Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS


DOSEN PENGAMPU: Jenita L. Sarang, Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK VI

Redemptia Destri Ivo C1714201042


Rosaria Parumpa C1714201043
Silviana C1714201044
Sinta Tuanubun C1714201045
Sirfha Pailang Sirenden C1714201046
Sri Ariyanti Nussy C1714201047
Tresia Paruntung C1714201048
Tresya Tandipau’ C1714201049

(S1 KEPERAWATAN DAN NERS KELAS III A)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Gagal Nafas” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.
Tugas ini dibuat guna memenuhi tugas yang merupakan salah satu standar atau
kriteria penilaian dari Mata Kuliah Keperawatan Kritis yang diberikan secara
berkelompok.
Kami menyusun makalah ini berdasarkan beberapa sumber buku yang telah
kami peroleh. Kami berusaha menyajikan makalah ini dengan bahasa yang sederhana
dan mudah dimengerti oleh pembaca.
Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat batuan dari
kerjasama berbagai anggota kelopok dan berbagai pihak. Oleh karena itu kami
sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara
maksimal dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari kekurangan kami sebagai manusia biasa dan oleh karena
keterbatasan sumber referensi yang kami miliki sehinggah kiranya dalam makalah ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan baik itu dalam penyusunan maupun
isinya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya saran dan kritik dari Ibu
dosen pembibing ataupun pihak-pihak lain dan sesama teman mahasiswa untuk dapat
menambahkan sesuatu yang kiranya dianggap masih kurang atau memperbaiki
sesuatu yang dianggap salah dalam tulisan ini.
Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semua sebagai bahan tambahan pengetahuan untuk
lebih memperluas wawasan kita.

Makassar,07 April 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI

A. Definisi Gagal Nafas....................................................................................................3


B. Klasifikasi Gagal Nafas................................................................................................4
C. Etiologi Gagal nafas.....................................................................................................5
D. Manifestasi Klinis Gagal Nafas....................................................................................6
E. Patofisiologi Gagal Nafas.............................................................................................7
F. Pemeriksaan Penunjang Gagal Nafas...........................................................................8
G. Komplikasi Gagal Nafas...............................................................................................9
H. Penatalaksanaan Gagal Nafas.......................................................................................10
I. Manajemen Gagal Nafas..............................................................................................12
J. Asuhan Keperawatan Gagal Nafas...............................................................................13
a) Pengkajian....................................................................................................................14
b) Pemeriksaan Fisik.........................................................................................................16
c) Diagnosa Keperawatan.................................................................................................17

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN............................................................................................................22
B. SARAN.........................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................24
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gagal napas terjadi bilamana
pertukaran oksigen terhadap karbon
dioksida dalam paru-paru tidak dapat
memelihara laju konsumsi oksigen (O2)
dan pembentukan karbon dioksida (CO2)
dalam sel-sel tubuh. Hal ini mengakibatkan
tekanan oksigen arteri kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan
tekanan karbon dioksida lebih besar dari 45
mmHg (Hiperkapnia). Walaupun kemajuan
teknik diagnosis dan terapi intervensi telah
berkembang dengan pesat, namun gagal
napas masih menjadi penyebab angka
kesakitan dan kematian yang tinggi di ruang
perawatan intensif (Brunner& Suddarth,
2002).Gagal nafas dapat disebabkan oleh
bermacam-macam penyakit baik akut
maupun kronik yang menjadi akut kembali
(acut on chronic) menurut (Muhardi, 2001).

