Anda di halaman 1dari 8

1.

Patofisiologi Morbus Hansen

Bila kuman M leprae masuk kedalam tubuh seseorang dapat timbul gejala klinis sesuai
dengan kerentanan orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas
seluler (SIS) penderita. Bila SIS baik akan tampak gambaran klinis ke arah tuberkuloid,
dan bila keadaan SIS nya rendah akan memberikan gambaran lepromatosa.

Tipe I (indeterminate) tidak termasuk dalam spektrum. TT adalah tipe tuberkuloid polar
yakni tuberkuloid 100% merupakan tipe yang stabil. Jadi berarti tidak mungkin berubah
tipe. Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa polar yakni lepromatosa 100%, juga
merupakan tipe yang stabil dan tidak mungkin berubah lagi. Sedangkan tipe antara Ti dan
Li disebut sebagai tipe borderline, berarti campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa.
BB adalah tipe campuran yang terdiri dari 50% tubekuloid dan 50% lepromatosanya. BT
dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya sementara BL dan Li lebih banyak lepromatosanya.
Tipe-tipe campuran ini adalah tipe yang labil, berarti dapat bebas beralih tipe, baik ke
arah TT maupun ke arah LL. Zona spektrum kusta menurut berbagai klasifikasi dapat
dilihat di tabel di bawah ini.

Tabel 1. Zona spektrum kusta menurut macam klasifikasi

Klasifikasi Zona Spektrum Kusta

Ridley dan
TT BT BB BL LL
Jopling

Madrid Tuberkuloid Borderline Lepromatosa

WHO Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB)

Puskesmas PB MB

Multibasiler berarti mengadung banyak kuman yaitu tipe LL, BL dan BB. Sedangkan
pausibasiler berarti mengadung sedikit kuman, yakni tip TT, BT dan I. Beberapa
perbandingan dari berbagai tipe tersebut dapat di lihat di tabel di bawah ini
Tabel 2. Gambaran klinis, bakteriologik dan imunologik kusta multibasiler (MB)

Bordeline Lepromatosa
Sifat Lepromatosa (LL) (BL) Mid Borderline (BB)

Makula

Infiltrat difus
Makula Plakat
Papul
Plakat Dome-shaped (kubah)
Nodus
Lesi:
Papul Punched-out
Tidak terhitung, praktis
–        Bentuk
tidak ada kulit sehat Sukar dihitung, masih Dapat dihitung, kulit sehat
–        Jumlah ada kulit sehat jelas ada
Simetris
–        Distribusi Hampir simetris Asimetris
Halus berkilat
–        Permukaan Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat
Tidak jelas
–        Batas Agak jelas Agak jelas
Tidak ada sampai tidak
–        Anestesia jelas Tak jelas Lebih jelas

BTA

–        Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak

–        Sekret hidung Bannyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif

Tes Lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif

Tabel 3. Gambaran klinis, bakteriologik dan imunologik kusta pausibasiler (PB)

Indeterminate
Bordeline Tuberculoid
Sifat Tuberkuloid (TT) (BT) (I)

Lesi Makula saja, makula Makula dibatasi infiltrat: Hanya makula


dibatasi infiltrat infiltrat saja
–        Bentuk Satu atau beberapa
Satu, dapat beberapa Beberapa atau satu
–        Jumlah Variasi
dengan satelit
Halus, agak berkilat
–        Distribusi Asimetris Masih asimetris
Dapat jelas atau dapat
–        Permukaan Kering bersisik Kering bersisik
tidak jelas
–        Batas Jelas Jelas
Tak ada sampai tidak
–        Anestesia Jelas Jelas jelas

BTA

–        Lesi kulit Hampir selalu negatif Negatif atau hanya 1+ Biasanya negatif

Dapat positif lemah atau


Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah negative

Kusta Indeterminate merupakan kusta yang paling ringan dimana hanya sangat kecil atau
terbatas mempengaruhi saraf dan kulit. Hanya ada sedikit bakteri yang ditemukan dan
dengan tes lepromin sering kali hanya memberikan positif lemah. Di bawah mikroskop,
dapat dilihat peradangan hanya minimal dan tidak tipikal. Kusta Indeteminate sering kali
hanya pada satu bagian tubuh, asimptomatik, berupa makula hipopigmentasi dengan
diameter beberapa cm. Kusta indeterminate sering kali ditemukan di wajah, punggung,
permukaan ekstensor dari ekstremitas. Bila multipel lesi yang terjadi penyebarannya
tidak simetris. Sensasi kulit mungkin sedikit berkurang namun fungsi dari kelenjar
keringat masih normal. Penebalan saraf biasanya hanya ditemukan pada satu saraf.

