Anda di halaman 1dari 73

Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola

Program Kusta

MATA PELAJARAN INTI 2


TATALAKSANA KUSTA

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum


Setelah menyelesaikan mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan Tatalaksana Kusta

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan Diagnosis dan Klasifikasi Kusta
2. Melakukan Pemeriksaan dan Charting
3. Menjelaskan Pengobatan kusta
4. Menjelaskan Penatalaksanaan reaksi kusta
5. Menjelaskan kecacatan, pencegahan kecacatan dan perawatan diri kusta.

Pokok Bahasan 1 : Diagnosis dan Klasifikasi Kusta

Tujuan Pembelajaran

Tujuan Instruksional Umum


Setelah menyelesaikan mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan Diagnosis dan
Klasifikasi Kusta

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah menyelesaikan mata pelatihan ini, peserta mampu:

A. Diagnosis
1) Menyebutkan dasar diagnosis kusta
2) Menyebutkan tanda-tanda tersangka (suspek) kusta
3) Mengetahui diagnosa banding kusta

B. Klasifikasi
1) Menyebutkan dasar klasifikasi penyakit kusta
2) Menyebutkan tujuan klasifikasi penyakit kusta
3) Menyebutkan jenis klasifikasi penyakit kusta

1
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

4) Menjelaskan hubungan antara kekebalan seluler dan klasifikasi


penyakit kusta

1. Diagnosis Kusta
a. Dasar Diagnosis Kusta
Diagnosis penyakit kusta hanya dapat didasarkan pada penemuan tanda utama
(Cardinal sign); yaitu :
1) Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.
Kelainan kulit dapat berbentuk bercak putih (hipopigmentasi) atau kemerah-
merahan (eritematous) yang mati rasa (anestesi).
2) Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.
Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi
(neuritis perifer).
Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa:
 Gangguan fungsi sensoris : mati rasa
 Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (Parese) atau kelumpuhan
(Paralisis)
 Gangguan fungsi otonom : Kulit kering dan retak-retak.
3) Basil tahan asam (BTA ) positif
Bahan pemeriksaan BTA diambil dari kerokan kulit (skin smear) asal
cuping telinga (rutin) dan bagian aktif suatu lesi kulit. Untuk tujuan tertentu
kadang jaringan diambil dari bagian tubuh tertentu (biopsi). Pemeriksaan
kerokan kulit hanya dilakukan pada kasus yang meragukan. Pewarnaan dan
pemeriksaan dapat dilakukan di Puskesmas yang memiliki tenaga serta fasilitas
untuk pemeriksaan BTA.

Untuk mendiagnosis penyakit kusta, minimal harus ditemukan satu


Cardinal sign. Tanpa adanya Cardinal sign, kita hanya boleh menyatakan
sebagai tersangka (suspek) kusta dan dicatat pada formulir tersangka.

b. Tanda tanda Mungkin Kusta (Suspek)


1) Tanda-tanda di kulit :
 Bercak kulit yang eritema atau hipopigmentasi (gambaran yang paling sering
ditemukan), datar atau menimbul, dapat disertai dengan tidak gatal dan
mengkilap atau kering bersisik
 Adanya kelainan kulit yang tidak berkeringat (anhidrosis) dan atau alis mata
tidak berambut (madarosis)

2
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

 Bengkak atau penebalan pada wajah dan cuping telinga


 Timbul lepuh luka tanpa rasa nyeri pada tangan dan kaki
2) Tanda-tanda pada saraf :
 Nyeri tekan dan atau spontan pada saraf.
 Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota gerak atau wajah.
 Kelemahan anggota gerak dan atau kelopak mata
 Adanya disabilitas (deformitas)
 Luka (ulkus) yang sulit sembuh
3) Tanda suspek lainnya :
 Lahir dan tinggal di daerah endemis kusta
 Mempunyai kelainan kulit yang tidak sembuh dengan pengobatan rutin,
terutama bila terdapat keterlibatan saraf tepi
 Riwayat kontak erat dan lama dengan orang yang mengalami kusta

Tanda-tanda tersebut di atas bukanlah tanda utama penyakit kusta, namun jika
ditemukan sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih teliti.

Jika diagnosis kusta masih belum dapat ditegakkan, tindakan yang dapat dilakukan
adalah :
 Pikirkan kemungkinan penyakit kulit lain (seperti panu, kurap, kudis,
frambusia) dan obati.
 Tunggu 3-6 bulan dan periksa kembali adanya mati rasa, jika lesi kulit
tersebut benar kusta maka dalam periode tersebut mati rasa harusnya menjadi
jelas dan kita dapat memulai MDT.
 Jika tidak ditemukan adanya mati rasa yang jelas maupun penebalan saraf
namun ada tanda-tanda mencurigakan seperti nodul, pembengkakan pada
wajah atau cuping telinga, atau infiltrasi pada kulit, perlu dilakukan
pemeriksaan kerokan kulit (skin smear).
 Jika hasil pemeriksaan klinis dan BTA masih meragukan, rujuk ke pelayanan
spesialistik

Catatan:
Pada daerah endemik rendah, pengobatan MDT baru diberikan hanya setelah
konfirmasi diagnosis ditegakkan oleh petugas terlatih (Wasor kabupaten/petugas
Puskesmas PRK).

c. Differensial Diagnosis Kusta ( Diagnosis Banding


Kusta )
Manifestasi klinis lesi penyakit Kusta melibatkan kulit, saraf perifer dan membran
mukosa. Lesi kusta dapat berupa makula, papula, nodul, infiltrat, ulkus, bercak
anestesi, dsb.

3
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Beberapa kelainan kulit yang mirip dengan kusta antara lain :


1. Bercak eritem berskuama ; psoriasis, pitiriasis rosea, dermatitis seboroik, tinea
korporis
2. Bercak hipopigmentasi dengan skuama ; pitiriasis, versicolor, pitiriasis alba
3. Bercak hipopogmentasi tanpa skuama ; vitiligo
4. Papul atau nodul; neurofibromatosis, prurigo nodularis, granuloma annulare

1) Bercak Eritem Berskuama

 Psoriasis
Infiltrat plak eritem berbatas tegas, terutama menyerupai kusta tipe tuberkuloid
jika sisiknya menghilang karena pengobatan.

2) Bercak Hipopigmentasi Dengan Skuama 

 Pitiriasis versicolor
Berupa bercak pigmentasi bersisik, superficial dengan bentuk irregular dan
sering berlokasi di leher dan badan

 Pitiriasis alba
Berupa macula bentuk bundar atau oval dengan sisik

3) Bercak Hipopogmentasi Tanpa Skuama

 Vitiligo
Berupa bercak berwarna putih menyerupai susu

4) Papul atau Nodul

 Granuloma Annulare
Berupa pembentukan papul atau nodul berbentuk annular (cincin). Lesinya
indolen dan tidak menimbulkan keluhan
 Neurofibromatosis
Kelainan genetik dimana pertumbuhan sel terganggu sehingga tumbuh tumor-
tumor pada jaringan saraf. Tumor tersebut umumnya jinak dan bisa muncul di
berbagai bagian dari system saraf, seperti pada otak maupun saraf tulang
belakang hingga saraf-saraf tepi.

4
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

2. Klasifikasi Kusta

Setelah seseorang didiagnosis menderita kusta, maka tahap selanjutnya yang perlu
dilakukan adalah menentukan tipe/klasifikasi penyakit kusta yang diderita. Penentuan
tipe penyakit kusta pada seorang penderita disebut klasifikasi penyakit kusta.

a) Dasar Klasifikasi Kusta


Penyakit kusta dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal yaitu :
a. Manifestasi Klinik, yaitu jumlah lesi kulit, jumlah saraf yang terganggu, dsb.
b. Hasil pemeriksaan bakteriologis, yaitu skin smear basil tahan asam (BTA)
positif atau negatif. Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan bila klasifikasi
meragukan.

b) Tujuan Klasifikasi Kusta


Klasifikasi penyakit kusta penting karena berhubungan dengan beberapa hal :
a. Tipe penyakit kusta menentukan jenis dan lamanya pengobatan penyakit.
b. Perencanaan logistik

c) Jenis Klasifikasi Kusta

Klasifikasi Menurut WHO

a. Paubacillary (PB)
Jumlah bercak kusta : 1 – 5
Penebalan saraf disertai gangguan fungsi : 1
BTA : Negatif

b. Multibaccilary (MB)
Jumlah bercak kusta : > 5
Penebalan saraf disertai gangguan fungsi : > 1
BTA : Positif
Tanda Khusus Pada Kusta jenis Multibaccilary (MB) :
- Nodul, Infiltrat
- Madarosis, Hidung Pelana
- Punched Out Lession

5
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola Program Kusta

Alur 1.2 Alur Diagnosis dan Klasifikasi Kusta


Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Pokok Bahasan 2 : Pemeriksaan dan Charting

Tujuan Pembelajaran

Tujuan Instruksional Umum


Setelah menyelesaikan mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan Pemeriksaan dan
Charting.

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:
1. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
1) Menjelaskan tahapan pemeriksaan
2) Melakukan tes pada bercak di kulit
3) Melakukan perabaan (Palpasi) saraf
4) Melakukan pemeriksaan fungsi saraf ( VMT/ST )
b. Pemeriksaan Bakteriologi

2. Charting
Menggambarkan simbol kelainan kusta (Charting)

1. Pemeriksaan

Tujuan Pemeriksaan
Menemukan Cardinal Sign

Jenis Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan Klinis
2. Pemeriksaan Bakteriologis dan Penunjang Lain

Syarat Pemeriksaan :
- Cahaya  menggunakan cahaya matahari tidak langsung. Pasien diminta menghadap
cahaya dan petugas membelakangi cahaya. Jarak antara petugas dan pasien sekitar ½
meter
- Seluruh tubuh diperiksa dengan tetap menghargai privasi penderita
- Sistematis  Seluruh tubuh diperiksa secara sistematis
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Persiapan Pemeriksaan : Sediakan


- Kapas / Jarum
- Bolpoint yang ujungnnya tumpul
- Kartu penderita
- Form Pemeriksaan Fungsi Saraf (PFS)
- Form Evaluasi Reaksi Berat

1) Sistematika Pemeriksaan
a) Anamnesis
 Biodata

 Riwayat Keluhan

 Riwayat kontak

 Riwayat penyakit lain

 Riwayat Pengobatan sebelumnya

b) Pemeriksaan
i. Periksa Pandang :

Menyeluruh dan lengkap dari kepala sampai telapak kaki

Tujuan:
o Melihat kelainan pada kulit antara lain bercak, infiltrate, nodul dsb
o Melihat adanya cacat, baik mata, tangan ataupun kaki
o Melihat penebalan N. Auricularis magnus

Yang dilihat :
- Bercak pada tungkai
- Bercak pada lengan
- Bercak pada lengan dan punggung
- Bercak pada punggung dan lengan
- Bercak pada tungkai atas depan
- Bercak pada pipi dan telinga

ii. Tes mati rasa pada bercak


Tujuan
Untuk mengetahui hilang / kurangnya rasa pada kelainan kulit yang dicurigai
Alat bantu: kapas dan jarum
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Cara:
o Kapas diruncingkan ujungnya atau jarum dan disentuhkan secara tegak
lurus ke bagian yang kita curigai saat periksa pandang
o Sebaiknya penderita duduk pada waktu pemeriksaan
o Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa tersentuh
bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjuk kulit yg disentuh
dengan jari telunjuknya, menghitung jumlah sentuhan atau dengan
menunjukkan jari tangan ke atas untuk bagian yang sulit dijangkau. Ini
dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal ini telah jelas, maka ia
diminta menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup dengan sepotong
kain / karton
o Kelainan-kelainan kulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang
normal disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi

iii. Palpasi saraf


Pemeriksaan harus sistematis:
o Saraf Aurikularis magnus (dibelakang telinga)
o Saraf Ulnaris (pada siku)
o Saraf Peroneus communis (Poplitea lateralis) dibelakang lutut
o Saraf Tibialis posterior pada mata kaki sebelah dalam

Syarat-syarat:
o Pemeriksa berhadapan dengan pederita
o Perabaan dengan tekanan ringan
o Pada saat meraba saraf, perhatikan :
 Apakah ada penebalan
 Apakah saraf kiri dan kanan sama besarnya atau berbeda
 Apakah ada rasa nyeri atau tidak pada perabaan saraf

Gambar/diagram berikut menunjukkan tempat dimana saraf tepi mengalami


kerusakan atau penebalan :
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Saraf
Saraf Facialis Auricularis
Magnus

Saraf Medianus
Saraf Radialis

Saraf Ulnaris Saraf cutaneus


radialis

Saraf Peroneus communis

Saraf Tibialis Posterior

Tehnik Perabaan (palpasi) Saraf

1) Saraf Auricularis magnus


Penebalan pada saraf auricularis magnus tidak selalu ditemukan melalui
palpasi. Sebagian besar kasus menemukan penebalan saraf ini justru melalui
inspeksi.
Cara memeriksa :
Pasien diminta untuk memalingkan wajah dari sisi yang akan diperiksa
dengan memandang ke arah bahu. Bila memang dengan inspeksi tidak
ditemukan penebalan saraf ini, telusuri daerah sisi leher bagian atas
dibelakang m. Sternocleidomastoideus dengan meraba dari arah craniolateral
ke caudomedial.

