Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN ASCARIASIS

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang ASKEP ASCARIASIS.
Selama menyusun makalah ini, kami mendapat banyak bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak. Untuk itu perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah ikut membantu penyusunan makalah ini.
Dalam menyusun makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di masa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi kami
serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan.
Amin-amin ya Robbal Alamin

BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah termasuk keluarga nematoda,
saluran cerna penularan dapat terjadi melalui 2 cara yaitu :
1.

Infeksi langsung

2.

Larva yang menembus kulit.


Penularan langsung dapat terjadi bila telur cacing dari tepi anal masuk ke mulut tanpa pernah
berkembamg dulu ditanah. Cara ini terjadi pada cacing kremi ( oxyuris vermikularis ) dan
trikuriasis ( trichuris trichiura ). Selain itu penularan langsung dapat pula terjadi setelah periode
berkembangnya telur di tanah kemudian telur tertelan. melalui tangan atau makanan yang
tercemar. Cara ini terjadi seperti pada infeksi ascarias lumbricoides ( cacing gelang ) dan
toxocara canis. Penularan melalui kulit terjadi pada cacing tambang/ ankilostomiasis dan
strongiloidiasis di mana telur terlebih dahulu menetas di tanah baru kemudian larva yang sudah
berkembang menginfeksi melalui kulit.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Askariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi cacing Ascaris Lumbricoides
atau cacing gelang (Noer, 1996: 513). Hal senada juga terdapat dalam Kamus Kedokteran
(Ramali, 1997: 26).
Infeksi pada manusia oleh cacing gelang ascaris lumbricoides, yang di temukan dalam
usus halus, menyebabkan nyeri kolik dan diare, khususnya pada anak-anak. Setelah di telan,
larva bermigrasi dari usus ke paru yang menyebabkan pneumonitis, dan kemudian ke trakea,
esofagus, dan usus, untuk tumbuh menjadi dewasa. Bila cacing-cacing dewasa berjumlah cukup
banyak, cacing ini dapat menyebabkan obstruksi usus.
B.ETIOLOGI
Etiologi askariasis adalah ascaris lumbricoides, manusia merupakan satu-satunya hospes.
Penyebab dari Ascariasis adalah Ascaris Lumbricoides. Ascaris termasuk Genus Parasit
usus dari kelas Nematoda: Ascaris Lumbricoides: cacing gelang (Garcia, 1996: 138). Menurut
Reisberrg (1994: 339) ascaris adalah cacing gilig usus terbesar dengan cacing betina dengan
ukuran panjang 20-35 cm dan jantan dewasa 15-35 cm. Rata-rata jangka hidup cacing dewasa
sekitar 6 bulan.
Ascaris lumbricoides
STADIUM

DEWASA

Di lumen usus halus > migrasi ke lambung, saluran empedu, appendiks > keluar bersama tinja
Bolus > menyumbat usus > menembus dinding usus > PERITONITIS

TELUR

Di luar tubuh resisten terhadap kebanyakan zat kimia (mati) > sinar matahari langsung, panas >
80 C > makanan / minuman > lambung > Duodenum, jejunum bagian atas

LARVA

Dinding usus > sistim porta/limfe > paru > alveoli > trachea > epiglottis > esophagus
>lambung >usus halus > duodenum (2-3 bulan)
C.TANDA DAN GEJALA
Hanya sebagian kecil yang menunjukkan gejala klinis, sebagian besar asymtomatis.
1.
2.