Gagal nafas dapat diakibatkan


oleh kelainan pada paru, jantung, dinding
dada, otot pernafasan dan mekanisme
pengendalian sentral ventilasi di medula
oblongata. Meskipun tidak dianggap
sebagai penyebab langsung gagal nafas,
disfungsi dari jantung, sirkulasi paru,
sirkulasi sistemik, transport oksigen
hemoglobin dan disfungsi kapiler sistemik
1
mempunya Gagal nafas merupakan diagnosa
i peran klinis, namun dengan adanya analisa gas
penting darah (AGD), gagal nafas dipertimbangkan
pada gagal sebagai kegagalan fungsi pertukaran gas
nafas. yang nyata dalam bentuk kegagalan
Gagal oksigenasi( hipoksemia) atau kegagalan
nafas dalam pengeluaran CO2 (hiperkapnia,
penyebab kegagalan ventilasi) atau merupakan
terpenting kegagalan kedua fungsi tersebut menurut
adalah (Ayu Dewa. 2017).
ventilasi
Keberhasilan pengobatan pada
yang tidak
penderita dengan gagal nafas tidak hanya
adekuat
tergantung pada deteksi keadaan ini sejak
dimana
dini, tetapi juga dari pemahaman akan
terjadi
mekanisme penyebabnya. Langkah pertama
obstruksi
yang penting untuk mengenali bakal
jalan nafas
atas. Pusat
pernafasan
yang
mengendal
ikan
pernafasan
terletak di
bawah
batang
otak (pons
dan
medulla)
menurut
(Ayu
Dewa.
2017).
2
terjadinya gagal nafas adalah kewaspadaan terhadap keadaan dan situasi yang dapat
menimbulkan gagal nafas menurut (Price& Wilson, 2005).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana definisi dari Gagal Nafas?


2. Apa saja klasifikasi dari Gagal Nafas ?
3. Bagaimana etiologi dari Gagal Nafas?
4. Bagaimana patofisiologis dari Gagal Nafas?
5. Apa saja manifestasi klinis dari Gagal Nafas?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Gagal Nafas?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Gagal Nafas?
8. Apa saja komplikasi dari Gagal Nafas?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal Nafas?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Agar mengetahui definisi dari Gagal Nafas.


2. Agar mengetahui klasifikasi dari gagal Nafas?
3. Agar mengetahui etiologi dari Gagal Nafas.
4. Agar mengetahui patofisiologis dari Gagal Nafas.
5. Agar mengetahui apa saja manifestasi klinis dari Gagal Nafas.
6. Agar mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari Gagal Nafas.
7. Agar mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Gagal Nafas.
8. Agar mengetahui apa saja komplikasi dari Gagal Nafas.
9. Agar mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Gagal Nafas.
BAB II

PEMBAHASAN
A. DEFENISI GAGAL NAPAS

Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk


mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau
perfusi (Susan Martin T, 1997) yang di kutip dari (Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep.
2016. )

Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan


pertukaran oksigen dankarbon dioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan
gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001) yang di kutip dari
(Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016).

Gagal nafas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi
hipoksemia, jiperkapnea (peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri), dan
asidosis menurut ( Arif Muttaqin, 2008).

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida


dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan
tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan
karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia) menurut (Brunner &
Sudarth, 2001).

B. KLASIFIKASI GAGAL NAFAS

1. Klasifikasi gagal nafas berdasarkan hasil analisa gas darah:

a) Gagal napas hiperkapneu


Hasil analisa gas darah pada gagal napas hiperkapneu menunjukkan kadar
PCO2 arteri (PaC02) yang tinggi, yaitu PaC02>50mmHg. Hal ini
disebabkan karena kadar C02 meningkat dalam ruang alveolus, o2 yang
tersisah di alveolar dan Pa02 arterial menurun. Oleh karena itu biasanya
diperoleh hiperkapneu dan hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara
inspirasi diberi tambahan oksigen. Sedangkan nilai pH tergantung pada level
dan juga lamanya kondisi hiperkapneu.

b) Gagal Napas Hipoksemia

Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi nilai
PaC02 normal atau rendah. Kadar PaC02 tersebut yang membedakannya
dengan gagal napas hiperkapneu, yang masalah utamanya pada hipoventilasi
alveolar. Gagal napas hipoksemia lebih sering di jumpai pada gagal napas
hiperkapneu.

2. Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya:

a) Gagal napas akut

Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai
dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi
peningkatan kadar PaC02. Gagal napas akut timbul pada pasein yang
keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum
awitan penyakit timbul.

b) Gagal napas kronik

Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasein
dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien
akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang
memburuk secara bertahap.
C. ETIOLOGI GAGAL NAFAS

Etiologi dari gagal napas menurut Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep (2016) Yaitu :

a) Depresi Sistem saraf pusat

Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat


pernafasan yang mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak
(pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal menurut (Rizki
Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016).

b) Kelainan neurologis primer

Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam


pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak
terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada
saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan
neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhi
ventilasi menurut (Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016).

c) Efusi pleura

Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan


ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan
gagal nafas menurut (Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016).

d) Trauma

Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal


nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas
atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang
iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat
terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk
memperbaiki patologiyang mendasar menurut (Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep.
2016).
e) Penyakit akut paru

Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau


pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan
edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas
menurut (Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016).

