Anda di halaman 1dari 53

MORBUS HANSEN

Oleh: Astrid Tamara Maajid


Ratu Synnar P. M
Otorino Farhan

Prseptor:Kartika Ruchiatan, dr., SpKK, M.Kes


Morbus Hansen (Kusta)
◦ Definisi:
penyakit kronis, menular, yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium leprae yang bersifat obligat intraselular. Saraf
perifer sebagai afinitas pertama, kemudian selanjutnya dapat
menyerang kulit, lalu menyebar ke organ lain kecuali susunan
saraf pusat.

DISEBUT JUGA SEBAGAI:


THE GREATEST IMITATOR
Epidemiologi
◦ Indonesia merupakan urutan ke tiga di dunia
◦ Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur 25-35
tahun
Etiologi
◦Mycobacterium Leprae
Bakteri tahan asam, batang, ukuran 1-8 μm, lebar 0.2-0.5 μm
Obligat intraseluler aerob
Berkelompok
Berkembang baik pada jaringan dengan suhu rendah: kulit, saraf
perifer, saluran pernafasan atas, testis
Pathogenesis pada imunitas rendah

Respon tubuh LL : kelumpuhan


M.leprae masuk
mengeluarkan sistem imunitas
ke dalam tubuh
makrofag selular

Makrofag tidak
Kuman dapat
Merusakan mampu
bermultiplikasi
Jaringan menghancurkan
dengan bebas
kuman
Patogenesis pada Imuntias Tinggi

makrofag
Respon tubuh
M.leprae masuk TT : imunitas sanggup
mengeluarkan
ke dalam tubuh seluler tinggi menghancurkan
makrofag
kuman

makrofag
Bersatu menjadi
Merusak saraf berubah
sel datia fagositosis
dan jaringan menjadi
langhan
epitoloid
Klasifikasi
• Klasifikasi Ridley-Jopling
–Tuberkuloid (TT) --------------------------------------- sistem imun baik
–Tuberkuloid indefinite (TI) - tipe I tidak masuk spektrum
–Borderline tuberkuloid (BT)
–Mid-borderline (BB)
–Borderline lepromatosa (BL)
–Lepromatosa indefinite (Li)  tipe I tidak masuk spektrum
–Lepromatosa (LL) -------------------------------------- sistem imun rendah
Lepramatosa Borderline Mid borderline
Sifat
(LL) Lepramatosa (BL) (BB)
Lesi
Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome-shaped
Papul Papul (kubah)
Nodus Punched out
Jumlah Tidak terhitung, tidak Sukar dihitung, masih Dapat dihitung
ada kulit sehat ada kulit sehat

Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris


Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak
berkilat
Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
Anestesia Biasanya tidak jelas Tidak jelas Lebih jelas

BTA
Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak

Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif

Tes lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif


Intermediate Borderline Tuberkuloid
Sifat
(I) Tuberkuloid (BT) (TT)
Lesi
Bentuk Infiltrat Makula dibatasi Makula saja, Makula
infiltrat, infiltrat saja dibatasi infiltrat
Jumlah Satu atau beberapa Beberapa atau satu Satu, dapat
dengan satelit beberapa

Distribusi Variasi Masih asimetris Asimetris


Permukaan Halus, agak berkilat Kering bersisik Asimetris

Batas Dapat jelas, atau Jelas Jelas


dapat tidak jelas
Anestesia Tidak ada, atau tidak Jelas Jelas
jelas
BTA
Lesi kulit Biasanya negatif Negatif atau hanya Hampir selalu negatif
1+
Tes lepromin Dapat positif lemah, Positif lemah Positif kuat 3+
atau negatif
• Klasifikasi WHO
–Pausibasilar (PB)
Kusta type I,TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut
kriteria ridley dan jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid.
–Multibasilar (MB)
Kusta tipe LL,BL, BB, sebagian BT menurut kriteria Ridley dan Jopling
atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif.
Bagan Diagnosis WHO
Tanda PB MB
Lesi kulit (makula datar, - 1-5 lesi - > 5 lesi
papul yang meninggi, - - distribusi lebih simetris
nodus) hipopigmentasi/eritem - hilangnya sensasi
a kurang jelas
- distribusi tidak simetris
- hilangnya sensasi
yang jelas
Kerusakan saraf - hanya satu cabang - banyak cabang saraf
(menyebabkan saraf
hilangnya
sensasi/kelemahan
otot yang dipersaafi
oleh saraf yang
terkena)
Bagan Diagnosis WHO
Tanda PB MB
BTA Negatif Positif

