Anda di halaman 1dari 20

Translate Fitzpatrick 2019 (Pengganti Tugas Responsi)

YEAST INFECTION

Oleh:

Ayu Kurnia Putri 1907101030036

Dina Amalia 1907101030060

Intan Fitrianita 1907101030065

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2020
YEAST INFECTION

Bagian ini mengulas gambaran dari infeksi jamur pada kulit yang disebabkan oleh
jamur Candida dan Malassezia, keduanya merupakan organism komensal yang sering hidup
di tubuh manusia. Candida bersifat patogen oportunistik, menghasilkan pola inflamasi pada
kulit yang khas, mukosa dan infeksi pada kuku, dan berpotensi menjadi invasif dan terkadang
dapat menjadi penyakit menular yang dapat mengancam nyawa. Malassezia, sebaliknya,
menghasilkan beberapa pola pada permukaan kulit yang jarang menyebabkan penyakit
sistemik.

KANDIDIASIS
Sekilas:
 Spesies candida menghasilkan berbagai manifestasi dari peradangan mukosa dan
kulit.
 Bagian tubuh yang sering ditempati oleh spesies ini meliputi mukosa oral dan bibir,
jari dan kuku, daerah intertriginosa, dan genetalia.
 Berbagai kondisi dapat mempengaruhi pasien untuk mengalami kandidiasis
mukokutan kronik pada daerah kulit, mukosa, dan kuku.
 Candida bisa menyebabkan penyakit yang invasif, meliputi infeksi aliran darah, dan
yang paling sering terjadi dapat menyebabkan sepsis jamur yang fatal.
 Faktor resiko dari infeksi meliputi usia tua, malnutrisi, obesitas, diabetes, dan
defisiensi imun.
 Pada penyakit mukokutaneus, morfologi sangat bisa membantu untuk menegakkan
diagnosis, meskipun uji menggunakan potassium hydroxide, kultur, dan histopatologi
(pada penyakit yang invasif, serologi dan PCR) juga sangat membantu.
 Pengobatan meliputi imidazole dan nystatin topical, pada penyakit yang lebih parah
mencakup azoles oral dan echinocandins.

EPIDEMIOLOGI
Jamur Candida dapat ditemukan di lingkungan dan juga merupakan organisme yang
bersifat komensal yang paling sering ditemukan pada kulit manusia, urofaring, pernapasan,
gastrointestinal, dan mukosa genital. Kolonisasi kandida dilaporkan terdapat di mukosa oral
lebih dari 40% orang dewasa yang sehat, dengan rata-rata paling banyak terdapat pada wanita
dan perokok.1 Paling sedikit 15 dari 200 spesies Candida merupakan penyebab penyakit pada
manusia. Walaupun Candida albicans adalah spesies Candida yang paling sering menjadi
penyebab pada candidiasis mukokutaneus, beberapa spesies lain juga lambat laun menjadi
penyebab penyakit mukokutaneus, meliputi Candida glabrata, Candida tropicalis, Candida
krusei, Candida parapsilosis, dan Candida dubliliniensis. Sementara albicans masih menjadi
spesies yang paling sering menyebabkan penyakit, spesies non-albicans secara kolektif
sekarang menjadi mayoritas dari kandidiasis invasif dan kandidemia. Faktor resiko spesifik
infeksi lainnya akan digambarkan dibawah (lihat bagian “Faktor Resiko”).

GAMBARAN KLINIS
TEMUAN PADA KULIT
Infeksi Candida di kulit menunjukkan gambaran seperti patch beefy-red dan plak
dengan dikelilingi oleh papula dan pustula pada bagian tepinya (Gambar 161-1). Candida
juga terlibat dalam timbulnya miliaria pada permukaan kulit yang tersumbat, manifestasinya
sama dengan vesikel monomorf kecil (Gambar 161-3).

Gambar 161-1 Morfologi khas dari Gambar 161-3 Milaria yang disebabkan
kandidiasis kutaneous berupa papula oleh candida terlihat di dahi pasien diabetes
eritematous yang bergabung dengan yang pernah membalut sebagian kepalanya
plak, serta papul dan vesikulopustul di karena ada gejala sakit kepala.
sekelilingnya.
Daerah intertriginosa, khususnya aksila, lipatan payudara, lipatan paha, dan daerah
infrapannus, sering diserang dan maserasi dapat menjadi gambaran tambahan pada penyakit
ini (Gambaran 161-2A,B). Pada daerah yang menggunakan popok, muncul plak eritematous
beefy-red dengan dikelilingi papul dan pustula (Gambar 161-2C). Pada sela-sela interdigital ,
khususnya bagian sela jari tengah, sebuah plak putih maserasi dengan dasar eritema (erosion
interdigitalis blastomycetica) dapat dilihat, khususnya pada pasien yang terpapar kelembaban
yang lama (Gambar 161-2D).
A B

C D

Gambar 161-2 Contoh intertrigo Candida. A. Papula eritematous menumpuk di area


inguinal dengan papul satelit yang menonjol (juga terdapat di skrotum, hal ini sangat
berbeda dengan tinea cruris). B. Plak eritematous dengan erosi dan papula satelit. C. Diaper
candidiasis engan gambaran eritematous, sebagian plak terkikis, dan papula satelit. D.
Blastomycetica interdigitalis erosi menunjukkan sebuah plak eritematous dengan maserasi
yang menonjol pada sela jari.

