Anda di halaman 1dari 15

PENYAKIT TROPIS TERABAIKAN

SURVEILANS KUSTA

I. DESKRIPSI SINGKAT

Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang
sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas
hingga masalah social, ekonomi dan budaya karena kusta sampai saat ini masih
merupakan stigma di masyarakat, keluarga, termasuk sebagian petugas kesehatan.
Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan atau pengertian, kepercayaan yang
keliru terhadap kusta dan disabilitas yang ditimbulkan.
Pemerintah Indonesia dan dunia mempunyai tujuan yang sejalan untuk
menuntaskan penyakit ini dengan melaksanakan program eliminasi kusta.
Eliminasi kusta dapat dicapai dengan promosi kesehatan yang intensif, penemuan
kasus dini, pengobatan yang tepat, surveilans adekuat dan pemberian obat
pencegahan untuk menurunkan transmisi dan kecacatan yang diakibatkan oleh
penyakit Kusta dan Frambusia.
Meski telah mencapai eliminasi di tingkat nasional pada tahun 2000,
Indonesia masih melaporkan penemuan kasus baru sebanyak 11.173 kasus di
tahun 2020. 6 (enam) dari 34 provinsi dan 101 kabupaten/kota juga masih
melaporkan angka kasus terdaftar lebih dari 1 per 10.000 penduduk. Proporsi anak
diantara penderita baru sebesar 10.1% serta cacat tingkat 2 diantara penderita
baru sebesar 5.62%. Hal ini menunjukkan bahwa keterlambatan penemuan kasus
dan penularan penyakit kusta masih terus terjadi di masyarakat. Salah satu faktor
yang mempengaruhi keterlambatan penemuan adalah kelemahan dalam
surveiolans penyakit kusta.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN

TUJUAN UMUM :

TUJUAN KHUSUS :

1. Menjelaskan jenis, tanda, gejala dan perjalanan penyakit kusta

2. Menjelaskan faktor risiko penyakit kusta

1
3. Melakukan pengambilan dan pengelolaan sampel kusta

4. Melakukan pengepakan, pengiriman dan rujukan sampel

III. POKOK BAHASAN

1. Jenis, tanda, gejala dan perjalanan penyakit kusta

2. Faktor risiko penyakit kusta

3. Pengambilan dan pengelolaan sampel kusta

4. Pengepakan, pengiriman dan rujukan sampel

IV. URAIAN MATERI

1. Jenis, tanda, gejala dan perjalanan penyakit kusta

1. Diagnosis Kusta
a. Dasar Diagnosis Kusta
Diagnosis penyakit kusta hanya dapat didasarkan pada penemuan tanda utama
(Cardinal sign); yaitu :
1) Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.
Kelainan kulit dapat berbentuk bercak putih (hipopigmentasi) atau kemerah-
merahan (eritematous) yang mati rasa (anestesi).
2) Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.
Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi
(neuritis perifer).
Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa:
 Gangguan fungsi sensoris : mati rasa
 Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (Parese) atau kelumpuhan
(Paralisis)
 Gangguan fungsi otonom : Kulit kering dan retak-retak.
3) Basil tahan asam (BTA ) positif
Bahan pemeriksaan BTA diambil dari kerokan kulit (skin smear) asal
cuping telinga (rutin) dan bagian aktif suatu lesi kulit. Untuk tujuan tertentu
kadang jaringan diambil dari bagian tubuh tertentu (biopsi). Pemeriksaan
kerokan kulit hanya dilakukan pada kasus yang meragukan. Pewarnaan dan