2) Saraf Ulnaris
 Tangan kanan pemeriksa memegang lengan kanan bawah penderita
dengan posisi siku sedikit ditekuk sehingga lengan penderita relaks.
 Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri pemeriksa mencari sambil
meraba saraf Ulnaris di dalam sulkus nervi ulnaris yaitu lekukan diantara
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

tonjolan tulang siku dan tonjolan kecil di bagian medial (epicondilus


medialis).
 Dengan memberi tekanan ringan pada saraf Ulnaris sambil digulirkan dan
menelusuri ke atas dengan halus sambil melihat mimik / reaksi penderita
apakah tampak kesakitan atau tidak.
 Kemudian dengan prosedur sama memeriksa saraf Ulnaris kiri.

3) Saraf Peroneus Communis (= Poplitea Lateralis)


 Penderita diminta duduk disuatu tempat (kursi,tangga, dll) dengan kaki
dalam keadaan relaks
 Pemeriksa duduk di depan penderita dengan tangan kanan memeriksa kaki
kiri penderita dan tangan kiri memeriksa kaki kanan.

 Pemeriksa meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada pertengahan betis
penderita bagian luar sambil pelan-pelan meraba ke atas sampai
menemukan benjolan tulang (caput fibula), setelah menemukan tulang
tersebut jari pemeriksa meraba saraf peroneus  1 cm ke arah belakang.
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

 Dengan tekanan yang ringan saraf tersebut digulirkan bergantian ke kanan


dan ke kiri sambil melihat mimik / reaksi penderita.

4) Saraf Tibialis Posterior


 Penderita masih dalam duduk relaks.
 Pemeriksa meraba saraf tibialis Posterior di bagian belakang bawah dari
mata kaki sebelah dalam (malleolus medialis)
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

iv. Pemeriksaan fungsi saraf

Tujuan :

1. Memeriksa adanya kelainan sensoris / rasa raba


2. Memeriksa adanya kelainan motorik / kekuatan otot

Dilakukan kepada :

1. Penderita baru / kunjungan pertama saat diagnosis


2. Penderita dalam pengobatan MDT. DIlakukan setiap bulan saat penderita
ambil MDT ke petugas
3. Penderita yang akan dinyatakan RFT. DIlakukan saat penderita akan
menyelesaikan blister PB yang ke-6 atau blister MB yang ke-12
4. Penderita RFT yang memiliki faktor risiko (penderita yang memiliki
disabilitas tingkat 1 atau 2, selama pengobatan pernah mengalami reaksi
dan BTA saat awal pengobatan positif > 3 atau ada nodul dan infiltrat).
Pada penderita PB, dilakukan setiap 3 bulan sekali selama 2 tahun
pengawasan. Pada penderita MB dilakukan setiap 3 bulan sekali selama 5
tahun pengawasan

Pemeriksaan ini juga dilakukan setiap kali penderita berkunjung ke Puskesmas


atau saat petugas berkunjung ke rumah penderita.
Hasil pemeriksaan dicatat pada form Pemantauan Fungsi Saraf /PFS (dahulu
dikenal form POD) secara lengkap sesuai petunjuk setiap kali agar dapat segera
menindaklanjuti kelainan yang ditemukan antara lain :
1) Perawatan diri
2) Mengobati reaksi
3) Merujuk penderita bila perlu

Sebelum memeriksa adanya gangguan fungsi saraf, pemeriksa perlu mengetahui


fungsi normal dari saraf yang diperiksa. Tabel berikut memperlihatkan ringkasan
fungsi normal saraf-saraf yang diperiksa dengan VMT/ST.
Area persarafan dan fungsi normal saraf-saraf yang diperiksa dengan VMT/ST
adalah sebagai berikut :
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Fungsi
Saraf
Motorik Sensorik & Otonom
Memper-sarafi kelopak mata Tidak diperiksa di lapangan
Facialis agar bisa menutup

Memper-sarafi jari tangan Rasa raba serta serta fungsi otonom


ke 4 dan ke 5 telapak tangan : separuh jari ke 4 (jari
manis) & ke 5 (jari kelingking)
Ulnaris

Memper-sarafi jari ibu jari, Rasa raba dan fungsi otonom telapak
telunjuk dan jari tengah tangan bagian ibu jari, jari ke 2, 3, dan
separuh jari ke 4.
Medianus

PALMAR DORSAL

Kekuatan pergelang-an Tidak diperiksa di lapangan


tangan
Radialis

Kekuatan pergelang-an Tidak diperiksa di lapangan


communis
Peroneus

Kaki

Memper-sarafi jari-jari kaki Rasa raba dan fungsi otonom telapak


Tibialis posterior

kaki.
(Otonom : Tidak diperiksa di lapangan)
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

 Persiapan Pemeriksaan Fungsi Saraf


Siapkan Formulir Pemantauan Fungsi Saraf Tepi/PFS.
a. Siapkan ballpoin yang ringan untuk pemeriksaan ST dan kertas untuk
pemeriksaan konfirmasi.
b. Siapkan tempat duduk untuk penderita dan pemeriksa.

 Teknik Pemeriksaan Fungsi Saraf (ST dan VMT)


Periksa secara berurutan agar tidak ada yang terlewatkan mulai dari kepala sampai
kaki.

a. Mata
Fungsi Motorik ( Gangguan Fungsi Saraf Facialis menyebabkan
Lagopthalmos)
 Penderita diminta memejamkan mata sambil diminta sedikit menengadah.
 Dilihat dari depan / samping apakah mata tertutup dengan sempurna / tidak
ada celah.
 Bagi mata yang menutup tidak rapat, diukur lebar celahnya lalu dicatat
(misalnya lagopthalmos +, 3 mm).

b. Tangan
Fungsi Sensorik (Saraf Ulnaris dan Medianus)
 Posisi penderita : Tangan yang akan diperiksa di letakkan di atas meja / paha
penderita atau bertumpu pada tangan kiri pemeriksa sedemikian rupa,
sehingga semua ujung jari tersangga (tangan pemeriksa yang menyesuaikan
diri dengan keadaan tangan penderita)misalnya claw hand.
 Menjelaskan pada penderita apa yang akan dilakukan padanya, sambil
memperagakan dengan menyentuhkan ujung ballpoin pada lengannya dan
satu atau dua titik pada telapak tangannya.
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

 Bila penderita merasakan sentuhan tersebut diminta untuk menunjuk tempat


sentuhan tersebut dengan jari tangan yang lain.
 Pemeriksaan diulangi sampai penderita mengerti dan kooperatif.
 Penderita diminta menutup mata atau menoleh ke arah berlawanan dari
tangan yang diperiksa.
 Penderita diminta menunjuk tempat yang terasa disentuh.
 Dengan ujung ballpen pemeriksa menyentuh tangan penderita pada titik-titik
sesuai dengan gambar pada form POD. Usahakan pemeriksaan titik-titik
tersebut tidak berurutan (secara acak).

Keterangan :
- Bila terasa ------- > 
- Bila tidak terasa ------- > X

c. Kaki
Fungsi Sensorik (Saraf Tibialis Posterior)
 Kaki kanan penderita diletakkan pada paha kiri, usahakan telapak kaki
menghadap ke atas. Tangan kiri pemeriksa menyangga ujung jari kaki
penderita.
 Cara pemeriksaan sama seperti pada rasa raba tangan, titik-titik yang
diperiksa sesuai dengan form Pemantauan Fungsi Saraf.
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

 Pada daerah yang menebal sedikit menekan dengan cekungan berdiameter 1


cm.

Keterangan :
- Bila terasa ------- > 
- Bila tidak terasa ------- > X

d. Tangan
Fungsi Motorik (Saraf Ulnaris, Medianus dan Radialis)
a) Jari Kelingking (Saraf Ulnaris)
 Tangan kanan pemeriksa memegang jari telunjuk sampai jari manis agar
posisi tangan menghadap keatas ( ekstensi maksimal ). Minta pasien
mendorong jari kelingkingnya keluar seperti terlihat pada gambar.
Kemudian dorong jari kelingking pada pangkal jari ( ruas ketiga )
mendekati jari lainnya sementara pasien diminta menahan pada posisi
awal.

Penilaian :
- Bila ada tahanan : Kuat / K
- Bila tahanan lemah atau kelingking terdorong: Lemah/Sedang/S
- Bila tidak bisa menahan dorongan : Lumpuh / L
- Bila pada pemeriksaan tersebut hasilnya meragukan apakah kuat
atau ada kelemahan, maka lakukanlah tes konfirmasi berikut ini.
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Tes Konfirmasi
Penderita diminta menjepit sehelai kertas yang diletakkan di antara jari
manis dan jari kelingking tersebut, lalu pemeriksa menarik kertas
tersebut sambil menilai ada tidaknya tahanan / jepitan terhadap kertas
tersebut.

Penilaian :
Bila ada tahanan kuat : Kuat / K
Bila tahanan lemah : Lemah/Sedang/S
Bila tidak bisa menjepit kertas : Lumpuh / L

b) Ibu Jari (Saraf Medianus)


 Tangan kanan pemeriksa memegang jari telunjuk sampai kelingking
tangan kanan penderita agar telapak tangan penderita menghadap ke atas,
dan dalam posisi ekstensi
 Ibu jari penderita ditegakkan ke atas sehingga tegak lurus terhadap
telapak tangan penderita (seakan-akan menunjuk kearah hidung) dan
penderita diminta untuk mempertahankan posisi tersebut
 Jari telunjuk pemeriksa menekan pangkal ibu jari penderita yaitu dari
bagian batas antara punggung dan telapak tangan menjauhi hidung, dan
penderita menahan ibu jari tersebut menjauhi telapak tangan

Gambar 6.6a Gambar 6.6b


Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Keterangan :
Bila ada gerakan dan tahanan kuat : Kuat / K
Bila ada gerakan dan tahanan lemah : Sedang/S
Bila tidak ada gerakan : Lumpuh / L

Catatan :
Selalu bandingkan kekuatan otot tangan kanan dan kiri untuk
menentukan adanya kelemahan.

c) Pergelangan tangan (Saraf Radialis)


 Tangan kiri pemeriksa memegang lengan bawah tangan kanan penderita

 Penderita diminta menggerakkan pergelangan tangan kanan yang terkepal


ke atas (ekstensi)
 Penderita diminta bertahan pada posisi ekstensi (ke atas) lalu dengan
tangan kanan pemeriksa menekan tangan penderita ke bawah ke arah fleksi

Keterangan :
Bila ada gerakan dan tahanan kuat : Kuat / K
Bila ada gerakan dan tahanan lemah : Lemah/Sedang/ S
Bila tidak ada gerakan : Lumpuh / L
(Pergelangan tangan tidak bisa ditegakkan ke atas)

d) Kaki
Fungsi motorik : Saraf Peroneus (= Poplitea Lateralis)
 Dalam keadaan duduk, penderita diminta mengangkat ujung kaki dengan
tumit tetap terletak di lantai/ekstensi maksimal (seperti berjalan dengan
tumit).
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

 Penderita diminta bertahan pada posisi ekstensi tersebut lalu pemeriksa


dengan kedua tangan menekan dengan kuat punggung kaki penderita ke
bawah / arah lantai.

Gambar 6.9a Gambar 6.9b

Keterangan :
- Bila ada gerakan dan tahanan kuat : Kuat / K
- Bila ada gerakan dan tahanan lemah : Lemah / S
- Bila tidak ada gerakan : Lumpuh / L
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

b. Pemeriksaan Bakteriologis

1. Tujuan Pemeriksaan Skin Smear


a. Membantu menentukan diagnosis penyakit kusta, terutama pada kasus tersangka
(suspek) kusta
b. Membantu menentukan klasifikasi penyakit kusta pada pasien baru
c. Membantu diagnosis pasien relaps dari pasien yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan
d. Membantu menilai hasil pengobatan (pemeriksaan dilakukan minimal 2 kali,
yaitu awal pengobatan dan saat RFT)

2. Beberapa ketentuan dalam pengambilan skin smear:


a. Ambillah skin smear pada cuping telinga kanan dan kiri ditambah 2 atau 3
bercak pada bagian tubuh lain.
b. Sediaan diambil dari kelainan kulit paling aktif (lesi yang meninggi dan
berwarna kemerahan). Jika tidak ada lesi kulit yang sesuai, ambil skin smear
dari lokasi yang sebelumnya diketahui aktif atau lokasi dimana skin smear
sebelumnya postif.
c. Kulit muka sebaiknya dihindarkan karena alasan kosmetik, kecuali tidak
ditemukan kelainan kulit di tempat lain.
d. Pada pemeriksaan ulang dilakukan di tempat kelainan kulit yang sama dan bila
perlu di tambah dengan lesi kulit yang baru timbul.
e. Sebaiknya petugas yang mengambil dan yang memeriksa skin smear dilakukan
oleh orang yang berbeda. Hal ini untuk menjaga pengaruh gambaran klinis
terhadap hasil pemeriksaan bakteriologis.

3. Persiapan pengambilan skin smear


a. Persiapan peralatan
1) Kaca obyek yang baru dan kotak kaca obyek (slide box)
2) Skalpel (Tangkai pisau ukuran No. 3 dan pisau No. 15)
3) Lampu spiritus (bunsen)
4) Kapas alkohol
5) Kapas kering
6) Korek api
7) Pensil kaca atau spidol
8) Penjepit kaca obyek
9) Sarung tangan
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Tempatkan semua material dan perlengkapan yang anda butuhkan diatas meja
yang bersih. Juga formulir permintaan pemeriksaan kaca obyek dan label
penanda kaca obyek.

b. Berikan penjelasan kepada pasien


Mintalah pada pasien untuk duduk dengan tenang. Jelaskan apa yang akan anda
lakukan dan mengapa hal tersebut harus dilakukan. Jawablah tiap pertanyaaan
yang muncul dari pasien. Catat permintaan pada formulir permintaan
pemeriksaan laboratorium.
Ingatlah bahwa prosedur pengambila skin smear merupakan tindakan invasif.
Sebelumnya cucilah tangan, kenakan sarung tangan dan gunakan peralatan
yang sudah disterilkan, serta mata pisau scalpel baru bagi tiap pasien. Jangan
mengambil skin smear jika tidak ada indikasi.

