI D. 0129)
b. Gangguan Citra Tubuh b.d Perubahan struktur/bentuk tubuh d.d tidak mau
mengungkapkan kecacatan bagian tubuh, mengungkapkan perasaan
negatif tentang perubahan tubuh, mengungkapkan kekhawatiran pada
penolakan atau reaksi orang lain, menyembunyikan bagian tubuh secara
berlebihan, hubungan sosial berubah (D.0083)
c. Gangguan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d Kekuatan otot
menurun, ROM menurun, gerakan terbatas, Fisik lemah (D.0054)
d. Defisit pengetahuan tentang kusta b.d kurang terpapar informasi d.d
Menanyaka masalah yang dihadapi, menunjukkan perilaku yang tidak
sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah (D.
0111)
e. Risiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit (D. 0142)

2.14.3 Intervensi Keperawatan


23

a. Kerusakan integritas kulit/jaringan b.d perubahan sirkulasid.d kerusakan


jaringan dan/atau jaringan kulit, kemerahan (SDKI D. 0129)
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam diharapkan terjadi
kerusakan integritas kulit menurun.
Kriteria hasil [ CITATION PPN19 \l 1057 ]:
1) kemerahan menurun.
2) Kerusakan lapisan kulit menurun.
3) Tekstur membaik
4) Elastisitas meningkat
Intervensi[ CITATION PPN18 \l 1057 ] :
Observasi
1) Monitor warna, turgor, sirkulasi dan sensasi.
Rasional : Agar dapat mengetahui perubahan warna, turgor, sirkulasi
dan sensasi Klien.
Teraupeutik
2) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Rasional : Karena alkohol dapat membuat kulit semakin kering.
3) Dapatkan kultur dari lesi kulit terbuka.
Rasional : Dapat mengidentifikasi bakteri patogen dan pilihan
perawatan yang sesuai.
4) Gunakan/berikan obat topical atau sistemik sesuai indikasi.
Rasional : Digunakan pada perawatan lesi kulit.
5) Lindungi lesi dengan salep antibiotic sesuai petunjuk.
Rasional : Melindungi area lesi dari kontaminasi bakteri dan
meningkatkan penyembuhan.
Edukasi
6) Anjurkan minum yang cukup.
Rasional : Agar meningkatkan kelembapan kulit
7) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisii, buah dan sayur.
Rasional : Agar mempercepat kesembuhan kerusakan kulit
8) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
Rasional : Agar kulit klien bersih,mengurangi ressiko infeksi.
24

b. Gangguan Citra Tubuh b.d Perubahan struktur/bentuk tubuh d.d tidak mau
mengungkapkan kecacatan bagian tubuh, mengungkapkan perasaan
negatif tentang perubahan tubuh, mengungkapkan kekhawatiran pada
penolakan atau reaksi orang lain, menyembunyikan bagian tubuh secara
berlebihan, hubungan sosial berubah (D.0054)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan citra tubuh
meningkat
Kriteria Hasil[ CITATION PPN19 \l 1057 ]:
1) Verbalisasi kecacatan tubuh membaik
2) Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
3) Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang lain
menurun
4) Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun
5) Hubungan sosial membaik
Intervensi[ CITATION PPN18 \l 1057 ] :
1) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
Rasional : Untuk mengetahui penyebab isolasi sosial yang dialami dan
dapat membantu pasien menumbuhkan kembali rasa percaya diri
2) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan gambaran diri dari klien
3) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
Rasional : Untuk mempercepat proses penumbuhan kepercayaan diri
dengan bantuan keluarga
4) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan gambaran diri dari klien
dan dapat membantu klien untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan
keterbukaan
5) Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun
kelompok
Rasional : Agar isolasi sosial yang dialami oleh klien berkurang dan
mampu bersosialisasi dengan orang lain atau kelompok
25

c. Gangguan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d Kekuatan


otot menurun, ROM menurun, gerakan terbatas, Fisik lemah (D.0083)

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan mobilitas fisik


meningkat

Kriteria Hasil[ CITATION PPN19 \l 1057 ] :

1) Kekuatan otot meningkat


2) Rentang gerak (ROM) meningkat
3) Gerakan terbatas menurun
4) Kelemahan fisik menurun

Intervensi[ CITATION PPN18 \l 1057 ]:

1) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan


Rasional : Untuk mengetahui toleransi fisik apa yang digunakan agar
pemberian mobilisasi tepat dilakukan dan sesuai dengan toleransi fisik
yang dialami
2) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Rasional : Agar mobilasi yang dilakukan dapat berjalan dengan
optimal
3) Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
Rasional : Jika pergerakan dapat dilakukan dapat mengurangi
kekakuan otot atau sendi akibat gangguan mobilitas fisik
4) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Rasional : Agar tidak terjadi kekakuan otot atau sendi yang
disebabkan gangguan mobilitas fisik
5) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
Rasional : untuk menghindari terjadinya komplikasi akibat kurangnya
pergerakan yang dilakukan oleh klien
d. Defisit pengetahuan tentang kusta b.d kurang terpapar informasi d.d
Menanyakan masalah yang dihadapi, menunjukkan perilaku yang tidak
sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah (D.
0111)
26

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan dapat


paham tentang Kusta
Kriteria Hasil[ CITATION PPN19 \l 1057 ] :
1) Pertanyaan masalah yang dihadapi menurun
2) Persepsi yang keliru terhadap masalah
3) Perilaku sesuai anjuran meningkat
Intervensi [ CITATION PPN18 \l 1057 ] :