2
pemeriksaan dapat dilakukan di Puskesmas yang memiliki tenaga serta fasilitas
untuk pemeriksaan BTA.
Untuk mendiagnosis penyakit kusta, minimal harus ditemukan satu
Cardinal sign. Tanpa adanya Cardinal sign, kita hanya boleh menyatakan
sebagai tersangka (suspek) kusta dan dicatat pada formulir tersangka.
b. Tanda tanda Mungkin Kusta (Suspek)
1) Tanda-tanda di kulit :
 Bercak kulit yang eritema atau hipopigmentasi (gambaran yang paling sering
ditemukan), datar atau menimbul, dapat disertai dengan tidak gatal dan
mengkilap atau kering bersisik
 Adanya kelainan kulit yang tidak berkeringat (anhidrosis) dan atau alis mata
tidak berambut (madarosis)
 Bengkak atau penebalan pada wajah dan cuping telinga
 Timbul lepuh luka tanpa rasa nyeri pada tangan dan kaki
2) Tanda-tanda pada saraf :
 Nyeri tekan dan atau spontan pada saraf.
 Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota gerak atau wajah.
 Kelemahan anggota gerak dan atau kelopak mata
 Adanya disabilitas (deformitas)
 Luka (ulkus) yang sulit sembuh
3) Tanda suspek lainnya :
 Lahir dan tinggal di daerah endemis kusta
 Mempunyai kelainan kulit yang tidak sembuh dengan pengobatan rutin,
terutama bila terdapat keterlibatan saraf tepi
 Riwayat kontak erat dan lama dengan orang yang mengalami kusta
Tanda-tanda tersebut di atas bukanlah tanda utama penyakit kusta, namun jika
ditemukan sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih teliti.
Jika diagnosis kusta masih belum dapat ditegakkan, tindakan yang dapat dilakukan
adalah :

3
 Pikirkan kemungkinan penyakit kulit lain (seperti panu, kurap, kudis,
frambusia) dan obati.
 Tunggu 3-6 bulan dan periksa kembali adanya mati rasa, jika lesi kulit
tersebut benar kusta maka dalam periode tersebut mati rasa harusnya
menjadi jelas dan kita dapat memulai MDT.
 Jika tidak ditemukan adanya mati rasa yang jelas maupun penebalan saraf
namun ada tanda-tanda mencurigakan seperti nodul, pembengkakan pada
wajah atau cuping telinga, atau infiltrasi pada kulit, perlu dilakukan
pemeriksaan kerokan kulit (skin smear).
 Jika hasil pemeriksaan klinis dan BTA masih meragukan, rujuk ke pelayanan
spesialistik

Catatan:
Pada daerah endemik rendah, pengobatan MDT baru diberikan hanya
setelah konfirmasi diagnosis ditegakkan oleh petugas terlatih (Wasor
kabupaten/petugas Puskesmas PRK).

c. Differensial Diagnosis Kusta ( Diagnosis Banding Kusta )


Manifestasi klinis lesi penyakit Kusta melibatkan kulit, saraf perifer dan membran
mukosa. Lesi kusta dapat berupa makula, papula, nodul, infiltrat, ulkus, bercak
anestesi, dsb.
Beberapa kelainan kulit yang mirip dengan kusta antara lain :
1. Bercak eritem berskuama ; psoriasis, pitiriasis rosea, dermatitis seboroik,
tinea korporis
2. Bercak hipopigmentasi dengan skuama ; pitiriasis, versicolor, pitiriasis alba
3. Bercak hipopogmentasi tanpa skuama ; vitiligo
4. Papul atau nodul ; neurofibromatosis, prurigo nodularis, granuloma annulare
1) Bercak Eritem Berskuama
 Psoriasis
Infiltrat plak eritem berbatas tegas, terutama menyerupai kusta tipe
tuberkuloid jika sisiknya menghilang karena pengobatan.

