Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

DENGAN DIAGNOSA MORBUS HANSEN


DI RST TK II PROF DR.J.A.LATUMETEN

DI
S
U
S
U
N

OLEH

NAMA: TESSA M SALHUTERU


NIM: 124021 2018 088
TINGKAT: 3-A

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKPERRUMKIT TK III DR.J.A.LATUMETEN
AMBON
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit kusta tersebar diseluruh dunia dengan endemisitas yang
berbeda-beda. Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985, 98
negara telah mencapai eliminasi kusta yaitu prevalensi rate < 1/10.000
penduduk. Pada tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan
suatu resolusi yaitu eliminasi kusta tahun 2000. Pada 1999, insidensi
penyakit kusta di dunia diperkirakan 640.000 dan 108 kasus terjadi di
Amerika Serikat. Pada 2000, Word Health Organisation membuat daftar
91 negara yang endemik kusta. 70% kasus dunia terdapat di India,
Myanmar, dan Nepal (Depkes RI, 2005).
Pada tahun 2000 Indonesia menempati urutan ke tiga setelah India
dan Brazil dalam hal penyumbang jumlah penderita kusta di dunia.
Walaupun ada penurunan yang cukup drastis dari jumlah kasus terdaftar,
namun sesungguhnya jumlah penemuan kasus baru tidak berkurang
sama sekali. Oleh karena itu, selain angka prevalensi rate, angka
penemuan kasus baru juga merupakan indikator yang harus diperhatikan
(Depkes RI, 2005).
Pada 2002, 763.917 kasus ditemukan di seluruh dunia, dan menurut
WHO pada tahun itu, 90% kasus kusta dunia terdapat di Brasil,
Madagaskar, Mozambik, Tanzania dan Nepal. Di seluruh dunia, dua hingga
tiga juta orang diperkirakan menderita kusta. Distribusi penyakit kusta
dunia pada 2003 menunjukkan India sebagai negara dengan jumlah
penderita terbesar, diikuti oleh Brasil dan Myanmar (Depkes RI, 2005).
Di Indonesia, jumlah penderita kusta dengan frekuensi tertinggi di
provinsi Jawa Timur yaitu mencapai 4 per 10.000 penduduk.selanjutnya
provinsi Jawa Barat mencapai 3 per 10.000 penduduk dan provinsi
Sulawesi Selatan yaitu 2 per 10.000 penduduk (Depkes RI, 2002).

1.2 RUMUSAN MASALAH

2
Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan kusta?

1.3 TUJUAN UMUM


 untuk lebih memahami apa itu Kusta serta bagaimana pengobatannya
 untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Integumen

1.4 TUJUAN KHUSUS

 Untuk mengetahui definisi penyakit Kusta

 Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari penyakit Kusta

 Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari penyakit kusta

 Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari penyakit Kusta

 Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari penyakit


Kusta

 Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari penyakit Kusta

 Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari penyakit


Kusta

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI KUSTA


Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman
kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan
jaringan tubuh lainnya.(Depkes RI, 1998)
 
Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi
mikobakterium leprae. (Mansjoer Arif, 2000)

Kusta adalah penyakit infeksi


kronis yang di sebabkan oleh
mycobacterium lepra yang
interseluler obligat, yang pertama
menyerang saraf tepi, selanjutnya
dapat menyerang kulit, mukosa
mulut, saluran nafas bagian atas,
sistem endotelial, mata,otot, tulang,
dan testis ( djuanda, 4.1997 )

Kusta adalah penykit menular pada umunya mempengaruhi k ulit dan


saraf perifer,tetapi mempunyai cakupan manifestasi klinis yang luas
( COC, 2003)

2.2 ETIOLOGI
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Myobacterium leprae yang
ditemukan pada tahun 1874, oleh GA Hansen . Kuman ini berbentuk

4
batang, gram positip, berukuran 0.34 x 2 mikron dan berkelompok
membentuk globus. Kuman Myohacterium leprae hidup pada sel
Schwann dan sistim retikuloendotelial, dengan masa generasi 1224 hari,
dan termasuk kuman yang tidak ganas serta lambat berkembangnya.
Kuman-kuman kusta berbentuk batang, biasanya berkelompok dan
ada yang tersebar satu-satu dengan ukuran panjang 1-8 mic, lebar 0,2-0,5
mic yang bersifat tahan asam.
Sampai saat ini kuman tersebut
belum dapat dibiakkan dalam medium
buatan, dan manusia merupakan satu-
satunya sumber penularan. Berbagai
usaha telah dilakukan untuk
membiakkan kuman tersebut yaitu
melalui: telapak kaki tikus, tikus yang
diradiasi, armadillo, kultur jaringan
syaraf manusia dan pada media buatan.
Diagnosis penyakit lepra melalui usapan sekret hidung dan melalui
kerokan kulit penderita. Kuman yang berada di sekret hidung yang
kering, dapat bertahan hidup sampai 9 hari di luar tubuh, sedangkan di
tanah yang lembab dan suhu kamar, kuman ini dapat bertahan sampai 46
hari.