Tipe Indeterminate, Tuberkuloid, Lepromatosa, Borderline


Borderline tuberkuloid lepromatosa, mid
borderline
Klasifikasi Zona spektrum MH
Ridley & Jopling (1962) TT BT BB BL BB
Madrid (1953) Tuberkuloid Borderline Lepromatosa

WHO (1988) Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB)


Perubahan Pada Saraf Tepi
◦ Pembesaran saraf tepi (biasanya asimetris)
◦ Di superfisial, karena suhunya rendah
◦ Great auricular nerve,radial cutaneus, superficial peroneal, ulnar, sural, post
tibial
◦ Gangguan sensori pada lesi
◦ Nerve trunk palsies
◦ Stocking glove pattern : tidak bisa membedakan panas dan
dingin kemudian sampai tidak bisa merasakan sakit, atau
tekanan, dimulai dari akral meluas ke sentrak
◦ Anhidrosis dari telapak tangan dan telapak kaki
Diagnosis:
Didasarkan pada penemuan tanda kardinal:
◦ Bercak kulit mati rasa (mati rasa total atau sebagian)
◦ Penebalan syaraf tepi
Dapat disertai nyeri dan gangguan fungsi syaraf yang terkena:
- gangguan fungsi sensoris:mati rasa
- gangguan fungsi motoris: paresa atau paralisa
- gangguan fungsi otonom:kulit kering,retak,edema
◦ Ditemukan basil tahan asam(BTA)
Bahan pemeriksaan dari cuping telinga/lesi kulit

ADA 1 TANDA = POSITIF


Anamnesis
◦ Tanda kardinal
◦ Makula yang hip/anestesi
◦ Penebalan saraf tepi
◦ Ditemukan BTA
◦ Ada tanda khas kusta: facies leonina, madarosis, lagoftalmus, saddle nose,
ginekomastia, atrofi otot, kontraktur, pseudomutilasia
◦ Selain hal tersebut, perlu ditanyakan tentang:
◦ Asal daerah atau pernah tinggal di daerah endemis
◦ Pengobatan yang sudah pernah didapat
◦ Ada/tidak adanya sumber penularan
Pemeriksaan fisik
◦ Pemeriksaan umum
◦ Menilai kesehatan penderita secara umum
◦ Mencari kelainan yang merupakan kontraindikasi pengobatan
◦ Pemeriksaan khusus
◦ Dilakukan di tempat yang terang dan tertutup
◦ Pemeriksaan secara regioner dengan memakai gambar skema dan
memakai kode standar
◦ Pemeriksaan status dermatologikus
◦ Pemeriskaan status neurologikus
Predileksi Kerusakan Saraf Tepi  yang lebih superfisial dan suhu
relatif lebih dingin
• N. Fasialis : lagoftalmus
• N. Aurikularis magnus
• N. Radialis : tangan lunglai (drop wrist)
• N. Ulnaris : anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari V dan
sebagian jari IV
• N.medianus : anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari I, II, III,
dan sebagian jari IV  kerusakan n.ulnaris dan n. Medianus dapat
menyebabkan jari kitting (claw toes) dan tangan cakar (claw hand)
• N. Peroneus komunis : kaki semper (drop foot)
• N. Tibialis posterior : mati rasa telapak kaki dan jari kitting (claw toes)
Gambaran Klinis organ tubuh lain yang dapat diserang
 Mata : gangguan visus, kebutaan
 Hidung : epistaksis, hidung pelana
 Tulang dan sendi : absorbsi, mutilasi, arthritis
 Lidah : ulkus, nodus
 Larings : suara parau
 Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atropi
 Kelenjar limfe : limfadenitis
 Rambut : alopecia, madarosis
 Ginjal : glomerulonefritis, amiloidosis ginjal, pielonefritis, nefritis
interstitial
Manifestasi penyakit penyakit kusta aktif
• Kulit : lesi membesar, jumlah bertambah, ulserasi,
eritematosa, infiltrat atau nodus
• Saraf : nyeri, gangguan fungsi bertambah, jumlah saraf
yang terkena bertambah
Tanda sisa penyakit kusta
• Kulit : atropi, keriput, non-repigmentasi, bulu hilang
• Saraf : mati rasa persisten, paralisis, kontraktur, dan atrofi
otot
Pemeriksaan Penunjang
◦ Pemeriksaan laboratorium secara umum termasuk fungsi hati
dan ginjal
◦ Pemeriksaan bakterioskopis: penegakan diagnosis dan evaluasi
hasil pengobatan. Bahan sediaan: kerokan kulit dari kedua
cuping telinga dan lesi yang paling aktif (paling eritematosa dan
infiltratif)
◦ Pemeriksaan histopatologis:
◦ Imunologik seluler tinggi:Tuberkel: sel epiteloid, datia Langhans,
limfosit.
◦ Pasien dengan sistem imunologik seluler yang rendah: sel Virchow atau sel
lepra atau sel busa uang merupkan bentuk histiosit yang tidak mampu
memfagositosis M. Leprae
◦ Pemeriksaan imunologis: MLPA, ELISA
Bakteriologis
◦ Pemeriksaan BTA
◦ Ziehl-Neelsen
◦ Untuk riset 10 tempat, untuk rutin 4-6 tempat: kedua cuping
telinga bagian bawah dan 2-4 lesi paling aktif (paling
eritematosa dan paling infiltratif)
◦ Cuping telinga harus diperiksa walaupun tidak ada lesi
◦ BTA akan dibedakan dalam bentuk
◦ batang utuh (solid)  hidup
◦ batang terputus (fragmented) dan butiran (grnular)  mati
◦ SETIAP APUSAN DIPERIKSA 100 LAPANG PANDANG
Indeks Bakteri (IB)
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid

• BI 0bila tidak ada BTA dalam 100 lp


• BI 1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP
• BI 2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP
• BI 3+ bila 1-10 BTA dalam 1 LP
• BI 4+ bila 11-100 BTA rata rata dalam 1 LP
• BI 5+ bila 101-1000 BTA/LP
• BI 6+ bila > 1000 BTA dalam 1 LP

BI seseorang adalah BI rata rata semua lesi yang dibuat sediaan


Indeks Morfologi:
Proporsi kuman yang hidup di antara seluruh kuman

Rumus: Jumlah Kuman Utuh (SOLID)


X 100% = IM
Jumlah Kuman Diperiksa (solid+nonsolid)

•Syarat perhitungan MI:


- jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA
- BI +1 tidak usah dibuat MI nya
Diagnosis Banding
◦ Lesi hipopigmentasi ◦ Penebalan saraf tepi
◦ Vitiligo ◦ Familial hypertrophic interstitial
◦ Morfea neuritis
◦ Pitiriasis alba ◦ Recutrrent or chronic progressive
polyneuritis
◦ Pitiriasis versikolor
◦ Regional anesthesia tanpa
◦ Lesi menimbul dan berwarna
penebalan saraf
◦ Granuloma anulare
◦ Siringomieli
◦ Lupus vulgaris
◦ Tabes
◦ Lupus eritematosus
◦ Neuropati perifer
◦ Tinea korporis
◦ Histeria
◦ Psoriasis
◦ Pitiriasis rosea
◦ Sifilis
Reaksi Kusta
◦ Suatu keadaan gejala dan tanda radang akut lesi penderita MH yang terjadi dalam
perjalanan penyakitnya, yang diduga disebabkan hipersensitivitas akut terhadap
antigen basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada.
◦ Tipe reaksi kusta
◦ Tipe 1: disebabkan oleh hipersensitivitas seluler
◦ Tipe 2: disebabkan oleh hipersensitivitas humoral
Manifestasi Klinis Reaksi Kusta Tipe 1
Organ yang diserang Reaksi ringan Reaksi berat
Kulit Lesi kulit yang telah ada Lesi yang ada menjadi
menjadi eritematosa eritematosa, timbul lesi baru
yang kadang-kadang
disertai panas dan malaise
Saraf Membesar, tidak nyeri, Membesar, nyeri, fungsi
fungsi tidak terganggu, terganggu, berlangsung
berlangsung kurang dari 6 lebih dari 6 minggu
minggu
Kulit dan saraf bersama- Lesi yang telah ada menjadi Lesi kulit eritematosa disertai
sama eritematosa, nyeri pada ulserasi atau edema pada
saraf berlangsung kurang tangan/kaki. Saraf
dari 6 minggu membesar, nyeri, dan fungsi
terganggu. Berlangsung
sampai 6 minggu atau lebih
Manifestasi Klinis Reaksi Kusta Tipe 2
Organ yang diserang Reaksi ringan Reaksi berat
Kulit Timbul sedikit nodus yang Banyak nodus yang nyeri
beberapa diantaranya dan mengalami ulerasi
terjadi ulserasi. Disertai disertai demam tinggi dan
demam ringan dan malaise malaise
Saraf Saraf membesar tetapi nyeri Saraf membesar, nyeri, dan
dan fungsinya tidak fungsi terganggu
terganggu
Mata Tidak ada gangguan Nyeri, penurunan visus, dan
merah disekitar limbus
Testis Lunak, tidak ada nyeri Lunak, nyeri, dan membesar
Kulit, saraf, mata, dan testis Gejalanya seperti tersebut Gejala seperti tersebut di
bersama-sama di atas atas disertai keadaan sakit
yang keras dan nyeri yang
sangat
Penatalaksanaan
◦ Penatalaksanaan umum
◦ Non Medikamentosa
◦ Menjelaskan penyakit dan perjalanannya, termasuk terjadinya reaksi, tetapi harus
mempertimbangkan keadaan psikologis pasien
◦ Mencari/melakukan pemeriksaan kontak
◦ Rehabilitasi medik, meliputi fisioterapi, menggunakan protese dan terapi okupasi
◦ Rehabilitas non medik: rehabilitasi mental, karya dan sosial
◦ Setiap kontrol, harus dilakukan pemeriksaan untuk pencegahan disabilitas