4
2) Bercak Hipopigmentasi Dengan Skuama 

 Pitiriasis versicolor
Berupa bercak pigmentasi bersisik, superficial dengan bentuk irregular dan
sering berlokasi di leher dan badan
 Pityriasis alba
Berupa macula bentuk bundar atau oval dengan sisik
3) Bercak Hipopogmentasi Tanpa Skuama
 Vitiligo
Berupa bercak berwarna putih menyerupai susu
4) Papul atau Nodul
 Granula Annulare
Berupa pembentukan papul atau nodul berbentuk annular (cincin). Lesinya
indolen dan tidak menimbulkan keluhan
 Neurofibromatosis
Kelainan genetic dimana pertumbuhan sel terganggu sehingga tumbuh tumor-
tumor pada jaringan saraf. Tumor tersebut umumnya jinak dan bisa muncul di
berbagai bagian dari system saraf, seperti pada otak maupun saraf tulang
belakang hingga saraf-saraf tepi.
2. Klasifikasi Kusta
Setelah seseorang didiagnosis menderita kusta, maka tahap selanjutnya yang perlu
dilakukan adalah menentukan tipe/klasifikasi penyakit kusta yang diderita. Penentuan
tipe penyakit kusta pada seorang penderita disebut klasifikasi penyakit kusta.
a) Dasar Klasifikasi Kusta
Penyakit kusta dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal yaitu :
a. Manifestasi Klinik, yaitu jumlah lesi kulit, jumlah saraf yang terganggu, dsb.
b. Hasil pemeriksaan bakteriologis, yaitu skin smear basil tahan asam (BTA) positif
atau negatif. Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan bila klasifikasi
meragukan.
b) Tujuan Klasifikasi Kusta
Klasifikasi penyakit kusta penting karena berhubungan dengan beberapa hal :

5
a. Tipe penyakit kusta menentukan jenis dan lamanya pengobatan penyakit.
b. Perencanaan logistik

c) Jenis Klasifikasi Kusta


Klasifikasi Menurut WHO
a. Paubacillary (PB)
Jumlah bercak kusta : 1 – 5
Penebalan saraf disertai gangguan fungsi : 1
BTA : Negatif
b. Multibaccilary (MB)
Jumlah bercak kusta : > 5
Penebalan saraf disertai gangguan fungsi : > 1
BTA : Positif
Tanda Khusus Pada Kusta jenis Multibaccilary (MB) :
- Nodul, Infiltrat
- Madarosis, Hidung Pelana
- Punched Out Lession

Alur 1.2 Alur Diagnosis dan Klasifikasi Kusta

6
2. Faktor risiko penyakit kusta

1. Faktor-Faktor Yang Menentukan Terjadinya Sakit Kusta

a. Penyebab
Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium Leprae dimana untuk pertama kali
ditemukan oleh G.H.Armauer Hansen pada tahun 1873.
M.Leprae hidup dalam sel dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf
(Schwan Cell)dan sel dari sistem retikulo endotelial.
Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2 – 3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam
kondisi tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari.
Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada tikus adalah 27-30°C.
b. Sumber Penularan
Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap sebagai sumber
penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse dan pada
telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus (Athymic nude mouse).
c. Cara keluar dari Pejamu (Host)
Mukosa hidung telah lama dikenal sebagai sumber dari kuman. Suatu kerokan
hidung dari penderita tipe lepromatous yang tidak diobati menunjukkan jumlah kuman
sebesar 104 - 107. Dan telah terbukti bahwa saluran napas bagian atas dari penderita tipe
lepromatous merupakan sumber kuman yang terpenting di dalam lingkungan.
d. Cara Penularan
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi rata-rata 2 – 5 tahun, akan tetapi dapat
juga bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila M. Leprae yang utuh (hidup) keluar dari
tubuh penderita dan masuk ke dalam tubuh orang lain.
Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan
penderita. Penderita yang sudah minum obat sesuai regimen WHO tidak menjadi
sumber penularan kepada orang lain.

