DI
S
U
S
U
N
OLEH
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan kusta?
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 ETIOLOGI
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Myobacterium leprae yang
ditemukan pada tahun 1874, oleh GA Hansen . Kuman ini berbentuk
4
batang, gram positip, berukuran 0.34 x 2 mikron dan berkelompok
membentuk globus. Kuman Myohacterium leprae hidup pada sel
Schwann dan sistim retikuloendotelial, dengan masa generasi 1224 hari,
dan termasuk kuman yang tidak ganas serta lambat berkembangnya.
Kuman-kuman kusta berbentuk batang, biasanya berkelompok dan
ada yang tersebar satu-satu dengan ukuran panjang 1-8 mic, lebar 0,2-0,5
mic yang bersifat tahan asam.
Sampai saat ini kuman tersebut
belum dapat dibiakkan dalam medium
buatan, dan manusia merupakan satu-
satunya sumber penularan. Berbagai
usaha telah dilakukan untuk
membiakkan kuman tersebut yaitu
melalui: telapak kaki tikus, tikus yang
diradiasi, armadillo, kultur jaringan
syaraf manusia dan pada media buatan.
Diagnosis penyakit lepra melalui usapan sekret hidung dan melalui
kerokan kulit penderita. Kuman yang berada di sekret hidung yang
kering, dapat bertahan hidup sampai 9 hari di luar tubuh, sedangkan di
tanah yang lembab dan suhu kamar, kuman ini dapat bertahan sampai 46
hari.
5
saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/atau kelemahan otot
juga merupakan tanda kusta.
2) BTA positif.
Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan
jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan
diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau
penyakit lain.
rasa (anaesthesi).
saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :
a. Gangguan fungsi sensori seperti mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris seperti kelemahan otot (parese) atau
kelumpuhan (paralise)
c. Gangguan fungsi otonom seperti kulit kering dan retak-retak.
(BTA+)
satu atau lebih dari tanda-tanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian
dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika masih ragu orang tersebut
6
2.4 KLASIFIKASI
A. Klasifikasi Internasional: Klasifikasi Madrid (1953)
Indeterminate (I)
Tuberkuloid (T)
Boderline-Dimorphous (B)
Lepromatosa (L)
B. Klasifikasi untuk kepentingan riset: Klasifikasi Ridley-Jopling (1962)
Tuberkoloid (TT)
Borderline tuberculoid (BT)
Mid-Borderline (BB)
Borderline Lepromatous (BL)
Lepromatosa (LL)
C. Klasifikasi menurut WHO (1995) terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu:
Pause Basiler (PB) : I, TT, BT
Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL
Perbedaan antara kusta Pause Basiler (PB) dengan Multi Basiler (MB)
menurut WHO
7
pada bercak f. Selalu ada dan jelas, jika ada
jelas terjadi pada yang
sudah lanjut
g. Kehilangan g. Bercak masih
berkemampuan g. Bercak tidak berkeringat, bulu
berkeringat, berkeringat, ada tidak rontok
berbulu rontok bulu rontok pada
pada bercak bercak
2. Infiltrat
a. Kulit a. Tidak ada a. Ada, kadang-
kadang tidak ada
b. Membrana b. Tidak pernah b. Ada, kadang-
mukosa ada kadang tidak ada
tersumbat
perdarahan
dihidung
3. Ciri hidung ”central healing” a. Punched out lessi
penyembuhan ditengah b. Medarosis
c. Ginecomastia
d. Hidung pelana
e. Suara sengau
4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada
5. Penebalan saraf tepi Lebih sering terjadi Terjadi pada yang lanjut
dini, asimetris biasanya lebih dari 1 dan
simetris
6. Deformitas cacat Biasanya asimetris Terjadi pada stadium
terjadi dini lanjut
7. Apusan BTA negatif BTA positif
8
2.5 PATOFISIOLOGI
Setelah M. leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit
kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa
tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular
mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas selular tinggi, penyakit
berkembang kearah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang kearah
lepromatosa. M. leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih
dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
9
2.6 POHON MASALAH
Mycobacterium Leprae
fagositosis
Pembentukan tuberkel
G3 saraf tepi
Resiko penyebaran
infeksi Sekresi mediator
nyeri nyeri
G3 citra tubuh
10
2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Bakteriologis
Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut :
1) Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.
2) Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali
tidak ditemukan lesi ditempat lain.
3) Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bila
perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.
4) Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan
mikobakterium leprae ialah:
a. Cuping telinga kiri atau kanan
b. Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain
5) Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:
a. Tidak menyenangkan pasien
b. Positif palsu karena ada mikobakterium lain
c. Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada
selaput lendir hidung apabila sedian apus kulit negatif.
d. Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput
lendir hidung lebih dulu negatif dari pada sediaan kulit
ditempat lain.
6) Indikasi pengambilan sediaan apus kulit :
a. Semua orang yang dicurigai menderita kusta
b. Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai
pasien kusta
c. Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau
karena tersangka kuman resisten terhadap obat
d. Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali
7) Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan
asam, yaitu ziehl neelsen atau kinyoun gabett.
8) Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode
yaitu cara zig zag, huruf z, dan setengah atau seperempat
lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk
11
utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granula (granulates),
globus dan clumps.
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medik
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan
pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata
rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang
lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,
klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk
mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi
ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan
mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
12
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO
1995 sebagai berikut:
1) Tipe PB (Pause Basiler)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
a. Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas
b. DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah
selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT meskipun secara
klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi
dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of
Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam
pengawasan.
2) Tipe MB (Multi Basiler)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
a. Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas
b. Klofazimin 300mg/bln diminum didepan petugas
dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari diminum
dirumah
c. DDS 100 mg/hari diminum dirumah
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36
bulan sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT
meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan
pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan
MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18
bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
13
diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan
sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.
Putus obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis
dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien
kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari
yang seharusnya.
2. Perawatan Umum
Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah
kecacatan. Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi
saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu
keadaan reaksi netral.
a. Perawatan mata dengan lagophthalmos
Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada
kemerahan atau kotoran
Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat
Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu
b. Perawatan tangan yang mati rasa
Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari
tanda- tanda luka, melepuh
Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih
kurang setengah jam
Keadaan basah diolesi minyak
Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus
Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku
Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka
c. Perawatan kaki yang mati rasa
Penderita memeriksa kaki tiap hari
Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang ½ jam
Masih basah diolesi minyak
14
Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus
Jari-jari bengkok diurut lurus
Kaki mati rasa dilindungi
d. Perawatan luka
Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam
Luka dibalut agar bersih
Bagian luka diistirahatkan dari tekanan
Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas
15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
a. Biodata
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan,
anak-anak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda.
Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat
kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian
besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan
keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri
tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum
penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ
tubuh.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika
dalam kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat
imunisasi
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang
disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang masa
inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota
keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
e. Riwayat Psikososial
Fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita. Klien yang menderita
morbus hansen akan malu karena sebagian besar masyarakat akan
beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan,
sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien
mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan
f. Pola Aktivitas Sehari-hari
16
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada
tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami
ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena
kondisinya yang tidak memungkinkan.
g. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi
berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah
karena adanya gangguan saraf tepi motorik.
1) System Pengelihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata
anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi
mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi
kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan
buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi
peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan
irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada
alis mata maka alis mata akan rontok.
2) System Pernafasan
Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan
terdapat gangguan pada tenggorokan.
3) System Persarafan
Kerusakan Fungsi Sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya
kurang/ mati rasa. Akibat kurang/ mati rasa pada
telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang
pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya
reflek kedip.
Kerusakan Fungsi Motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/
lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi)
karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki
menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan
17
pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan
mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan
(lagophthalmos).
Kerusakan Fungsi Otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar
minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit
menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya
dapat pecah-pecah.