Larva pada paru menimbulkan sindroma Loeffler, dari yang ringan seperti batuk sampai yang
berat seperti sesak nafas.
Cacing dewasa
- gangguan usus ringan
- infeksi berat : malabsorbsi yang memperberat malnutrisi, ileus, infeksi ektopik ke empedu,
appendiks atau bronkus
Ditemukannya telur askaris lumbricoides dalam tinja atau keluarnya cacing dewasa lewat
muntah atau tinja pasien.
Gejala di sebabkan oleh larva maupun cacing dewasa, adanya larva dalam tubuh akan
menimbulkan batuk, demam, eosinofilia, dan gambaran infiltrat pada poto toraks yang akan
menghilang dalam waktu 3 minggu, dikenal sebagai sindrom loffler. Gejala yang di timbulkan
oleh cacing dewasa adalah mual, nafsu makan berkurang, diare, atau konstipasi. Pada keadaan
berat dapat mengakibatkan malabsorpsi dan obstruksi usus. Cacing dewasa yang mengembara ke
organ-organ lain akan menimbulkan gangguan tersendiri, misalnya ke saluran empedu, apendiks
atau bronkus.

Manifestasis Klinis

Batuk

Demam

Eosinofilia

Infiltrat (menghilang dalam waktu 3 minggu)

Mual

Nafsu makan berkurang

Diare atau konstipasi

Malnutrisi

Malabsorpsi

Obstruksi usus (ileum)

D.PATOFISIOLOGI
Telur Askaris yang infektif di dalam tanah tertelan lewat makanan yang terkontaminasi,
Masuk ke lambung dan duodenum kemudian menetas, Larva menembus dinding usus, Via
sirkulasi portal ke jantung kanan, Sirkulasi pulmonal ke paru-paru Melepas antigen askaris
Reaksi alergi, Tembus kapiler masuk alveoli dan bronchi, Pelepasan histamin
Secara ascenden ke trakhea, faring, epiglottis, esofagus peningkatan permiabilitas kapiler dan
sensasi gatal

E.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium merupakan diagnosa pasti dari askariasis. Diagnosa askariasis
ditegakkan dengan pemeriksaan feses pasien dimana dijumpai telur cacing askaris. Setiap satu
ekor cacing askaris mampu memproduksi jumlah telur yang banyak, sehingga biasanya pada
pemeriksaan pertama bisa langsung ditemui.
Saat cacing bermigrasi masuk ke paru biasanya berhubungan dengan eosinophilia dan
ditemui gambaran infitrat pada foto dada. Bahkan pada kasus obstruksi tidak jarang diperlukan
foto polos abdomen, USG atau pemeriksaan lainnya.
Diagnosis askariasis ditegakkan dengan menemukan Ascaris dewasa atau telur Ascaris
pada

pemeriksaan

tinja.

F.PENATALAKSANAAN
Obat-obat untuk infestasi cacing :
Jenis infeksi
Obat
Askaris
Pirantel pamoat

Dosis
10 mg/kgBB, Maksimum 1g, dosis tunggal.
2 x 100 mg, Selama 3 hari.

Mebendazol
Piperazin sitrat

25 mg/kgBB, Maksimum dosis pada dewasa


3,5 g.
400 mg, dosis tunggal. Pada infeksi berat

Albendazol

dapat di berikan 2-3 hari.


2 x 500 mg untuk dewasa.

Nitazoksanid
G.KOMPLIKASI
Selama larva sedang bermigrasi dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergi yang berat
dan pneumonitis, dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya pneumonia.

BAB III
KONSEP ASKEP
A.PENGKAJIAN
a. Aktifitas dan Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia, tidak tidur semalam karena diare
Tanda : Merasa gelisah dan ansietas.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi {respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri.)
c. Nutrisi / Cairan
Gejala: Mual, muntah, anoreksia.
Tanda : Hipoglikemia, perut buncit, dehidrasi, berat badan turun.
d. Eliminasi
Tanda : diare, penurunan haluaran urine.
e. Nyeri
Gejala : Nyeri epigastrik, nyeri daerah pusat, colik.
f. Integritas Ego
Gejala : Ansietas.
Tanda : Gelisah, ketakutan.
g. Keamanan
Tanda : Kulit kemerahan, kering, panas, suhu meningkat.