7
e. Cara masuk kedalam pejamu
Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh pejamu sampai saat ini belum
dapat dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernapasan
bagian atas dan melalui kontak kulit yang tidak utuh.
f. Pejamu (Tuan rumah = Host)
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan penderita,
hal ini disebabkan karena adanya imunitas. M. Leprae termasuk kuman yang obligat
intraseluler, dan sistem kekebalan yang paling efektif adalah kekebalan seluler. Faktor
fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan serta faktor infeksi dan malnutrisi
dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.
Sebagian besar (95 %) manusia kebal terhadap kusta, hanya sebagian kecil
yang dapat ditulari (5%). Dari 5 % yang tertular tersebut sekitar 70 % dapat sembuh
sendiri dan hanya 30 % yang menjadi sakit.
Contoh:
Dari 100 orang yang terpapar; 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri
tanpa obat, 2 orang menjadi sakit dimana hal ini belum memperhitungkan pengaruh
pengobatan.
Seseorang dalam lingkungan tertentu akan termasuk dalam salah satu dari 3 kelompok
berikut ini, yaitu :
a) Pejamu yang mempunyai kekebalan tubuh tinggi merupakan kelompok terbesar
yang telah atau akan menjadi resisten terhadap kuman kusta.
b) Pejamu yang mempunyai kekebalan rendah terhadap kuman kusta, bila
menderita penyakit kusta biasanya tipe PB.
c) Pejamu yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta yang
merupakan kelompok kecil, bila menderita kusta biasanya tipe MB.
2. Upaya Pengendalian Atau Pemutusan Mata Rantai Penularan
Penentuan kebijakan dan metoda pengendalian penyakit kusta sangat
ditentukan oleh pengetahuan epidemiologi kusta dan perkembangan ilmu dan teknologi
di bidang kesehatan.
Upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit kusta dapat dilakukan melalui :
a. Pengobatan MDT pada penderita kusta
b. Kemoprofilaksis
Dalam upaya mengurangi jumlah kasus baru dengan mengurangi penularan
kusta, ada bukti ilmiah bahwa Single Dose Rifampicin (SDR)/Rifampicin dosis
tunggal yang diberikan kepada kontak dekat dari kasus indeks telah terbukti secara
efektif mengurangi risiko kusta. Di sisi lain sampai saat ini belum ada metode lain
yang lebih efektif untuk pencegahan penyakit ini (seperti vaksinasi). Untuk menekan
angka kejadian kusta salah satunya adalah dengan metode kemoprofilaksis untuk
mencegah penularan pada orang sehat. Kemoprofilaksis Rifampicin Dosis Tunggal
sebagai salah satu kegiatan penanggulangan kusta yang tertuang dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2019 yang ditujukan untuk pencegahan kusta.

8
Untuk mencapai eliminasi kusta, kementerian kesehatan berupaya
melakukan akselerasi melalui berbagai inovasi antara lain dengan kemoprofilaksis
rifampicin dosis tunggal. Hasil kemoprofilaksis di beberapa wilayah seperti
kabupaten Bima, Asmat dan Maluku Tenggara Barat menunjukkan terjadinya
penurunan kasus baru kusta sejak kegiatan ini dilakukan
Berikut ini adalah bagan dimana kita dapat melakukan intervensi
terhadap faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sakit kusta dalam rangka
memutuskan mata rantai penularan.
Cara Pemutusan Mata Rantai Penularan Penyakit Kusta

- Vaksinasi
- Kemoprofilaksis Pengobatan
MDT
Menjadi sakit dan tubuh
mereka menjadi tempat
perkembangan
Mycobacterium leprae

Penderita
Tuan
Kusta menjadi
rumah/Host:
sumber
yang
penularan
kekebalannya
kurang

Cara masuk Cara keluar:


ke host: dari dari saluran
saluran nafas
nafas

Cara penulaan
utama: Melalui
percikan droplet

Alur 1. 1 Cara Pemutusan Mata Rantai Penularan Penyakit Kusta


3. Pengambilan dan pengelolaan sampel kusta
Skin smear atau kerokan kulit adalah pemeriksaan sediaan yang diperoleh lewat
irisan dan kerokan kecil pada kulit yang kemudian diberi pewarnaan tahan asam
untuk melihat Mycobacterium Leprae.
Pemeriksaan skin smear beberapa tahun terakhir tidak diwajibkan dalam
program Nasional. Namun demikian menurut penelitian pemeriksaan skin smear
banyak berguna mempercepat penegakan diagnosis dan penentuan klasifikasi,
(ada sekitar 7-10% penderita yang datang dengan lesi PB tapi dia sebenarnya
kasus MB dini). Selain itu pemeriksaan skin smear diperlukan juga untuk
konfirmasi diagnosis dan diagnosis kasus relaps.
Pemeriksaan skin smear sebaiknya dilakukan oleh petugas yang sudah dilatih
(Wasor Kabupaten/ propinsi yang sudah dilatih). Pemeriksaan preparat skin
smear untuk kusta sama dengan pemeriksaan preparat TBC maka pemeriksaan