Kusta Lepromatous merupakan kusta yang ditandai dengan adanya infeksi M. leprae
yang progresif dimana banyak bakteri yang ditemukan pada lesi kulit. Lesi kulit
umumnya asimetris, kecil, bersinar dan umunya konfluen. Plaq infiltrat memiliki batas
yang tidak tegas dengan warna merah kecoklatan, dimana sering kali berubah tergantung
warna kulit penderita. Tempat yang sering terkena adalah wajah dengan infiltrasi di
bagian depan kepala, dagu, hidung, dan telinga yang sering mengakibatkan deformitas
pada wajah yang disebut leonine facies (lion’s face). Tanda lain yang sering terjadi
adalah madarosis. Dengan berkembangnya penyakit anestesia dan kekeringan kulit juga
akan semakin parah. Daerah tubuh yang hangat akan terhindar seperti bagian axilla,
inguinal, perineum, dan scalp.

Mukosa hidung merupakan bagian yang hampir selalu terserang. Kelainan kronik dari
hidung seperi hemorrhagic sering kali ditemukan pada penderita kusta di daerah endemis.
Serangan M. leprae pada hidung akan menganggu proses pernafasan dan merusak septum
nasal dan mengakibatkan hidung kehilangan substansinya (clover leaf nose). Mukosa lain
seperti bibir, mulut dan laring juga dapat terkena infiltrasi dari M leprae. Infiltrasi juga
dapat mengenai mata dibagian konjungtiva, kornea dan badan ciliary.

Kerusakan saraf perifer umumnya muncul dalam waktu yang lama. Kerusakan saraf tepi
mulanya mengenai saraf sensoris dan umumnya simeteris di bagian ekstensor.
Kehilangan sensoris kemudian secara perlahan akan menyebar ke bagian tengah tubuh.
Rasa sakit jarang terjadi karna infeksi M leprae pada saraf sensoris. Saraf otonom juga
terkena dengan ditandai adanya kehilangan fungsi dari kelenjar keringat dan kelainan
vasomotor pembuluh darah tepi. Pada lepromatous leprosi, terkenanya saraf motor yang
besar lebih sering terjadi dibandingkan lepra tipe tubekuloid. Pada keadaan lepra
lepromatosa yang lebih berat bisa mengakibatkan tangan dan kaki mengecil, karena
terjadinya osteoporosis dengan fraktur kompresi. Adanya trauma yang tidak disadari
penderita dan infeksi sekunder juga bisa mengakibatkan kecacatan. Beberapa pasien
memiliki limfeadenopathy. Infiltrat kadang-kadang dapat ditemukan pada testis yang bisa
mengakibatkan kemandulan dan gynecomastia.

Lepra tuberkuloid merupakan lepra yang terjadi dengan jumlah lepra yang tidak terlalu
banyak di tubuh dan keadaan sistem imun seluler tubuh penderita yang masih baik.
Kerusakan saraf juga terjadi tetapi tidak sistemik. Lesi yang terjadi umumnya asimetris,
jumlahnya sedikit, dan menyebar dengan sangat pelan. Mulanya bewarna merah atau
merah keunguan, dan berupa makula atau papula. Kemudian secara perlahan membesar,
dengan batas yang tegas, dan memperlihatkan bagian tengah yang bersih dengan atrofi
yang halus, bersisik dan hipopigmentasi. Predileksi lesinya di bagian gluteus, punggung,
wajah dan ekstensor ekstremitas. Hilangnya sensasi, anhidrosis dan hilangnya rambut
juga terjadi.

Inflamasi granul akan mengakibatkan kerusakan pada saraf tepi yang mengakibatkan
hilangnya fungsi saraf tersebut. Gangguan fungsi sensoris merupakan kelainan saraf yang
awal, selanjutnya dapat mengakibatkan paralisis dan akhirnya mengakibatkan atrofi otot.
Kerusakan pada saraf wajah juga dapat terjadi dan mengakibatkan kelainan ekpresi wajah
dimana wajahnya menjadi tidak berekspresi atau Antonine facies. Paralisis pada otot-otot
vocal juga dapa terjadi.
Masalah yang terberat daripada kusta tuberkuloid adalah bila kerusakan saraf mencapai
di bagian saraf yang menggerakan ekstremitas. Saraf yang terkena umumnya adalah saraf
yang lebih superficialis dan mudah terkena trauma. Kerusakan saraf bisa mengenai N.
ulnaris dan N medialis yang mengakibatkan terjadinya perubahan tangan yang berbentuk
clawing lateral maupun medial. Pada kaki, bila yang terkena adalah sara peroneal akan
mengakibatkan terjadinya foot drop dan bila mengenai saraf tibialis posterior akan
mengakibatkan terjadinya anestesia pada telapak kaki. Sebagai hasil kerusakan saraf
dapat mengakibatkan kulit yang kering, proses penyembuhan yang tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, paralisis otot, respon terhadap trauma yang kecil. Dalam keadaan
ini bila ada trauma kecil seperti menginjak batu, atau bahkan karna trauma panas pada
kulit, penderita tidak akan merasakan apa-apa sehingga bisa mengakibatkan terjadi
kerusakan yang besar.