D. MANIFESTASI KLINIS GAGAL NAFAS

Tanda dan gejala gagal napas menurut Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016. Yaitu :

a) Tanda

Gagal nafas total

 Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.

 Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga
serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi

 Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi


buatan(Gagal nafas parsial)

 Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan


whizing.

 Ada retraksi dada menurut (Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016).

b) Gejala

 Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2).

 Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2


menurun) menurut Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep (2016).
E. PATOFISIOLOGI GAGAL NAFAS

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut
adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal
nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang
batubara). Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang
memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali
kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang
ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan
yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal
10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis,
meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat
pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode
postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat
agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkanatau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia atau dengan penyakit paru-
paru dapat mengarah ke gagal nafas akut menurut Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep
(2016).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG GAGAL NAFAS

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien gagal nafas menurut (Ayu Dewa,
2017) yaitu :

1) Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan

 Takipnue dan takikardi yang merupakan gejala non spesifik

 Batuk yang tidak adekuat, penggunaan otot bantu napas, dan pulsus
paradoksus dapat menandakan risiko terjadinya gagal napas

 Pada funduskopi dapat ditemukan papil edema akibat hiperkapnia atau


vasodilatasi cerebral

 Pada paru ditemukan gejala yang sesuai dengan penyakit yang


mendasari.

 Bila hipoksemia berat, dapat ditemukan sianosis pada kulit dan


membran mukosa. Sianosis dapat diamati bila konsentrasi hemoglobin
yang mengalami deoksigenasi pada kapiler atau jaringan mencapai 5
g/dL.

 Disapnue dapat terjadi akibat usaha bernapas, reseptor vagal, dan stimuli
kimia akibat hipoksemia atau hiperkapnia.

 Kesadaran berkabut dan somnolen dapat terjadi pada kasus gagal napas.
Mioklonus dan kejang dapat terjadi pada hipoksemia berat. Polisitemia
merupakan komplikasi lanjut dari hipoksemia. Hipertensi pulmoner
biasanya terdapat pada gagal napas kronik. Hipoksemia alveolar yang
disebabkan oleh hiperkapnia menyebabkan konstriksi arteriol pulmoner
menurut (Ayu Dewa. 2017).

2) Pemeriksaan Lab

 Hitung darah lengkap ( CBC ) dapat menunjukkan anemia, yang dapat


berkontribusi terhadap hipoksia jaringan, sedangkan polisitemia
mungkin menunjukkan kegagalan pernafasan hipoksemia kronis
menurut (Ayu Dewa. 2017).

 Pemeriksaan gas darah

Tabel: Nilai penentuan pada pemeriksaan gas darah arteri pasien gagal nafas
menurut Bakhtiar (2013)

Status Pasien pH PCO2 (mm Hg) PO2 ( mm Hg) HCO3 (MeQ/l)

Normal 7.40 40 100 24

ARF 7.24 60 50 24

CRF 7.35 60 50 34

A/CRF 7.28 70 50 34

3) Foto rontgen dada sangat penting. Echocardiography tidak rutin dilakukan


tetapi kadang kadang berguna. Tes fungsi paru jika memungkinkan, dapat
membantu menurut (Ayu Dewa. 2017).

4) Elektrokardiografi (EKG) harus dilakukan untuk mengevaluasi


kemungkinanpenyebab kardiovaskular sebagai kegagalan pernafasan, tetapi
juga dapat mendeteksidisritmia akibat hipoksemia berat atau asidosis
menurut (Ayu Dewa. 2017).
Kriteria Gagal Nafas menurut Pontoppidan: Yaitu menentukan kriteria
gagal nafas berdasarkan “mechanic of breathing”, oksigenasi dan ventilasi
seperti pada tabel 2 berikut ini.