9
skin smear juga dapat dilakukan di Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) yang
sudah memiliki tenaga serta fasilitas pemeriksaan BTA.
A. Tujuan Pemeriksaan Skin Smear
1. Membantu menentukan diagnosis penyakit kusta, terutama pada kasus
tersangka (suspek) kusta
2. Membantu menentukan klasifikasi penyakit kusta pada pasien baru
3. Membantu diagnosis pasien relaps dari pasien yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan
4. Membantu menilai hasil pengobatan (pemeriksaan dilakukan minimal 2 kali,
yaitu awal pengobatan dan saat RFT)

B. Beberapa ketentuan dalam pengambilan skin smear:


1. Ambillah skin smear pada cuping telinga kanan dan kiri ditambah 2 atau 3
bercak pada bagian tubuh lain.
2. Sediaan diambil dari kelainan kulit paling aktif (lesi yang meninggi dan
berwarna kemerahan). Jika tidak ada lesi kulit yang sesuai, ambil skin smear
dari lokasi yang sebelumnya diketahui aktif atau lokasi dimana skin smear
sebelumnya postif.
3. Kulit muka sebaiknya dihindarkan karena alasan kosmetik, kecuali tidak
ditemukan kelainan kulit di tempat lain.
4. Pada pemeriksaan ulang dilakukan di tempat kelainan kulit yang sama dan
bila perlu di tambah dengan lesi kulit yang baru timbul.
5. Sebaiknya petugas yang mengambil dan yang memeriksa skin smear
dilakukan oleh orang yang berbeda. Hal ini untuk menjaga pengaruh
gambaran klinis terhadap hasil pemeriksaan bakteriologis.

C. Persiapan pengambilan skin smear


1. Persiapan peralatan
a. Kaca obyek yang baru dan kotak kaca obyek (slide box)
b. Skalpel (Tangkai pisau ukuran No. 3 dan pisau No. 15)
c. Lampu spiritus (bunsen)
d. Kapas alkohol
e. Kapas kering
f. Korek api
g. Pensil kaca atau spidol
h. Penjepit kaca obyek
i. Sarung tangan
Tempatkan semua material dan perlengkapan yang anda butuhkan diatas
meja yang bersih. Juga formulir permintaan pemeriksaan kaca obyek dan
label penanda kaca obyek.

2. Berikan penjelasan kepada pasien


Mintalah pada pasien untuk duduk dengan tenang. Jelaskan apa yang akan
anda lakukan dan mengapa hal tersebut harus dilakukan. Jawablah tiap
pertanyaaan yang muncul dari pasien. Catat permintaan pada formulir
permintaan pemeriksaan laboratorium.

10
Ingatlah bahwa prosedur pengambila skin smear merupakan tindakan invasif.
Sebelumnya cucilah tangan, kenakan sarung tangan dan gunakan peralatan
yang sudah disterilkan, serta mata pisau scalpel baru bagi tiap pasien. Jangan
mengambil skin smear jika tidak ada indikasi.