4. Pengambilan dan pembuatan slit skin smear


a. Cucilah tangan lalu kenakan sarug tangan
b. Ambillah kaca obyek sediaan yang baru, bersih dan tidak tergores. Beri tanda
atau nomor pada bagian bawah kaca obyek atau label kaca obyek sesuai nomor
identitas pasien. Nomor ini harus sama dengan nomor yang tertera pada lembar
permintaan pemeriksaan skin smear.
c. Bersihkan lokasi kulit tempat pengambilan skin smear dengan kapas alkohol,
biarkan mengering.
d. Nyalakan lampu spiritus.
e. Pasanglah bisturi (mata pisau skalpel) pada gagangnya. Jika anda memasangnya
dengan posisi mata pisau di bawah,pastikan agar tidak menyentuh apapun.
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

f. Jepitlah kulit dengan erat mengunakan jempol dan telunjuk; tetap jepit dengan
kuat agar darah tidak ikut keluar.
g. Buatlah insisi (irisan) pada kulit dengan panjang sekitar 5 mm dan dalam 2 mm.
Kulit tetap dijepit agar tidak ada darah yang keluar. Jika berdarah bersihkan
darah tersebut dengan kapas alkohol.
h. Putar pisau skalpel 90 pertahankan pada sudut yang tepat pada irisan. Keroklah
irisan tersebut sekali atau dua kali menggunakan skalpel guna mengumpulkan
cairan dan bubur jaringan. Tidak boleh ada darah pada spesimen tersebut karena
dapat menggangu pewarnaan dan pembacaan
i. Lepaskan jepitan pada kulit dan hapus darah dengan kapas.
j. Buatlah apusan dari kerokan kulit tersebut di atas kaca obyek, pada sisi yang
berbeda dengan letak identitas. Buatlah apusan berbentuk lingkaran dengan
diameter 8 mm.
k. Hapus kotoran pada mata pisau skalpel menggunakan kapas alkohol. Lewatkan
mata pisau skalpel di atas nyala api selama 3-4 detik. Biarkan dingin tapi jangan
sampai menyentuh sesuatu.
l. Ulangi langkah diatas untuk lokasi apusan lain. Buat apusan di sisi dekat apusan
sebelumnya, tapi jangan sampai bersentuhan dengan apusan sebelumnya.
m. Lepas pisau skalpel dengan hati – hati
n. Tutup luka dan ucapkan terima kasih pada pasien.
o. Biarkan kaca obyek tersebut mengering beberapa saat dengan temperatur
ruangan tetapi tidak dibawah cahaya matahari langsung.
p. Fiksasi apusan dengan melewatkannya diatas nyala api bunsen 3 kali jangan
sampai terlalu panas (suam – suam kuku).
q. Letakkan kaca obyek di slide box dan kirimkan ke laboratorium dengan
permintaan pemeriksaan.

5. Melakukan pewarnaan
Buatlah pewarnaan dengan menggunakan metode Ziehl-Nelsen. Pewarnaan dengan
carbol fuchsin 0,3 %, kemudian bilaslah dengan asam alkohol 3 % untuk
menghilangkan semua warna, kecuali pada M. Leprae, kemudian lakukan lagi
pembilasan dengan methyllen blue 0,3 % untuk latar belakang. Basil kusta akan
terlihat seperti batang-batang merah pada latar belakang biru.
a. Peralatan dan Reagensia
1) Reagen ziehl nelsen yang terdiri dari : Larutan Carbol Fuchsin 0,3 %,
asam alkohol 3 % dan methylen blue 0,3 %.
2) Lampu spiritus (bunsen)
3) Wadah dengan air mengalir
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

4) Pipet tetes
5) Besi penyangga
6) Timer
7) Rak kaca obyek
8) Sarung tangan
Catatan :
 Buat register kaca obyek di register laboratorium.
 Letakkan kaca obyek di rak pewarnaan dengan sisi apusan menghadap ke
atas. 10 kaca obyek atau lebih dapat diwarnai bersamaan. Pastikan bahwa
kaca obyek tersebut tidak saling bersentuhan satu dan yang lain.

b. Pewarnaan
1) Sebelum digunakan, saringlah carbol fuchsin 0,3 % menggunakan kertas
saring biasa
2) Tutupi seluruh permukaan kaca obyek dengan larutan carbol fuchsin
3) Panaskan kaca obyek dengan hati-hati di atas lampu spiritus sampai uap
carbol fuchsin keluar. Ulangi langkah ini 3 kali selama 5 menit. Pastikan
bahwa pewarnaan tidak sampai mendidih. Jika pewarna mengering
tambahkan lagi reagens dan panaskan lagi.
4) Basuh dengan hati-hati di bawah air mengalir. Keringkan air hingga kaca
obyek tidak lagi berwarna, meskipun apusak akan menjadi merah tua.

c. Pelunturan
1) Tetesi permukaan kaca obyek sampai tertutup dengan asam alkohol 3 %
selama 10 menit.
2) Bilas perlahan dengan air.

d. Counter staining
1) Tetesi sediaan dengan methylen blue 0,3 % selama 1 menit.
2) Bilas dengan air dan biarkan kaca obyek mengering di rak pengeringan
dengan posisi miring dengan sisi apusan menghadap ke bawah.
3) Apusan siap dibaca di bawah mikroskop.
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

6. Cara melakukan pembacaan skin smear


a. Letakkan kaca obyek di bawah mikroskop dengan apusan menghadap ke atas
dan nomor identitas terletak dikiri
b. Fokuskan gambar menggunakan objektif 10 kali
c. Tetesi hapusan dengan setetes minyak immersi
d. Ubah objektif menjadi pembearan 100 kali. Ini akan membuat lensa objektif
menyentuh minyak immersi (jika perlu, pindahkan sekrup makrometer untuk
memastikan bahwa minyak immersi menyentuh lensa)
e. Buka diafragma seluruhnya dan naikkan kondensor ke posisi tertinggi
f. Fokuskan dengan tepat menggunakan mikrometer.

7. Bentuk – bentuk Kuman Kusta yang dapat ditemukan dalam lapangan


pandang mikroskop
a. Bentuk Utuh (Solid)
1) Dinding sel tidak putus
2) Mengambil zat warna secara merata
3) Panjang kuman 4 kali lebarnya
b. Bentuk pecah-pecah (fragmented)
1) Dinding sel terputus mungkin sebagaian atau seluruhnya
2) Pengambilan zat warna tidak merata
c. Bentuk granular (ganulated)
Kelihatan seperti titik-titik tersusun garis lurus atau berkelompok
d. Bentuk globus
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Beberapa BTA utuh atau fragmented/granulated mengadakan ikatan atau


kelompok. Kelompok kecil 40-60 BTA. Kelompok besar 200-300 BTA
e. Bentuk Clumps
Beberapa bentuk granular membentuk pulau-pulau tersendiri (lebih dari 500
BTA)

8. Cara menghitung BTA


Sebaiknya dicari lapangan penglihatan yang paling baik, artinya tidak/paling
sedikit mengandung globus atau clumps. Apabila ditemukan globus atau clumps
jangan dihitung. Kita dapat menggunakan cara :
a. Cara zig zag (Zig Zag Method)
b. Cara huruf Z ( Z Method)
c. Cara setengah lingkaran (Half Circle Method)
d. Cara serempat lingkaran (Quarter Circle Method)
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Cara Zig Zag ( Zig Zag Method) Cara huruf Z ( Z Method )

Cara setengah lingkaran Cara serempat lingkaran


(Half Circle Method) (Quarter Circle Method)

9. Identifikasi kuman
Setelah menemukan lapangan pandang pertama, pindahlah ke lapangan pandang
berikutnya. Periksalah tiap apusann sekitar 100 lapangan pandang.
Carilah keberadaan BTA. BTA akan nampak sebagai batang merah dengan latar
belakang biru. Bentuknya dapat lurus atau melengkung, dan warna merah dapat
merata atau homogen (solid) atau tidak rata (fragmanted dan granular). Kelompok
basil disebut sebagai globi. Basil yang solid menandakan adanya mikroorganisme
yang hidup dan dapat dengan mudah terlihat pada pasien baru yang belum diobati
atau pasien relaps.
a. Indeks Bakteriologi (IB)
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Indeks bakterilogi merupakan ukuran semi kuantitatif kepadatan BTA dalam


sediaan apus. Guna IB untuk membantu menentukan tipe kusta dan menilai hasil
pengobatan. Penilaian dilakukaan menurut skala Ridley

Indeks Bacteriologi
0
O BTA dalam 100 LP, hitung 100 lapangan pandang
1+
1 – 10 BTA dalam 100 LP, hitung 100 lapangan pandang
2+
1 – 10 BTA dalam 10 LP, hitung 100 lapangan pandang
3+
1 – 10 BTA dalam rata- rata 1 LP, hitung 25 lapangan pandang
4+
10 – 100 BTA dalam rata-rata 1 LP,hitung 25 lapangan pandang
5+
100 – 1000 BTA dalam rata – rata 1 LP, hitung 25 lapangan pandang

>1000 BTA atau 5 clumps ditemukan dalam rata – rata lapangan


6+
pandang :
hitung 25 lapangan pandang

 Tulislah hasil untuk ketiga apusan dalam register laboratorium


 Bilas kaca obyek dengan xylol, jangan dihapus
 Simpan kaca obyek dalam box slide untuk kontrol kualitas (quality Control)
 Kaca obyek yang tidak disimpan untuk quality control harus dimusnahkan
atau didesinfeksi, didihkan dan cuci untuk digunakan kembali pada
pemeriksaan rutin (misalnya tinja, urine), kaca obyek tidak boleh digunakan
untuk apusan kulit lain atau pemeriksaan sputum
 Sampaikan hasil pemeriksaan pada petugas yang meminta apusan kulit

Catatan : Untuk hasil positif, baik IB rata-rata atau IB tertinggi dapat diambil
sebagai IB penderita tersebut.

b. Indeks Morfologi (IM)


Merupakan presentase basil kusta, bentuk utuh (solid) terhadap seluruh BTA.
Sebaiknya dicari lapangan pandang yang paling baik, artinya tidak ada
globus/clumps. Jika tidak ada, ambil lapangan pandang yang paling sedikit
mengandung globus/clumps. Apabila ditemukan globus/clumps jangan dihitung
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Jumlah BTA yang utuh


IM = ------------------------------- X 100%
Jumlah seluruh BTA

Indeks morfologi merguna untuk mengetahui daya penularan kuman, juga untuk
menilai hasil pengobatan dan membantu resistensi obat.

Contoh menghitung IB dan IM :


Lokasi
Kepadatan Solid Fragmented/Granulated
Pengambilan

1. Daun Telinga
5+ 5 95
Kiri

2.Daun telinga
4+ 6 94
kanan

3.Paha kiri 4+ 3 97

4.Bokong kanan 4+ 4
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

96

17 + 18
Jumlah 382

17 18
IB = ----------- = 4,25 IM = ----------------- X 100 % = 4,50
4 18 + 382

Catatan :
- Hasil pembacaan sediaan apus cukup dinyatakan negatif (-) atau positif (+) saja.
- Bagi petugas Puskesmas/Kabupaten/Propinsi yang sudah mampu, dapat
menghitung derajat positifnya sesuai indeks bakteri.

PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN


Pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan di rumah sakit rujukan yang memiliki
fasilitas terkait. Pemeriksaan tersebut, antara lain :
1. Histopatologi
2. Serologis
3. Polimerase Chain Reaction (PCR)

2. Charting
(=MENGGAMBAR SIMBOL KELAINAN KUSTA)

Merupakan pemetaan kelainan akibat kusta yang terdapat pada tubuh penderita ke gambar
tubuh di kartu penderita menggunakan simbol-simbol baku yang sudah ditetapkan
dengan tujuan sebagai bukti ketepatan diagnosis yang telah dilakukan. Simbol-simbol
tersebut dan artinya adalah sebagai berikut :

Bercak kusta keputihan atau kemerahan

Mati rasa
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi Pengelola
Program Kusta

Bercak putih/merah yang mati rasa berbatas tegas

Bercak putih/merah yang mati rasa berbatas tidak jelas

Infiltrat yang luas dan merata

Nodul /Benjolan

Penebalan saraf
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

ll Alis mata rontok/madarosis

Hidung pelana

Kontraktur lemas (clawing = c)

Kontraktur kaku (stiffness = s )

Mutilasi/absorbsi (Hilangnya/susutnya jari-jari atau bagian dari

anggota gerak)

Ulkus

Tangan lunglai (Drop hand, drop wrist) / kaki semper ( drop foot)

Lo Lagopthalmus (Sulit memejamkan mata)

Catatan :
Bila ada kelainan kusta yang ditemukan pada tubuh penderita namun tidak ada
simbol yang disepakati untuk kelainan tersebut cukup tuliskan bentuk
kelainannya.
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Pokok Bahasan 3 : Pengobatan Kusta

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum


Setelah menyelesaikan mata pelatihan ini, peserta mampu melaksanakan pengobatan
bagi penderita kusta

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta latih akan dapat:
A. Menyebutkan tujuan pengobatan
B. Menentukan regimen pengobatan
C. Menjelaskan efek samping dan cara mengatasinya
D. Menjelaskan hasil evaluasi pengobatan (RFT, Default)

A. Tujuan Pengobatan Kusta

Melalui pengobatan, penderita diberikan obat-obat yang membunuh kuman


kusta. Dengan demikian, pengobatan bertujuan untuk:
1) Memutuskan mata rantai penularan
2) Mencegah resistensi obat
3) Meningkatkan keteraturan berobat
4) Mencegah terjadinya disabilitas atau mencegah bertambahnya disabilitas
yang sudah ada sebelum pengobatan

Jenis obat :
- Rifampisin : bacterisid
- DDS : bacterisid lemah / Bacteriostatis
- Lampren : bacteriostatis dan anti inflamasi kuat

B. Regimen Pengobatan Kusta

Multi Drug Therapy (MDT) adalah kombinasi dua atau lebih obat antikusta
yang salah satunya harus terdiri atas Rifampisin sebagai antikusta yang
bersifat bakterisid kuat dengan obat anti kusta lain yang bersifat
bakteriostatik.
Regimen MDT yang dianjurkan oleh WHO diberikan sesuai klasifikasi
penyakit yang diderita dan dikemas dalam bentuk blister pak yang setiap
blisternya adalah untuk satu bulan. Ada 4 blister pak berbeda tetapi dengan
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

obat-obat yang sama dan dosis yang lebih rendah untuk anak-anak. MDT
aman diberikan untuk wanita dan anak-anak, janin saat kehamilan, bahkan
bayi dan saat menyusui.