Acceptable Gawat Nafas Gagal Nafas


range

Mechanic of  RR (X/menit 12-15 12-15 > 35


Breathing
 Kapasitas Vital 70-30 70-30 < 15
(ml/Kg)
100-50 < 25
 Inspiratory force
100-50
(cm H2O)

Oksigenasi  AaDO2 (mmHg) 50-200 200-350 >350

 PaO2 (mmHg) 100-75 200-70 (On <70 (On


(room air) mask O2) mask O2)

Ventilasi  VD/VT 0,3-0,4 0,4-0,6 >0,6 >60^

 PaCO2 (mmHg 35-45 45-60

Terapi -Fisioterapi -Intubationt


dada racheotomy
-Oksigenasi ventilation
-Close
monitoring

Tabel 2. Kriteria Gagal Nafas Menurut Ponttopidan

Dari tabel di atas, kolom paling kanan menunjukkan gagal nafas yang harus
dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomy dan bantuan ventilasi. Fisioterapi,
oksigenasi dan monitoring ketat perlu dilakukan pada gawat nafas sehingga pasien
tidak jatuh ke tahap gagal nafas. Kesemuanya ini hanyalah merupakan pedoman saja,
yang paling penting adalah mengetahui keseluruhan keadaan pasien dan mencegah
agar pasien tidak mengalami gagal nafas menurut Ayu Dewa (2017).

Kriteria Gagal Nafas menurut Shapiro (Rule of Fifty)

Kriteria gagal nafas akut menurut Shapiro bila:

 Tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) < 50 mmHg dan,


 Tekanan parsial CO2 arteri (PaCO2) > 50 mmHg.

Kriteri Gagal Nafas menurut Petty.

Kriteria gagal nafas menurut Petty adalah:

a) Acute Respiratory failure:

 PaO2 < 50, tanpa atau disertai kenaikan PaCO2

b) Acute Ventilatory Failure:

 PaCO2 > 50 mmHg menurut Ayu Dewa (2017).

G. KOMPLIKASI GAGAL NAFAS

1) Hipoksia Jaringan

Gagal napas terjadi pada sistem pernapasan tidak mampu menjalankan


fungsinya untuk menyalurkan oksigen ke dalam darah dan organ tuguh, lalu
mengeluarkan karbon dioksida dari dalam darah. Akhirnya tubuh akan
mengalami kekurangan oksigen (hipoksia sehingga membuat hampir seluruh
organ tubuh, seperti paru-paru, jantung, dan otak tidak berfungsi dengan baik .

2) Asidosis Respiratori kronis

3) Henti Napas

Pada gagal napas terjadi peningkatan tekanan parsial karbon dioksida


arteri (PaCO2) lebih besar dari 50 mmHg, tekanan parsial oksigen arteri (PaO2)
kurang dari 60 mmHg, atau kedua-duannya. Hiperkarbia dan hipoksia
mempunyai konsekuensi yang berbeda. Peningkatan PaCO2 tidak mempengaruhi
metabolisme normal kecuali bila sudah mencapi kadar ekstrim (>90 mmHg).
Diatas kadar tersebut, hiperkapnia dapat menyebabkan depresi susunan saraf
pusat dan henti napas menurut Bakhtiar (2013)

4) Henti Jantung

Untuk pasien dengan kadar PaCO2 rendah, konsekuensi yang lebih


berbahaya adalah gagal nafas baik akut maupun kronis. Hipoksemia akut,
terutama bila disertai curah jantung yang rendah, sering berhubungan dengan
hipoksia jaringan dan resiko henti jantung menurut Bakhtiar (2013)

H. PENATALAKSANAAN GAGAL NAFAS

Penanganan yang diberikan pada pasien dengan gagal napas menurut Rizki Ahmad
Fauzi, S.Kep (2016) Yaitu :

1) Terapi Medis

a) Memperbaiki gangguan oksigenasi:

 O2 dosis tinggi (pemberian oksigen kecepatan rendah :

masker Venturi atau nasal prong). Pemberian oksigen yang lama


bisa menyebabkan toksik, maka pemberian oksigen juga harus di
kontrol untuk short dan long term terapi menurut (Rizki Ahmad Fauzi,
S.Kep. 2016)..

 Ventilator (Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif


kontinu (CPAP atau PEEP) dapat di kombinasikan dengan
pemasangan ETT (endotrakeal tube).

 Membersihkan jalan nafas.

2) Fisioterapi bila ada eksaserbasi PPOM

3) Inhalasi nebulizer

2) Terapi Cairan dan Elektrolit

Terapi cairan dan eletrolit harus dikontrol dan dimonitor dan kelak
pemberian yang berlebihan karena kebanyakan kasus gagal nafas selalu
diikuti oleh edema paru menurut (Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016)..