1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi


Rasional : Agar mengetahui bahwa klien mampu menerima
informasi dengan baik
2) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Rasional : Agar menguasai materi pendidikan kesehatan dan
menyediakan media agar lebih menarik seperti leaflet
3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Rasional : Agar klien siap menerima informasi sesuai waktu yang
telah disepakati
4) Berikan kesempatan untuk bertanya
Rasional : Agar klien mendapatkan informasi secara rinci dan
memahami pendidikan kesehatan yang diberikan
5) Menjelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
Rasional : Rasional : agar klien bisa menghindari faktor resiko yang
dapat mempengaruhi kesehatan
(I.12383)
e. Risiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit (D. 0142)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan tingkat infeksi
menurun
Kriteria Hasil[ CITATION PPN19 \l 1057 ] :
1) Kebersihan tangan meningkat
2) Kebersihan badan meningkat
3) Nafsu makan meningkat
Intervensi [ CITATION PPN18 \l 1057 ] :
1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
27

Rasional : Untuk megetahui apakah terjadi infeksi atau tidak dan dapat
dilakukan perawatan dengan cepat dan tepat dan tidak memperberat
infeksi yang terjadi
2) Berikan perawatan kulit
Rasional : Perawatan kulit yang tepat dapat mencegah terjadinya
infeksi
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
Rasional : agar tidak menambah infeksi karenan kuman atau bakteri
yang menempel di perawat dan setelah tindakan agar dari perawat
sendiri terhindar dari penularan infeksi baik langsung maupun tidak
4) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Rasional : Cuci tangan yang benar dapat membunuh kuman atau
bakteri yang menempel di tangan dan mengurangi risiko penularan
5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Rasional : Pemberian asupan nutrisi yang tepat dapat mempercepat
penyembuhan infeksi dan juga mencegah terjadi infeksi yang
berlanjut.

2.14.4 Implementasi

Implementasi merupakan proses untuk memastikan terlaksananya suatu


pelaksanaan yang telah direncanakan. Pada intervensi keperawatan untuk
melaksanakan rencana keperawatan terdapat 2 jenis tindakan yaitu tindakan
mandiri dan kolaborasi.

Pelaksanana rencana keperawatan kegiatan atau tindakan yang diberikan


kepada pasien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan, tetapi
menutup kemungkinan akan menyimpang dari rencana yang ditetapkan
tergantung pada situasi dan kondisi pasien.

1.

2.14.5 Evaluasi
28

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan


perawat menilai untuk menuntukan sejauh mana tujuan tercapai. Yaitu terdapat
3 penilaian

a. Tujuan belum tercapai : Pasien tidak menunjukkan perubahan atau


peningkatan sama sekali.
b. Tujuan tercapai sebagian :Pasien menunjukkan perubahan perilaku tetapi
tidak sebaik yang ditentukan atau direncanakan.
c. Tujuan tercapai :Pasien telah mengalami peningkatan sesuai dengan kriteria
hasil yang telah ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA

Putra, I. G. N. D., Fauzi, N. & Agusni, I., 2009. Kecacatan pada Penderita Kusta
Baru di Divisi Kusta, URJ Penyakit Kulit dan Kelamin, pada Penderita Kusta
Baru di Divisi Kusta, URJ Penyakit Kulit dan Kelamin. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit & Kelamin, 21(1).

Clark, B. et al., 2008. Case Control Stduy of Armadilo Contact And Hansen's
Disease. Journal Tropical Medical Hygiene.

Depkes RI, 2007. Pedoman Penentuan Klasifikasi Penyakit Kusta. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI.

Dinkesprov Jawa Timur, 2018. Profil kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2017.
Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Elliya, R., Wahyuni, D. & Hilmiah, 2019. PENDIDIKAN KESEHATAN:


TENTANG KUSTA DAN STIGMATISASI MASYARAKAT PADA
PENDERITA KUSTA DI KELURAHAN SUKADANAHAM BANDAR
LAMPUNG. Holistik Jurnal Kesehatan, XIII(1), pp. 56-61.
29

Firnawati, A. F., 2010. Analisis Faktor Resiko Tingkat Kecacatan pada Penderita
Kusta di Puskesmas Padas Kabupaten Ngawi, Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Garamina, H. J., 2015. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap


Stigma Penyakit Kusta. Jurnal Agromed Unila, II(3), pp. 326-332.

Hadi, I. & Kumalasari, M. F., 2017. Kusta Stadium Subklinis.. Surabaya: Program
Studi Arsitektur UIN Sunan Ampel.

Hadi, M. I. & Kumalasari, M. L. F., 2017. Kusta Stadium Subklinis Faktor Risiko
dan Permasalahannya. Surabaya: Program Studi Arsitektur UIN Sunan Ampel.

Hajar, S., 2017. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. MORBUS HANSEN Biokimia
dan Imunopatogenesis, XVII(3), pp. 190-194.

Info Datin, 2018. Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Terhadap Kusta. Jakarta:
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI, 2015. Infodatin Kusta. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kemenkes RI, 2018. Profil kesehatan Indonesia tahun 2017. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.

Kosasih, I, M. W., SJ, E. & SM, L., 2010. Kusta dalam Adhi Juanda, Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. VI penyunt. Jakarta: FKUI.

Kuswiyanto, 2015. Ciri Tanda Kusta Terhadap BTA Swab Hidung Siswa SD di
Daerah Endemis Kusta Kabupaten Kayong Utara. Jurnal Vokasi Kesehatan, I(4),
pp. 119-123.

Masriadi, 2014. Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: PT. Raja Grafindo


Persada.

MENKES RI, 2019. PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN


TATA LAKSANA KUSTA. s.l.:MENTERI KESEHATAB REPUBLIK
INDONESIA.

Norlatifah, 2010. Hubungan Kondisi Fisik Rumah, Sarana Air Bersih dan
Karakteristik Masyarakat dengan Kejadian Kusta.
30

Novita, A. I., 2019. Buku Saku Penanganan Pasien Kusta. Jepara: Unit
Rehabilitasi Kusta RSUD Kelet .