Penderita Pausi Basiler (PB)

Untuk penderita PB diberikan enam blister yang harus diminum selama 6 -9


bulan.

Dewasa
- Pengobatan bulanan adalah dosis hari pertama dari blister MDT yang
diminum di depan petugas dan terdiri atas:
• Dua kapsul Rifampisin @ 300 mg (600 mg)
• Satu tablet Dapson (DDS) 100 mg

- Pengobatan harian adalah dosis obat-obat yang diminum mulai hari kedua
pengobatan hingga hari ke duapuluh delapan, dan terdiri atas:
• Satu tablet Dapson 100 mg

Untuk lebih jelasnya, sebagai pedoman praktis pemberian MDT bagi


penderita kusta tipe PB digunakan bagan sebagai berikut :
5-9
Nama Obat < 5 tahun 10-<15 tahun ≥ 15 tahun Keterangan
tahun

300 Minum di
Rifampisin 450 mg/bln 600 mg/bln
mg/bln depan petugas

Berdasarkan 25 Minum di
Berat Badan 50 mg/hari 100 mg/hari
mg/hari depan petugas
DDS
25 Minum di
50 mg/hari 100 mg/hari
mg/hari rumah

Penderita Multi Basiler (MB)

Untuk penderita MB diberikan duabelas (12) blister yang harus diminum


selama 12 -18 bulan.

Dewasa
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

- Pengobatan bulanan adalah dosis hari pertama dari blister MDT yang
diminum di depan petugas dan terdiri atas:
• Dua kapsul Rifampisin @ 300 mg (600 mg)
• Tiga kapsul Lampren @ 100 mg (300 mg)
• Satu tablet Dapson (DDS) 100 mg

- Pengobatan harian adalah dosis obat-obat yang diminum mulai hari kedua
pengobatan hingga hari ke duapuluh delapan, dan terdiri atas:
• Satu kapsul Lampren 50 mg
• Satu tablet Dapson 100 mg

Untuk lebih jelasnya, sebagai pedoman praktis pemberian MDT bagi


penderita kusta tipe MB digunakan bagan sebagai berikut:
< 5 tahun
10-<15
Jenis Obat 5-9 tahun ≥ 15 tahun Keterangan
tahun

Minum di depan
Rifampisin 300 mg/bln 450 mg/bln 600 mg/bln
petugas

Minum di depan
25 mg/bln 50 mg/bln 100 mg/bln
petugas
Dapson (DDS) Berdasark
an
Berat 25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari Minum di rumah
Badan
Minum di depan
100 mg /bln 150 mg/bln 300 mg/bln
petugas
Clofazimine
50 mg 2 kali 50 mg setiap
50 mg/hari Minum dirumah
semnggu 2 hari

Dosis bagi anak berusia dibawah 5 tahun disesuaikan dengan berat badan.
 Rifampisin : 10-15 mg/kg BB
 DDS : 1-2 mg/kg BB
 Clofazimin :
Bulanan : 6 mg/kg BB
Harian : 1 mg/kgBB

C. Efek Samping MDT Dan Penanganannya


Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Walaupun dari pengalaman lapangan penderita kusta jarang mengalami efek


samping dari obat-obat kusta yang diberikan, namun petugas perlu
mengetahui efek samping berbagai obat antikusta yang digunakan agar dapat
memberikan penjelasan yang tepat kepada penderita dan bertindak secara
tepat apabila menghadapi keadaan tersebut.

Rifampisin
Rifampisin jarang menimbulkan efek samping,tetapi tetap perlu diwaspadai
karena dapat menimbulkan :
- Sindroma pernafasan seperti sesak, hingga kollaps, dan shock.
Atasi segera dengan pemberian cairan, obat-obat anti shock seperti
adrenalin dan antihistamin. Jika tidak mampu ditangani, rujuk segera ke
rumah sakit terdekat. Tetapi efek samping ini sangat jarang terjadi.

- Hepatotoksik, umumnya nampak sebagai ikterus dan pasien


mengeluhkan mual serta hilangnya selera makan. Ada dua tipe ikterus yaitu
tipe ringan dan berlangsung sementara serta tipe berat yang disertai dengan
kerusakan sel hepar. Untuk kondisi lapangan sangat sulit untuk
membedakan kedua tipe tersebut oleh karena itu rifampisin sebaiknya
dihentikan dan pasien segera dirujuk ke Puskesmas atau Rumah sakit
terdekat. Umumnya dengan pemberian Rifampicin 600 mg/bulan tidak
berbahaya bagi hati dan ginjal (kecuali ada tanda-tanda penyakit
sebelumnya). Sebelum pemberian obat ini perlu dilakukan tes fungsi hati
apabila ada gejala-gejala yang mencurigakan pengobatan Rifampicin supaya
dihentikan sementara bila timbul gejala gangguan fungsi hati dan dapat
dilanjutkan kembali bila fungsi hati sudah normal. Bila gangguan fungsi hati
yang terjadi pasti memang disebabkan oleh obat ini, maka rifampisin tidak
lagi diberikan.
- Sindroma kulit seperti rasa panas di badan (flushing), gatal
(pruritus). Biasanya hanya terjadi ringan dan sementara.
- Sindroma perut seperti rasa nyeri, mual, muntah dan diare. Hal
ini sering terjadi jika rifampisin diminum saat perut kosong.
- Sindrome “flu“ seperti demam, menggigil dan sakit tulang.
Penanganannya cukup dengan terapi simptomatik.
- Perubahan warna kencing, faeces, ludah, air mata dan keringat
menjadi merah. Ini hanya berlangsung sementara, perlu diberitahukan
kepada penderita agar tidak kaget.

Dapson (DDS)
- Secara umum, reaksi alergi akibat dapson
(DDS) dapat menimbulkan reaksi alergi pada kulit mulai ruam gatal pada
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

kulit hingga mengelupas (dermatitis exfoliatif), hingga sindrom Stevens-


Johnson. Reaksi alergi terhadap dapson dapat terjadi segera maupun
kemudian. Namun lesi kulit/bercak kusta pada pasien tidak pernah terasa
gatal atau terbakar. Tanda dan gejala awal mirip infeksi virus sehingga
pasien seringkali menghentikan pengobatan, tetapi jika petugas menemui
penderita seringkali tidak ada lagi tanda atau gejala yang bisa dilihat. Jika
petugas tidak memperhatikan riwayat tersebut maka kemungkinan besar
paparan kedua akan jauh lebih membahayakan.

o “Dapson syndrome” merupakan salah satu bentuk reaksi alergi


terhadap dapson, merupakan reaksi hipersentivitas yang sangat jarang
terjadi dan umumnya terjadi pada 6 minggu pertama terapi. Karakteristik
gejala dari ”Dapson sindrom” ini adalah demam tinggi, malaise,
dermatitis papular atau exfoliative, hingga gejala pada hepar (ikterus,
hepatitis, dan hepatomegali), serta limfadenopati menyeluruh.

o Penanganannya adalah menghentikan Dapson dan menghindari semua


obat yang tergolong senyawa sulfa. Prinsip penanganan jika gejalanya
berat adalah menghentikan seluruh MDT dan merujuk penderita ke
rumah sakit untuk penanganan yang menyeluruh. Bila fasilitas rawat inap
memungkinkan, tatalaksana pasien yang menderita sindrom dapson
adalah sbb:

• Hentikan dapson, (atau semua obat MDT), termasuk obat tradisional

• Berikan paracetamol jika terjadi demam (dosis 3x 500 mg sampai 3 x


1000 mg), jangan beri antalgin

• Menjaga keadaan umum (cairan dan nutrisi) penderita tetap baik.

• CTM 3 x 4 mg hingga 4 x 4 mg selama 3 – 4 hari tergantung keadaan


penderita; bila sindrom dapson sudah melibatkan pengelupasan kulit
dan mukosa (dermatitis exfoliatif) berikan kortikosteroid (prednison)
dengan dosis sebagai berikut:

 Prednison 50 mg sehari selama 2 hari

 Prednison 40 mg sehari selama 2 hari

 Prednison 30 mg sehari selama 3 hari

 Prednison 25 mg sehari selama 4-5 hari


Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

 Prednison 20 mg sehari selama 4-5 hari

 Prednison 15 mg sehari selama 4-5 hari

 Prednison 10 mg sehari selama 4-5 hari

 Prednison 5 mg sehari selama 4-5 hari

o Perawatan kulit dengan zalf levertraan atau bioplacenton (bila ada)


untuk kulit yang mengelupas; atau secara sederhana dengan minyak
kelapa.

o Antibiotik (golongan non sulfa) untuk mencegah infeksi sekunder,


terutama bila ada kulit mengelupas atau luka, bisa digunakan Ampisilin
4x 500 mg selama dua minggu.

o Pengobatan kusta dilanjutkan jika penderita sudah pulih kembali.


Untuk pasien PB dewasa diberikan lampren dosis 50 mg per hari dan 300
mg per bulan sebagai pengganti dapson untuk mendampingi rifampisin
sesuai jangka waktu pengobatan PB. Sementara pada pasien MB,
pengobatan dilanjutkan hanya dengan 2 obat saja (Rifampisin dan
lampren) sesuai dosis dan periode pengobatan MB.

- Gangguan pada saluran cerna; anoreksi, mual,


muntah, dianjurkan untuk memberikan obat bersama dengan makanan.
- Hepatitis dan ikterus, sebaiknya hentikan
MDT dan pasien dirujuk.
- Gangguan pada saraf; Neuropati perifer,
neuritis perifer, tetapi menurut laporan hanya terjadi pada pasien-pasien
yang mengkonsumsi dapson dosis tinggi serta penggunaan jangka lama
untuk penyakit-penyakit kulit lain.
- Sakit kepala, vertigo, penglihatan kabur, sulit
tidur, psikosis, maka pasien dirujuk.
- Gangguan hematologi seperti anemia
hemolitik, agranulositosis, tetapi ini sangat jarang terjadi. Berikan tablet
besi dan asam folat. Jika anemia yang terjadi berat, atau jika terjadi
agranulositosis, dapson segera dihentikan dan pasien dirujuk.
- Nefritis, pasien dirujuk ke rumah sakit.
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Lampren (Clofazimine)
Dosis yang dipakai menurut regimen MDT sesungguhnya sangat jarang
menimbulkan efek samping yang berat. Penanganan Alergi terhadap
clofazimine biasanya dapat ditolerir dan pasien tidak diharuskan
menghentikan pengobatan karenanya.
- Warna kulit terutama pada infiltrat/bercak
berwarna ungu sampai kehitam-hitaman pada mereka yang berkulit terang
dan terpapar matahari, namun umumnya akan hilang sendiri 6-12 bulan
setelah pengobatan selesai. Clofazimine dapat melewati sawar placenta
sehingga bayi yang lahir dari wanita yang mendapatkan lamprene selama
kehamilannya akan menjadi lebih gelap warna kulitnya. Namun tidak ada
bukti efek teratogenik ditemukan.
- Kulit dan mukosa kering sehingga keringat
dan airmata berkurang. Hal ini juga akan menghilang setelah pengobatan
selesai.
- Sebaiknya lamprene dimakan dekat dengan
waktu makan atau diminum bersama segelas susu. Jika pasien
mengeluhkan adanya kolik atau rasa nyeri perut seperti terbakar disertai
dengan mual dan muntah, maka dosisnya bisa diturunkan atau diberikan
dalam interval waktu tertentu. Jika diare atau muntahnya menetap, maka
pasien harus dirumahsakitkan.
- Nyeri perut terjadi karena endapan kristal
clofazimine dalam usus halus menyebabkan terjadinya inflamasi di ujung
usus halus. Jika berat, clofazimine sebaiknya dihentikan dan bisa dimulai
kembali setelah beberapa minggu.
- Beberapa efek samping yang jarang meliputi :
kaburnya penglihatan, mata yang kering dan iritasi, fotosensitivitas, berat
badan turun karena kurangnya nafsu makan serta depresi akibat perubahan
warna kulit.
- Pada kasus-kasus tertentu yang berat di mana
penderita alergi terhadap lampren (atau menolak lampren), sebagai
pengganti lampren digunakan ofloxacine 400 mg atau minosiklin 100 mg
per hari dengan pengawasan ketat (Rifampisin+ DDS +
Ofloxacine/Minosiklin) . Sebagai alternatif juga dapat digunakan regimen
Rifampisin 600 mg ditambah dengan Ofloksasin 400 mg dan Minosiklin
100 mg dosis tunggal setiap bulan selama 24 bulan (ROM 24 bulan).