2.3 MANIFESTASI KLINIS


Menurut WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat satu dari
tanda kardinal berikut:
1) Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.
Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi
kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat
bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul, atau nodul.
Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas.
Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai
kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf tepi

5
saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/atau kelemahan otot
juga merupakan tanda kusta.
2) BTA positif.
Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan
jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan
diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau
penyakit lain.

Menurut (Dep Kes RI. Dirjen PP & PL, 2007). Tanda-tanda utama atau


Cardinal Sign penyakit kusta, yaitu:

1) Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa

Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan

(hypopigmentasi) atau kemerah-merahan (erithematous) yang mati

rasa (anaesthesi).

2) Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.

Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis

saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :
a. Gangguan fungsi sensori seperti mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris seperti kelemahan otot (parese) atau
kelumpuhan (paralise)
c. Gangguan fungsi otonom seperti kulit kering dan retak-retak.

3) Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit

(BTA+)

Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta apabila di temukan

satu atau lebih dari tanda-tanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian

besar penderita dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis. Namun

demikian pada penderita yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan

kerokan kulit. Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua perlu

dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika masih ragu orang tersebut

dianggap sebagai penderita yang dicurigai.

6
2.4 KLASIFIKASI
A. Klasifikasi Internasional: Klasifikasi Madrid (1953)
 Indeterminate (I)
 Tuberkuloid (T)
 Boderline-Dimorphous (B)
 Lepromatosa (L)
B. Klasifikasi untuk kepentingan riset: Klasifikasi Ridley-Jopling (1962)
 Tuberkoloid (TT)
 Borderline tuberculoid (BT)
 Mid-Borderline (BB)
 Borderline Lepromatous (BL)
 Lepromatosa (LL)
C. Klasifikasi menurut WHO (1995) terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu:
 Pause Basiler (PB) : I, TT, BT
 Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL
Perbedaan antara kusta Pause Basiler (PB) dengan Multi Basiler (MB)
menurut WHO

Kelainan kulit & hasil


No. Pause Basiler Multiple Basiler
pemeriksaan
1. Bercak (makula)
a. Jumlah a. 1-5 a. Banyak
b. Ukuran b. Kecil dan besar b. Kecil-kecil
c. Distribusi c. Unilateral atau c. Bilateral, simetris
bilateral
d. Konsistensi asimetris d. Halus, berkilat
e. Batas d. Kering dan kasar e. Kurang tegas
f. Kehilangan rasa e. Tegas f. Biasanya tidak

7
pada bercak f. Selalu ada dan jelas, jika ada
jelas terjadi pada yang
sudah lanjut
g.  Kehilangan g. Bercak masih
berkemampuan g. Bercak tidak berkeringat, bulu
berkeringat, berkeringat, ada tidak rontok
berbulu rontok bulu rontok pada
pada bercak bercak
2. Infiltrat
a. Kulit a. Tidak ada a. Ada, kadang-
kadang tidak ada
b. Membrana b. Tidak pernah b. Ada, kadang-
mukosa ada kadang tidak ada
tersumbat
perdarahan
dihidung
3. Ciri hidung ”central healing” a. Punched out lessi
penyembuhan ditengah b. Medarosis
c. Ginecomastia
d. Hidung pelana
e. Suara sengau
4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada
5. Penebalan saraf tepi Lebih sering terjadi Terjadi pada yang lanjut
dini, asimetris biasanya lebih dari 1 dan
simetris
6. Deformitas cacat Biasanya asimetris Terjadi pada stadium
terjadi dini lanjut
7. Apusan BTA negatif BTA positif

8
2.5 PATOFISIOLOGI
Setelah M. leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit
kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa
tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular
mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas selular tinggi, penyakit
berkembang kearah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang kearah
lepromatosa. M. leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih
dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.

Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena


respon imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding
dengan tingkat reaksi selular daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu
penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik.