Pada permukaan mukosa urofaringeal, dasar eritema dengan lapisan berwarna putih
yang melekat yang mungkin saja dapat dilihat, seperti bentuk pseudomembran pada
candidiasis urofaring (sariawan) (Gambar 161-4A, D), bagaimanapun bentuk eritema,
ditandai dengan permukaan lingual yang mengkilap, seperti pada glossitis rhomboid median,
dan dapat juga terlihat pada orang yang menggunakan gigi palsu (Gambar 161-4B). Selain
itu, celah dan pengerasan kulit pada komissura mulut dapat juga terlihat pada cheilitis angular
(yang juga dikenal dengan perleche; Gambar 161-4C). Pada wanita yang menyusui,
candidiasis putting bisa terjadi dengan eritema yang mengkilap pada areola dan puting, yang
mana dapat berkaitan dengan pengelupasan pada kulit, dan dalam waktu yang bersamaan
dapat terjadi pada mulut bayi yang disusui. Pada kulit dan mukosa genital, meliputi vulva,
glans penis, dan preputium, Candida dapat berupa patch atau plak eritematous yang disertai
dengan rasa gatal dan panas.

A B

C D
Gambar 161-4. A. Candidiasis oral (bentuk pseudomembran, seriawan). Memiliki khas plak
dan patch warna putih pada palatal. B. Kandidiasis atrophic memiliki eritematous yang
mengkilap pada area dibawah bagian depapillated yang sangat berbeda dengan gigi palsu. C.
Cheilitis angular (perleche) menunjukkan celah plak eritematous secara bilateral. D.
Candidiasis hiperplastik pada permukaan lingual dorsal.
Pada pasien vulvovaginitis, discharge tebal, putih, seperti dadih merupakan khas pada
penyakit ini. Pustula lebih sering dijumpai pada balanitis dan balanopostitis daripada vulvitis
(Gambar 161-5).

Gambar 161-5 Balanopostitis yang disebabkan oleh Candida yang menunjukkan pustula
pada gland penis dan preputium.
Candida juga terlibat pada paronikia kronis, yang mana terdapat eritema pada area
lipatan kuku dengan hilangnya kutikula dan kulit yang rusak (kadang juga berkaitan dengan
onkolisis dan distrofi kuku; Gambar 161-6A). Baru-baru ini, Candida diduga menjadi
penyebab sekunder dengan terbentuknya kolonisasi sehingga menyerang kulit yang lembab
dan menghancurkan barrier kulit atau dermatitis kontak kronik. Candida biasanya dimulai
dari paronikia, dapat juga langsung menyerang kuku secara langsung dan menyebabkan
onikomikosis (5% hingga 10% dari seluruh onikomikosis disebabkan oleh Candida; Gambar
161-6B) dan timbul dalam beberapa gejala, meliputi gejala distal sublingual dan
onikomikosis distropik. Onikomikosis Candida lebih sering terjadi pada kuku tangan
dibandingkan kuku kaki, dan sering berkaitan dengan nyeri atau tekanan atau pergerakan dari
dasar kuku (kedua gejala ini sangat kontras pada dermatofit), dan lebih sering terjadi pada
tangan yang dominan digunakan. Paparan terhadap kondisi lembab merupakan faktor resiko
yang penting.

A B

Gambar 161-6 A, Paronychia kronik yang disebabkan oleh Candida albicans dengan
gambaran eritematous, edema pada lipatan kuku bagian proksimal dengan omycholysis dan
distrofi ringan. B, Paronychia candida dengan inflamasi berat yang terjadi karena
penyebarannya sampai ke kuku hingga terjadi onychomycosis.