4) System Musculoskeletal
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya
kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika
dibiarkan akan atropi.
5) System Integumen
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu),
bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan
kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom
terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan
gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal,
mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati
kerontokan jika terdapat bercak.
18
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1: Gangguan rasa nyaman nyeri yang berhubungan dengan proses
inflamasi jaringan, ditandai dengan:
DS:
Pasien mengatakan susah tidur
Pasien mengatakan skala nyeri 6
DO:
Pasien tampak gelisah
Pasien tidak dapat beraktivitas
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan nyeri yang di alami klien berkurang
Kriteria Hasil:
Skala nyeri pasien 1-3
Grimace tidak ada
Pasien dapat tidur atau istirahat dengan tenang
Pasien dapat beraktivitas sesuai toleransi
No Intervensi Rasional
1 Kaji karakteristik nyeri Memberikan informasi untuk
membantu dalam memberikan
intervensi
2 Observasi tanda-tanda vital. Untuk mengetahui perkembangan
atau keadaan pasien.
3 Ajarkan dan anjurkan melakukan Dapat mengurangi rasa nyeri.
tehnik distraksi dan relaksasi
4 Atur posisi senyaman mungkin. Posisi yang nyaman dapat
menurunkan rasa nyeri.
5 Kolaborasi untuk pemberian Menghilangkan rasa nyeri.
analgesik sesuai indikasi.
19
DO :
Adanya lesi
Terdapat oedeme, panas, bau di sekitar lesi
Terdapat jaringan nekrotik
Tidak terdapat jaringan granulasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam proses
inflamasi berhenti dan berangsur-angsur sembuh.
Kriteria Hasil:
Menunjukkan regenerasi jaringan
Mencapai penyembuhan tepat waktu pada lesi
20
Dx 3: Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik,
ditandai dengan:
DS:
Klien mengeluh sulit melakukan aktivitas
DO:
Terdapat penurunan fungsi kekuatan pada bagian tubuh yang
sakit
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
kelemahan fisik dapat teratasi dan aktivitas dapat dilakukan.
Kriteria Hasil:
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
Kekuatan otot penuh
21
Klien mengatakan belum dapat menerima kehilangan fungsi
tubuhnya
DO:
Klien tampak kurang percaya diri terhadap kondisi tubuhnya
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tubuh
klien dapat berfungsi secara optimal dan konsep diri meningkat.
Kriteria Hasil:
Pasien menyatakan penerimaan situasi dirinya
Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri
negatif
No. Intervensi Rasional
1. Kaji makna perubahan pada Episode traumatik
pasien. mengakibatkan perubahan tiba-
tiba. Ini memerlukan dukungan
dalam perbaikan optimal.
2. Terima dan akui ekspresi Penerimaan perasaan sebagai
frustasi, ketergantungan dan respon normal terhadap apa
kemarahan. Perhatikan yang terjadi membantu
perilaku menarik diri. perbaikan.
3. Berikan harapan dalam Meningkatkan perilaku positif
parameter situasi individu, dan memberikan kesempatan
jangan memberikan untuk menyusun tujuan dan
kenyakinan yang salah. rencana untuk masa depan
berdasarkan realitas.
4. Berikan kelompok Meningkatkan perasaan dan
pendukung untuk orang memungkinkan respon yang
terdekat. lebih membantu pasien.
22
Tidak terdapat tanda tanda infeksi seperti:
Kalor,rubor,tumor,dolor,dan fungsiolesa.
TTV dalam batas normal
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang
menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
23
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Myobacterium leprae yang
ditemukan pada tahun 1874, oleh GA Hansen . Kuman ini berbentuk
batang, gram positip, berukuran 0.34 x 2 mikron dan berkelompok
membentuk globus. Kuman Myohacterium leprae hidup pada sel
Schwann dan sistim retikuloendotelial, dengan masa generasi 1224 hari,
dan termasuk kuman yang tidak ganas serta lambat berkembangnya.
rasa (anaesthesi).
saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :
a. Gangguan fungsi sensori seperti mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris seperti kelemahan otot (parese) atau
kelumpuhan (paralise)
c. Gangguan fungsi otonom seperti kulit kering dan retak-retak.
3) Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit
(BTA+)
satu atau lebih dari tanda-tanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian
dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika masih ragu orang tersebut
24
DAFTAR RUJUKAN
25
http://www.scribd.com/doc/83637292/Patofisiologi (online) di akses pada
1 desember 2012
www.sith.itb.ac.id/profile1/pdf/bisel/Kusta1.pdf (online) di akses pada 1
desember 2012
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23780/2/Chapter
%20II.pdf (online) di akses pada 1 desember 2012
26
ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
DENGAN DIAGNOSA MORBUS HANSEN
DI RST TK II PROF DR.J.A.LATUMETEN
A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
b. Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Sekarang
(a) Keluhan utama masuk RS : adanya lesi kemerahan pada
kulit
27
(b) Keluhan yang menyertai : adanya perubahan warna
keputih-putihan dan nyeri pada daerah tersebut,klien terus
megang daerah yang sakit dan klien tidak merasa nyaman
(c) Keluhan utama saat pengkajian: adanya lesi bercak keputih-
putihan pada kaki
(d) Keluhan yang menyertai : nyeri pada daerah tersebut
28
(3) Genogram :
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Garis Perkawinan
: Garis Keturunan
: Pasien
X : Meninggal
H&S : Hidup dan Sehat
: Tinggal Serumah
29
- RR : 25x/mnt
- Suhu : 36 ℃
(d) Antropometri
- TB : 165 cm
- BB SMRS : 51 Kg
- BB MRS : 51 Kg
(e) B1 Pernapasan (Breath)
- Bentuk dada : simetris
- Pergerakan : teratur
- Otot bantu nafas tambahan : tidak ada
- Pola nafas : eupnea
- Suara nafas : vesikuler
- Suara nafas tambahan : tidak ada
- Sesak nafas : tidak ada
- Batuk : tidak ada
- Sputum : tidak ada
- Sianosis : tidak ada
- Masalah keperawatan : tidak ada
- B2 Kardiovaskuler (Blood)
- Nyeri dada : tidak ada
- CRT :baik
- Akral : merah muda
- Oedema : tidak ada
- Perdarahan : tidak ada
- Masalah keperawatan : idak ada
30
- Nyeri kepala : tidak ada
- Penciuman : baik
- Bentuk hidung : simetris
- Septum : tidak ada
- Kelainan : idak ada
- Wajah dan penglihatan
Mata
Pupil : isokor
Konjungtiva : baik
Sclera : berwarna putih
Ekspresi wajah : meringis
Pendengaran
Telinga : baik
Kebersihan : baik
Gangguan : tidak ada
Lidah
Kebersihan : baik
Afasia : baik
- Masalah keperawatan : tidk ada
(g) B4 Perkemihan (Bladder)
- Eksresi : baik
- Nyeri tekan : tidak ada
- Alat bantu : tidak ada
- Gangguan : tidak ada
- Masalah keperawatan : tidak ada
31
Kelainan abdomen : tidak ada
Nyeri abdomen : tidak ada
- Masalah keperawatan : tidak ada
(i) B6 Muskuluskeletal dan Integumen (Bone)
- Rambut dan kulit kepala
Warna kulit : keputih-putihan
Nyeri tekan : ada
P : Nyeri ketika di tekan
Q : Seperti terbakar
R: Kaki Kanan
S : 3 (sedang)
T : 3 menit
Kuku : bersih
- Masalah keperawatan :
Gangguan rasa nyaman nyeri