3) Medikamentosa

a) Stimulasi pernafasan dengan oksapram IV (1-4) mg/menit diberi untuk


memperbaiki cardiac ouput dan memperbaiki shok menurut (Rizki
Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016)..
b) Bronkodilator (contohnya: theophylline kompoun), agen
sympathomimetic (albuterol, metaproterenol, isoproterenol),
anticholinergics (ipratropium bromide), dan kortikosteroid bila ada
obstruksi jalan nafas disebabkan oleh bronkokonstriksi dan disebabkan
oleh peningkatan inflamasi menurut (Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep.
2016)..

c) Antibiotik tujuan untuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi (sepsis)


seperti pneumonia menurut(Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016)..

d) Medikasi lain

 Morphine (2.5-10 mg by mouth or 1-2 mg IV/ subcutaneous every


1-4 hours): untuk mengurangi sensasi nafas pendek.

 Lorazepam, (0.5-1.0) sublingually- untuk mengurangi kepenatan


ketika sesak nafas menurut (Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016)..

4) Diet (Intravenous Nutritional Support) \

Pemberian nutrisi support adalah mengekalkan dan memberi tenaga apabila


pasien diamankan dari ventilator, karena kekuatan otot akan berkurang dan lemas jika
pemberian nutrisi tidak adekuat. Pemberian nutrisi haruslah mempunyai kandungan
karbohidrat dan protein yang seimbang menurut (Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016).

5) Fisiotherapi

Fisiotherapi adalah termasuk chect perkusi, suksion, dan mengubah posisi


tidur. Hal ini dapat membantu dalam membuang sekresi berlebihan,
mengekalkan alveolar infiltration dan mengelakkan dari pada atelectasis menurut
(Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016).

6) Monitor X-ray

Monitoring gambaran x ray juga dapat membantu dokter untuk mengetahui


fungsi jantung dan paru dalam penanganan masalah henti nafas. Mesin x ray
yang digunakan selalunya adalah bedside X-ray machine menurut (Rizki Ahmad
Fauzi, S.Kep. 2016).
7) Tranplantasi paru

Tranplansasi paru dilakukan pada pasien dengan henti nafas yang di


diagnose dengan end-stage respiratory failure menurut (Rizki Ahmad Fauzi,
S.Kep. 2016).

I. MANAJEMEN GAGAL NAFAS

1. Pemasangan ventilasi mekanik


Pemberian bantuan pernapasan dengan pemasangan ventilasi
mekanik dalam mengendalikan ventilasi paru ditujukan untuk meningkatkan
oksigenasi dan mencegah kerusakan paru. Ventilasi mekanik adalah alat bantu
nafas yang digunakan pada penderita dengan gagal nafas dan penyakit
lainnya. Ventilasi mekanik diberikan dengan ketidakmampuan fungsi
pernapasan untuk melakukan ventilasi alveolar secara optimal. Bantuan
ventilasi mekanik digunakan untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh,
mengurangi kerja pernapasan, meningkatkan oksigenasi ke jaringan atau
mengoreksi asidosis pernapasan menurut (Karmiza, 2017)

2. Pemberian terapi sedasi


Tindakan pemasangan alat bantu pernafasan dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dan nyeri bagi pasien, yang tidak jarang mengakibatkan
terjadinya agitasi pada pasien. Selain itu agitasi dapat terjadi akibat
ketidaknyamanan terhadap lingkungan dan suara bising yang ditimbulkan
oleh alat-alat. Agitasi merupakan suatu keadaan dimana pasien terlihat
gelisah, ketidaknyamanan ditandai oleh gerakan motorik yang tidak terkendali
yang dapat mengakibatkan cedera dan ekstubasi. Penatalaksanaan
farmakologis yang dilakukan untuk mengatasi agitasi pada pasien gagal nafas
adalah dengan menggunakan obat-obatan sedasi dan analgetik. Pemberian
obat sedasi pada pasien gagal nafas bertujuan untuk menginduksi anxiolysis,
mencegah terjadinya agitasi, memfasilitasi manipulasi ventilator dan
mencegah terjadinya asynchrony ventilator (Deli, 2017). Dalam jurnal Efek
Pemberian Midazolam atau Propofol Terhadap Lama Penggunaan Ventilator
Mekanik di ICU RSUP Dr. Kariadi tahun 2018 menyatakan bahwa sedasi
dengan propofol lebih baik dalam mengurangi durasi ventilasi mekanik pada
pasien pascabedah di ruang intensif daripada sedasi dengan midazolam
menurut (Nugroho, 2018)

J. PATWAY GAGAL NAFAS

K. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Fisik

a) Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan

 Takipnue dan takikardi yang merupakan gejala nonspesifik.