D. Pengambilan dan pembuatan slit skin smear


1. Cucilah tangan lalu kenakan sarug tangan
2. Ambillah kaca obyek sediaan yang baru, bersih dan tidak tergores. Beri tanda
atau nomor pada bagian bawah kaca obyek atau label kaca obyek sesuai
nomor identitas pasien. Nomor ini harus sama dengan nomor yang tertera
pada lembar permintaan pemeriksaan skin smear.
3. Bersihkan lokasi kulit tempat pengambilan skin smear dengan kapas alkohol,
biarkan mengering.
4. Nyalakan lampu spiritus.
5. Pasanglah bisturi (mata pisau skalpel) pada gagangnya. Jika anda
memasangnya dengan posisi mata pisau di bawah,pastikan agar tidak
menyentuh apapun.
6. Jepitlah kulit dengan erat mengunakan jempol dan telunjuk; tetap jepit dengan
kuat agar darah tidak ikut keluar.
7. Buatlah insisi (irisan) pada kulit dengan panjang sekitar 5 mm dan dalam 2
mm. Kulit tetap dijepit agar tidak ada darah yang keluar. Jika berdarah
bersihkan darah tersebut dengan kapas alkohol.
8. Putar pisau skalpel 90 pertahankan pada sudut yang tepat pada irisan.
Keroklah irisan tersebut sekali atau dua kali menggunakan skalpel guna
mengumpulkan cairan dan bubur jaringan. Tidak boleh ada darah pada
spesimen tersebut karena dapat menggangu pewarnaan dan pembacaan
9. Lepaskan jepitan pada kulit dan hapus darah dengan kapas.
10. Buatlah apusan dari kerokan kulit tersebut di atas kaca obyek, pada sisi yang
berbeda dengan letak identitas. Buatlah apusan berbentuk lingkaran dengan
diameter 8 mm.
11. Hapus kotoran pada mata pisau skalpel menggunakan kapas alkohol.
Lewatkan mata pisau skalpel di atas nyala api selama 3-4 detik. Biarkan
dingin tapi jangan sampai menyentuh sesuatu.
12. Ulangi langkah diatas untuk lokasi apusan lain. Buat apusan di sisi dekat
apusan sebelumnya, tapi jangan sampai bersentuhan dengan apusan
sebelumnya.
13. Lepas pisau skalpel dengan hati – hati
14. Tutup luka dan ucapkan terima kasih pada pasien.
15. Biarkan kaca obyek tersebut mengering beberapa saat dengan temperatur
ruangan tetapi tidak dibawah cahaya matahari langsung.
16. Fiksasi apusan dengan melewatkannya diatas nyala api bunsen 3 kali jangan
sampai terlalu panas (suam – suam kuku).
17. Letakkan kaca obyek di slide box dan kirimkan ke laboratorium dengan
permintaan pemeriksaan.

E. Melakukan pewarnaan
Buatlah pewarnaan dengan menggunakan metode Ziehl-Nelsen. Pewarnaan
dengan carbol fuchsin 0,3 %, kemudian bilaslah dengan asam alkohol 3 %
untuk menghilangkan semua warna, kecuali pada M. Leprae, kemudian
lakukan lagi pembilasan dengan methyllen blue 0,3 % untuk latar belakang.
Basil kusta akan terlihat seperti batang-batang merah pada latar belakang
biru.
1. Peralatan dan Reagensia
a. Reagen ziehl nelsen yang terdiri dari : Larutan Carbol Fuchsin 0,3 %, asam
alkohol 3 % dan methylen blue 0,3 %.
b. Lampu spiritus (bunsen)
c. Wadah dengan air mengalir
d. Pipet tetes
e. Besi penyangga
f. Timer
g. Rak kaca obyek
h. Sarung tangan

11
Catatan :
 Buat register kaca obyek di register laboratorium.
 Letakkan kaca obyek di rak pewarnaan dengan sisi apusan menghadap ke
atas. 10 kaca obyek atau lebih dapat diwarnai bersamaan. Pastikan bahwa
kaca obyek tersebut tidak saling bersentuhan satu dan yang lain.