Pasien dengan candidiasis mukokutan kronis dapat datang dengan plak eritematous
yang mirip dengan plak psoriasis (Gambar 161-7). Pada pasien dengan candidemia, terdapat
lesi kulit, dengan khas lesi tersebar diskret dari bentuk papula eritematous dengan sentral
pucat atau nekrosis hingga nodul eritematous sampai plak, menjadi petunjuk penting dalam
mendiagnosis (Gambar 161-8). Distribusi lesi terdapat di daerah badan dan ekstremitas
bagian proksimal, dan mungkin juga terdapat pada kepala dan wajah. Lesi kulit ini dilaporkan
muncul sekitar 10% hingga 30% dari total waktu munculnya candidemia, dan paling sering
terlihat pada infeksi C. tropicalis.
Gambar 161-7 Pasien dengan candidiasis Gambar 161-8 Candidiasis dengan
mukokutaneous kronis. Memiliki plak candidemiayang telah meluas. Pasien
eritematous dengan tepi yang tajam dan febrile neutropenic dengan acute
scaling yang menonjol, mirip dengan plak myeloid leukemia menggambarkan
psoriasis. papula dan nodul eritematous pada
tangan, beberapa dengan pustule central.
Biopsy menunjukkan organisme
Candida dan kultur darah menunjukkan
Candida tropicalis.

TEMUAN PADA NON KULIT


Pada pasien dengan candidemia, tiga gejala utama berupa demam, ruam , dan mialgia
merupakan gambaran yang cukup untuk diberikannya pengobatan secara empiris untuk
dugaan candidiasis invasif pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Mialgia adalah hasil dari
penyebaran Candida secara hematogen ke otot (biasanya pada extremitas bawah) yang
menyebabkan abses pada otot, dengan gambaran klinis otot yang hangat dan nyeri, dimana
terdapat pada lebih dari 25% pasien dengan candidemia. Selain itu, choriorenitis, vitreitis,
dan endophthalmitis didapat dari penyebaran secara hematogen pada 4% hingga 7% pasien
dengan candidemia. Meskipun sebagian besar pasien mengeluhkan gangguan penglihatan,
Candida okular dapat pula dialami oleh pasien tanpa gejala.

KOMPLIKASI
Candida dapat menyebabkan kegagalan multiorgan sebagai manifestasi dari syok
septik, atau dapat menyebar secara hematogen ke organ mana pun akibat kandidemia, dengan
organ yang sering terkena seperti hati, limpa, ginjal, jantung (dan katup jantung), dan
meninges. Keterlibatan retina mungkin tidak menimbulkan rasa sakit dan menyebabkan
hilangnya penglihatan permanen.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Meskipun termasuk organisme komensal, Candida bertindak sebagai patogen
oportunistik dalam keadaan yang menguntungkan, termasuk perubahan flora normal atau
fungsi kekebalan tubuh, kerusakan kulit, atau kerusakan integritas mukosa. Berbagai faktor
virulensi membantu dimulainya terjadi proses infeksi, termasuk yang terpenting, kemampuan
untuk memasuki sel epitel manusia. Infeksi Candida memicu respon sistem imun host baik
innate maupun adaptif melalui jalur interleukin-17 (IL-17), dan gangguan pada jalur ini,
termasuk gen seperti STAT1, STAT3, IL17F, IL17RA, diantara banyak lainnya,
memungkinkan terjadi kerentanan terhadap kandidiasis mukokutan kronis. Penelitian baru-
baru ini juga telah mengidentifikasi bahwa mutasi pada protein 9 (CARD9) yang berisi
domain perekrut kaspase, sebuah molekul yang diperlukan untuk menginduksi sel T-helper-
17, menghasilkan defek spesifik pada kemampuan neutrofil untuk membunuh Candida, yang
mengakibatkan kerentanan terhadap infeksi Candida infasif. Menariknya, pentingnya jalur
IL-17 untuk kerentanan Candida ditangguhkan pada pasien yang menggunakan obat
penghambat IL-17 yang semakin lazim, dengan bukti awal menunjukkan peningkatan infeksi
Candida pada pasien psoriasis dan radang sendi psoriatik yang memakai obat anti-IL-17 baru
seperti brodalumab, secukinumab, dan ixekizumab.

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko untuk infeksi Candida lokal/superfisial termasuk usia lanjut; diabetes;
obesitas; kehamilan; HIV / AIDS (walaupun prevalensinya telah menurun secara signifikan
di era yang sangat aktif terapi antiretroviral); dan penggunaan antibiotik spektrum luas,
kortikosteroid, atau obat-obatan imunosupresif, khususnya obat anti-IL-17-blocking seperti
yang dibahas di atas. Faktor risiko kandidiasis oral termasuk xerostomia; memakai gigi palsu;
kortikosteroid inhalasi dan sistemik; defisiensi vitamin; terapi radiasi kepala/leher; dan
hipotiroidisme. Faktor-faktor risiko untuk kandidemia/kandida invasif meliputi neutropenia
dan disfungsi neutrofil (termasuk mutasi CARD9); keganasan hematologis; transplantasi stem
sel; kateter intravaskular yang menetap (termasuk pasien yang menjalani hemodialisis);
penempatan unit perawatan intensif; dan obat imunosupresif.

DIAGNOSIS

Gambar 161-9 adalah algoritma rekomendasi terbaru untuk mendiagnosis candidiasis


cutaneus
r
a
o
K
M
iti
e
t
k
lg
f
STUDI PENDUKUNG

Morfologi mungkin cukup khas dan cukup untuk membuat diagnosis klinis dalam
banyak kasus infeksi kulit Candida superfisial. Konfirmasi cepat dapat dicapai dengan
pemeriksaan menggunakan kalium hidroksida (KOH) (baik dari kerokan pustula yang utuh
atau dari spesimen biopsi punch) menunjukkan pseudohifa dan budding yeast.

Gambar 161-10 Pemeriksaan Kalium Hidroksida (KOH) menunjukkan bentuk Candida


dengan pseudohifa dan budding yeast

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Diagnosis pasti dicapai melalui kultur swab (diambil dari pustula utuh jika
memungkinkan) atau kultur jaringan dari spesimen biopsi yang diambil dari area yang
terinfeksi. Pada pasien yang diduga mengalami kandidemia, kultur darah positif masih
dianggap sebagai "gold standard" namun dengan sensitivitas yang buruk (sekitar 50%),
teknik tambahan seperti uji ß-Ð-glukan dan PCR dapat membantu.

PATOLOGI
Biopsi kulit adalah salah satu variabel yang dapat dinilai dalam membuat diagnosis.
Pada kandidiasis mukokutan terlokalisir, organisme terkadang dapat dilihat di epitel dengan
Grocott methenamine silver atau pewarnaan asam-Schiff. Pada pasien dengan kandidiasis
diseminata, organisme (kadang membentuk mikroabses) lebih mungkin ditemukan di dalam
dan di sekitar darah dermal pembuluh darah, meskipun hanya infiltrat inflamasi mononuklear
yang terlihat.

DIAGNOSIS BANDING

Tabel 161-1 memberi kesimpulan diagnosis banding dari kandidiasis kulit

Diagnosis Banding Kandidiasis Kulit


Kandidiasis Kulit
Dermatitis seboroik
Tinea Korporis/ Dermatofitosis
Impetigo
Eritrasma
Intertrigo
Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis Atopik
Folikulitis
Herpes Simplex atau Herpes Zoster
Kandidiasis Oral / Thrus
Herpes simplex
Leukoplakia
Morsikatio bukarum
Liken planus
Paronikia dan Onikomikosis
Tinea unguium
Infeksi nondermatofitosis
Paronikia akut bakterial
Herpatic wthlow
Karsinoma sel skuamous
Kandidiasis Diseminata
Infeksi jamur diseminata
Bakterial sepsis
Herpes simplex diseminata, varicela primer

PERJALANAN KLINIS DAN PROGNOSIS

Saat sebagian besar infeksi lokal Candida mukokutan menyebabkan gejala ringan dan
berespons terhadap pengobatan, pada pasien dengan faktor risiko yang mendasari (lihat
“Faktor Risiko” sebelumnya) infeksi dapat terjadi berulang dan kronis, berkontribusi pada
berbagai tingkat morbiditas walaupun tidak mengancam nyawa. Sebaliknya, mortalitas pada
pasien dengan candidemia adalah signifikan, pada 35% selama 12 minggu dalam satu
penelitian besar; dalam beberapa seri kasus, mortalitas melebihi 80%.

TATALAKSANA
Tabel 161-2 merangkum tatalaksana kandidiasis kulit. Pedoman Infectious Diseases
Society of America baru-baru ini diperbarui pada tahun 2016 (saat tulisan ini dibuat) dan
memberikan dokter panduan komprehensif dalam pengobatan infeksi Candida terlokalisir
dan diseminata, sebagaimana dirangkum di bawah ini, dan dapat dikonsultasikan untuk
rekomendasi lebih lanjut. Area yang tidak dicakup oleh pedoman ini termasuk pengobatan
kandidiasis kulit lokal, kandidiasis mukokutaneus kronik, paronikia, dan onikomikosis, dapat
dilihat di sumber lain yang relevan.
Algoritma Terapi Kandidiasis
Lini Pertama Lini Kedua
Kulit Imidazol topikal Flukonazol oral
Nistatin topikal
Paronikia Hindari lingkungan lembab Imidazol topikal
Kortikosteroid topikal Tymol 40% dalam etanol
Tacrolimus topikal Larutan asam asetat
Onikomikosis Itrakonazol topikal Terbinafine topikal
Flukonazol oral
Oral (thrush) Sedang: Suspensi nistatin
Klotrimazol troches Itrakonazol, posakonazol,
voriconazol, amfoterisin
Mikonazol troches
Gigi palsu disinfek
Berat /Imunocompromised:
Flukonazol oral
Vulvovaginitis Mikonazol, klotrimazol topikal Flukonazol oral
Balanopostritis Krim antijamur topikal KS potensi rendah-sedang
Kronik mukokutan Imidazol oral Penyakit resisten:
Triazol oral Echinocandins
Liposomal amfoterisin
Flusitosin
Diseminata Pasien imunocompromised Liposomal amfoterisin
(kandidemia) Konsultasi hemodinamik stabil:
spesialis penyakit infeksi
diperlukan
Echinocandins
Flukonazol
Pasien neutropeni:
Echinocandins empiris
Alih ke flukonazol jika stabil

KANDIDIASIS KULIT
Pengobatan lini pertama untuk penyakit terlokalisasi meliputi formulasi topikal
imidazol (ketoconazole, clotrimazole, miconazole, econazole) dalam berbagai formulasi,
yang mungkin termasuk krim atau bedak. Nystatin topikal juga efektif. Pada kasus yang lebih
parah biasanya memerlukan antijamur oral jangka pendek seperti flukonazol 150 mg untuk
beberapa dosis.

KANDIDIASIS ORAL

Clotrimazole troches 10 mg 5 kali sehari atau tablet bukal miconazole 50 mg selama 1


hingga 2 minggu adalah pengobatan lini pertama, dengan suspensi nistatin 100.000 unit / mL,
4 hingga 6 mL 4 kali sehari selama 1 hingga 2 minggu sebagai alternatif. Pada kasus sedang
dan berat mungkin memerlukan flukonazol 100 hingga 200 mg oral setiap hari selama 1
hingga 2 minggu. Larutan dan suspensi Itraconazole, posaconazole, voriconazole, dan
amfoterisin B adalah alternatif untuk penyakit yang sulit disembuhkan atau resisten. Untuk
pemakai gigi palsu, desinfeksi gigi palsu adalah langkah penting untuk mencegah infeksi
ulang; metode yang paling efektif untuk menghilangkan Candida termasuk merendam gigi
palsu dalam tablet effervescent untuk gigi palsu yang tersedia di pasaran atau pemutih encer
dengan konsentrasi 1:32 atau lebih tinggi. Untuk pasien dengan postif HIV, dianjurkan
memulai terapi antiretroviral yang sangat aktif untuk mengurangi kemungkinan kekambuhan.
Untuk pasien dengan penyakit rekuren, pemberian dosis flukonazol 150 mg oral 3 kali
seminggu dapat membantu.

PARONIKIA DAN ONIKOMIKOSIS

Pengobatan lini pertama dari onikomikosis Candida adalah itrakonazol yang


diberikan secara oral sebagai dosis awal pada 400 mg setiap hari selama 1 minggu setiap
bulan atau 200 mg setiap hari dengan dosis kontinu, untuk total durasi minimum 4 minggu
untuk kuku tangan dan 12 minggu untuk kuku kaki. Flukonazol dianggap sama efektifnya
dan dapat diberikan dengan dosis 50 mg setiap hari atau 300 mg per minggu untuk jangka
waktu yang sama. Meskipun terbinafine memiliki efikasi yang lebih rendah, angka
kesembuhan meningkat dengan durasi terapi yang lebih lama berupa pemberian 250 mg
setiap hari selama 4 bulan atau lebih lama, yang menjadikan kepatuhan sebagai masalah yang
perlu diperhatikan.
Untuk paronikia kronis, menghindari tempat bekerja yang basah atau memakai sarung
tangan untuk menjaga kulit tetap kering dianjurkan . Mengingat bukti baru-baru ini bahwa
kolonisasi Candida mungkin memainkan peran sekunder, dengan alasan utama adalah
kerusakan barier kulit akibat kerja basah dan kemungkinan dermatitis kontak, peran untuk
kortikosteroid topikal telah dibuktikan. Dalam uji coba secara acak, kortikosteroid topikal
terbukti menghasilkan tingkat kesembuhan yang lebih tinggi daripada antijamur sistemik.
Takrolimus topikal juga efektif. Larutan imidazol topikal, serta timol 40% yang dicampur
dalam etanol atau diencerkan dalam larutan asam asetat, juga telah digunakan sebagai
pengobatan tambahan untuk paronikia kronis.

VULVOVAGINITIS DAN BALANITIS

Anti jamur topikal seperti miconazole dan clotrimazole adalah pengobatan lini
pertama untuk Candida vulvovaginitis. Flukonazol oral (biasanya 150 mg dalam dosis
tunggal)dapat diberikan sebagai alternatif. Dua hingga tiga dosis 72 jam terpisah
direkomendasikan untuk kasus yang lebih parah, dan bahkan lebih lama untuk kasus
berulang. Untuk balanitis dan balanoposthitis, krim antijamur topikal, dalam beberapa kasus
bersamaan dengan kortikosteroid topikal potensi menengah, dapat digunakan.

KANDIDIASIS MUKOKUTAN KRONIS

Mengingat kemungkinan kambuh yang tinggi, pemberian imidazol oral yang lama
atau triazol yang lebih baru (termasuk vorikonazol dan posaconazol) adalah pengobatan lini
pertama yang diberikan. Karena perkembangan resistensi, echinocandins, amfoterisin
liposomal, atau flucytosine terkadang diperlukan.

KANDIDIASIS DISEMINATA

Pengobatan pasien dengan kandidiasis invasif harus dilakukan dengan bantuan klinisi
spesialis penyakit menular. Echinocandin (caspofungin, micafungin, atau anidulafungin) atau
flukonazol adalah pengobatan lini pertama yang direkomendasikan pada pasien
imunokompeten dengan hemodinamik yang stabil.
Pasien neutropeni harus memulai pengpobatan dengan echinocandin empiris dan
beralih ke flukonazol setelah stabil. Resistensi terhadap azol dan echinocandins merupakan
masalah yang dapat muncul, terutama pada penyakit non-Candida albicans dan pada pasien
dengan riwayat penggunaan obat-obatan ini sebelumnya. Formulasi lipid amfoterisin B
adalah bentuk alternatif dalam situasi terjadinya resistensi terhadap agen lini pertama. Tindak
lanjut kultur darah dan pemeriksaan oftalmologis direkomendasikan untuk semua pasien
dengan candidemia.
MALASSEZIA

Sekilas:

 Malassezia adalah flora normal di kulit manusia.

 Malassezia dapat menghasilkan berbagai gambaran klinis termasuk pityriasis (tinea)


versicolor, Malassezia folliculitis, dermatitis seboroik, dan pustulosis sefalika neonatal.
Malassezia juga terlibat dalam infeksi sistemik, termasuk fungemia terkait kateter,
walaupun kasusnya jarang.

 Diagnosis dapat dibuat melalui pemeriksaan kalium hidroksida (KOH) atau biopsi kulit.
Organisme biasanya tidak dikultur karena memerlukan kondisi pertumbuhan khusus (lipid
tambahan).

 Infeksi Malassezia di kulit umumnya berespons dengan pengobatan topikal, termasuk anti
jamur azole dan pemeriksaan berbasis selenium sulfida. Pada kasus yang lebih luas atau
dengan penyakit tambahan folikulitis mungkin memerlukan antijamur sistemik.

 Infeksi Malassezia cenderung memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi dan mungkin
memerlukan pengobatan profilaksis untuk mencegah episode lebih lanjut.

EPIDEMIOLOGI

Malassezia (sebelumnya dikenal sebagai Pityrosporum) adalah jamur dimorfik


lipofilik yang menjadi penyebab beberapa kondisi kulit: pityriasis (tinea) versicolor, dan
Malassezia folliculitis. Organisme ini juga telah diidentifikasi merupakan bentuk dari
peningkatan kondisi inflamasi seperti pada dermatitis seboroik dan dermatitis atopik,
meskipun peran mereka dalam kondisi ini kurang jelas dan dianggap lebih sebagai faktor
yang memperburuk daripada infeksi yang sebenarnya. Saat ini ada 14 spesies di genus
Malassezia, di antaranya 11 telah terdeteksi sebagai organisme komensal pada kulit manusia.
Kolonisasi cenderung terjadi pada usia 3 hingga 6 bulan, dengan kolonisasi sebelumnya pada
fase neonatal terkait dengan lama rawatan NICU. Kasus infeksi Malassezia di kulit lebih
tinggi didapatkan di daerah dengan iklim tropis dan pada usia puncak produksi sebum (masa
remaja hingga dewasa muda).
Jamur ini juga berperan dalam infeksi internal, dengan Malassezia (paling sering M.
resta dan M. globosa) diisolasi dari sinus orang sehat dan pasien dengan rinosinusitis kronis
Malassezia juga terlibat dalam infeksi saluran kemih, meningitis, pneumonia, dan infeksi
aliran darah nosokomial. Malassezia fungemias juga terjadi pada anak-anak dan dewasa
dengan imunocompromised (leukemia, tumor, diabetes, dan imunodefisiensi gabungan) yang
menggunakan kateter, tidak ada yang menerima infus lipid.
GEJALA KLINIS

TEMUAN PADA KULIT

Pityriasis versicolor adalah infeksi Malassezia superfisial yang paling sering terlihat
pada remaja dan dewasa muda. Kondisi ini juga dikenal sebagai tinea versikolor, tetapi
nomenklatur ini mungkin menyesatkan karena presentasi tinea lainnya disebabkan oleh
dermatofita daripada yeast. Penyakit ini memiliki gejala patch pruritus yang asimtomatik
hingga ringan dan plak tipis dengan skuama halus di atasnya yang terdapat di daerah leher,
dada dan punggung, lengan atas, dan, yang lebih jarang, daerah kulit kepala, perut, dan
selangkangan (Gambar. 161-11). Nama "versicolor" mengarah pada perubahan spektrum
warna kulit yang mungkin terlihat termasuk hipopigmentasi dan hiperpigmentasi, serta
eritema dan lesi kulit berwarna salmon (Gambar. 161-12).

A B
Gambar 161-11 Pityriasis (tinea) versicolor. A, Bercak-bercak bulat hingga oval berwarna
pink salmon di atas tubuh . B, Bercak bewarna pink Salmon dan plak tipis di bahu dan
lengan atas dengan lapisan halus.

Malassezia folliculitis muncul sebagai folikel berbasis papula eritematosa


monomorfik dan pustula pada wajah, badan, dan lengan atas (Gambar. 161-13A). Hal ini
berbeda dengan akne vulgaris, komedo bukan merupakan suatu ciri, dan Malassezia
folliculitis cenderung menyisakan area tengah. Lesi sering, tetapi tidak selalu pruritus.
Kondisi ini sering salah didiagnosa, sering didiagnosa sebagai akne vulgaris, dan bahkan
dapat muncul bersamaan dengan jerawat.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Malassezia adalah flora normal kulit manusia, dan diandalkan untuk hidrolisis inang
sebum trigliserida karena tidak mengandung sintase asam lemak yang memungkinkan
f
c
h
b
v
t
y
w
-
g
r
m
O
K
n
H
p
o
e
s
d
u
k
a
l
i
C
T
W
P
B
(
E
&
j
endogen memproduksi asam lemak jenuh C14-C16.. Asam lemak bebas yang diproduksi
dipercaya memprovokasi peradangan pada kulit inang, hal ini dibuktikan dengan adanya
peradangan infiltrate perivaskular pada histopatologi. Pada pityriasis versicolor, organisme
dapat berpindah ke patogen bentuk miselia dan menyerang stratum korneum. Perubahan
pigmen yang terjadi di kulit diyakini dapat diterjadi melalui beberapa mekanisme.
Hipopigmentasi terlihat jelas pada pasien dengan kulit yang lebih gelap dianggap sebagai
hasil produksi asam azelaic, asam dikarboksilat yang menghambat tyrosinase (enzim yang
mengkatalisasi terjadinya sintesis melanin) dan juga dapat secara langsung bersifat sitotoksik
untuk melanosit, sementara lesi hiperpigmentasi terjadi karena peningkatan melanosom dan
penebalan stratum korneum.

FAKTOR RESIKO
Iklim tropis dan keringat yang banyak dikaitkan dengan peningkatan timbul
nyapityriasis versicolor dan Malassezia folliculitis. Selain itu, imunosupresi, antibiotik oral,
dan kortikosteroid juga dilaporkan menjadi faktor risiko untuk Malassezia folliculitis. Belum
ada yang melaporkan bahwa jenis kelamin merupakan faktor predileksi.

DIAGNOSIS
Gambar 161-14 merangkum rekomendasi diagnostik untuk infeksi Malassezia kulit.

STUDI PENDUKUNG
Pityriasis versicolor sering didiagnosis berdasarkan gambaran morfologi yang cukup
khas. Dermoskopi direkomendasikan sebagai alat bantu dalam mendiagnosis pityriasis
versicolor karena memperjelas gambaran yang tidak mudah terlihat dengan mata telanjang.
Pityriasis versicolor dan Malassezia folliculitis keduanya dapat dilakukan pemeriksaan
iluminasi dengan Woods lamp dan akan terlihat gambaran fluoresensi berwarna kuning-hijau.
Secara klinis Pemeriksaan KOH dapat sangat berguna sebagai tes diagnostik untuk pityriasis
versicolor atau Malassezia folliculitis dan akan tampak hifa pendek dan bentuk ragi (tanda
"ziti dan bakso"; Gambar. 161-15). Meskipun menggores kulit secara dangkal sudah
memadai pada pityriasis versicolor, namun penggunaan ekstraktor komedo atau jarum untuk
menusuk pustula sangat dianjurkan untuk mendapatkan spesimen pada kasus Malassezia
folliculitis, di mana jamur berada lebih dalam di dalam folikel. Pewarnaan dengan calcofluor
putih atau May-Grunwald-Giemsa akan memperjelas gambaran.

A B

C D
Gambar 161-12 Pityriasis (tinea) versicolor. A, makula dan pactheritematosa. B, makula dan
patch hipopigmentasi bisa disalah artikan sebagai vitiligo. C, makula salmon-pink bergabung
menjadi patch. D, Karakteristik lapisan halus diatasnya terlihat dari dekat
Gambar 161-13 A, Malassezia folliculitis di dada. B, Histopatologi menunjukkan bentuk
ragi di folikel infundibulum pada pewarnaan hematoxylin-and-eosin (H&E).

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan kultur umumnya tidak digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi
Malassezia karena kebutuhan lipid organisme, yang membuat kultur lebih tidak dianjurkan
secara logistik karena penambahan minyak zaitun pada lapisan ataupun media pertumbuhan
khusus seperti Dixon yang dimodifikasi dan ini akan lebih rumit karena terdapat perbedaan
persyaratan pertumbuhan setiap spesies.

PATOLOGI
Histopatologi menunjukkan bentuk jamur Malassezia di pityriasis versicolor, dapat
dilihat pada lapisan stratum korneum, sedangkan Malassezia folliculitis ditemukan dalam
infundibula yang melebar dari folikel yang terdapat didalam debris keratin (lihat Gambar
161-13B) .Infiltrat inflamasi perivaskular limfosit, histiosit, dan neutrofil dapat dilihat, yang
biasanya tampak kecil kecuali folikel telah pecah. Adanya noda asam-Schiff akan
memperjelas organisme.

Gambar 161-15 Pemeriksaan Kalium Hidroksida (KOH) pada Malassezia didapatkan


gambaran "spaghetti and meatball" bentuk hifa dan ragi.

DIAGNOSIS BANDING

Tabel 161-3 merangkum diagnosis banding untuk infeksi Malassezia kulit.


Diagnosis Banding Infeksi Kulit Malassezia
Pityriasis Versicolor:
Dermatitis seboroik
Pityrias rosea
Pityriasis alba
Papillomatosis Gougerot dan Carteaud
Tinea korporis / dermatofitosis
Impetigo
Sifilis sekunder
Mikosis fungoides
Eritrasma
Dermatitis kontak iritan
Dermatitis kontak alergi
Dermatitis atopik
Epidermo Dysplasia veruka
Malassezia folikulitis
Akne vulgaris
Folikulitis bakteri
Folikulitis steroid
Folikulitis eosinofilik
Rosacea
Folikulitis dermodex

PERJALANAN KLINIS DAN PROGNOSIS


Umumnya Infeksi Malassezia supefisial tidak berbahaya, dan meskipun sebagian
besar akan merespons baik terhadap terapi antijamur, namun sering mengalami rekurensi,
khususnya pada orang-orang dengan faktor risiko yang tinggi yaitu bayi prematur, pasien
imunosupresan, dan pasien yang menggunakan infus lipid parenteral akan berisiko lebih
tinggi terhadap infeksi diseminata, seperti yang dibahas di atas.

TATALAKSANA

Tabel 161-4 merangkum tatalaksana Infeksi Malassezia.

Lini Pertama Lini Kedua

Pityriasis versicolor Shampoo (pyrithionezinc atau Oral fluconazole


selenium sulde) Oral itraconazole
Propilen glikol dalam air larutan
Imidazol topikal (ketoconazole)

Malassezia Antijamurtopikal ± keratolitik Oral itraconazole


folikulitis (propilen glikol)
Untuk pityriasis versicolor, lini pertama pengobatan topikal dan shampoo
(pyrithionezinc atau selenium sulfide), propilen glikol dalam larutan air, dan krim antijamur
azole (ketoconazole adalah yang paling banyak diteliti). Pada infeksi yang luas dan kesulitan
penyembuhan dengan pengobatan topikal, dapat digunakan obat antijamur oral seperti
flukonazol (300 mg untuk 2 dosis 7 hari terpisah) atau itrakonazol (200 mg setiap hari selama
7 hari). Namun, flukonazol mungkin lebih disukai karena bioavailabilitasnya yang lebih
bervariasi. Ketoconoleazole pernah menjadi pengobatan utama, namun tidak
direkomendasikan lagi pada tanggal 19 Mei 2016 oleh the U.S. Food and Drug mengeluarkan
pernyataan peringatan terhadap penggunaan ketoconazole oral untuk jamur kulit dan kuku
infeksi karena risiko kerusakan hati dan disfungsi adrenal. Meskipun penyembuhan jamur
selesai namun terjadi perubahan pigmen (terutama patch hipopigmentasi) mungkin perlu
berbulan-bulan untuk menyembuhkannya serta pasien harus diberi informed consent
mengenai tingkat kesembuhan.
Berdasarkan tingginya angka kekambuhan makan pengobatan profilaksis jangka
panjang dapat dibenarkan pada beberapa pasien, profilaksis yang dapat digunakan yaitu obat
topical seperti shampoo selenium sulfida atau shampoo ketoconazole 2% , atau itraconazole
200 mg dua kali sehari, 1 hari per bulan selama 6 bulan.
Untuk Malassezia folliculitis, dimana jamur terletak jauh lebih dalam ke folikel
rambut, tatalaksana monoterapi dengan antijamur topikal kurang efektif. Dapat diberi
penambahan keratolitik seperti propilen glikol yang dapat meningkatkan keberhasilan
pengobatan antijamur topikal. Pada akhirnya, banyak pasien mungkin memerlukan
pengobatan sistemik, itrakonazol menjadi pengobatan terbaik (200 mg setiap hari selama 1
hingga 3 minggu) .

Anda mungkin juga menyukai