PPNI, D., 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP
PPNI.

PPNI, D., 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP
PPNI.

PPNI, D., 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP
PPNI.

Purwanto, H., 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan


Medikal Bedah II. 1st penyunt. s.l.:Kementrian Kesehatan Republik Indonesia :
Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Ratnawati, S., 2016. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Risiko Kejadian
Penyakit Kusta (Morbus Hansen). Tunas - Tunas Riset Kesehatan, VI(3), pp. 103
- 109.

Tami, M., 2019. JURNAL BERKALA EPIDEMIOLOGI. HUBUNGAN ANTARA


KUSTA TIPE PAUSI BASILER DENGAN ANGKA KEBERHASILAN
PENGOBATAN KUSTA DI JAWA TIMUR, VII(1), pp. 17-24.

Tukiman & Mukhlis, 2014. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga Dengan
Proses Penyembuhan Pada Penderita Kusta di Kabupaten Bengkalis Riau. Jurnal
Keluarga Sehat Sejahtera, XII(23).

Widiatma, R. R. & Prakoeswa, C. R. S., 2019. Studi Retrospektif Reaksi Kusta 1.


Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, XXXI(2), pp. 144-149.

Widyaningsih, O. & Menaldi, S. L., 2014. Kusta dalam: Tanto chris, dkk. KApita
Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapis h.
31
ASUHAN KEPERAWATAN NY.K DENGAN KUSTA
A. Pengkajian
I. Identitas
Nama Pasien : Ny. K
Umur Pasien : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bogor
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 29 Maret 2021
Diagnosa medis : Kusta
II. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengatakan gatal- gatal, sakit pada persendian siku tangan dan lutut kiri dan
kanan.
P: Nyeri saat berjalan atau bergerak
Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: Sakit pada persendian tangan dan kaki kiri dan kanan
S: skala 3
T: Nyeri hampir setiap saat
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan penyakit ini mulai dirasakan sejak tahun 2020, dan sudah
pernah minum obat, dan mulai kambuh sejak bulan Maret 2021 kemari. Keluhan
sekarang pasien mengatakan sakit pada seluruh persendian siku tangan dan lutut,
badan kemerahan dan panas, merasa malu dengan keadaan sekarang, lebih banyak
didalam rumah karena malu, belum mengetahui tentang apa itu penyakit kusta,
klien sering bertanya tentang penyakit kusta, tinggal dalam satu rumah 8 orang
dan sering menggunakan barang-barang didalam rumah secara bersamaan. Teraba
seluruh kulit mengeras dan bercak-bercak kemerahan, adanya tanda-tanda bekas
garukan, tampak malu saat ditanya, tampak pasien lebih banyak diam dan hanya
bicara saat ditanya, tampak pasien bingung saat ditanya tentang apa itu kusta,
Klien mengatakan adanya gatal-gatal, sehingga klien menggarukkan dengan keras
dan menimbulkan luka bekas garukan
c. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan bahwa tidak mempunyai penyakit diabetes, hipertensi, dan
hepatitis serta klien sebelumnya tidak pernah mengalami sakit seperti ini, biasaya
hanya batuk pilek. Waktu sehat badannya mulus tidak seperti ini.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat keluarga yang juga mengalami kusta.
III. Pola-pola fungsi kesehatan
b. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
SMRS : Klien mengatakan selama ini olahraga, tetapi jarang dilakukan. Klien
kurang menjaga kebersihan diri.
MRS : Klien mengatakan klien tidak mengetahui tentang penyakitnya
sehingga kurang menjaga kebersihan diri.
c. Pola nutrisi dan metabolisme
SMRS : Klien mengatakan bahwa makan 2 kali sehari dalam bentuk nasi,
sayur, dan lauk. Minum ±1-1,5 L.
MRS : Klien mengatakan bahwa klien makan 3 kali sehari dengan menu
yang diberikan oleh rumah sakit. Minum ±1 L.
d. Pola eliminasi
SMRS : Klien mengatakan bahwa BAB 1x/hari. Karakter feses : warna kuning
kecoklatan, konsistensi lunak, tidak ada darah, tidak ada kesulitan BAB. BAK 4-
5x/hari , kurang lebih satu botol aqua besar (±1000 cc). karakter urin : kuning,
jernih, bau urine khas, tidak ada kesulitan BAK.
MRS : Klien mengatakan bahwa BAB 1x/hari. Karakter feses : warna kuning
kecoklatan, konsistensi lunak, tidak ada darah. BAK 5x/hari , kurang lebih satu
botol aqua besar (±1000 cc). karakter urin : kuning, jernih, bau urine khas.
e. Pola tidur dan istirahat
SMRS : Klien tidak mengalami gangguan pola tidur, klien tidur selama
kurang lebih 8 jam.
MRS : Klien mengatakan bahwa lebih sering tidur dirumah sakit, tidur siang
± 2 jam, dan tidur malam ±6 jam. Klien mengatakan terkadang terbangun jika
merasakan gatal-gatal, sehingga klien menggarukkan dengan keras dan
menimbulkan luka bekas garukan
f. Pola aktivitas
SMRS : Klien mengatakan bahwa mengatakan bahwa seorang ibu rumah
tangga aktivitasnya hanya melakukan pekerjaan rumah, klien jarang berolahraga
karena kadang badan terasa lemah dan lelah.
MRS : Klien mengatakan bahwa klien hanya berbaring di tempat tidur.