2. Pewarnaan
a. Sebelum digunakan, saringlah carbol fuchsin 0,3 % menggunakan kertas
saring biasa
b. Tutupi seluruh permukaan kaca obyek dengan larutan carbol fuchsin
c. Panaskan kaca obyek dengan hati-hati di atas lampu spiritus sampai uap
carbol fuchsin keluar. Ulangi langkah ini 3 kali selama 5 menit. Pastikan
bahwa pewarnaan tidak sampai mendidih. Jika pewarna mengering
tambahkan lagi reagens dan panaskan lagi.
d. Basuh dengan hati-hati di bawah air mengalir. Keringkan air hingga kaca
obyek tidak lagi berwarna, meskipun apusak akan menjadi merah tua.
3. Pelunturan
a. Tetesi permukaan kaca obyek sampai tertutup dengan asam alkohol 3 %
selama 10 menit.
b. Bilas perlahan dengan air.
4. Counter staining
a. Tetesi sediaan dengan methylen blue 0,3 % selama 1 menit.
b. Bilas dengan air dan biarkan kaca obyek mengering di rak pengeringan
dengan posisi miring dengan sisi apusan menghadap ke bawah.
c. Apusan siap dibaca di bawah mikroskop.

F. Cara melakukan pembacaan skin smear


1. Letakkan kaca obyek di bawah mikroskop dengan apusan menghadap ke atas
dan nomor identitas terletak dikiri
2. Fouskan gambar mengguanak objektif 10 kali
3. Tetesi hapusan dengan setets minyak immersi
4. Ubah objektif menjadi pembearan 100 kali. Ini akan membuat lensa objektif
menyentuh minyak immersi (jika perlu, pindahkan sekrup makrometer untuk
memastikan bahwa minyak immersi menyentuh lensa)
5. Buka diafragma seluruhnya dan naikkan kondensor ke posisi tertinggi
6. Fokuskan dengan tepat menggunakan mikrometer.

G. Bentuk – bentuk Kuman Kusta yang dapat ditemukan dalam lapangan


pandang mikroskop
1. Bentuk Utuh (Solid)
a. Dinding sel tidak putus
b. Mengambil zat warna secara merata
c. Panjang kuman 4 kali lebarnya
2. Bentuk pecah-pecah (fragmented)
a. Dinding sel terputus mungkin sebagaian atau seluruhnya

12
b. Pengambilan zat warna tidak merata
3. Bentuk granular (ganulated)
Kelihatan seperti titik-titik tersusun garis lurus atau berkelompok
4. Bentuk globus
Beberapa BTA utuh atau fragmented/granulated mengadakan ikatan atau
kelompok. Kelompok kecil 40-60 BTA. Kelompok besar 200-300 BTA
5. Bentuk Clumps
Beberapa bentuk granular membentuk pulau-pulau tersendiri (lebih dari 500
BTA)

H. Cara menghitung BTA


Sebaiknya dicari lapangan penglihatan yang paling baik, artinya tidak/paling
sedikit mengandung globus atau clumps. Apabila ditemukan globus atau
clumps jangan dihitung. Kita dapat menggunakan cara :
1. Cara zig zag (Zig Zag Method)
2. Cara huruf Z ( Z Method)
3. Cara setengah lingkaran (Half Circle Method)
4. Cara serempat lingkaran (Quarter Circle Method)

Cara Zig Zag ( Zig Zag Method) Cara huruf Z ( Z Method )

Cara setengah lingkaran Cara serempat lingkaran


(Half Circle Method) (Quarter Circle Method)

I. Identifikasi kuman
Setelah menemukan lapangan pandang pertama, pindahlah ke lapangan
pandang berikutnya. Periksalah tiap apusann sekitar 100 lapangan pandang.
Carilah keberadaan BTA. BTA akan nampak sebagai batang merah dengan
latar belakang biru. Bentuknya dapat lurus atau melengkung, dan warna
merah dapat merata atau homogen (solid) atau tidak rata (fragmanted dan
granular). Kelompok basil disebut sebagai globi. Basil yang solid menandakan

13
adanya mikroorganisme yang hidup dan dapat dengan mudah terlihat pada
pasien baru yang belum diobati atau pasien relaps.
a. Indeks Bakteriologi (IB)
Indeks bakterilogi merupakan ukuran semi kuantitatif kepadatan BTA dalam
sediaan apus. Guna IB untuk membantu menentukan tipe kusta dan menilai
hasil pengobatan. Penilaian dilakukaan menurut skala Ridley