9
2.6 POHON MASALAH

Mycobacterium Leprae

Droplet infection atau kontak dg kulit

Masuk dlm pem.darah dermis & sel saraf schwan

System imun seluler meningkat

fagositosis

Pembentukan tuberkel

Morbus Hansen (kusta)

Pause Basiler (PB) Multi Basiler (MB)

G3 saraf tepi

Saraf motor Saraf otonom Saraf sensorik

Kelemahan otot G3 kelenjar minyak & fibrosis


aliran darah

Intoleransi aktivitas Penebalan saraf


Kulit kering, bersisik,
macula seluruh tubuh
anestesi

sekresi histamin G3 fungsi barrier kulit


Terjadi trauma/cedera

Respon gatal Kerusakan integritas


kulit Terjadi luka

digaruk Merangsang mediator


inflamasi

Resiko penyebaran
infeksi Sekresi mediator
nyeri nyeri
G3 citra tubuh

10
2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Bakteriologis
Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut :
1) Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.
2) Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali
tidak ditemukan lesi ditempat lain.
3) Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bila
perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.
4) Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan
mikobakterium leprae ialah:
a. Cuping telinga kiri atau kanan
b. Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain
5) Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:
a. Tidak menyenangkan pasien
b. Positif palsu karena ada mikobakterium lain
c. Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada
selaput lendir hidung apabila sedian apus kulit negatif.
d. Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput
lendir hidung lebih dulu negatif dari pada sediaan kulit
ditempat lain.
6) Indikasi pengambilan sediaan apus kulit :
a. Semua orang yang dicurigai menderita kusta
b. Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai
pasien kusta
c. Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau
karena tersangka kuman resisten terhadap obat
d. Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali
7) Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan
asam, yaitu ziehl neelsen atau kinyoun gabett.
8) Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode
yaitu cara zig zag, huruf z, dan setengah atau seperempat
lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk

11
utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granula (granulates),
globus dan clumps.

2. Indeks Bakteri (IB):


Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan
hapus. IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi
hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala logaritma RIDLEY
sebagai berikut :
0 : Bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang
1 : Bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang
2 : Bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang
3 : Bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
4 : Bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
5 : Bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
6 : Bila >1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

3. Indeks Morfologi (IM)


Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IM
digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi
hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.

2.8 PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medik
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan
pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata
rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang
lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,
klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk
mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi
ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan
mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

12
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO
1995 sebagai berikut:
1) Tipe PB (Pause Basiler)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
a. Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas
b. DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah
selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT meskipun secara
klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi
dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of
Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam
pengawasan.
2) Tipe MB (Multi Basiler)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
a. Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas
b. Klofazimin 300mg/bln diminum didepan petugas
dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari diminum
dirumah
c. DDS 100 mg/hari diminum dirumah
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36
bulan sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT
meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan
pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan
MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18
bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.

 Pengobatan MDT terbaru


Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO
(1998), pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan
dosis tunggal rifampisin 600mg, ofloksasim 400mg dan minosiklin
100mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe
PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB

13
diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan
sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.
 Putus obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis
dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien
kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari
yang seharusnya.

2. Perawatan Umum
Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah
kecacatan. Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi
saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu
keadaan reaksi netral.
a. Perawatan mata dengan lagophthalmos
 Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada
kemerahan atau kotoran
 Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat
 Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu
b. Perawatan tangan yang mati rasa
 Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari
tanda- tanda luka, melepuh
 Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih
kurang setengah jam
 Keadaan basah diolesi minyak
 Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus
 Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku
 Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka
c. Perawatan kaki yang mati rasa
 Penderita memeriksa kaki tiap hari
 Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang ½ jam
 Masih basah diolesi minyak

14
 Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus
 Jari-jari bengkok diurut lurus
 Kaki mati rasa dilindungi
d. Perawatan luka
 Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam
 Luka dibalut agar bersih
 Bagian luka diistirahatkan dari tekanan
 Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
a. Biodata
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan,
anak-anak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda.
Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat
kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian
besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan
keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri
tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum
penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ
tubuh.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika
dalam kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat
imunisasi
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang
disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang masa
inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota
keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
e. Riwayat Psikososial
Fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita. Klien yang menderita
morbus hansen akan malu karena sebagian besar masyarakat akan
beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan,
sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien
mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan
f. Pola Aktivitas Sehari-hari

16
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada
tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami
ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena
kondisinya yang tidak memungkinkan.
g. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi
berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah
karena adanya gangguan saraf tepi motorik.
1) System Pengelihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata
anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi
mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi
kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan
buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi
peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan
irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada
alis mata maka alis mata akan rontok.
2) System Pernafasan
Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan
terdapat gangguan pada tenggorokan.
3) System Persarafan
 Kerusakan Fungsi Sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya
kurang/ mati rasa. Akibat kurang/ mati rasa pada
telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang
pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya
reflek kedip.
 Kerusakan Fungsi Motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/
lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi)
karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki
menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan

17
pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan
mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan
(lagophthalmos).
 Kerusakan Fungsi Otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar
minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit
menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya
dapat pecah-pecah.
4) System Musculoskeletal
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya
kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika
dibiarkan akan atropi.
5) System Integumen
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu),
bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan
kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom
terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan
gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal,
mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati
kerontokan jika terdapat bercak.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Gangguan rasa nyaman nyeri yang berhubungan dengan proses
inflamasi jaringan.
b. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses
inflamas.
c. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan otot
d. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan
ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh.
e. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan lesi yang meluas

18
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1: Gangguan rasa nyaman nyeri yang berhubungan dengan proses
inflamasi jaringan, ditandai dengan:
DS:
 Pasien mengatakan susah tidur
 Pasien mengatakan skala nyeri 6
DO:
 Pasien tampak gelisah
 Pasien tidak dapat beraktivitas
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan nyeri yang di alami klien berkurang
Kriteria Hasil:
 Skala nyeri pasien 1-3
 Grimace tidak ada
 Pasien dapat tidur atau istirahat dengan tenang
 Pasien dapat beraktivitas sesuai toleransi

No Intervensi Rasional
1 Kaji karakteristik nyeri Memberikan informasi untuk
membantu dalam memberikan
intervensi
2 Observasi tanda-tanda vital. Untuk mengetahui perkembangan
atau keadaan pasien.
3 Ajarkan dan anjurkan melakukan Dapat mengurangi rasa nyeri.
tehnik distraksi dan relaksasi
4 Atur posisi senyaman mungkin. Posisi yang nyaman dapat
menurunkan rasa nyeri.
5 Kolaborasi untuk pemberian Menghilangkan rasa nyeri.
analgesik sesuai indikasi.

Dx 2: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses


inflamasi, ditandai dengan:
DS : -

19
DO :
 Adanya lesi
 Terdapat oedeme, panas, bau di sekitar lesi
 Terdapat jaringan nekrotik
 Tidak terdapat jaringan granulasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam proses
inflamasi berhenti dan berangsur-angsur sembuh.
Kriteria Hasil:
 Menunjukkan regenerasi jaringan
 Mencapai penyembuhan tepat waktu pada lesi

No. Intervensi Rasional


1. Kaji/catat warna lesi, Memberikan informasi dasar
perhatikan jika ada jaringan tentang terjadi proses inflamasi
nekrotik dan kondisi sekitar dan mengenai sirkulasi daerah
luka. yang terdapat lesi.
2. Berikan perawatan khusus Menurunkan terjadinya
pada daerah yang terjadi penyebaran inflamasi pada
inflamasi. jaringan sekitar.
3. Evaluasi warna lesi dan Mengevaluasi perkembangan
jaringan yang terjadi inflamasi, lesi dan inflamasi dan
perhatikan adakah penyebaran mengidentifikasi terjadinya
pada jaringan sekitar. komplikasi.

4. Bersihkan lesi dengan sabun Kulit yang terjadi lesi perlu


pada waktu direndam. perawatan khusus untuk
mempertahankan kebersihan
lesi.
5. Istirahatkan bagian yang Tekanan pada lesi bisa
terdapat lesi dari tekanan. maenghambat proses
penyembuhan.

20
Dx 3: Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik,
ditandai dengan:
DS:
 Klien mengeluh sulit melakukan aktivitas
DO:
 Terdapat penurunan fungsi kekuatan pada bagian tubuh yang
sakit
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
kelemahan fisik dapat teratasi dan aktivitas dapat dilakukan.
Kriteria Hasil:
 Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
 Kekuatan otot penuh

No. Intervensi Rasional


1. Pertahankan posisi tubuh Meningkatkan posisi fungsional
yang nyaman. pada ekstremitas.
2. Perhatikan sirkulasi, gerakan, Oedema dapat mempengaruhi
kepekaan pada kulit. sirkulasi pada ekstremitas.

3. Lakukan latihan rentang Mencegah secara progresif


gerak secara konsisten, mengencangkan jaringan,
diawali dengan pasif meningkatkan pemeliharaan
kemudian aktif fungsi otot/sendi.
4. Jadwalkan pengobatan dan Meningkatkan kekuatan dan
aktifitas perawatan untuk toleransi pasien terhadap
memberikan periode aktifitas.
istirahat.