◦ Penatalaksanaan khusus
◦ Pengobatan berdasarkan jenis MH (PB/MB)
◦ Pengobatan alternatif
Pengobatan alternatif
◦ Bila MDT-WHO tidak dapat diberikand engan berbagai alasan seperti:
◦ Pasien tidak dapat mengonsumsi rifampisin
Pengobatan alternatif
◦ Pasien menolak klofazimin
◦ Klofazimin dalam MDT 12 bulan - ofloksasin 400 mg/hari atau minosiklin 100 mg/hari
selama 12 bulan
◦ Rifampisin 600 mg/bulan, ofloksasi 400 mg/bulan, minosiklin 100 mg/nbulan selama 24
bulan
◦ Tidak dapat mengonsumsi DDS
◦ Hentikan bila ada sindrom hipersensitivitas obat. MB: MDT dilanjutkan tanpa dapson
selama 12 bulan. PB: dapson diganti klofazimin dengan dois sama dengan MDT tipe
MB selama 6 bulan
Indikasi Rawat inap
◦ Efek samping obat berat
◦ Reaksi reversal atau ENL berat
◦ Keadaan umum buruk (ulkus, gangren), atau terdapat
keterlibatan organ
◦ tubuh lain dan sistemik
◦ Rencana tindakan operatif.
Penatalaksanaan Reaksi Kusta
◦ Mengatasi neuritis untuk mencegah agar tidak
berkelanjutan menjadi anestesi, paralisis, atau
kontraktur
◦ Mencegah kerusakan pada mata yang dapat
mengakibatkan kebutaan (iridosiklitis)
◦ Membunuh kuman penyebab agar penyakit tidak
meluas
◦ Mengatasi nyeri (analgetika, sedatif)
Penatalaksanaan Reaksi Kusta
◦ Pengobatan
◦ Obat antikusta terus dilanjutkan
◦ Istirahat atau imobilisasi
◦ Pemberian obat antireaksi
◦ Pemberian obat antireaksi
◦ Reaksi ringan
◦ Aspirin 600-1200 mg/hari tau analgetka lain (parasetamol)
◦ Talidomid 400 mg/hari diturunkan sampai 50 mg/hari (kasus khusus)
◦ Reaksi berat
◦ Rawat di rumah sakit
◦ Reaksi tipe 1 harus segera diberi kortikosteroid
◦ Reaksi tipe 2 dapat diberikan klofazimin, talidomid, dan
kortikosteroid sendiri-sendiri atau bersama-sama
◦ Pemberian pentoksifilin 400 mg/hari
Pemberian kortikosteroid
◦ Dosis dimulai antara 30-80 mg/hari
◦ Sebaiknya digunakan sebagai dosis tunggal di pagi hari
◦ Pengobatan prednison
◦ 2 minggu I : 40 mg/hari
◦ 2 minggu II : 30 mg/hari
◦ 2 minggu III : 20 mg/hari
◦ 2 minggu IV : 15 mg/hari
◦ 2 minggu V : 10 mg/hari
◦ 2 minggu VI : 5 mg/hari
Kegunaan :
◦ Membantu menentukan diagnosis penyakit
◦ Membantu menentukan klasifikasi tipe penyakit kusta sebelum pengobatan
◦ Membantu menilai respon pengobatan pada pasien MB
◦ Menentukan end point pengobatan pada pasien MB
◦ Menentukan prognosis
◦ Memperkirakan kepentingan epidemiologis