Masalah Nama Obat Penanganan


Ringan
Air seni bewarna merah Rifampisin Reassurance (menenangkan
penderita dengan penjelasan
yang benar), konseling
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Perubahan warna kulit Klofazimin Konseling


menjadi coklat
Masalah gastro intestinal Semua obat (3 obat Obat diminum bersama dengan
dalam MDT) makanan (atau setelah makan)
Anemia Dapson Berikan tablet Vit E dan Asam
folat (ibu hamil)
Serius
Ruam kulit yang gatal Dapson Hentikan Dapson, Rujuk
Alergi Urtikaria Dapson atau Hentikan keduanya, Rujuk
Rifampisin
Ikterus (kuning) Rifampisin Hentikan Rifampisin, Rujuk
Shock, purpura, gagal ginjal Rifampisin

D. Hal-hal yang perlu disampaikan pada penderita sebelum memulai


Pengobatan

 Lama pengobatan, cara minum obat


 Efek samping obat
 Kemungkinan timbul reaksi / tanda-tanda reaksi
 Infokan kalau mau pergi / pindah
 Kusta dapat disembuhkan, bila minum obat teratur dan lengkap
 Bahaya yang terjadi bila minum obat tidak teratur, yaitu dapat menularkan kepada
keluarga dan orang lain, juga dapat menjadi cacat dan resisten / kebal terhadap
MDT
 Bila ada keluhan apapun yang terjadi selama masa pengobatan, diminta segera
memeriksakan diri ke puskesmas
 Bila penderita saat pertama datang sudah dalam keadaan cacat, maka jelaskan
bahwa pengobatan tidak untuk menyembuhkan cacat yang sudah terlanjur diderita

E. Evaluasi Pengobatan

Monitoring Pengobatan

 Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat.

 Bagi penderita yang tidak datang mengambil obat (absen), petugas


harus melacak untuk mengetahui penyebab ketidakhadiran penderita
tersebut, paling lambat sebulan setelah tanggal pengambilan sebelumnya.
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Release From Treatment/RFT (= Selesai Pengobatan = Sembuh)


- Penderita PB dapat dinyatakan RFT setelah
mendapat pengobatan 6 dosis (blister) dalam waktu 6 - 9 bulan
- Penderita MB dapat dinyatakan RFT setelah mendapat pengobatan 12 dosis
(blister) dalam waktu 12-18 bulan

Pasien yang sudah RFT namun memiliki faktor risiko :


- Cacat tingkat-1 atau 2
- Pernah mengalami reaksi
- BTA pada awal pengobatan positif >3 (ada nodul atau infiltrat)
Dilakukan pengamatan minimal setiap 3 bulan. Bila mereka tidak datang, maka
petugas puskesmas akan melakukan kunjungan untuk pemantauan fungsi saraf.

Default(er)
Jika seorang penderita PB tidak mengambil / minum obatnya lebih dari 3
bulan (tidak mungkin baginya untuk menyelesaikan pengobatan sesuai waktu
yang ditetapkan), maka mereka dinyatakan sebagai Default(er) PB.

Jika seorang penderita MB tidak mengambil/minum obatnya lebih dari 6


bulan (tidak mungkin baginya untuk menyelesaikan pengobatan sesuai waktu
yang ditetapkan), maka mereka dinyatakan sebagai Default(er) MB.

Tindakan bagi penderita Defaulter:


a. Dikeluarkan dari register kohort
b. Jika penderita datang kembali, maka harus dilakukan pemeriksaan klinis
ulang dengan teliti. Bila hasil pemeriksaan:

 ditemukan tanda klinis aktif (kemerahan/peninggian dari lesi lama di


kulit, ada lesi baru, ada pembesaran saraf yang baru) maka penderita
mendapat pengobatan MDT ulang sesuai klasifikasi saat itu
 Atau bila hasil pemeriksaan Indeks Morfologi positif
 Bila tidak ada tanda aktif, maka penderita tidak perlu diobati lagi
 Bila penderita mengalami default ke-2, penderita tidak perlu
dikeluarkan dari register kohort. Lanjutkan pengobatan yang tersisa
hingga lengkap
 Jika default lebih dari 2 kali, perlu tindakan dan penanganan khusus
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Tindakan untuk pasien default

Jika Tindakan Hasil Pengobatan Dalam register-


monitoring
Default Periksa Fisik atau Masih ada Obati kembali Masukkan dalam
pertama periksa BTA tanda/lesi aktif dari awal monitoring
kali atau Indeks dengan regimen pengobatan kolom
Morfologi sesuai dengan Ulangan sebagai
positif hasil Masuk Kembali
pemeriksaan
Bila tidak ada Tidak perlu
tanda aktif diobati lagi
Default Teruskan sisa Teruskan
kedua kali pengobatan monitoring
sampai lengkap pengobatan hingga
lengkap
Pasien Rujuk untuk Pengobatan, dan pencatatan dalam register-monitoring
Lebih dari menentukan sesuai hasil dari rujukan
2 kali apakah masih
default diperlukan
(habitual pengobatan
defaulter) Jika rujukan tidak
memungkinkan,
konseling dan
lengkapi sisa
pengobatan
terakhir yang
kurang
Relaps (Kambuh)
Terjadi bila sebelumnya penderita kusta sudah pernah dinyatakan sembuh atau telah
menyelesaikan pengobatan MDT oleh dokter atau petugas kesehatan, timbul lesi kulit
baru di tempat yang berbeda dan bukan lesi lama yang bertambah aktif.
Penderita kusta juga dinyatakan relaps bila terdapat penebalan saraf baru yang
disertai defisit neurologis yang sebelumnya tidak ada.

Kriteria Tindak Lanjut Dinyatakan Relaps Dalam Pengobatan


kartu/register
kohort
Penderita kusta 1. Konfirmasi 1. Jika terjadi Dimasukkan MDT Maksimal 24
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

telah dinyatakan kepada pengelola peningkatan sebagai penderita bulan dengan


sembuh atau program atau Indeks Bakteri 2+ ulang dengan pemeriksaan Indeks
selesai pengobatan dokter yang atau lebih status Relaps Morfologi setiap 3
MDT kemudian: memiliki dibandingkan bulan. Jika:
kemampuan klinis Indeks Bakteri
1. Timbul lesi dalam saat diagnosis atau 1. Indeks
kulit baru di mendiagnosis Morfologi sudah
tempat yang relaps dan negatif maka
berbeda dan hentikan MDT
bukan lesi
lama yang 2. Indeks
bertambah 2. Lakukan 2. Hasil Indeks Morfologi masih
aktif atau pemeriksaan BTA Morfologi positif positif, lakukan
setelah RFT atau pemeriksaan
resistensi MDT

2. Terdapat
penebalan 3. Jika tidak
saraf baru dilakukan
yang disertai pemeriksaan BTA
defisit saat diagnosis,
neurologis lakukan
yang pemeriksaan
sebelumnya Indeks Morfologi
tidak ada

Penderita kusta
yang mendapat
monoterapi
Dapson sebelum
dikenalkan MDT
dan tanda kusta
aktif muncul
kembali

Keadaan Khusus

Penderita dengan keadaan khusus

- Kehamilan : regimen MDT aman untuk ibu


hamil dan anaknya.

- Tuberkulosis : bila seseorang menderita


tuberkulosis dan kusta, maka pengobatan anti tuberkulosis dan MDT dapat diberikan
bersamaan; dengan dosis Rifampisin sesuai dosis untuk tuberkulosis.

Catatan : Jika pengobatan TB sudah selesai maka pengobatan kusta kembali sesuai
blister MDT.

- Untuk penderita PB yang alergi terhadap


Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Pokok Bahasan 4 : Penatalaksanaan Reaksi Kusta

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih akan dapat mengelola penderita
kusta dalam keadaan reaksi

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti materi ini, peserta latih diharapkan dapat :


a. Menjelaskan pengertian reaksi
b. Menyebutkan tanda-tanda reaksi
c. Menjelaskan dan membedakan tipe-tipe reaksi dan berat-ringannya reaksi
d. Melakukan pemeriksaan fungsi saraf, cara mengisi dan menjelaskan kegunaan
form Pemantauan Fungsi Saraf
e. Menjelaskan cara penanganan penderita reaksi
f. Mengisi form evaluasi pengobatan Prednison
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

g. Menjelaskan indikasi rujukan pasien reaksi

Kusta merupakan masalah kesehatan masyarakat karena cacatnya. Cacat kusta


terjadi akibat gangguan fungsi saraf pada mata, tangan atau kaki. Salah satu
penyebab terjadinya kerusakan akut fungsi saraf adalah reaksi kusta. Pada reaksi
terjadi proses inflamasi akut yang menyebabkan kerusakan saraf. Itulah sebabnya
monitoring fungsi saraf secara rutin dan pencatatan hasilnya di form pencatatan
pencegahan cacat sangat penting dalam upaya pencegahan dini cacat kusta.
Kerusakan saraf yang terjadi kurang dari 6 bulan, bila ditangani dengan cepat dan
tepat, tidak akan terjadi kerusakan saraf yang permanen (fungsi saraf masih
reversibel). Bila kerusakan saraf ini sudah terlanjur permanen maka yang dapat
dilakukan adalah upaya pencegahan cacat lanjut.

A. Pengertian

Reaksi kusta adalah suatu episode akut dari perjalanan kronis penyakit
kusta yang ditandai dengan peradangan akut akibat reaksi imun yang
berakibat merugikan

Reaksi kusta dapat terjadi sebelum pengobatan, selama pengobatan dan


sesudah pengobatan
.

Faktor Pencetus :

1) Penderita dalam keadaan kondisi lemah


2) Kehamilan & setelah melahirkan (masa nifas)
3) Sesudah mendapat immunisasi
4) Infeksi (seperti malaria, infeksi pada gigi, bisul, dll)
5) Stress fisik & mental
6) Kurang Gizi
7) Pemakaian obat-obat yang meningkatkan kekebalan tubuh.

Upaya untuk mengatasi dan mengendalikan Faktor Pencetus antara lain :


1) Memperhatikan status gizi baik dengan mengkonsumsi gizi seimbang
2) Pemeriksaan gigi
3) Pemberian obat neurotropic seperti vitamin B1, B6, dan B12 untuk
membantu mengurangi dampak efek samping obat
4) Pemberian obat cacing dosis tunggal sesuai berat badan
5) Penanganan infeksi lain
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

6) Pemberian konseling

B. Jenis Reaksi
Jenis reaksi sesuai proses terjadinya dibedakan atas :

Reaksi Tipe I

Keadaan Umum : Demam ringan / tanpa demam


Kulit : Makula meradang kadang timbul berkas baru
Saraf Tepi : Sering terjadi neuritis dan atau gangguan fungsi
Terjadinya : PU Segera setelah pengobatan
Dapat terjadi : PB maupun MB
Organ lain : -

Reaksi tipe I terjadi baik pada penderita PB maupun MB dan kebanyakan


terjadi pada 6 bulan pertama pengobatan. Reaksi tipe 1 terjadi akibat
respon kekebalan seluler terhadap kuman kusta di kulit dan saraf penderita.
Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 6 – 12 minggu atau lebih
dengan gejala-gejala dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel.5.1 Gejala Reaksi Tipe I dibagi dua menurut keadaan nya


yaitu Reaksi Berat dan Reaksi Ringan .
Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat
Kelainan Tambah aktif, menebal merah, Kelainan membengkak sampai
Kulit teraba panas dan nyeri tekan. ada yang pecah, merah, teraba
Makula yang menebal dapat panas dan nyeri tekan. Ada
sampai membentuk plaque kelainan kulit baru, tangan dan
kaki membengkak, sendi-sendi
sakit.
Saraf tepi Tidak ada nyeri tekan saraf dan Nyeri tekan, dan/atau gangguan
gangguan fungsi fungsi, misalnya kelemahan otot.