Kerusakan integritas kulit
- Kekuatan otot
4 4
4 4
32
- Hiperglikemia : normal
- Hipoglikemia : normal
- DM : tidak ada
- Masalah keperawatan : tidak ada
(k) Seksual reproduksi : baik
3. BAB
a) Frekuensi 2 x /hari 1x / hari
b) Warna Kuning Kuning
c) Konsistensi Lunak Keras
d) Keluhan Tidak ada Tidak ada
4. BAK :
33
a) Frekuensi 3-5 x/hari 2-3 x /hari
b) Warna Kuning jernih Kuning
c) Keluhan Tidak ada Tidak ada
6. Personal Hygiene
d) Mandi 1 hari 3x 1 hari 1x
e) Gosok gigi 1 hari 3x 1 hari 2x
f) Keramas 2 hari 1x Belum keramas
g) Keluhan Tidak ada Tidak ada
Keterangan
Skor : 1 : Mandiri
2 : Alat bantu
3 : Dibantu orang lain dan alat
4 : Tergantung/tidak mampu
34
Masalah keperawatan :
(11) Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tanggal pemeriksaan :
2. Klasifikasi Data
a) Data Subjektif :
Klien mengatakan :
nyeri ketika ditekan
P : Nyeri ketika ditekan
Q : Seperti terbakar
R: Kaki Kanan
S : 3 (sedang)
T : 3 menit
b) Data Objektif :
TD : 120/80 mmHg 120/80 mmHg
35
Nadi : 100x/mnt
RR : 25x/mnt
Suhu : 36 ℃
Ekspresi wajah meringis
Terus memegang daerahyang sakit
Bercak putih pada kulit
adanya lesi pada kulit
DO :
TD : 120/80 mmHg
120/80 mmHg
Nadi : 100x/mnt
RR : 25x/mnt
Suhu : 36 ℃
Ekspresi wajah meringis
Terus memegang
daerahyang sakit
36
DS : klien mengatakan klien tidak dengan lesi dan Kerusakan
merasanyaman proses inflamas. integritas kulit
DO :
TD : 120/80 mmHg 120/80
mmHg
Nadi : 100x/mnt
RR : 25x/mnt
Suhu : 36 ℃
37
proses Tidak ada nyeri tanda vital. memberikan
inflamasi Skala nyeri pasien 0 Atur posisi intervensi
jaringan. senyaman Untuk
mungkin. mengetahui
perkembanga
n atau
keadaan
pasien.
Posisi yang
nyaman
dapat
menurunkan
rasa nyeri.
38
Kolaborasi lesi bisa
untuk maenghambat
pemberian proses
analgesik penyembuhan.
sesuai Menghilangkan
indikasi. rasa nyeri.
IMPLEMENTASI
No. Diagnosa Tanggal/Wakt
Implementasi Evaluasi
Keperawatan u
Gangguan rasa 19 oktober mengkaji S : klien
2020 mengatakan nyeri
nyaman nyeri Pukul 13:00 karakteristik berkurang
yang WIT Skala nyeri 2
nyeri
berhubungan hasil : seperti O :TTV
39
semi fowler klien
merasa nyaman
40
Kapsul rifampicin
150 mg dan 300
mg
1tablet
Dapson/DDS
50mg
CATATAN PERKEMBANGAN
No. Diagnosa
Tanggal/Waktu Implementasi
Keperawatan
Gangguan rasa S : klien mengatakan tidak ada nyeri
20 oktober
nyaman nyeri 2020 O :TTV
yang Pukul 13:00
WIT TD : 120/80 mmHg
berhubungan
Nadi : 95x/mnt
dengan proses
RR : 24x/mnt
inflamasi
Suhu : 36 ℃
jaringan.
A. masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
O : TTV
Kerusakan
TD : 120/80 mmHg
integritas
Nadi : 95x/mnt
kulit yang
RR : 24x/mnt
berhubunga
Suhu : 36 ℃
n dengan lesi
Adanya Bercak putih pada kulit
dan proses
Lesi pada kulit tampak berkurang
inflamas.
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi 4 dilanjutkan
Klien di perbolehkan pulang
41