g. Pola hubungan dan peran
SMRS : Klien mengatakan merasa malu dengan keadaan sekarang, pasien
mengatakan lebih banyak didalam rumah karena malu dengan tetangga.
MRS : Pasien tampak malu saat ditanya, tampak pasien lebih banyak diam
dan hanya bicara saat ditanya, klien mengungkapkan keluhannya.
h. Pola sensori dan kognitif
SMRS : Klien mengatakan bahwa tidak ada gangguan pendengaran,
penglihatan, pengecap, penciuman, dan perabaan.
MRS : Klien mengatakan bahwa tidak ada gangguan pendengaran,
penglihatan, pengecap, penciuman, dan perabaan.
i. Pola persepsi dan konsep diri
SMRS : Klien mengatakan khawatir terhadap penyakitnya, tidak,memiliki
respon verbal yang baik dan mudah berkomunikasi
MRS : Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya dan
khawatir terhadap penyakitnya, dan merasa malu untuk bersosialisasi..
j. Pola reproduksi seksual
Klien mengatakan sudah menikah dan dikaruniani satu orang anak berjenis
kelamin laki-laki. Tidak ada masalah reproduksi
k. Pola penanggulangan stress
SMRS : Klien merasa takut karena sering kali ditolak oleh keluarganya dan
sulit mendapatkan pekerjaan. Biasanya penderita tidak mengeluh dengan keadaan
penyakitnya, karena ia takut dikucilkan dari masyarakat sebab penyakit kusta
yang dideritanya
MRS : Klien mengatakan malu untuk berinteraksi dengan orang lain.
l. Pola tata nilai dan kepercayaan
SMRS : Klien mengatakan beragama islam, klien beribadah dengan baik.
MRS :Klien mengatakan dapat beribadah dengan baik dan lebih
mendekatkan diri kepada Allah.
IV. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Compos mentis, GCS E:4 V:5 M :6.
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
RR: 18 x/menit
Suhu : 36,8°C
b. Sistem integument
Adanya gatal-gatal, elastisitas turgor kulit tidak ada karena (kaku/mengeras),
warna sawo kemerahan, kulit kering, kuku pendek dan bersih. Teraba seluruh kulit
mengeras dan bercak-bercak kemerahan, adanya tanda-tanda bekas garukan pada
kaki dengan ukuran luas, P: 15-20 cm, L: 5- 10 cm
c. Kepala
Bentuk simetris, tidak ada benjolan, tidak ada ketombe, tidak ada lesi dan nyeri
tekan.
d. Muka
Muka klien simetris, tidak terdapat oedema, dan otot muka dan rahang klien kuat,
wajah tampak meringis dan gelisah. Serta klien tampak lemah.
e. Mata
Letak simetris antara kanan dan kiri, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupi
lisokor, penglihatan baik.
f. Telinga
Letak simetris antara kanan dan kiri, terlihat bersih, tidak ada lesi, tidak ada
benjolan.
g. Hidung
Tidak ada obstruksi, tidak ada secret kavum nasi lapang.
h. Mulut dan faring
Letak simetris antara kanan dan kiri, terlihat bersih, tidak ada lesi, tidak ada
benjolan.
i. Leher
Bentuk simetris, tidak terdapat nyeri tekan.
j. Thoraks
Tidak ada oedema, tidak ada kelainan, pergerakan dada simetris
k. Paru-paru
Inspeksi: RR 20 x/ menit, tidak terdapat cuping hidung, ada gerakan otot bantu
pernafasan saat bernafas, pengembangan dada kanan dan kiri simetris. Palpasi :
tidak ada nyeri tekan Perkusi : sonor di semua lapang paru Auskultasi : suara paru
bersih (vesikuler.
l. Jantung
Inspeksi: tidak terlihat pergerakan ictus cordis Palpasi : Ictus cordis teraba pada
rongga intercostal ke enam pada garis medio-klavikularis. Perkusi : Terdengar
bunyi pekak Auskultasi : Terdengar bunyi jantung I dan II murni tanpa adanya
bunyi jantung tambahan.
m. Abdomen
Inspeksi: bentuk cembung, warna kulit sawo matang, tidak ada penonjolan, tidak
ada jaringan parut, tidak ada inflamasi dan tidak ada pengeluaran umbilicus.
Auskultasi : bising usus< 12x /menit. Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan.
n. Inguinal-Genetalia-Anus
Tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan dan nyeri tekan, tidak mengalami gangguan
organ genetalia dan anus.
o. Ekstermitas
Ada nyeri pada persendian tangan dan kaki, tidak ada kelainan ekstremitas, tidak
ada lesi, capillary refill< 3 detik, turgor kulit baik, kulit teraba lembab. Klien
mengeluh terjadi kelemahan pada otot tangan dan kaki, sehingga bergerak
menjadi terbatas.
V. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis penyakit kusta ditetapkan dengan cara mengenali cardinal sign atau
tanda utama penyakit kusta yaitu:
- Bercak pada kulit yang mengalami mati rasa; bercak dapat berwarna putih
(hypopigmentasi) atau berwarna merah (erithematous), penebalan kulit (plak
infiltrate) atau berupa nodul-nodul. Mati rasa dapat terjadi terhadap rasa
raba, suhu, dan sakit yang terjadi secara total atau sebagian.
- Penebalan pada saraf tepi yang disertai dengan rasa nyeri dan gangguan pada
fungsi saraf yang terkena. Saraf sensorik mengalami mati rasa, saraf motorik
mengalami kelemahan otot (parese) dan kelumpuhan (paralisis), dan
gangguan pada saraf otonom berupa kulit kering dan retak-retak.
- Pemeriksaan hapusan jaringan kulit dihasilkan yaitu BTA positif [ CITATION
Gar15 \l 1057 ]
-