Bila ada reaksi pada kelainan kulit yang dekat dengan lokasi saraf,
dikategorikan sebagai reaksi berat.
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Reaksi Tipe II ( ENL = Erythema Nodosum Leprosum)


- Demam ringan sampai berat disertai kelemahan umum
- Timbul nodul ENL, merah, lunak, nyeri tekan kadang pecah
- Jarang terjadi neuritis dan atau gangguan fungsi
- P.U setelah pengobatan agak lama
- Hanya terjadi pada MB
- Sering terkena (sendi, mata, testis, ginjal, kelenjar getah bening)

Terjadi pada penderita tipe MB dan merupakan reaksi humoral, dimana


basil kusta yang utuh maupun yang tak utuh menjadi antigen. Tubuh
membentuk antibody dan komplemen. Antigen + Antibodi + Komplemen
= Immunokompleks
Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 3 minggu atau lebih dengan
gejala-gejala dapat dilihat tabel berikut

Tabel.5.2 . Gejala Reaksi tipe II dibagi dua menurut keadaannya


yaitu Reaksi Ringan dan Reaksi Berat

Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat


(1) (2) (3)
Kelainan kulit Nodul merah yang nyeri tekan Benjol (nodul) nyeri tekan, ada
jumlah sedikit, biasanya hilang yang pecah (Ulseratif), jumlah
sendiri dalam 2 – 3 hari banyak, berlangsung lama
Kedaan Umum Tidak ada demam atau demam Demam ringan sampai berat
ringan
Saraf tepi Tidak ada nyeri raba ataupun Ada nyeri raba, dan atau gangguan
gangguan fungsi fungsi
Organ tubuh Tidak ada gangguan Terjadi peradangan pada organ-
organ tubuh
Mata = Iridosiklitis
Testis = Epididymoorchitis
Ginjal = Nefritis
Sendi = Artritis
Kelenjar Limfe = Limfadenitis
Gangguan pada tulang, hidung &
Tenggorokan

Tabel 5.3 Perbedaan reaksi tipe 1 dan 2


No Gejala/Tanda Reaksi Tipe 1 Reaksi Tipe 2
1. Keadaan umum Umumnya baik, demam ringan Ringan sampai berat
(sub febril) atau tanpa demam disertai kelemahan
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

umum dan demam


tinggi
2. Peradangan di Bercak kulit lama menjadi lebih Timbul nodul
kulit meradang (merah), dapat timbul kemerahan, lunak dan
bercak baru nyeri tekan. Biasanya
pada lengan dan
tungkai. Nodul dapat
pecah (ulcerasi)
3. Saraf Sering terjadi, umumnya berupa Dapat terjadi
nyeri tekan saraf dan/atau
gangguan fungsi saraf
4. Peradangan pada Hampir tidak ada Terjadi pada mata,
organ lain kelenjar getah bening,
sendi, ginjal, testis,
dll.
5. Waktu timbulnya Biasanya segera setelah Biasanya setelah
pengobatan mendapatkan
pengobatan yang
lama, umumnya lebih
dari 6 bulan
6. Tipe Kusta Dapat terjadi pada kusta tipe PB Hanya pada kusta tipe
maupun MB MB
7 Faktor pencetus Emosi, kelelahan, dan stress fisik lain, kehamilan, Pasca
persalinan, Obat-obat yang meningkatkan kekebalan tubuh
penyakit infeksi lainnya

Tabel 5.4 Perbedaan Reaksi Ringan Dan Berat Pada Reaksi Tipe 1 dan 2
REAKSI TIPE 1 REAKSI TIPE 2
NO GEJALA/ RINGAN BERAT RINGAN BERAT
TANDA
1. Kulit Bercak : Bercak : Nodul : Nodul :
merah, tebal, merah, tebal, merah, panas, merah, panas,
panas, nyeri.* panas, nyeri nyeri nyeri yang
yang bertambah
bertambah parah à
parah à sampai pecah
sampai pecah
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

2. Saraf Tepi Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada
perabaan : perabaan : (+) perabaan: perabaan : (+)
(-) (-)

Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan


fungsi : (-) fungsi : (+) fungsi:(-) fungsi : (+)

3. Keadaan Demam: (-) Demam: ± Demam: ± Demam: (+)


Umum
4. Gangguan Pada - - - +
Organ Lain (Misalnya
pada mata,
sendi, testis,
dll)

* : Bila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan lokasi saraf, dikategorikan
sebagai reaksi berat
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

C. Kecenderungan tipe reaksi dan Hubungannya dengan Klasifikasi

Reaksi tipe 1 diduga diperantarai oleh mekanisme kekebalan seluler,


sementara reaksi tipe 2 oleh kekebalan humoral. Oleh karena itu bisa
dipahami bila reaksi tipe 1 lebih sering terjadi pada kusta dengan
kekebalan seluler yang cukup tinggi (PB yang di perbatasan dengan MB),
sementara reaksi tipe 2 lebih sering terjadi pada kusta dengan kekebalan
humoral tinggi karena banyaknya antigen dari M.leprae yaitu kusta MB.
Berikut adalah gambaran tipe reaksi yang terjadi dan hubungannya dengan
tipe imunitas dalam spektrum imunitas penderita kusta menurut Ridley-
Jopling dan hubungannnya dengan klasifikasi WHO.

Kekebalan seluler
Respon
kekebalan
humoral

Jumlah Bakteri

Reaksi tipe 1 Reaksi tipe 2

PB MB
WHO

D. Pencatatan Pemantauan Fungsi Saraf


Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Setiap kali memeriksa seorang penderita kusta, juga dilakukan pemeriksaan


pada kulit dan saraf untuk mendeteksi dini adanya reaksi. Hasil
pemeriksaan selanjutnya akan dicatat ke dalam form pencatatan
pencegahan cacat (=form Pemantauan Fugsi Saraf, Lihat contoh form pada
fasilitator).

Form ini rutin diisi pada setiap kali kunjungan penderita ke Puskesmas saat
mengambil obat. Hasil kesimpulan pemeriksaan selanjutnya akan
menentukan penanganan lebih lanjut terhadap kerusakan saraf yang terjadi.
Pada kasus dimana terjadi nyeri dan gangguan saraf yang baru, diperlukan
pengisian form lain yaitu form evaluasi pengobatan reaksi berat. Form ini
akan diisi rutin setiap 1-2 minggu untuk mengevaluasi kondisi penderita.

Kebanyakan kasus reaksi dapat ditangani oleh petugas pengelola program


kusta di Puskesmas, namun sebaiknya semua kasus reaksi berat harus
dirujuk ke dokter puskesmas untuk mendapatkan konfirmasi dan arahan.
Hal tersebut tergantung pada :

 Tipe reaksi yang dialami serta derajat beratnya


 Adanya komplikasi atau kontra indikasi yang dapat mempengaruhi
penanganan reaksi
 Obat yang tersedia
 Tingkat kemampuan penanganan yang tersedia

Sebelum memulai penanganan reaksi, terlebih dulu lakukan identifikasi


tipe reaksi yang dialami serta derajat reaksinya. Hal ini dapat dinilai dari
hasil kesimpulan pemeriksaan pada form pencatatan pencegahan cacat
(Form Pemantauan Fungsi Saraf/PFS).
- Adanya lagopthalmos baru terjadi dalam 6 bulan terakhir
- Adanya nyeri raba saraf tepi
- Adanya kekuatan otot berkurang dalam 6 bulan terakhir
- Adanya rasa raba berkurang dalam 6 bulan terakhir
- Adanya bercak pecah atau nodul pecah
- Adanya bercak aktif (meradang) di atas lokasi saraf tepi

Cara Mengisi Form Pemantauan Fungsi Saraf


Untuk mendeteksi adanya nyeri dan gangguan fungsi saraf yang merupakan
tanda adanya reaksi, lihatlah kembali Bab III bagian pemeriksaan fungsi
saraf. Form pemantauan fungsi saraf digunakan untuk mencatat dan
memonitor saraf dan fungsinya sebagai alat untuk mendeteksi dini adanya
reaksi.
Cara Pengisian Form Pencegahan Cacat :
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Catatlah identitas penderita, jenis kelamin, umur serta alamatnya.

Isi tanggal saat pemeriksaan dilakukan.

Mata
Lagophthalmos (Mata tidak dapat menutup erat) Ya/Tidak
Bila mata menutup tidak rapat, Lingkari jawaban Ya, sementara bila tidak,
lingkari jawaban Tidak.
Sebaiknya diukur lebar celahnya lalu dicatat, misalnya lagopthalmos +, 3
mm.

Tangan
1) Setelah meraba saraf ulnaris, jika penderita merasa nyeri, lingkarilah
jawaban ya pada Nyeri tekan saraf ulnaris, atau tidak bila tidak
ditemukan nyeri tekan.

2) Kekuatan Otot
Tes kekuatan otot Jari ke – V (=Tes kekuatan otot untuk saraf
Ulnaris)
Jari Kelingking
a) Tangan kiri pemeriksa memegang ujung jari 2, 3 dan 4 tangan kanan
penderita dengan telapak tangan penderita menghadap ke atas dan
posisi ekstensi (jari kelingking/5 bebas bergerak tidak terhalang oleh
tangan pemeriksa).
b) Minta penderita mendekatkan dan menjauhkan kelingking dari jari-
jari lainnya dengan gerakan ke samping. Bila penderita dapat
melakukannya, minta ia menahan kelingkingnya pada posisi jauh
dari jari lainnya, dan kemudian dengan satu jari pemeriksa
mendorong pada bagian pangkal kelingking. (kadang otot yang
lumpuh tetap bisa digerakkan tetapi tidak bisa bergerak kearah
yang diharapkan/diperintahkan akan tetapi tidak bisa
dikategorikan “kuat” karena tidak sesuai dengan fungsi yang
diharapkan)

Penilaian :
- Bila jari kelingking penderita tidak dapat mendekat atau menjauh dari jari
lainnya berarti sudah lumpuh. Lingkari L.
- Bila jari kelingking penderita tidak dapat menahan dorongan pemeriksa
berarti lemah.Lingkari S
- Bila jari kelingking penderita dapat menahan dorongan jari pemeriksa
berarti masih kuat. Lingkari K
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Dari tes konfirmasi, bila kertas terlepas dengan mudah berarti kekuatan
otot lemah.
Bila ada tahanan terhadap kertas berarti otot masih kuat.

Lingkarilah pilihan jawaban K / S / L di lembaran form PFS sesuai hasil


pemeriksaan.

Tes Kekuatan Otot Ibu Jari (= Tes Kekuatan Otot untuk saraf
Medianus)
Mampu menahan dorongan pemeriksa berarti Kuat / K.
Bila gerakan ibu jari keatas ada, tetapi tidak dapat menahan dorongan
pemeriksa, berarti Lemah/Sedang/S.
Bila tidak bisa gerakan ibu jari keatas berarti Lumpuh / L.
Lingkarilah pilihan jawaban K / S / L di lembaran form PFS sesuai hasil
pemeriksaan.

Tes Kekuatan Otot Tangan ke atas (= Tes Kekuatan Otot untuk saraf
Radialis)
Bila pergelangan tangan bisa diangkat ke atas dan mampu menahan
dorongan pemeriksa berarti Kuat / K.
Bila pergelangan tangan bisa diangkat ke atas namun tidak mampu menahan
dorongan pemeriksa atau hanya ada gerakan sedikit, berarti penilaiannnya
adalah Lemah/Sedang/ S.
Hasil pemeriksaan Kuat atau Lemah menandakan bahwa belum ada tangan
lunglai.
Bila Pergelangan tangan tidak bisa diangkat keatas berarti Lumpuh / L (),
ini berarti bahwa tangan sudah lunglai.

Lingkarilah pilihan jawaban K / S / L di lembaran form PFS sesuai hasil


pemeriksaan.

3) Rasa Raba (= Tes Fungsi Sensorik Saraf Ulnaris dan Medianus)


Dengan ujung ballpen pemeriksa menyentuh tangan penderita pada titik-
titik sesuai dengan gambar pada form PFS.

Usahakan pemeriksaan titik-titik tersebut tidak berurutan (secara acak)


Bila terasa maka pada titik-titik di gambar tangan pada form, beri tanda
rumput (Ö) sementara bila tidak terasa beri tanda silang (X)

Kaki
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

a) Rabalah saraf peroneus dan tibialis posterior. Lingkari jawaban Ya pada


nyeri tekan saraf jika terdapat nyeri tekan pada pemeriksaan.

b) Kekuatan otot kaki ke atas (= Tes Fungsi motorik Saraf Peroneus/


poplitea Lateralis)
Bila pergelangan kaki bisa diangkat ke atas dan mampu menahan dorongan
pemeriksa berarti Kuat / K.
Bila pergelangan kaki bisa diangkat ke atas namun tidak mampu menahan
dorongan pemeriksa atau hanya ada gerakan sedikit, berarti penilaiannya.
adalah Lemah/Sedang/ S.
Hasil pemeriksaan Kuat atau Lemah menandakan bahwa kaki belum
semper.
Bila Pergelangan kaki tidak bisa di angkat ke atas berarti Lumpuh / L , ini
berarti kaki sudah semper.
Lingkarilah pilihan jawaban K / S / L di lembaran form PFS sesuai hasil
pemeriksaan.

c) Rasa Raba (= Tes Fungsi Sensorik Saraf Tibialis Posterior)


Cara pemeriksaan sama seperti pada rasa raba tangan, titik-titik yang
diperiksa sesuai dengan form PFS. Pada daerah yang menebal sedikit
menekan dengan cekungan berdiameter 1 cm.
Bila terasa maka pada titik-titik di gambar kaki pada form PFS, beri tanda
rumput (Ö) sementara bila tidak terasa beri tanda silang (X).

Kesimpulan Pemeriksaan
Isi kesimpulan diperoleh sesuai hasil pemeriksaan.

E. Protokol Penatalaksanaan Reaksi

Penanganan reaksi kusta merupakan tanggungjawab bersama antara dokter


dan pengelola program kusta.
Untuk Reaksi Ringan:
a. Berobat jalan, istirahat dirumah
b. Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu.
c. Mencari dan menghilangkan faktor pencetus
d. Jika dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis tidak
diubah.
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Untuk Reaksi Berat


a) Mobilisasi lokal / istirahat di rumah
b) Pemberian analgesik, sedatif
c) Mencari dan menghilangkan faktor pencetus
d) Jika dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis tidak
berubah
e) Reaksi tipe 1 dan tipe 2 berat diobati dengan prednison sesuai skema
f) Reaksi tipe 2 berat berulang diobati dengan prednison dan lampren

Skema Pemberian Prednison


Pada Orang Dewasa
Reaksi Tipe 1 dan 2 Berat
• 2 minggu I : 40 mg/hari (1 x 8 tab) pagi hari sesudah makan
• 2 minggu II : 30 mg/hari ( 1 x 6 tab) pagi hari sesudah makan
• 2 minggu III : 20 mg/hari (1 x 4 tab) pagi hari sesudah makan
• 2 minggu IV : 15 mg/hari (1 x 3 tab) pagi hari sesudah makan
• 2 minggu V : 10 mg/hari ( 1 x 2 tab) pagi hari sesudah makan
• 2 minggu VI : 5 mg/hari (1 x 1 tab) pagi hari sesudah makan
Kasus reaksi berat pada wanita hamil atau penderita dengan
komplikasi penyakit lain harus dirujuk ke rumah sakit.

Pada Anak
Untuk pengobatan reaksi berat pada anak harus dikonsultasikan ke dokter
atau dirujuk, karena steroid dapat mengganggu proses pertumbuhan.
Dosis maksimum prednison pada anak tidak boleh melebihi 1 mg/kg berat
badan. Minimal jangka waktu pengobatan adalah 12 minggu (3 bulan).
Standar jangka waktu pemberian prednison 12 minggu. Namun jangka
waktu pemberian ini bisa lebih atau kurang tergantung dari dosis awal dan
gejala klinis

Contoh:
Anak dengan berat badan 22 kg,
• 2 minggu I : 20 mg/hari (1 x 4 tab) pagi hari sesudah makan
• 2 minggu II : 20 mg/ 2 hari ( 1 x 4 tab) pagi hari sesudah makan
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

• 3 minggu III : 15 mg/ 2 hari (1 x 3 tab) pagi hari sesudah makan


• 3 minggu IV : 10 mg/ 2 hari (1 x 2 tab) pagi hari sesudah makan
• 2 minggu V : 5 mg/ 2 hari ( 1 x 1 tab) pagi hari sesudah makan

Catatan :
 Pemberian prednison harus dengan pertimbangan matang. (Untuk petugas
harus mengkonsultasikan pada dokter puskesmas/dokter kusta)
 Sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal pagi hari sesudah makan karena
kadar kortisol alamiah dalam tubuh paling tinggi pada pagi hari (Jika
memang terpaksa pemberian prednison selain secara dosis tunggal dapat
diberikan dalam dosis terbagi, misalnya : 2 x 4 tab./hari dst)
 Selambat-lambatnya setiap 2 minggu penderita harus diperiksa ulang
dan mencatatnya dalam form pencegahan cacat. Form pemberian
prednison diisi berdasarkan hasil evaluasi pemeriksaan fungsi saraf. Bila
tidak ada perbaikan maka dosis prednison yang diberikan dapat
dilanjutkan 3 s/d 4 minggu atau dapat ditingkatkan (misalnya dari 15 mg
menjadi 20 mg sehari) jika kondisi memburuk
 Khusus untuk nyeri saraf, sebaiknya dicari dosis awal untuk penderita
tersebut dengan memeriksa ulang setelah 1 minggu, bila tidak ada
perbaikan dosis dinaikkan menjadi 50 mg sampai 60 mg/hari. Dosis awal
ini dipertahankan selama 2 minggu.

Jelaskan kepada pasien :


• Alasan mengapa mendapat pengobatan prednison, karena adanya ancaman
terjadinya kecacatan
• Berapa lama pengobatan reaksi ini diberikan supaya penderita mematuhi
pengobatan prednison
• Pentingnya mendapatkan dosis obat yang tepat Pengobatan ini tidak boleh
dihentikan secara mendadak, karena dapat menyebabkan sakit yang lebih
serius
• Bila nyeri dan gangguan fungsi bertambah harus segera melaporkan diri
pada petugas

Efek samping Prednison ( Kortikosteroid):


Penghentian tiba-tiba:
• Demam
• Nyeri otot
• Nyeri sendi
• Malaise

Pemberian terus-menerus:
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

• Gangguan cairan dan elektrolit


• Hiperglikemi
• Mudah infeksi
• Perdarahan atau perforasi pada penderita tukak lambung
• Osteoporosis
• Cushing Syndrome: Moon face, Obesitas sentral, jerawat,
pertumbuhan rambut berlebihan, timbunan lemak supraklavikuler.
• Wajib mengetahui kontra indikasi pemberian prednison:
Hipertensi, TBC, kencing manis, tukak lambung berat, infeksi berat.

Pemberian Lampren
Hanya diberikan kepada Reaksi Tipe II (ENL berulang):
a) Episode reaksi lebih satu kali
b) ENL berat dengan dosis prednison naik turun

Dosis Lampren ditinggikan dari dosis pengobatan kusta. Untuk orang dewasa
3 x 100 mg/hari selama 2 bulan. Kemudian dosis diturunkan menjadi 2 x 100
mg per hari selama 2 bulan, dan kemudian diturunkan menjadi 100 mg per
hari selama 2 bulan. Jika pasien masih dalam pengobatan MDT, lampren
dalam MDT diteruskan (50 mg per hari). Jika pasien sudah dinyatakan RFT,
lampren dihentikan.

Indikasi Rujukan Pasien Reaksi ke Rumah Sakit


Reaksi yang berat:
- ENL melepuh, suhu tubuh tinggi, neuritis, ENL yang pecah-
pecah
- Reaksi tipe 1 disertai dengan bercak ulserasi atau neuritis
- Disertai komplikasi penyakit lain yang berat, misalnya
hepatitis, DM, hipertensi, dll.
- Tukak lambung yang berat
- Ibu hamil

Catatan :
1. Evaluasilah dulu kondisi pasien sebelum menurunkan
dosis prednison
2. Lampren harus diberikan bersama dengan prednison
karena lampren baru akan menunjukkan khasiatnya dalam mengatasi peradangan
setelah lebih dari 4 minggu dan sebelum itu, maka efek anti radang dilakukan
oleh prednison
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

F. Perbedaan Reaksi Tipe I Dengan Relaps (Kambuh)

Gejala & Tanda Reaksi Tipe I (Reversal) Kambuh


Interval Waktu Kurang dari 3 tahun Lebih dari 3 tahun
Timbulnya tanda & Mendadak/cepat Pelan-Pelan
gejala
Lesi kulit Biasanya pada lesi kulit lama Lesi baru muncul
(diatasnya)
Nyeri dan Ada, pada kulit dan saraf Tidak ada
pembengkakan
Kerusakan Terjadinya mendadak Terjadinya perlahan
Kondisi umum Peradangan Tidak ada

Catatan :

- Reaksi kusta dapat terjadi sebelum pengobatan,

Kadang gejala reaksi inilah yang membuat pasien mengunjungi Puskesmas


untuk mencari pengobatan. Petugas jangan lupa untuk menangggulangi
reaksi yang terjadi di samping memberikan MDT untuk kustanya

- Reaksi kusta dapat terjadi dalam masa pengobatan

Petugas penting mewaspadai adanya gejala reaksi yang mungkin terjadi


selama masa pengobatan sehingga reaksi dapat ditanggulangi dengan cepat
dan tepat.

Jelaskan apa yang terjadi dan ingatkan pasien untuk kembali sesuai waktu
yang dipesan oleh petugas.
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Pokok Bahasan 5 : Pencegahan Kecacatan Dan Perawatan Diri Kusta

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan pencegahan


kecacatan dan perawatan diri kusta

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta latih akan dapat:


A. Melakukan pencegahan kecacatan kusta
B. Melakukan perawatan diri

A. Pencegahan Kecacatan Kusta

Kusta merupakan masalah kesehatan masyarakat karena cacatnya. Cacat kusta terjadi
akibat gangguan fungsi saraf pada mata, tangan atau kaki. Sayangnya, orang-orang
yang cacat akibat kusta “dicap” seumur hidup sebagai “penderita kusta” walaupun
sudah sembuh dari penyakit. Sementara sebenarnya hampir semua cacat dapat dicegah.

Untuk itu perlu diketahui saraf apa saja yang terkena yang menyebabkan kecacatan
sehingga pencegahan dapat dilakukan.

Fungsi saraf ada 3 macam:


 Fungsi motorik memberikan kekuatan pada otot
 Fungsi sensorik memberi rasa raba
 Fungsi otonom mengurus kelenjar keringat dan kelenjar minyak Terjadinya cacat
tergantung dari fungsi saraf, serta saraf mana yang rusak

Terjadinya cacat tergantung dari fungsi saraf, serta saraf mana yang rusak

Kecacatan pada kusta dapat terjadi lewat 2 proses :

1. Infiltrasi langsung M.leprae ke susunan saraf tepi dan organ (misalnya


mata).
2. Melalui reaksi kusta

Kecacatan yang terjadi tergantung pada komponen saraf yang terkena. Apakah
sensoris, motoris, otonom, maupun kombinasi antara ketiganya.

GANGGUAN FUNGSI SARAF TEPI

59

Sensorik Motorik Otonom


Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Alur 6.1 Gangguan Fungsi Saraf tepi

Kerusakan saraf akan mengakibatkan cacat pada tempat tertentu

Fungsi
Saraf
Motorik Sensorik Otonom
Facialis Kelopak mata tidak bisa
menutup
Ulnaris jari tangan ke 4 dan ke 5 Mati rasa telapak
lemah/lumpuh/kiting tangan bagian jari ke Kekeringan dan
4&5 kulit retak

60
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta
Medianus ibu jari, jari 2 dan 3 Mati rasa telapak
lemah/lumpuh/kiting tangan bagian ibu
jari, jari ke 2 & 3
Radialis tangan lunglai
akibat
Peroneus Kaki semper kerusakan
Tibialis Jari kaki kiting Mati rasa telapak kelenjar
posterior kaki keringat,
minyak dan
Tingkat Cacat WHO

Untuk menilai kualitas penanganan pencegahan cacat yang dilakukan oleh petugas,
maka semua pasien kusta dinilai tingkat cacatnya sesuai dengan petunjuk WHO.

Kualitas penemuan penderita juga dapat dinilai dengan melihat proporsi tingkat cacat 2
di antara penderita baru.

 Ini suatu sistem untuk mengukur cacat akibat kerusakan saraf, sebagai resiko
penyakit kusta. Cacat yang terjadi bukan akibat kusta, tidak dihitung
 Mata diperiksa apakah kelopak mata sulit menutup
 Tangan diperiksa apakah ada lunglai, mati rasa pada telapak, luka atau ulkus akibat
mati rasa, pemendekan jari atau kelemahan otot
 Kaki diperiksa apakah ada lunglai (semper), mati rasa pada telapak kaki, luka atau
pemendekan jari

WHO membagi tingkat cacat kusta sebagai berikut:

1 ► Jika mata, tangan atau kaki tetap utuh, maka diberi tingkat cacat 0

2 ► Jika ada cacat pada tangan atau kaki akibat kerusakan saraf karena penyakit kusta,
tetapi cacat itu tidak kelihatan, maka diberi tingkat cacat 1

3 ► Kalau ada cacat akibat kerusakan saraf dan cacat itu kelihatan (borok, luka, jari
kiting, lunglai, pemendekan, mata tidak dapat menutup erat, luka pada kornea), maka
diberi tingkat cacat 2

Tingkat Disabilitas Kusta Menurut WHO

Tingkat Mata Telapak Tangan / Kaki


0 Tidak ada kelainan pada mata Tidak ada disabilitas akibat kusta
akibat kusta
1 Ada kerusakan karena kusta Anastesi, kelemahan otot, tidak ada
(anastesi pada kornea, tetapi disabilitas / kerusakan yang kelihatan
gangguan visus tidak berat visus akibat kusta)
>6/60; masih dapat menghitung
jari dari jarak 6 meter

61
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta
2 Ada lagopthalmus, iridosiklitis, Ada disabilitas / kerusakan yang
opasitas pada kornea serta kelihatan akobat kusta, misalnya
gangguan visus berat (visus ulkus. Jari kiting, kaki semper
<60/60; tidak mampu
menghitung jari dari jarak 6
meter

Yang tidak termasuk hitungan ialah semua cacat atau kelainan pada kulit saja atau yang
terjadi bukan akibat penyakit kusta, yaitu luka biasa (pada tangan atau kaki yang tidak
mati rasa), alis mata menipis (madarosis), hidung pelana, mati rasa selain pada telapak
(pada kulit umum atau pada bercak); kiting, kelemahan otot atau kehilangan jari yang
disebabkan oleh kecelakaan.

Tingkat cacat umum berarti nilai cacat yang paling tinggi di antara mata, tangan dan
kaki, dan nilai itulah yang diisi di laporan bulanan.

Jumlah nilai diperoleh dengan menjumlahkan semua nilai dari mata, tangan dan kaki,
sehingga dapat gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan penderita itu yang
sebenarnya.

Cara mengisi tingkat cacat pada kartu penderita

Dilakukan pada waktu mulai pengobatan dan pada waktu RFT. Contoh: Ada penderita
yang mempunyai mata tetap utuh, tangan kanan mati rasa, tangan kiri mati rasa & kiting,
kaki kanan lunglai tetapi kaki kiri utuh.

Waktu Tanggal Mata Tangan Kaki Nilai Jumlah


pemeriksaan Tertinggi Nilai

Ka Ki Ka Ki Ka Ki
Pertama 5/10/201 0 0 1 2 2 0 2 5
9
RFT 3/10/202 0 0 1 2 2 0 2 5
0

Program pencegahan cacat sebenarnya sudah dimulai sejak dari penemuan penderita.