B.DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder terhadap diare.
(Carpenito, 2000: 104).
Tujuan

Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan kriteria tidak

ditemukannya tanda-tanda dehidrasi dan klien mampu memperlihatkan tanda-tanda rehidrasi dan
pemeliharaan hidrasi yang adekuat.
Intervensi :
a. Monitor intake dan out put cairan.
b. Observasi tanda-tanda dehidrasi (hipertermi, turgor kulit turun, membran mukosa kering).
c. Berikan oral rehidrasi solution sedikit demi sedikit membantu hidrasi yang adekuat.
d. Observsasi tanda-tanda dehidrasi.
e. Observasi pemberian cairan intra vena.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot polos sekunder akibat
migrasi parasit di lambung.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan hilang atau berkurang dengan
kriteria klien tidak menunjukkan kesakitan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat dan karakteristik nyeri.
b. Beri kompres hangat di perut.
c. Ajarkan metoda distraksi selama nyeri akut.
d. Atur posisi yang nyaman yang dapat mengurangi nyeri.
e. Kolaburasi untuk pemberian analgesik.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan
muntah (Carpenito, 2000: 260).
Tujuan : Nutrisi terpenuhi dengan kriteria klien menunjukkan nafsu makan meningkat, berat
badan sesuai usia.
Intervensi:
a. Beri diit makanan yang adekuat, nutrisi yang bergizi.
b. Timbang BB setiap hari.
c. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
d. Pertahankan kebersihan mulut yang baik.

4. Hipertermi berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder terhadap dehidrasi


(Carpenito, 2000 ; 21)

Tujuan : Mempertahankan normotermi yang ditunjukkan dengan tidak terdapatnya tanda-tanda


dan gejala hipertermia, seperti tachicardia, kulit kemerahan, suhu dan tekanan darah normal.
Intervensi :
a. Ajarkan klien dan keluarga pentingnya masukan adekuat.
b. Monitor intake dan output cairan
c. Monitor suhu dan tanda vital
d. Lakukan kompres.
5. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal epidermal
sekunder akibat cacing gelang (Carpenito, 2000 ; 300)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan integritas kulit teratasi dengan
kriteria tidak terjadi lecet dan kemerahan.

Intervensi :
a. Beri bedak antiseptik.
b. Anjurkan untuk menjaga kebersihan diri / personal hygiene.
c. Anjurkan untuk tidak menggaruk .
d. Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang meresap keringat.

BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Penyakit askariasis ini di sebabkan oleh investasi cacing askaris lumbricoides atau cacing
gelang. Cacing ini berbentuk bulat besar dan hidup dalam usus manusia. Cacing ini terutam
tumbuh dan berkembang pada penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab dengan
sanitasi yang buruk. Di indonesia prevalensi askariasis tinggi terutama pada anak. Kurangnya
pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar rumah.
Cacing betina akan mengeluarkan telur yang kemudian akan menjadi matang dan invektif,
dengan tumbuhnya larva pada telurnya di dalam waktu 2-3 minggu.
Infeksi pada manusia terjadi karna larva cacing ini mengkontaminasi makanan dan
minuman. Di dalam usus halus larva cacing akan keluar menembus dinding usus dan kemudian
menuju pembuluh darah dan limpe menuju paru. Setelah itu larva cacing ini akan bermigrassi ke
bronkus, faring dan kemudian turun ke esofagus dan usus halus. Lama perjalanan sampai
menjadi bentuk cacing dewasa 60-75 hari, panjang cacing dewasa 20-40 cm dan hidup di dalam
usus halus manusia untuk bertahun-tahun lamanya. Sejak telur matang tertelan sampai cacing
dewasa bertelur di perlukan waktu kurang lebih 2 bulan.
B.SARAN
Dalam menyusun makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, (terjemahan) Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., Parasitologi Kedokteran (terjemahan),
EGC, Jakarta.
Garcia, L.S., Bruchner, D.A., 1996, Diagnostik Parasitologi Kedokteran (terjemahan),
EGC, Jakarta
Noer, S., 1996, buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi 3, FKUI, Jakarta.

Price, S.A., Wilson, L.M., 1995, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
(terjemahan), Edisi 4, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai