Makrofag tidak
Kuman dapat
Merusakan mampu
bermultiplikasi
Jaringan menghancurkan
dengan bebas
kuman
Patogenesis pada Imuntias Tinggi
makrofag
Respon tubuh
M.leprae masuk TT : imunitas sanggup
mengeluarkan
ke dalam tubuh seluler tinggi menghancurkan
makrofag
kuman
makrofag
Bersatu menjadi
Merusak saraf berubah
sel datia fagositosis
dan jaringan menjadi
langhan
epitoloid
Klasifikasi
• Klasifikasi Ridley-Jopling
–Tuberkuloid (TT) --------------------------------------- sistem imun baik
–Tuberkuloid indefinite (TI) - tipe I tidak masuk spektrum
–Borderline tuberkuloid (BT)
–Mid-borderline (BB)
–Borderline lepromatosa (BL)
–Lepromatosa indefinite (Li) tipe I tidak masuk spektrum
–Lepromatosa (LL) -------------------------------------- sistem imun rendah
Lepramatosa Borderline Mid borderline
Sifat
(LL) Lepramatosa (BL) (BB)
Lesi
Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome-shaped
Papul Papul (kubah)
Nodus Punched out
Jumlah Tidak terhitung, tidak Sukar dihitung, masih Dapat dihitung
ada kulit sehat ada kulit sehat
BTA
Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak
◦ Penatalaksanaan khusus
◦ Pengobatan berdasarkan jenis MH (PB/MB)
◦ Pengobatan alternatif
Pengobatan alternatif
◦ Bila MDT-WHO tidak dapat diberikand engan berbagai alasan seperti:
◦ Pasien tidak dapat mengonsumsi rifampisin
Pengobatan alternatif
◦ Pasien menolak klofazimin
◦ Klofazimin dalam MDT 12 bulan - ofloksasin 400 mg/hari atau minosiklin 100 mg/hari
selama 12 bulan
◦ Rifampisin 600 mg/bulan, ofloksasi 400 mg/bulan, minosiklin 100 mg/nbulan selama 24
bulan
◦ Tidak dapat mengonsumsi DDS
◦ Hentikan bila ada sindrom hipersensitivitas obat. MB: MDT dilanjutkan tanpa dapson
selama 12 bulan. PB: dapson diganti klofazimin dengan dois sama dengan MDT tipe
MB selama 6 bulan
Indikasi Rawat inap
◦ Efek samping obat berat
◦ Reaksi reversal atau ENL berat
◦ Keadaan umum buruk (ulkus, gangren), atau terdapat
keterlibatan organ
◦ tubuh lain dan sistemik
◦ Rencana tindakan operatif.
Penatalaksanaan Reaksi Kusta
◦ Mengatasi neuritis untuk mencegah agar tidak
berkelanjutan menjadi anestesi, paralisis, atau
kontraktur
◦ Mencegah kerusakan pada mata yang dapat
mengakibatkan kebutaan (iridosiklitis)
◦ Membunuh kuman penyebab agar penyakit tidak
meluas
◦ Mengatasi nyeri (analgetika, sedatif)
Penatalaksanaan Reaksi Kusta
◦ Pengobatan
◦ Obat antikusta terus dilanjutkan
◦ Istirahat atau imobilisasi
◦ Pemberian obat antireaksi
◦ Pemberian obat antireaksi
◦ Reaksi ringan
◦ Aspirin 600-1200 mg/hari tau analgetka lain (parasetamol)
◦ Talidomid 400 mg/hari diturunkan sampai 50 mg/hari (kasus khusus)
◦ Reaksi berat
◦ Rawat di rumah sakit
◦ Reaksi tipe 1 harus segera diberi kortikosteroid
◦ Reaksi tipe 2 dapat diberikan klofazimin, talidomid, dan
kortikosteroid sendiri-sendiri atau bersama-sama
◦ Pemberian pentoksifilin 400 mg/hari
Pemberian kortikosteroid
◦ Dosis dimulai antara 30-80 mg/hari
◦ Sebaiknya digunakan sebagai dosis tunggal di pagi hari
◦ Pengobatan prednison
◦ 2 minggu I : 40 mg/hari
◦ 2 minggu II : 30 mg/hari
◦ 2 minggu III : 20 mg/hari
◦ 2 minggu IV : 15 mg/hari
◦ 2 minggu V : 10 mg/hari
◦ 2 minggu VI : 5 mg/hari
Kegunaan :
◦ Membantu menentukan diagnosis penyakit
◦ Membantu menentukan klasifikasi tipe penyakit kusta sebelum pengobatan
◦ Membantu menilai respon pengobatan pada pasien MB
◦ Menentukan end point pengobatan pada pasien MB
◦ Menentukan prognosis
◦ Memperkirakan kepentingan epidemiologis
KOMPLIKASI
Dapat berupa:
◦ Komplikasi akibat reaksi
◦ Komplikasi akibat kerusakan syaraf
◦ Disebabkan karena penyebaran basil(invasi masif kuman)
◦ Akibat relaps
◦ Komplikasi akibat imunitas menurun
Prognosis
Cenderung ke dubia ad bonam:
◦ Diagnosis dini
◦ Tanpa kerusakan saraf pda saat awal diagnosis
◦ Pengobatan cepat dan tepat dan adekuat
◦ Melaksanakan kegiatan perawatan diri.
◦ . Cenderung ke dubia ad malam:
◦ Tanpa pengobatan, pasien tipe-B akan downgrading ke kutub
lepromatosa dan mempunyai konsekuensi menularkan penyakit
dan berisiko mengalami reaksi tipe-1 yang akan menyebabkan
kerusakan saraf
◦ Komplikasi berhubungan dengan hilangnya sensasi pada
anggota tubuh dan jari-jari, menyebabkan pasien mengabaikan
luka atau luka bakar kecil sampai terjadi infeksi. Luka terutama
pada telapak kaki menimbulkan problematik
◦ Kerusakan saraf dan komplikasinya mungkin menyebabkan
terjadinya cacat, terutama apabila semua alat gerak dan ke
dua mata terkena Sering terjadi neuritis dan reaksi yang mungkin
menyebabkan kerusakan permanen, walaupun telah diobati
dengan steroid
◦ Tidak melakukan perawatan diri.
CACAT KUSTA
◦ Jenis cacat kusta
a)cacat primer: yg disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit
-cacat fungsi saraf sensorik, motorik, otonom
-cacat pada jaringan lain:tendon, ligamen, tulang etc
b)cacat sekunder:terjadi akibat cacat primer
-luka trauma, kontraktur.
Derajat cacat kusta (WHO)
◦ Cacat pada tangan dan kaki
tingkat 0: tidak ada anestesi dan kelainan anatomis
tingkat 1:ada anestesi tanpa kelainan anatomis
tingkat 2:kelainan anatomis
◦ Cacat pada mata
tingkat 0:tiada kelainan mata
tingkat 1:kelainan mata tetapi visus sedikit berkurang
tingkat 2:lagolftalmus, visus sgt terganggu
Pencegahan cacat pada kusta
Tujuan:
-mencegah timbulnya cacat (disability atau deformitas
-mencegah cacat yang telah terjadi tidak menjadi >berat
◦ Upaya pencegahan cacat primer:
-oleh karena kecacatan kusta adalah akibat gangguan araf perifer maka pemeriksaan saraf perifer→fxn
sensorik,motorik,otonom
◦ Upaya pencegahan cacat sekuder:
-perawatan diri sendiri utk mencegah luka
-latihan fisioterapi
-perawatan mata, tangan dan/atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan otot
-bedah rekonstruksi, septik
TERIMA KASIH