II. Terapi yang sedang berjalan

Nama Dosis dan pemberian


MDT MB 1 x 2 tablet
Amoksilin 3x500 mg/oral
III. Analisis data

Pengelompokan data Kemungkinan Masalah


penyebab
DS: Pasien mengatakan Kusta Kerusakan integritas
badan kemerahan dan terasa kulit/jaringan
Gangguan saraf tepi
panas.
Saraf otonom
DO: Teraba seluruh kulit
mengeras dan bercak-bercak Gangguan kelenjar

kemerahan, adanya tanda- minyak & darah

tanda bekas garukan pada Kulit kering, bersisik,


kaki dengan ukuran luas, P: macula seluruh tubuh
15-20 cm, L: 5- 10 cm
Gangguan fungsi barrier
Tekanan darah : 100/80 kulit
mmHg
Kerusakan integritas
Nadi : 84x/menit
kulit
RR: 18 x/menit
Suhu : 36,8°C
DS: Pasien mengatakan Kusta Gangguan Citra Tubuh
merasa malu dengan
Gangguan saraf tepi
keadaan sekarang, pasien
mengatakan lebih banyak Saraf otonom

didalam rumah karena malu Gangguan kelenjar


dengan tetangga. DO: minyak & darah
Pasien tampak malu saat
Kulit kering, bersisik,
ditanya, tampak pasien lebih
macula seluruh tubuh
banyak diam dan hanya
bicara saat ditanya, klien Gangguan Citra Tubuh
mengungkapkan
keluhannya.
Ds: Klien mengeluh terjadi Mycrobacterium Leprae Gangguan Mobilitas
kelemahan pada otot tangan Fisik
Droplet infection atau
dan kaki, sehingga bergerak
kontak dengan kulit
menjadi terbatas.
Masuk dalam pembuluh
Do: Klien tampak lemah
darah dan sel saraf
schwan

Sistem imun seluler


meningkat

Fagositosis

Pembentukan tuberkel

Kusta

Pause basiler (PB)

Gangguan saraf tepi

Saraf motor

Kelemahan otot

Gangguan Mobilitas
Fisik

Ds: Klien mengatakan tidak Mycrobacterium Leprae Defisit pengetahuan


mengetahui tentang tentang kusta
Droplet infection atau
penyakitnya dan khawatir
kontak dengan kulit
terhadap penyakitnya,klien
menggarukkan dengan keras Masuk dalam pembuluh
dan menimbulkan luka darah dan sel saraf
bekas garukan, klien sering schwan
bertanya tentang penyakit Sistem imun seluler
kusta, Klien mengatakan meningkat
klien tidak mengetahui
Fagositosis
tentang penyakitnya
sehingga kurang menjaga Pembentukan tuberkel
kebersihan diri.
Kusta
Do : adanya tanda-tanda
Pause Basiler (PB) &
bekas garukan pada kaki
Multi Basiler
dengan ukuran luas, P: 15-
20 cm, L: 5- 10 cm saraf sensorik

Tekanan darah : 100/80 Gangguan kelenjar


mmHg minyak dan darah
Nadi : 84x/menit
Kulit kering, bercak
RR: 18 x/menit
mucula seluruh tubuh
Suhu : 36,8°C

Sekresi Histamin

Respon Gatal

Kurangnya terpapar
Informasi
DS: Klien mengatakan Mycrobacterium Leprae Resiko infeksi
adanya gatal-gatal, sehingga
Droplet infection atau
klien menggarukkan dan
kontak dengan kulit
menimbulkan luka bekas
garukan Masuk dalam pembuluh
darah dan sel saraf
DO: teraba seluruh kulit
schwan
mengeras dan bercak-bercak
kemerahan, adanya tanda- Sistem imun seluler

tanda bekas garukan pada meningkat

kaki dengan ukuran luas, P: Fagositosis


15-20 cm, L: 5- 10 cm
Pembentukan tuberkel

Kusta

Gangguan saraf tepi

Saraf otonom
Gangguan kelenjar
minyak & darah

Kulit kering, bersisik,


macula seluruh tubuh

Sekresi histamine

Respon gatal

Digaruk

Resiko infeksi

IV. Diagnosa keperawatan


1. Kerusakan integritas kulit/jaringan b.d perubahan sirkulasid.d kerusakan
jaringan dan/atau jaringan kulit, kemerahan (SDKI D. 0129)
2. Gangguan Citra Tubuh b.d Perubahan struktur/bentuk tubuh d.d tidak mau
mengungkapkan kecacatan bagian tubuh, mengungkapkan perasaan negatif
tentang perubahan tubuh, mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan atau
reaksi orang lain, menyembunyikan bagian tubuh secara berlebihan,
hubungan sosial berubah (D.0083)
3. Gangguan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d Kekuatan otot
menurun, ROM menurun, gerakan terbatas, Fisik lemah (D.0054)
4. Defisit pengetahuan tentang kusta b.d kurang terpapar informasi d.d
Menanyaka masalah yang dihadapi, menunjukkan perilaku yang tidak sesuai
anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah (D. 0111)

5. Risiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit (D. 0142)

V. Perencanaan keperawatan
a. Dx 1 : Kerusakan integritas kulit/jaringan b.d perubahan sirkulasid.d kerusakan
jaringan dan/atau jaringan kulit, kemerahan (SDKI D. 0129)
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam diharapkan terjadi
kerusakan integritas kulit menurun.
Kriteria hasil [ CITATION PPN19 \l 1057 ]:
1) kemerahan menurun.
2) Kerusakan lapisan kulit menurun.
3) Tekstur membaik
4) Elastisitas meningkat
Intervensi[ CITATION PPN18 \l 1057 ] :
Observasi
1) Monitor warna, turgor, sirkulasi dan sensasi.
Rasional : Agar dapat mengetahui perubahan warna, turgor, sirkulasi dan
sensasi Klien.
Teraupeutik
2) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Rasional : Karena alkohol dapat membuat kulit semakin kering.
3) Dapatkan kultur dari lesi kulit terbuka.
Rasional : Dapat mengidentifikasi bakteri patogen dan pilihan perawatan
yang sesuai.
4) Gunakan/berikan obat topical atau sistemik sesuai indikasi.
Rasional : Digunakan pada perawatan lesi kulit.
5) Lindungi lesi dengan salep antibiotic sesuai petunjuk.
Rasional : Melindungi area lesi dari kontaminasi bakteri dan meningkatkan
penyembuhan.
Edukasi
6) Anjurkan minum yang cukup.
Rasional : Agar meningkatkan kelembapan kulit
7) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisii, buah dan sayur.
Rasional : Agar mempercepat kesembuhan kerusakan kulit
8) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
Rasional : Agar kulit klien bersih,mengurangi resiko infeksi.
b. Dx 2 : Gangguan Citra Tubuh b.d Perubahan struktur/bentuk tubuh d.d tidak mau
mengungkapkan kecacatan bagian tubuh, mengungkapkan perasaan negatif tentang
perubahan tubuh, mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang
lain, menyembunyikan bagian tubuh secara berlebihan, hubungan sosial berubah
(D.0054)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan citra tubuh meningkat
Kriteria Hasil[ CITATION PPN19 \l 1057 ]:
1) Verbalisasi kecacatan tubuh membaik.
2) Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
3) Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang lain menurun
4) Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun
5) Hubungan sosial membaik
Intervensi[ CITATION PPN18 \l 1057 ] :
Observasi
1) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
Rasional : Untuk mengetahui penyebab isolasi sosial yang dialami dan
dapat membantu pasien menumbuhkan kembali rasa percaya diri
2) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan gambaran diri dari klien
Terapeutik
3) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
Rasional : Untuk mempercepat proses penumbuhan kepercayaan diri
dengan bantuan keluarga
Edukasi
4) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan gambaran diri dari klien dan
dapat membantu klien untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan
keterbukaan
5) Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun kelompok
Rasional : Agar isolasi sosial yang dialami oleh klien berkurang dan mampu
bersosialisasi dengan orang lain atau kelompok
c. Dx 3 : Gangguan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d Kekuatan otot
menurun, ROM menurun, gerakan terbatas, Fisik lemah (D.0083)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan mobilitas fisik
meningkat
Kriteria Hasil [ CITATION PPN19 \l 1057 ] :
1) Kekuatan otot meningkat
2) Rentang gerak (ROM) meningkat
3) Gerakan terbatas menurun
4) Kelemahan fisik menurun
Intervensi[ CITATION PPN18 \l 1057 ]:
1) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Rasional : Untuk mengetahui toleransi fisik apa yang digunakan agar
pemberian mobilisasi tepat dilakukan dan sesuai dengan toleransi fisik yang
dialami
2) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Rasional : Agar mobilasi yang dilakukan dapat berjalan dengan optimal
3) Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
Rasional : Jika pergerakan dapat dilakukan dapat mengurangi kekakuan
otot atau sendi akibat gangguan mobilitas fisik
4) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Rasional : Agar tidak terjadi kekakuan otot atau sendi yang disebabkan
gangguan mobilitas fisik
5) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
Rasional : untuk menghindari terjadinya komplikasi akibat kurangnya
pergerakan yang dilakukan oleh klien
d. Defisit pengetahuan tentang kusta b.d kurang terpapar informasi d.d Menanyakan
masalah yang dihadapi, menunjukkan perilaku yang tidak sesuai anjuran,
menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah (D. 0111)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan dapat paham tentang
Kusta
Kriteria Hasil[ CITATION PPN19 \l 1057 ] :
1) Pertanyaan masalah yang dihadapi menurun
2) Persepsi yang keliru terhadap masalah
3) Perilaku sesuai anjuran meningkat
Intervensi [ CITATION PPN18 \l 1057 ] :

1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi


Rasional : Agar mengetahui bahwa klien mampu menerima informasi dengan
baik
2) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Rasional : Agar menguasai materi pendidikan kesehatan dan menyediakan
media agar lebih menarik seperti leaflet
3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Rasional : Agar klien siap menerima informasi sesuai waktu yang telah
disepakati
4) Berikan kesempatan untuk bertanya
Rasional : Agar klien mendapatkan informasi secara rinci dan memahami
pendidikan kesehatan yang diberikan
5) Menjelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
Rasional : Rasional : agar klien bisa menghindari faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
(I.12383)

e. Dx 5 : Risiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit (D. 0142)


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan tingkat infeksi
menurun
Kriteria Hasil[ CITATION PPN19 \l 1057 ] :
1) Kebersihan tangan meningkat
2) Kebersihan badan meningkat
3) Nafsu makan meningkat
Intervensi [ CITATION PPN18 \l 1057 ] :
1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Rasional : Untuk megetahui apakah terjadi infeksi atau tidak dan dapat
dilakukan perawatan dengan cepat dan tepat dan tidak memperberat infeksi
yang terjadi
2) Berikan perawatan kulit
Rasional : Perawatan kulit yang tepat dapat mencegah terjadinya infeksi
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
Rasional : agar tidak menambah infeksi karenan kuman atau bakteri yang
menempel di perawat dan setelah tindakan agar dari perawat sendiri
terhindar dari penularan infeksi baik langsung maupun tidak
4) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Rasional : Cuci tangan yang benar dapat membunuh kuman atau bakteri
yang menempel di tangan dan mengurangi risiko penularan
5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Rasional : Pemberian asupan nutrisi yang tepat dapat mempercepat
penyembuhan infeksi dan juga mencegah terjadi infeksi yang berlanjut.

III.Implementasi
Senin,29 Maret 2021
No. Diagnosa keperawatan Tindakan Keperawatan
1. Kerusakan integritas Senin,29 Maret 2021
kulit/jaringan b.d perubahan (08.00 Wib)
sirkulasi d.d kerusakan jaringan 1. Monitor warna, turgor, sirkulasi dan
dan/atau jaringan kulit, sensasi.
kemerahan (SDKI D. 0129) Respon : Adanya gatal-gatal,
elastisitas turgor kulit tidak ada
karena (kaku/mengeras), warna sawo
kemerahan, kulit kering, kuku pendek
dan bersih. Teraba seluruh kulit
mengeras dan bercak-bercak
kemerahan, adanya tanda-tanda bekas
garukan pada kaki dengan ukuran
luas, P: 15-20 cm, L: 5- 10 cm
(08.05 Wib)
2. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
Respon : Klien kooperatif.
(08.07 Wib)
3. Dapatkan kultur dari lesi kulit
terbuka.
Respon : Klien kooperatif
(08.10 Wib)
4. Gunakan/berikan obat topical atau
sistemik sesuai indikasi.
Respon : Klien kooperatif
(08.15 Wib)
5. Lindungi lesi dengan salep antibiotik
sesuai petunjuk.
Respon : Klien kooperatif
(08.48 Wib)
6. Anjurkan minum yang cukup.
Respon : Klien memehami yang
dianjurkan dan kooperatif.
(08.20 Wib)
7. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi, buah dan sayur.
Respon : Klien memehami yang
dianjurkan dan kooperatif.
(08.25 Wib)
8. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya.
Respon : Klien memehami yang
dianjurkan dan kooperatif.

2. Gangguan Citra Tubuh b.d Senin,29 Maret 2021


Perubahan struktur/bentuk tubuh ( 08.30 Wib)
d.d tidak mau mengungkapkan 1. Kaji perubahan citra tubuh yang
kecacatan bagian tubuh, mengakibatkan isolasi sosial
mengungkapkan perasaan Respon : Klien kooperatif
negatif tentang perubahan (08.35 Wib)
tubuh, mengungkapkan 2. Monitor frekuensi pernyataan kritik
kekhawatiran pada penolakan terhadap diri sendiri
atau reaksi orang lain, Respon : Klien kooperatif
menyembunyikan bagian tubuh (08.40 Wib)
secara berlebihan, hubungan 3. Diskusikan persepsi pasien dan
sosial berubah (D.0083) keluarga tentang perubahan citra
tubuh.
Respon : Klien kooperatif
(08.45 Wib)
4. Anjurkan mengungkapkan
gambaran diri terhadap citra tubuh
Respon : Klien memahami yang
dianjurkan dan kooperatif
(08.50 Wib)
5. Latih pengungkapan kemampuan
diri kepada orang lain maupun
kelompok
Respon : Klien kooperatif
IMPLEMENTASI
Selasa,30 Maret 2021

No. Diagnosa keperawatan Tindakan Keperawatan


1. Kerusakan integritas Selasa ,30 Maret 2021
kulit/jaringan b.d perubahan (08.00 wib)
sirkulasi d.d kerusakan jaringan 1. Monitor warna, turgor, sirkulasi dan
dan/atau jaringan kulit, sensasi.
kemerahan (SDKI D. 0129) Respon : Klien kooperatif
(08.05Wib)
2. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
Respon : Klien kooperatif.
(08.07Wib)
3. Dapatkan kultur dari lesi kulit
terbuka.
Respon : Klien kooperatif
(08.10Wib)
4. Gunakan/berikan obat topical atau
sistemik sesuai indikasi.
Respon : Klien kooperatif
(08.15 Wib)
5. Lindungi lesi dengan salep
antibiotik sesuai petunjuk.
Respon : Klien kooperatif
(08.18 Wib)
6. Anjurkan minum yang cukup.
Respon : Klien memehami yang
dianjurkan dan kooperatif.
(08.20 Wib)
7. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi, buah dan sayur.
Respon : Klien memehami yang
dianjurkan dan kooperatif.
(08.28 Wib)
8. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya.
Respon : Klien memehami yang
dianjurkan dan kooperatif.
2. Gangguan Citra Tubuh b.d Selasa ,30 Maret 2021
Perubahan struktur/bentuk tubuh (08.30Wib)
d.d tidak mau mengungkapkan 1. Kaji perubahan citra tubuh yang
kecacatan bagian tubuh, mengakibatkan isolasi sosial
mengungkapkan perasaan Respon : Klien kooperatif
negatif tentang perubahan (08.35Wib)
tubuh, mengungkapkan 2. Monitor frekuensi pernyataan kritik
kekhawatiran pada penolakan terhadap diri sendiri
atau reaksi orang lain, Respon : Klien kooperatif
menyembunyikan bagian tubuh (08.40Wib)
secara berlebihan, hubungan 3. Diskusikan persepsi pasien dan
sosial berubah (D.0083) keluarga tentang perubahan citra
tubuh.
Respon : Klien kooperatif
(08.45Wib)
4. Anjurkan mengungkapkan gambaran
diri terhadap citra tubuh
Respon : Klien memahami yang
dianjurkan dan kooperatif
(9.8 Wib)
5.Latih pengungkapan kemampuan diri
kepada orang lain maupun kelompok
Respon : Klien kooperatif