Indeks Bacteriologi

0
O BTA dalam 100 LP, hitung 100 lapangan pandang
1+
1 – 10 BTA dalam 100 LP, hitung 100 lapangan pandang
2+
1 – 10 BTA dalam 10 LP, hitung 100 lapangan pandang

3+ 1 – 10 BTA dalam rata- rata 1 LP, hitung 25 lapangan


pandang

4+ 10 – 100 BTA dalam rata-rata 1 LP,hitung 25 lapangan


pandang

5+ 100 – 1000 BTA dalam rata – rata 1 LP, hitung 25


lapangan pandang

>1000 BTA atau 5 clumps ditemukan dalam rata – rata


6+
lapangan pandang :
hitung 25 lapangan pandang

 Tulislah hasil untuk ketiga apusan dalam register laboratorium


 Bilas kaca obyek dengan xylol, jangan dihapus
 Simpan kaca obyek dalam box slide untuk kontrol kualitas (quality Control)
 Kaca obyek yang tidak disimpan untuk quality control harus dimusnahkan atau
didesinfeksi, didihkan dan cuci untuk digunakan kembali pada pemeriksaan
rutin (misalnya tinja, urine), kaca obyek tidak boleh digunakan untuk apusan
kulit lain atau pemeriksaan sputum
 Sampaikan hasil pemeriksaan pada petugas yang meminta apusan kulit
Catatan : Untuk hasil positif, baik IB rata-rata atau IB tertinggi dapat diambil
sebagai IB penderita tersebut.
b. Indeks Morfologi (IM)
Merupakan presentase basil kusta, bentuk utuh (solid) terhadap seluruh BTA.
Sebaiknya dicari lapangan pandang yang paling baik, artinya tidak ada
globus/clumps. Jika tidak ada, ambil lapangan pandang yang paling sedikit
mengandung globus/clumps. Apabila ditemukan globus/clumps jangan
dihitung

Jumlah BTA yang utuh


IM = ------------------------------- X 100%
Jumlah seluruh BTA

Indeks morfologi merguna untuk mengetahui daya penularan kuman, juga


untuk menilai hasil pengobatan dan membantu resistensi obat.

Contoh menghitung IB dan IM :

Lokasi
Kepadatan Solid Fragmented/Granulated
Pengambilan

1. Daun Telinga
5+ 5 95
Kiri
2.Daun telinga 4+ 6
kanan 94

14
3.Paha kiri 4+ 3 97

4.Bokong kanan 4+ 4 96

Jumlah 17 + 18 382

17 18
IB = ----------- = 4,25 IM = ----------------- X 100 % = 4,50
4 18 + 382
Catatan :
- Hasil pembacaan sediaan apus cukup dinyatakan negatif (-) atau positif (+)
saja.
- Bagi petugas Puskesmas/Kabupaten/Propinsi yang sudah mampu, dapat
menghitung derajat positifnya sesuai indeks bakteri.
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN
Pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan di rumah sakit rujukan yang
memiliki fasilitas terkait. Pemeriksaan tersebut, antara lain :
1. Histopatologi
2. Serologis
3. Polimerase Chain Reaction (PCR)

4. Pengepakan, pengiriman dan rujukan sampel


Pemeriksaan laboratorium kusta dilaksanakan di PPK Tingkat I, rujukan hanya
dilaksanakan untuk konfirmasi.
V. LATIHAN MATERI
Diskusi terkait video pengambilan sampel kusta.
VI. REFERENSI
1. Towards zero leprosy (Global Leprosy (Hansen’s disease) Strategy 2021 - 2030
2. Permenkes 11 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kusta
3. How to do a skin smear examination for leprosy, ILEP Learning Guide three, on
behalf of the ILEP Medico-social commission, International Federation of Anti
Leprosy Association (ILEP)
4. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Keempat, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta
5. The International Federation of Anti Leprosy Association (ILEP), 2002

15

Anda mungkin juga menyukai