Berikut adalah komponen kegiatan pencegahan cacat:


1. Penemuan dini penderita sebelum cacat
2. Mengobati penderita dengan MDT sampai RFT
3. Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan pemeriksaan fungsi saraf secara rutin

62
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta
4. Menangani reaksi
5. Penyuluhan
6. Perawatan diri
7. Menggunakan alat bantu untuk mencegah bertambahnya kecacatan yang terlanjur
diderita.
8. Rehabilitasi medis (operasi rekonstruksi)

B. Perawatan Diri Kusta

Petugas Kusta puskesmas harus memperhatikan pasien yang cacat tetap dan
menentukan tindakan perawatan diri apa yang perlu dilakukan pasien itu. Petugas
jangan hanya memberikan ceramah kepada pasien, tetapi peragakan tindakan-tindakan
itu dan bantulah penderita supaya dia dapat melakukannya sendiri.

Pasien harus mengerti bahwa pengobatan MDT sudah (atau akan) membunuh bakteri
kusta. Tetapi cacat pada mata, tangan atau kakinya yang terlanjur terjadi akan tetap ada
seumur hidupnya, sehingga dia harus bisa melakukan perawatan diri dengan rajin agar
cacatnya tidak bertambah berat.

Prinsip pencegahan bertambahnya cacat pada dasarnya adalah 3 M :

1. Memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur


2. Merawat mata, tangan dan kaki
3. Melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik.

1. Untuk mata yang tidak dapat ditutup rapat :

 Memeriksa:
Sering-seringlah bercermin apakah ada kemerahan atau benda yang masuk ke mata
(penjelasan lebih lanjut mengenai mata merah akan dijelaskan kemudian). Goresan
kain baju, sarung bantal, tangan, daun, debu, rambut, asap, dll dapat merusak mata,
akibatnya, mata akan merah, meradang dan terjadi infeksi yang bisa mengakibatkan
kebutaan.

63
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

 Untuk merawat mata: seringlah mencuci/membasahi mata dengan air


bersih, mencegah kerusakan mata dengan: menghindari tugas-tugas di mana ada
debu, misalnya mencangkul tanah kering, menuai padi, menggiling padi, bakar
sampah, dll.

 Melindungi mata dari debu dan angin yang dapat mengeringkan mata,
dengan memakai kacamata, waktu istirahat, tutuplah mata dengan sepotong kain
basah.

64
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

2. Untuk tangan yang mati rasa :

 Tangan bisa terluka oleh: Benda panas, seperti gelas kopi panas, cerek,
kuali, rokok, api, bara api, knalpot, dll
 Benda-benda tajam, seperti kaca, seng, pisau, duri, kawat berduri, paku,
gergaji, dll
 Gesekan dari alat kerja (tukul, cangkul), tali pengikat sapi atau perahu, batu,
dll
 Pegangan yang terlalu kuat pada alat kerja

Mencegah luka dengan:


 Seringlah berhenti dan memeriksa tangan dengan teliti apakah ada luka
atau lecet yang kecil sekalipun.
 Jika ada luka, memar atau lecet kecil sekecil apapun, rawatlah dan
istirahatkan bagian tangan itu sampai sembuh, dan bagilah tugas rumah tangga
supaya orang lain mengerjakan bagian yang berbahaya bagi tangan yang mati rasa.
 Lindungilah tangan dari benda yang panas, kasar ataupun tajam,
dengan memakai kaos tangan tebal atau alas kain

3. Untuk kulit tangan yang kering :

65
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta
 Seringlah berhenti dan memeriksa tangan dengan teliti jangan sampai
ada luka atau lecet yang kecil sekalipun karena kekeringan akan mudah
mengakibatkan luka-luka kecil akibat retakan kulit yang pecah.
 Perawatan kulit yang kering adalah dengan cara merendam tangan
selama 20 menit setiap hari dalam air dingin, kemudian langsung olesi dengan
minyak (kelapa atau minyak lain) untuk melindungi kelembaban kulit.

4. Untuk jari tangan yang bengkok :

Kalau dibiarkan bengkok, sendi-sendi akan menjadi kaku dan otot-otot akan
memendek sehingga jari akan menjadi lebih kaku dan tidak dapat digunakan, serta
dapat menyebabkan luka.

 Seringlah memeriksa tangan dengan teliti, karena pemakaian jari-jari yang


sudah bengkok tersebut juga mudah menyebabkan luka.
 Perawatan jari-jari yang bengkok bertujuan mencegah supaya jangan
sampai terjadi kekakuan lebih berat dapat dilakukan dengan cara sesering mungkin
setiap hari memakai tangan lain untuk meluruskan sendi-sendinya.

 Taruh tangan di atas paha seperti dalam gambar berikut ini, luruskan dan
bengkokkan jari berulang kali.

 Pegang ibu jari dengan tangan lain dan gerakkan sendi supaya tidak kaku.

66
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Kalau hanya lemah, kuatkan dengan cara:


 Taruh di meja atau paha, pisahkan dan rapatkan jari berulang kali, atau Ikat
jari dengan karet, lalu pisahkan dan rapatkan jari berulang kali.

 Jari tangan yang kontraktur mudah terluka saat melakukan pekerjaan ringan
sekalipun. Melindungi jari-jari yang kontraktur dapat dilakukan dengan cara
memakai alat-alat pelindung seperti alat bantu yang telah dimodifikasi untuk jari
yang bengkok.
 Untuk kaki yang semper :
 Kalau kaki semper dibiarkan tergantung, otot pergelangan kaki bagian
belakang (archilles) akan memendek sehinga kaki itu tetap tidak bisa diangkat, jari-
jari kaki akan terseret dan luka. Dan karena kaki itu miring waktu melangkah,
akan mudah terjadi ulkus di belakang jari kaki ke 4 dan ke 5. Oleh karena itu
pemeriksaan rutin kondisi kaki juga perlu dilakukan.

Untuk mencegah agar kaki yang semper (lumpuh) tidak bertambah cacat maka
dianjurkan melakukan kegiatan berikut.
a. Merawat kaki supaya tidak menjadi kaku dengan latihan seperti berikut :
 Duduk dengan kaki lurus ke depan. Pakai kain panjang atau
sarung yang disangkutkan pada bagian depan kaki itu dan tarik ke arah tubuh.
(Untuk kaki semper yang luka).

67
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

 Jika kelemahan saja yang terjadi, latihan seperti gambar di


halaman sebelumnya dapat dikerjakan, serta sering-seringlah mencoba
mengangkat jari dan bagian depan kaki tersebut

 Cara lain untuk melatih kaki yang lemah adalah: Duduklah


dengan kaki lurus. Ikatlah karet (dari ban dalam) pada tiang atau kaki meja,
dan dengan bertumpu pada sendi pergelangan kaki, dan tarik tali karet itu
dengan punggung kaki, lalu tahan beberapa saat dan kemudian ulangi
beberapa kali

b. Melindungi jari-jari tidak ikut terseret dan luka dengan cara : selalu pakai
sepatu, mengangkat lutut lebih tinggi waktu berjalan, atau memakai tali karet di
antara lutut dan sepatu guna mengangkat kaki bagian depan waktu berjalan

68
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

5. Untuk kulit kaki yang tebal dan kering :


Kulit yang kering akan mengakibatkan luka-luka kecil yang kemudian terinfeksi
Mencegah kulit kering dengan:
 Rendam kaki selama 20 menit setiap hari dalam air dingin
 Gosoklah bagian yang menebal dengan batu gosok
 Kemudian langsung diolesi dengan minyak kelapa untuk menjaga
kelembaban kulit

6. Untuk kaki yang mati rasa :


Kaki bisa terluka oleh:
 Benda panas, seperti api, bara api, knalpot, aspal panas
 Benda tajam, seperti kaca, seng, pisau, duri, kawat berduri, paku, gergaji, dll
 Gesekan dari sepatu/sandal yang terlalu besar ataupun kecil, batu dalam sepatu, dll
 Tekanan tinggi ataupun lama – berdiri terlalu lama tanpa gerak, berjalan terlalu
jauh atau terlalu cepat, jongkok yang lama, dsb.

Cegah terjadinya luka dengan cara:


 Sering berhenti dan memeriksa kaki dengan teliti apakah ada luka atau
memar atau lecet yang kecil sekalipun.

 Kalau ada luka, memar atau lecet kecil, langsung rawat dan istirahatkan
bagian kaki itu sampai sembuh, yaitu istirahatkan kaki (jangan sekali-kali
diinjakkan) !

69
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

 Bila di sekitar luka ada kulit mati yang sangat menebal, yang dengan
digosok batu apung hanya membawa sedikit perubahan, maka untuk mencegah
terjadinya luka dan mempercepat pertumbuhan kulit baru maka petugas dianjurkan
untuk melakukan trimming (eksisi kulit mati) di sekitar ulkus plantaris
menggunakan skalpel.

Cara melakukan trimming :

 Posisikan jari kaki dalam posisi hiper ekstensi (untuk meminimalkan perdarahan)
 Koreklah jaringan mati, gunakan probe untuk menelusuri sinus atau penyebaran
luka (atau abses) yang mungkin sampai ke bagian dorsum kaki.

Gambar:

 Eksisi bagian pinggir ulkus, potong jaringan yang mati di bagian tepi dan kallus di
sekitar ulkus.

Gambar :

 Melindungi kaki dengan membagi tugas rumah tangga supaya orang lain
mengerjakan bagian yang berbahaya bagi kaki yang mati rasa dan pastikan untuk
selalu memakai alas kaki.

70
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta

Kriteria alas kaki yang sesuai adalah :


 Empuk di dalam
 Keras di bagian bawah supaya benda tajam tidak dapat tembus
 Tidak mudah terlepas (ada tali di belakang)
 Tidak perlu sepatu khusus jika bisa memilih sepatu/sandal di pasar
dengan memperhatikan persyaratan di atas, atau lakukan modifikasi jika perlu.

7. Untuk luka borok :

 Luka borok atau ulkus disebabkan karena menginjak benda tajam atau ada
memar yang tidak dihiraukan karena penderita tidak merasa sakit. Luka itu terus
terinjak karena berat badan penuh, sampai kulit dan daging hancur. Luka itu
sebenarnya akan dapat sembuh sendiri bila diistirahatkan selama beberapa
minggu.

 Memeriksa kaki secara rutin dengan teliti apakah ada kotoran atau benda
asing dalam luka karena dapat mengganggu penyembuhan luka.

 Cara merawat yang tepat ialah bersihkan luka dengan air sabun dan tutup
luka dengan kain pembalut bersih (bisa diperoleh dari kain perca yang ada di
rumah, hanya syaratnya di cuci rutin dan sering diganti).

 Cara melindungi kaki yang borok dari trauma lanjutan adalah dengan
mengistirahatkan bagian kaki itu dengan sedapat mungkin mengurangi tekanan
yang diterima oleh bagian kaki yang mengalami borok tersebut (dapat dilakukan
dengan cara jangan diinjakkan pada waktu berjalan, berjalan pincang/timpang,

71
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta
memakai tongkat atau kruk di sisi yang tidak sakit, menggunakan sepeda atau
dengan alat bantu berupa bantalan yang dibuat khusus untuk kondisi kaki
tertentu).

X √

 Seringkali ada pasien yang sudah menyelesaikan pengobatan (RFT),


kemudian mendapat luka atau borok pada telapak kakinya dan mereka
menganggap bahwa penyakit kustanya tersebut kambuh. Hal itu tidaklah benar.
Luka pada kaki yang mati rasa BUKAN disebabkan oleh Mycobacterium leprae,
jadi tidak perlu mengulangi pemberian MDT atau DDS.

 Jika pada ulkus tidak ada tanda infeksi (merah, bengkak, panas, sakit), berarti
tidak ada infeksi sekunder oleh bakteri lain sehingga antibiotik tidak perlu
diberikan.

 Apabila cacat sudah menetap, misalnya clawing/drop foot anjurkan untuk


dirujuk bedah rekonstruksi.

Rujukan Untuk Operasi/Operasi Rekonstruksi:

Indikasi untuk rujukan operasi meliputi:


 Borok di telapak kaki (plantaris pedis) yang lebih dari 1 tahun

72
Modul Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian Kusta bagi
Pengelola Program Kusta
 Borok yang disertai dengan osteomyelitis
 Cacat sudah menetap, misalnya jari bengkok, tangan lunglai, kaki semper, dan
mata yang tidak dapat menutup

Khusus untuk operasi rekonstruksi, ada hal-hal yang menjadi pra syarat yang harus
dipenuhi sebelum operasi dilaksanakan, antara lain :
1. Usia produktif dan bersedia dioperasi
2. Mengerti apa manfaat dan batasan operasi
3. RFT (untuk bedah sepsis tidak perlu menunggu pasien RFT)
4. Bebas reaksi atau bebas prednison, minimal 6 bulan
5. Cacat sudah menetap (lebih dari 1 tahun)
6. Tidak ada kekakuan sendi/kontraktur pada jari-jari
7. Tidak ada luka pada daerah yang akan dioperasi
8. Kondisi umum baik, HB di atas 10 gr%

Kelompok Perawatan Diri (KPD)

a. Perawatan diri dapat dilakukan secara berkelompok bersama penderita kusta lain
dan orang yang pernah mengalami kusta
b. Dapat juga diintegrasikan dengan penderita disabilitas penyakit lain seperti
filariasis dan diabetes mellitus
c. Kelompok perawatan diri dapat ditingkatkan menjadi self help group
(SHG)yang dapat dibentuk dengan tujuan lain untuk perawatan diri juga dapat
mengurangi stigma dan diskriminasi serta meningkatkan taraf hidup ekonomi
penderita kusta dan keluarganya

73

Anda mungkin juga menyukai