2. 3.

4. 5. 6.

7. 8. 9.

10. 11. 12.

13. 14.

15. 16.

17. 18.Pemeriksaan Penunjang

Untuk penilaian hasil pemeriksaan kuman pada sediaan apus (preparat) digunakan Indeks
Bakteri (Bacterial Index = BI) dan Indeks Morfologi (Morphological Index = MI). Indeks
Bakteri merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan apus.
Kegunaan BI adalah untuk membantu menentukan tipe penyakit kusta dan menilai hasil
pengobatan.
Indeks Bakterial (IB) :

(-)
: Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandangan.
( 1+ )
:1
- 10 kuman BTA ditemukan dalam 100 lapangan pandangan.
( 2+ )
:1
- 10 kuman BTA ditemukan dalam 10 lapangan pandangan.
( 3+ )
:1
- 10 kuman BTA ditemukan dalam rata-rata 1 lapangan pandangan.
( 4+ )
: 10 - 100 kuman BTA ditemukan dalam rata-rata 1 lapangan pandangan.
( 5+ )
: 100 – 1000 kuma BTA ditemukan dalam rata-rata 1 lapangan pandangan.
( 6+ )
: > 1000 kuman BTA ditemukan dalam rata-rata 1 lapangan pandangan.

Pada klasifikasi Ridley-Jopling, indeks bakteri (IB) lebih dari 2+ termasuk multibasiler
sedangkan pausibasiler adalah tipe I, TT dan BT dengan IB kurang dari 2+

Indeks Morfologi (IM) :

Indeks Morfologi : Untuk menentukan persentase BTA hidup atau mati


Rumus :         Jumlah BTA solid               x 100 % = x %
                Jumlah BTA solid + non solid
Guna : untuk melihat keberhasilan terapi, melihat resistensi kuman BTA, melihat infeksisitas
penyakit.
19.Pengobatan Morbus Hansen
Adanya MDT adalah sebagai usaha untuk mencegah dan mengobati resistensi, memperpendek masa
pengobatan, dan mempercepat pemutusan mata rantai penularan. Untuk menyusun kombinasi obat
perlu diperhatikan efek terapeutik obat, efek samping obat, ketersediaan obat, harga obat, dan
kemungkinan penerapannya.

Prosedur pemberian MDT adalah sebagai berikut:


1) MDT untuk lepra tipe MB

Pada dewasa diberikan selama 12 bulan yaitu rifampisin 600 mg setiap bulan, klofamizin 300 mg
setiap bulan dan 50 mg setiap hari, dan dapsone 100 mg setiap hari. Sedangkan pada anak-anak,
diberikan selama 12 bulan dengan kombinasi rifampisin 450 mg setiap bulan, klofamizin 150 mg
setiap bulan dan 50 mg setiap hari, serta dapsone 50 mg setiap hari.
2) MDT untuk lepra tipe PB

Pada dewasa diberikan selama 6 bulan dengan kombinasi rifampisin 600 mg setiap bulan dan dapsone
100 mg setiap bulan. Pada anak-anak diberikan selama 6 bulan dengan kombinasi rifampisin 450 mg
setiap bulan dan dapsone 50 mg setiap bulan.

Sedangkan pada anak-anak dengan usia dibawah 10 tahun, diberikan kombinasi rifampisin 10
mg/kg berat badan setiap bulan, klofamizin 1 mg/kg berat badan diberikan pada pergantian hari,
tergantung dosis, dan dapsone 2 mg/kg berat badan setiap hari.
Untuk pengobatan timbulnya reaksi lepra adalah sebagai berikut:
1) Pengobatan reaksi reversal (tipe 1)

Pengobatan tambahan diberikan apabila disertai neuritis akut, obat pilihan pertama
adalahkorikosteroid. Biasanya diberikan prednison 40 mg/hari kemudian diturunkan perlahan.
Pengobatan harus secepatnya dan dengan dosis yang adekuat untuk mengurangi terjadinya
kerusakan saraf secara menndadak. Anggota gerak yang terkena neuritis akut harus diistirahatkan.
Apabila diperlukan dapat diberikan analgetik dan sedativa.
2) Pengobatan reaksi ENL (tipe 2)

Obat yang paling sering dipakai adalah tablet kortikosteroid antara lain prednison dengan dosis
yang disesuaikan berat ringannya reaksi, biasanya diberikan dengan dosis 15-30 mg/hari. Dosis
diturunkan secara bertahap sampai berhenti sama sekali sesuai perbaikan reaksi. Apabila
diperlukan dapat ditambahkan analgetik-antipiretik dan sedativa. Ada kemungkinan timbul
ketergantungan terhadap kortikosteroid, ENL akan timbul apabila obat tersebut dihentikan atau
diturunkan pada dosis tertentu sehingga penderita harus mendapatkan kortikosteroid secara terus-
menerus.

Anda mungkin juga menyukai