Dx 4: Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan


ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh, ditandai dengan:
DS:

21
 Klien mengatakan belum dapat menerima kehilangan fungsi
tubuhnya
DO:
 Klien tampak kurang percaya diri terhadap kondisi tubuhnya
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tubuh
klien dapat berfungsi secara optimal dan konsep diri meningkat.
Kriteria Hasil:
 Pasien menyatakan penerimaan situasi dirinya
 Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri
negatif
No. Intervensi Rasional
1. Kaji makna perubahan pada Episode traumatik
pasien. mengakibatkan perubahan tiba-
tiba. Ini memerlukan dukungan
dalam perbaikan optimal.
2. Terima dan akui ekspresi Penerimaan perasaan sebagai
frustasi, ketergantungan dan respon normal terhadap apa
kemarahan. Perhatikan yang terjadi membantu
perilaku menarik diri. perbaikan.
3. Berikan harapan dalam Meningkatkan perilaku positif
parameter situasi individu, dan memberikan kesempatan
jangan memberikan untuk menyusun tujuan dan
kenyakinan yang salah. rencana untuk masa depan
berdasarkan realitas.
4. Berikan kelompok Meningkatkan perasaan dan
pendukung untuk orang memungkinkan respon yang
terdekat. lebih membantu pasien.

Dx 5: Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan lesi yang meluas

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam


diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil:

22
 Tidak terdapat tanda tanda infeksi seperti:
Kalor,rubor,tumor,dolor,dan fungsiolesa.
 TTV dalam batas normal

No. Intervensi Rasional


1. Kaji tanda – tanda infeksi Untuk mengetahui apakah pasian
mengalami infeksi. Dan untuk
menentukan tindakan keperawatan
berikutnya.

2. Pantau TTV,terutama suhu tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk


mengetahui keadaan umum pasien.
Perubahan suhu menjadi tinggi
merupakan salah satu tanda – tanda
infeksi.
3 Ajarkan teknik aseptik pada pasien Meminimalisasi terjadinya infeksi
4 Cuci tangan sebelum memberi Mencegah terjadinya infeksi nosokomial
asuhan keperawatan ke pasien.

BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang
menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.

23
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Myobacterium leprae yang
ditemukan pada tahun 1874, oleh GA Hansen . Kuman ini berbentuk
batang, gram positip, berukuran 0.34 x 2 mikron dan berkelompok
membentuk globus. Kuman Myohacterium leprae hidup pada sel
Schwann dan sistim retikuloendotelial, dengan masa generasi 1224 hari,
dan termasuk kuman yang tidak ganas serta lambat berkembangnya.

Tanda dan gejala penyakit kusta:

1) Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa

Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan

(hypopigmentasi) atau kemerah-merahan (erithematous) yang mati

rasa (anaesthesi).

2) Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.

Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis

saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :
a. Gangguan fungsi sensori seperti mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris seperti kelemahan otot (parese) atau
kelumpuhan (paralise)
c. Gangguan fungsi otonom seperti kulit kering dan retak-retak.
3) Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit
(BTA+)

Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta apabila di temukan

satu atau lebih dari tanda-tanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian

besar penderita dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis. Namun

demikian pada penderita yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan

kerokan kulit. Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua perlu

dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika masih ragu orang tersebut

dianggap sebagai penderita yang dicurigai.

24
DAFTAR RUJUKAN

http://permata.or.id/id/tentang-kusta.html (online) diakses pada 1


desember 2012
http://www.scribd.com/doc/50863131/ASUHAN-KEPERAWATAN-PADA-
KLIEN-DENGAN-KUSTA (online) diakses pada 1 desember 2012
http://www.scribd.com/doc/85138016/ASUHAN-KEPERAWATAN-KUSTA
http://usadhaxamthone.com/penyakit-kusta/ (online) di akses pada 1
desember 2012

25
http://www.scribd.com/doc/83637292/Patofisiologi (online) di akses pada
1 desember 2012
www.sith.itb.ac.id/profile1/pdf/bisel/Kusta1.pdf (online) di akses pada 1
desember 2012
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23780/2/Chapter
%20II.pdf (online) di akses pada 1 desember 2012

26
ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
DENGAN DIAGNOSA MORBUS HANSEN
DI RST TK II PROF DR.J.A.LATUMETEN

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data

Tanggal dan Waktu pengkajian : 19 Oktober 2020 Jam: 09:00WIT


Tanggal dan Waktu MRS : 18 oktober 20202Jam : 23:00WIT
Ruang : yudha
No RM : 698xxx
Diagnosa medis : Morbus Hansen (Kusta)
a. Identitas
Nama : Ny.M
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 50 tahun
Agama : Kristen protestan
Status : menikah
Alamat : latuhalat
Suku bangsa : WNI
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Penanggung jawab : Tn.E
Hubungan : Suami
Alamat : Latuhalat

b. Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Sekarang
(a) Keluhan utama masuk RS : adanya lesi kemerahan pada
kulit

27
(b) Keluhan yang menyertai : adanya perubahan warna
keputih-putihan dan nyeri pada daerah tersebut,klien terus
megang daerah yang sakit dan klien tidak merasa nyaman
(c) Keluhan utama saat pengkajian: adanya lesi bercak keputih-
putihan pada kaki
(d) Keluhan yang menyertai : nyeri pada daerah tersebut

(e) Riwayat Keluhan Utama


(a) Faktor pencetus :klien mengatakan ± 3 bulan
terdapat keputih-putihan pada kulit klien di sertai nyeri
tekan di sekitar daerah kulit tersebut

(b) Waktu timbul keluhan :

(c) Hal yang meringankan :beristirahat

(d) Hal yang memberatkan : ketika ditekan

(a) Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Klien sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit seperti
ini

(2) Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang
sama,atau tidakada keluarga yang memiliki penyakit menular

28
(3) Genogram :

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Garis Perkawinan
: Garis Keturunan
: Pasien
X : Meninggal
H&S : Hidup dan Sehat
: Tinggal Serumah

(4) Observasi dan Pemeriksaan Fisik


(a) Keadaan umum : baik
(b) Kesadaran : composmentis : Compos
Mentis
(c) Tanda-tanda vital
- TD : 120/80 mmHg 120/80 mmHg
- Nadi : 100x/mnt

29
- RR : 25x/mnt
- Suhu : 36 ℃
(d) Antropometri
- TB : 165 cm
- BB SMRS : 51 Kg
- BB MRS : 51 Kg
(e) B1 Pernapasan (Breath)
- Bentuk dada : simetris
- Pergerakan : teratur
- Otot bantu nafas tambahan : tidak ada
- Pola nafas : eupnea
- Suara nafas : vesikuler
- Suara nafas tambahan : tidak ada
- Sesak nafas : tidak ada
- Batuk : tidak ada
- Sputum : tidak ada
- Sianosis : tidak ada
- Masalah keperawatan : tidak ada
- B2 Kardiovaskuler (Blood)
- Nyeri dada : tidak ada
- CRT :baik
- Akral : merah muda
- Oedema : tidak ada
- Perdarahan : tidak ada
- Masalah keperawatan : idak ada

(f) B3 Persarafan (Brain)


- GCS : Compos mentis (15)
 Eye :4
 Verbal :5
 Motorik :6

30
- Nyeri kepala : tidak ada
- Penciuman : baik
- Bentuk hidung : simetris
- Septum : tidak ada
- Kelainan : idak ada
- Wajah dan penglihatan
 Mata
 Pupil : isokor
 Konjungtiva : baik
 Sclera : berwarna putih
 Ekspresi wajah : meringis
 Pendengaran
 Telinga : baik
 Kebersihan : baik
 Gangguan : tidak ada
 Lidah
 Kebersihan : baik
 Afasia : baik
- Masalah keperawatan : tidk ada
(g) B4 Perkemihan (Bladder)
- Eksresi : baik
- Nyeri tekan : tidak ada
- Alat bantu : tidak ada
- Gangguan : tidak ada
- Masalah keperawatan : tidak ada

(h) B5 Pencernaan (Bowel)


- Mulut
 Membran mukosa : lembab
 Gigi/gigi palsu : tidak ada
- Abdomen bentuk perut

31
 Kelainan abdomen : tidak ada
 Nyeri abdomen : tidak ada
- Masalah keperawatan : tidak ada
(i) B6 Muskuluskeletal dan Integumen (Bone)
- Rambut dan kulit kepala
 Warna kulit : keputih-putihan
 Nyeri tekan : ada
P : Nyeri ketika di tekan
Q : Seperti terbakar
R: Kaki Kanan
S : 3 (sedang)
T : 3 menit
 Kuku : bersih
- Masalah keperawatan :
 Gangguan rasa nyaman nyeri
 Kerusakan integritas kulit

- Kekuatan otot

4 4
4 4

- Fraktur : tidak ada


- Lain-lain : tidak ada
- Masalah keperawatan : tidak ada
(j) Endokrin
- Pembesaran KGB : tidak ada

32
- Hiperglikemia : normal
- Hipoglikemia : normal
- DM : tidak ada
- Masalah keperawatan : tidak ada
(k) Seksual reproduksi : baik

(5) Pola Aktivitas Sehari-hari (ADLs)

Tabel Pola Aktivitas Sehari-hari (ADLs)


N
AKTIVITAS SMRS MRS
O
1. Pola makan
a. Frekuensi makan 3x sehari 3x sehari
b. Waktu makan Pagi,siang,malam Pagi,siang,malam
c. Jenis makanan Nasi,ika,sayur Bubur,telur
d. Porsi yang 1 porsi dihabiskan ½ porsi dihabiskan
dihabiskan
e. Keluhan Tidak ada Tidak ada
2. Pola minum
 Jenis minuman Susu,air putih,the Air putih
 Jumlah minuman 1000-2000 cc / hari 500 cc / hari
 Frekuensi minum 7-8 gelas / hari 4-5 gelas / hari

 Keluhan Tidak ada Tidak ada

3. BAB
a) Frekuensi 2 x /hari 1x / hari
b) Warna Kuning Kuning
c) Konsistensi Lunak Keras
d) Keluhan Tidak ada Tidak ada

4. BAK :

33
a) Frekuensi 3-5 x/hari 2-3 x /hari
b) Warna Kuning jernih Kuning
c) Keluhan Tidak ada Tidak ada

5. Istirahat dan tidur


a) Siang 4 jam / hari 2 jam/hari
b) Malam 8 jam/ hari 6 jam / hari
c) Keluhan Tidak ada tidak ada

6. Personal Hygiene
d) Mandi 1 hari 3x 1 hari 1x
e) Gosok gigi 1 hari 3x 1 hari 2x
f) Keramas 2 hari 1x Belum keramas
g) Keluhan Tidak ada Tidak ada

(10) Kemampuan Perawatan Diri


Tabel 4.2
Kemampuan Perawatan Diri
NO AKTIVITAS SMRS MRS
1. Mandi 1 1
2. Berpakaian/berdandan 1 1
3. Toileting/eliminasi 1 1
4. Mobilitas ditempat tidur 1 1
5. Alat bantu - 1
6. Berjalan 1 1
7. Naik tangga 1 -
8. Berbelanja 1 -
9. Memasak 1 -
10. Pemeliharaan rumah 1 -
11. Berpindah 1 1

Keterangan
Skor : 1 : Mandiri
2 : Alat bantu
3 : Dibantu orang lain dan alat
4 : Tergantung/tidak mampu

34
Masalah keperawatan :
(11) Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tanggal pemeriksaan :

(12) Terapi Obat


no therapi indikasi kontraindikasi
1 Kapsul Mengobati beberapa Riwayat
rifampicin 150 penyakit akibat hipersentivitas
mg dan 300 mg infeksi bakteri antara
lain Kusta,TBC,dll
1tablet Obat penanganan Riwayat
Dapson/DDS kusta,dermatitis dan hipersentivitas
50mg jerawat

2. Klasifikasi Data
a) Data Subjektif :
Klien mengatakan :
 nyeri ketika ditekan
P : Nyeri ketika ditekan
Q : Seperti terbakar
R: Kaki Kanan
S : 3 (sedang)
T : 3 menit

 klien tidak merasa nyaman

b) Data Objektif :
 TD : 120/80 mmHg 120/80 mmHg

35
 Nadi : 100x/mnt
 RR : 25x/mnt
 Suhu : 36 ℃
 Ekspresi wajah meringis
 Terus memegang daerahyang sakit
 Bercak putih pada kulit
 adanya lesi pada kulit

(1) Analisa Data


Tabel 4.5
Analisa Data
N SYMTOM ETIOLOGI PROBLEM
O
1. DS : nyeri ketika ditekan proses inflamasi Gangguan rasa
P : Nyeri ketika ditekan jaringan. nyaman nyeri
Q : Seperti terbakar
R: Kaki Kanan
S : 3 (sedang)
T : 3 menit

DO :
 TD : 120/80 mmHg
120/80 mmHg
 Nadi : 100x/mnt
 RR : 25x/mnt
 Suhu : 36 ℃
 Ekspresi wajah meringis
 Terus memegang
daerahyang sakit

36
DS : klien mengatakan klien tidak dengan lesi dan Kerusakan
merasanyaman proses inflamas. integritas kulit

DO :
TD : 120/80 mmHg 120/80
mmHg
Nadi : 100x/mnt
RR : 25x/mnt
Suhu : 36 ℃

 Bercak putih pada kulit


 adanya lesi pada kulit

a. Perumusan Diagnosa Keperawatan dan Prioritas Masalah


 Gangguan rasa nyaman nyeri yang berhubungan dengan proses
inflamasi jaringan.
 Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan
proses inflamas.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
. Keperawata
n
Gangguan setelah dilakukan tindakan  Kaji  Memberikan
rasa nyaman keperawatan selama 2x24 karakterist informasi
nyeri yang jam diharapkan nyeri yang ik nyeri untuk
berhubunga di alami klien berkurang  Observasi membantu
n dengan Kriteria Hasil: tanda- dalam

37
proses  Tidak ada nyeri tanda vital. memberikan
inflamasi  Skala nyeri pasien 0  Atur posisi intervensi
jaringan. senyaman  Untuk
mungkin. mengetahui
perkembanga
n atau
keadaan
pasien.
 Posisi yang
nyaman
dapat
menurunkan
rasa nyeri.

2. Kerusakan setelah dilakukan tindakan  Kaji/catat  Memberikan


integritas keperawatan selama2x24 jam warna lesi, informasi dasar
kulit yang proses inflamasi berhenti dan perhatikan tentang terjadi
berhubunga berangsur-angsur sembuh. jika ada proses
n dengan lesi Kriteria Hasil: jaringan inflamasi dan
dan proses  Menunjukkan nekrotik mengenai
inflamas. regenerasi jaringan dan kondisi sirkulasi daerah
 Mencapai sekitar luka. yang terdapat
penyembuhan tepat  Bersihkan lesi.
waktu pada lesi lesi dengan  Kulit yang
sabun pada terjadi lesi
waktu perlu
direndam. perawatan
 Istirahatkan khusus untuk
bagian yang mempertahank
terdapat lesi an kebersihan
dari lesi.
tekanan.  Tekanan pada

38
 Kolaborasi lesi bisa
untuk maenghambat
pemberian proses
analgesik penyembuhan.
sesuai  Menghilangkan
indikasi. rasa nyeri.

IMPLEMENTASI
No. Diagnosa Tanggal/Wakt
Implementasi Evaluasi
Keperawatan u
Gangguan rasa 19 oktober  mengkaji S : klien
2020 mengatakan nyeri
nyaman nyeri Pukul 13:00 karakteristik berkurang
yang WIT Skala nyeri 2
nyeri
berhubungan hasil : seperti O :TTV

dengan proses terbakar TD : 120/80


inflamasi  mengobservasi mmHg
jaringan. tanda-tanda vital Nadi : 95x/mnt
hasil : RR : 24x/mnt
TD : 120/80 Suhu : 36 ℃
mmHg Masih memegang
Nadi : 95x/mnt daerah yang
RR : 24x/mnt sakit.
Suhu : 36 ℃ A. masalah belum
 mengtur posisi teratasi
senyaman P : intervensi
mungkin. dilanjudkan
Hasil : posisi

39
semi fowler klien
merasa nyaman

Kerusakan  Kaji/catat warna S : Klien


mengatakan merasa
integritas lesi, perhatikan nyaman
kulit yang jika ada jaringan
O : TTV
berhubunga nekrotik dan TD : 120/80
n dengan lesi kondisi sekitar mmHg
dan proses luka. Nadi : 95x/mnt
inflamas. Hasil : kulit RR : 24x/mnt
tampak bercak Suhu : 36 ℃
putih dan Adanya Bercak putih
kemerahan pada kulit
 Bersihkan lesi Lesi pada kulit
dengan sabun tampak
pada waktu berkurang
direndam. A : masalah teratasi
sebagian
Klien
Hasil : kulit klien P : intervensi
dilanjutkan
terlihat bersih
 Istirahatkan
bagian yang
terdapat lesi dari
tekanan.
Hasil : klien
merasa nyaman
 Kolaborasi untuk
pemberian
analgesik sesuai
indikasi.
Hasil :

40
Kapsul rifampicin
150 mg dan 300
mg
1tablet
Dapson/DDS
50mg

CATATAN PERKEMBANGAN
No. Diagnosa
Tanggal/Waktu Implementasi
Keperawatan
Gangguan rasa S : klien mengatakan tidak ada nyeri
20 oktober
nyaman nyeri 2020 O :TTV
yang Pukul 13:00
WIT TD : 120/80 mmHg
berhubungan
Nadi : 95x/mnt
dengan proses
RR : 24x/mnt
inflamasi
Suhu : 36 ℃
jaringan.
A. masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

S : Klien mengatakan merasa nyaman

O : TTV
Kerusakan
TD : 120/80 mmHg
integritas
Nadi : 95x/mnt
kulit yang
RR : 24x/mnt
berhubunga
Suhu : 36 ℃
n dengan lesi
Adanya Bercak putih pada kulit
dan proses
Lesi pada kulit tampak berkurang
inflamas.
A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi 4 dilanjutkan
Klien di perbolehkan pulang

41

Anda mungkin juga menyukai