 Batuk yang tidak adekuat, penggunaan otot bantu napas, dan pulsus
paradoksus dapat menandakan risiko terjadinya gagal napas.

 Pada funduskopi dapat ditemukan papil edema akibat hiperkapnia


atau vasodilatasi cerebral.

 Pada paru ditemukan gejala yang sesuai dengan penyakit yang


mendasari.

 Bila hipoksemia berat, dapat ditemukan sianosis pada kulit dan


membran mukosa. Sianosis dapat diamati bila konsentrasi
hemoglobin yang mengalami deoksigenasi pada kapiler atau
jaringan mencapai 5 g/dL.

 Disapnue dapat terjadi akibat usaha bernapas, reseptor vagal, dan


stimuli kimia akibat hipoksemia atau hiperkapnia.

 Kesadaran berkabut dan somnolen dapat terjadi pada kasus gagal


napas. Mioklonus dan kejang dapat terjadi pada hipoksemia berat.
Polisitemia merupakan komplikasi lanjut dari hipoksemia.
 Hipertensi pulmoner biasanya terdapat pada gagal napas kronik.
Hipoksemia alveolar yang disebabkan oleh hiperkapnia
menyebabkan konstriksi arteriol pulmoner menurut (Ayu Dewa.
2017).

b) Pengkajian yang bisa di dapat pada B1-B6 yaitu

1) B1 (Breathing)

 Distress pernapasan: pernapasan cuping hidung,


takipneu/bradipneu, retraksi dada.
 Kesulitan bernapas: lapar udara, diaphoresis, sianosis
 Pernapasan lambat dan dangkal.
 RR > 20 x/mnt

2) B2 (Blood)

 Takikardia
 Akral dingin
 Pucat
 CRT > 3 detik
 Denyut nadi lemah

3) B3 (Brain)

 Pusing
 Sakit kepala
 Kesadaran menurun
 Tekanan darah tidak stabil

4) B4 ( Bladder)

 Oliguria

5) B5 (Bowel)

 Penurunan nafsu makan


 Kekurangan pemenuhan nutrisi
6) B6 (Bone)

 Lemah
 Sulit bergerak
 Bed rest
2. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan
1 Ganguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi
2 Gangguan perfusi jaringan perifer b/d kurang pengetahuan dengan proses
penyakit
3 Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral b/d hipertensi
4 Retensi urine b/d sumbatan saluran perkemihan
5 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan diet kurang
6 Hambatan mobilitas fisik b/d penurunan kendali otot

3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN

1. Ganguan pertukaran gas b/d


Setelah dilakukan tindakanTerapi Oksigen
ketidakseimbangan ventilasi keperawatan selama 3 x 24 jam 1) Perthankan kepatenan jalan
maka di harapkan status napas.
pernapasan pertukara gas dapat 2) Monitor aliran oksigen.
treratasi dengan kriteria hasil 3) Bersihkan mulut hidung,dan
hasil : sekresi trakea dengan tepat.
Status Pernapasan: Gangguan 4) Monitor peralatan oksigen
Pertukaran Gas
untuk memastikan bahwa alat
1. Tekanan parsial oksigen di
tersebut tidak mengganggu
darah arteri (PAO2)
upaya pasien untuk bernapas .
dipertahankan pada deviasi 1
5) Monitor efektifitas terapi
ditingkatkan ke deviasi 2
oksigen
2. Saturasi oksigen
dipertahankan pada deviasi 1
ditingkatkan ke deviasi 2

3. Tekanan parsial
karbondioksida di darah
arteri (PACO2)
dipertahankan ke deviasi 1
ditingkatkan ke deviasi 2

4. Ph arteri dipertahankan pada


deviasi 1 ditingkatkan ke
deviasi 2.
2. Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Sensasi Perifer
perifer b/d kurang keperawatan selama 3 x 24 1. Monoitor adanya penekanan
pengetahuan dengan maka diharapkan perfusi dari gelang, alat-alat medis,
proses penyakit jaringan perifer dapat teratasi sepatu dan baju .
dengan kriteria hasi: 2. Hindari dan selalu monitor
Status Sirkulasi penggunaan terapi kompres
panas atau dingin seperti
1. PaCO2 di pertahankan pada
penggunaan bantalan panas,
deviasi 1 di tingkatkan ke
botol berisi air panas atau
deviasi 2.
dengan kantong es.
2. PaO2 di pertahankan pada
3. Gunakan alat yang dapat
deviasi 1 di tingkatkan ke
mengurangi penekanan yang
deviasi 2.
sesuai.
3. Saturasi O2 di pertahankan
4. Imobilisasi kepala dan leher,
pada deviasi 1 ditingkatkan
dan punggung dengan tepat .
ke deviasi 2.
5. Monitor kemampuan BAB
4. Tekanan nadi dipertahankan
dan BAK.
pada deviasi 1 ditingkatkan
ke deviasi 2
5. Tekanan darah rata-rata
dipertahankan pada deviasi
1 ditingkatkan ke deviasi 2
3. Ketidak efektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan Monitor Neurologi
jaringan serebral b/d keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Pantau ukuran pupil, bentuk,
hipertensi hasil yang di harapkan : kesimetrisan, dan reaktivitas.
Perfusi jaringan serebral 2. Moniotor tingkat kesadaran
1) Sakit kepala di 3. Monitor tingkat oorientasi
pertahankan pada deviasi 4. Monitor kecenderungan skala
berat dari kisaran normal 1 oma Glasgow
ditingkatkan kedeviasi yang 5. Monitor tanda-tanda vital
cukup berat dari kisaran suhu,tekanan darah, deyut
normal 2. nadi ,dan respirasi
2) Kegelisahan dipertahankan 6. Monitor status pernapasan
pada deviasi berat dari nilai ABG tingkat oksimetri,
kisaran normal 1 kedalaman, pola,laju atau
ditingkatkan kedeviasi yang tingkat, dan usaha bernapas.
cukup berat dari kisaran 7. Monitor refleks kornea
normal 2.
3) Keadaan pingsan
dipertahankan pada deviasi
berat dari kisaran normal 1
ditingkatkan kedeviasi
yang cukup berat dari
kisaran normal 2.
4) Penurunan tingkat kesadaran
dipertahankan pada deviasi
berat dari kisaran normal 1
ditingkatkan kedeviasi yang
cukup berat dari kisaran
normal 2
4. Retensi urine b/d sumbatan Setelah dilakukan tindakan Keteterisasi Urin:
saluran perkemihan keperawatan selama 3x24 jam 1. Jelaskan prosedur dan
hasil yang diharapkan rasionalisasi kateterisasi
Eliminasi Urin: 2. Pasang alat dengan tepat
1. Pola eliminasi dipertahankan 3. Pertahankan kebersihkan
pada sangat terganggu 1, tangan yang baik sebelum,
ditingk atkan ke banyak selama, dan setelah insersi atau
terganggu 2 saat memanipulasi kateter
2. Bau urin dipertahankan pada 4. Hubungkan retensi kateter ke
sangat terganggu 1, kantung sisi tempat tidur
ditingkatkan ke banyak drainase atau pada kantung
terganggu 2 kaki
3. Jumlah urine dipertahankan 5. Ajarkan pasien dan keluarga
pada sangat terganggu 1, mengenai perawatan kateter
ditingkatkan ke banyak yang tepat
terganggu 2
4. Kejernihan urin dipertahankan
pada sangat terganggu 1,
ditingkatkan ke banyak
terganggu 2
5. Nyeri saat kencing
dipertahankan pada berat 1,
ditingkatkan ke cukup berat 2.
5. Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
kebutuhan tubuh b/d keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Tentukan jumlah kalori dan
asupan diet kurang maka kriteria hasil yang jenis nutrisi yang di buruhkan
diharapkan : untuk memenuhi
Status Nutrisi persyaratan gizi.
1. Asupan protein di 2. Atur diet yang di perlukan
pertahankan pada tidak yaitu menyediakan makanan
adekuat 1 ditingkatkan ke protein tinggi,menyaraankan
sedikit adekuat 2. menggunakan bumbu dan
2. Asupan karbohidrat di rempa-rempa sebagai
pertahankan pada tidak alternative pengganti garam,
adekuat 1 ditingkatkan ke menyediakan pengganti gula,
sedikit adekuat 2. menambah aatu mengurangi
3. Asupan mineral kalori, menambah atau
dipertahankan pada tidak mengurangi vitamin, mineral,
adekuat 1 ditingkatkan ke atau suplemen.
sedikit adekuat 2 3. Pastikan makanan yang di
sajikan dengan cara yang
menarik dan pada suhu
yang paling cocok untuk
komsumsi secara optimal.
4. Tentukan status gizi pasien
dan kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan gizi .
5. Intruksikan pasien mengenai
kebutuhan nutrisi

6. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Terapi Latihan: Ambulasi


b/d penurunan kendali otot keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Bantu pasien untuk
mak kriteria hasil yang di perpindahan, sesuai
harapkan : kebutuhan.
Pergerakan 2. Bantu pasien untuk duduk di
1. Keseimbangan di sisi tempat tidur untuk
pertahankan pada sangat memfasilitasi penyesuaian
terganggu 1 ditingkatkan ke sikap tubuh.
banyak terganggu 2. 3. Bantu pasien untuk
2. Koordinasi dipertahankan menggunakan alas kaki yang
pada sangat terganggu memfasilitasi pasien untuk
ditingkatka ke banyak berjalan dan mencegah
terganggu 2. cedera.
3. Gerakan otot dipertahanka 4. Konsultasikan pada ahli terapi
pada sangat terganggu 1 fisik mengenai rencana
ditingkatkan ke banyak ambulansi, sesuai kebutuhan.
terganggu 2. 5. Intruksiakan pasien/caregiver
7. Gerakan sendi dipertahankan mengenai pemindahan dan
pada sangat terganggu 1 teknik ambulansi yang aman.
ditingkatkan ke banyak
terganggu 2
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida


dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan
karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen
kurang dari 50 mmHg (hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih
besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem
pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon
dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau
perfusi. Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dankarbon dioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan
gangguan pada kehidupan.

Gagal nafas bisa disebabkan karena depresi sistem saraf pusat, kelainan
neurologis primer, efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks, trauma atau
penyakit akut paru. Gagal nafas merupakan diagnosa klinis, namun dengan adanya
analisa gas darah (AGD), gagal nafas dipertimbangkan sebagai kegagalan fungsi
pertukaran gas yang nyata dalam bentuk kegagalan oksigenasi (hipoksemia) atau
kegagalan dalam pengeluaran CO2 (hiperkapnia, kegagalan ventilasi) atau
merupakan kegagalan kedua fungsi tersebut.

B. SARAN

Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal,


sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan
kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan banyak referensi untuk
menunjang proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan gangguan


Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

Rizki Ahmad Fauzi, S.Kep. 2016. Analisis Perbandingan Praktik Klinik


Keperawatan Pada Pasien Respiratory Failure Dengan Tindakan Intervensi Inovasi
Suction (Penghisalan Lendir) Setelah Dilakukan Nebuliser Dan Tidak Dilakukan,
Terhadap Kadar Saturasi Oksigen Di Ruangan ICU RSUD A. W. Sjahranie
Samarinda Tahun 2016. Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan Muhammadiyah. Samarinda.

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Shapiro BA and Peruzzi WT. 1994. Physiology of respiration. In Shapiro BA and


Peruzzi WT (Ed) Clinical Application of Blood Gases. Mosby, Baltimore, Pp. 1324.

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Karmiza. 2017. Posisi Lateral Kiri Elevasi Kepala 30 Derajat Terhadap Nilai
Tekanan Parsial Oksigen (Po2) Pada Pasien Dengan Ventilasi Mekanik. Padang:
Jurnal Ners. Volume 9 (1) diakses pada tanggal 1 April 2020

Deli, H. 2017. Perbandingan Pengukuran Status Sedasi Richmon Agitation Sedation


Scale (Rass) Dan Ramsay Sedation Scale (Rss) Pada Pasien Gagal Nafas Terhadap
Lama Weaningventilatordigicu RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. Sumedang: Jurnal
Riset Kesehatan. Volume 6 (1) diakses pada tanggal 1 April 2020

Nugroho, R, K. 2018. Efek Pemberian Midazolam atau Propofol Terhadap Lama


Penggunaan Ventilator Mekanik di ICU RSUP Dr. Kariadi. Jurnal Anestesiologi
Indonesia. Volume 10 (1) diakses pada tanggal 1 April 2020
Bakhtiar. 2013. Aspek Klinis Dan Tatalaksana Gagal Nafa Akut Pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. Volume 12. Nomor 3. Desember 2013 di askses tanggal 3
April 2020

Anda mungkin juga menyukai