IMPLEMENTASI
Rabu,31 Maret 2021

No. Diagnosa keperawatan Tindakan Keperawatan


1 Kerusakan integritas Rabu ,31 Maret 2021
. kulit/jaringan b.d perubahan (08.00wib)
sirkulasi d.d kerusakan jaringan 1. Monitor warna, turgor, sirkulasi dan
dan/atau jaringan kulit, sensasi.
kemerahan (SDKI D. 0129) Respon : Klien kooperatif
(08.05Wib)
2Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
Respon : Klien kooperatif.
(08.07Wib)
9. Dapatkan kultur dari lesi kulit
terbuka.
Respon : Klien kooperatif
(08.10Wib)
10. Gunakan/berikan obat topical atau
sistemik sesuai indikasi.
Respon : Klien kooperatif
(08.15 Wib)
11. Lindungi lesi dengan salep
antibiotik sesuai petunjuk.
Respon : Klien kooperatif
(08.18 Wib)
12. Anjurkan minum yang cukup.
Respon : Klien memehami yang
dianjurkan dan kooperatif.
(08.20 Wib)
13. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi, buah dan sayur.
Respon : Klien memehami yang
dianjurkan dan kooperatif.
(08.28 Wib)
14. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya.
Respon : Klien memehami yang
dianjurkan dan kooperatif.
2 Gangguan Citra Tubuh b.d Rabu ,31 Maret 2021
. Perubahan struktur/bentuk tubuh (08.30Wib)
d.d tidak mau mengungkapkan 4. Kaji perubahan citra tubuh yang
kecacatan bagian tubuh, mengakibatkan isolasi sosial
mengungkapkan perasaan Respon : Klien kooperatif
negatif tentang perubahan (08.35Wib)
tubuh, mengungkapkan 5. Monitor frekuensi pernyataan kritik
kekhawatiran pada penolakan terhadap diri sendiri
atau reaksi orang lain, Respon : Klien kooperatif
menyembunyikan bagian tubuh (08.40Wib)
secara berlebihan, hubungan 6. Diskusikan persepsi pasien dan
sosial berubah (D.0083) keluarga tentang perubahan citra
tubuh.
Respon : Klien kooperatif
(08.45Wib)
4. Anjurkan mengungkapkan gambaran
diri terhadap citra tubuh
Respon : Klien memahami yang
dianjurkan dan kooperatif
(9.9 Wib)
5.Latih pengungkapan kemampuan diri
kepada orang lain maupun kelompok
Respon : Klien kooperatif

Evaluasi

Senin,29 Maret 2021

Tanda
No. Diagnosa Keperawatan Catatan Perkembangan Tangan/
Paraf
1. Kerusakan integritas S : Klien mengatakan kemerahan
kulit/jaringan b.d berkurang dari sebelumnya
perubahan sirkulasi d.d
O: Teraba seluruh kulit mengeras
kerusakan jaringan
dan bercak-bercak kemerahan
dan/atau jaringan kulit,
menurun, Kerusakan lapisan kulit
kemerahan (SDKI D.
menurun,elastisitas meningkat
0129)
A: Masalah teratasi sebagian

P: Intervensi dilanjutkan
2. Gangguan Citra Tubuh b.d S: Klien mengatakan merasa malu
Perubahan struktur/bentuk terhadap dirinya berkurag
tubuh d.d tidak mau sehingga lebih percaya diri
mengungkapkan kecacatan dengan keadaan sekarang,
bagian tubuh,
O : klien tampak lebih percaya diri
mengungkapkan perasaan
saat ditanya
negatif tentang perubahan
tubuh, mengungkapkan A : Masalah belum teratasi
kekhawatiran pada P : Intervensi dilanjutkan
penolakan atau reaksi
orang lain,
menyembunyikan bagian
tubuh secara berlebihan,
hubungan sosial berubah
(D.0083)

Evaluasi

Selasa,30 Maret 2021

Tanda
No. Diagnosa Keperawatan Catatan Perkembangan Tangan/
Paraf
1. Kerusakan integritas S : Klien mengatakan kemerahan
kulit/jaringan b.d berkurang dari sebelumnya
perubahan sirkulasi d.d
O: Teraba seluruh kulit mengeras
kerusakan jaringan
dan bercak-bercak kemerahan
dan/atau jaringan kulit,
menurun, Kerusakan lapisan kulit
kemerahan (SDKI D.
menurun,elastisitas meningkat
0129)
A: Masalah teratasi sebagian

P: Intervensi dilanjutkan

2. Gangguan Citra Tubuh b.d S: Klien mengatakan merasa malu


Perubahan struktur/bentuk terhadap dirinya berkurag
tubuh d.d tidak mau sehingga lebih percaya diri
mengungkapkan kecacatan dengan keadaan sekarang,
bagian tubuh,
O : klien tampak lebih percaya diri
mengungkapkan perasaan
saat ditanya
negatif tentang perubahan
tubuh, mengungkapkan A : Masalah belum teratasi
kekhawatiran pada P : Intervensi dilanjutkan
penolakan atau reaksi
orang lain,
menyembunyikan bagian
tubuh secara berlebihan,
hubungan sosial berubah
(D.0083)
Evaluasi

Rabu,31 Maret 2021

Tanda
No. Diagnosa Keperawatan Catatan Perkembangan Tangan/
Paraf
1. Kerusakan integritas S : Klien mengatakan kemerahan
kulit/jaringan b.d berkurang
perubahan sirkulasi d.d
O: Teraba seluruh kulit mengeras
kerusakan jaringan
dan bercak-bercak kemerahan
dan/atau jaringan kulit,
menurun, Kerusakan lapisan kulit
kemerahan (SDKI D.
menurun,elastisitas meningkat
0129)
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

2. Gangguan Citra Tubuh b.d S: Klien mengatakan percaya diri


Perubahan struktur/bentuk dengan keadaan sekarang, dan
tubuh d.d tidak mau tidak khawatir dengan reaksi
mengungkapkan kecacatan atau pendapat orang lain tentang
bagian tubuh, dirinya..
mengungkapkan perasaan
O : klien tampak lebih percaya diri
negatif tentang perubahan
saat ditanya, dan lebih sering
tubuh, mengungkapkan
bersosialisasi
kekhawatiran pada
penolakan atau reaksi A : Masalah teratasi
orang lain, P : Intervensi dihentikan
menyembunyikan bagian
tubuh secara berlebihan,
hubungan sosial berubah
(D.0083)

Anda mungkin juga menyukai