KOMPLIKASI
Dapat berupa:
◦ Komplikasi akibat reaksi
◦ Komplikasi akibat kerusakan syaraf
◦ Disebabkan karena penyebaran basil(invasi masif kuman)
◦ Akibat relaps
◦ Komplikasi akibat imunitas menurun
Prognosis
Cenderung ke dubia ad bonam:
◦ Diagnosis dini
◦ Tanpa kerusakan saraf pda saat awal diagnosis
◦ Pengobatan cepat dan tepat dan adekuat
◦ Melaksanakan kegiatan perawatan diri.
◦ . Cenderung ke dubia ad malam:
◦ Tanpa pengobatan, pasien tipe-B akan downgrading ke kutub
lepromatosa dan mempunyai konsekuensi menularkan penyakit
dan berisiko mengalami reaksi tipe-1 yang akan menyebabkan
kerusakan saraf
◦ Komplikasi berhubungan dengan hilangnya sensasi pada
anggota tubuh dan jari-jari, menyebabkan pasien mengabaikan
luka atau luka bakar kecil sampai terjadi infeksi. Luka terutama
pada telapak kaki menimbulkan problematik
◦ Kerusakan saraf dan komplikasinya mungkin menyebabkan
terjadinya cacat, terutama apabila semua alat gerak dan ke
dua mata terkena Sering terjadi neuritis dan reaksi yang mungkin
menyebabkan kerusakan permanen, walaupun telah diobati
dengan steroid
◦ Tidak melakukan perawatan diri.
CACAT KUSTA
◦ Jenis cacat kusta
a)cacat primer: yg disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit
-cacat fungsi saraf sensorik, motorik, otonom
-cacat pada jaringan lain:tendon, ligamen, tulang etc
b)cacat sekunder:terjadi akibat cacat primer
-luka trauma, kontraktur.
Derajat cacat kusta (WHO)
◦ Cacat pada tangan dan kaki
tingkat 0: tidak ada anestesi dan kelainan anatomis
tingkat 1:ada anestesi tanpa kelainan anatomis
tingkat 2:kelainan anatomis
◦ Cacat pada mata
tingkat 0:tiada kelainan mata
tingkat 1:kelainan mata tetapi visus sedikit berkurang
tingkat 2:lagolftalmus, visus sgt terganggu
Pencegahan cacat pada kusta
 Tujuan:
-mencegah timbulnya cacat (disability atau deformitas
-mencegah cacat yang telah terjadi tidak menjadi >berat
◦ Upaya pencegahan cacat primer:
-oleh karena kecacatan kusta adalah akibat gangguan araf perifer maka pemeriksaan saraf perifer→fxn
sensorik,motorik,otonom
◦ Upaya pencegahan cacat sekuder:
-perawatan diri sendiri utk mencegah luka
-latihan fisioterapi
-perawatan mata, tangan dan/atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan otot
-bedah rekonstruksi, septik
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai