Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

APPENDISITIS

Disusun Oleh:
dr. Ayu Tiara Nurpratomo

Dokter Pembimbing:
dr. Rachmat Prayitno, Sp.B,MARS

Dokter Pendamping:
dr. Hj. Titin Ning Prihatini, MH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KABUPATEN INDRAMAYU
2020

0
LEMBAR PERSETUJUAN PRESENTASI KASUS OLEH DOKTER PENANGGUNG
JAWAB PELAYANAN
PESERTA DOKTER INTERNSIP PERIODE AGUSTUS 2020 – MEI
2021 RSUD INDRAMAYU – JAWA BARAT

Nama : dr. Ayu Tiara Nurpratomo


Asal Universitas : Univesitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
Judul Kasus : Appendisitis
Unit Kerja : Ilmu Bedah

Surat Pernyataan
Dokter Penangungjawab Pelayanan : dr. Rachmat Prayitno,
SpB Hari/Tanggal : 11 November 2020
Dengan ini menyetujui presentasi kasus dengan judul Appendisitis.

Menyetujui Indramayu,11 November


2020
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan Peserta Dokter Internsip

(dr. Rachmat Prayitno, SpB) (dr. Ayu Tiara Nurpratomo)

Mengetahui
Pendamping
Internsip,

(dr. Hj. Titin Ning Prihatini, MH)

1
PORTOFOLIO KASUS
Nama Peserta: dr. Ayu Tiara Nurpratomo
Nama Wahana: RSUD Indramayu
Topik: Appendisitis
Tanggal (kasus) : 17 Oktober 2020
Tanggal Presentasi : Pembimbing : dr. Rachmat Prayitno, Sp.B
Pendamping : dr. Hj. Titin Ning Prihatini, MH
Tempat Presentasi : RSUD Indramayu
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatu Bayi Anak Remaja  Dewasa Lansia Bumil
s
Deskripsi: Appendisitis
Tujuan:
1. Pendekatan diagnosis hernia inguinalis lateralis
2. Penatalaksanaan pasien hernia inguinalis lateralis
Bahan Bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail Pos
Data Pasien: Nama: Tn. K, laki-laki , 26 tahun No.Registrasi: 000130087
Nama Ruang Manalagi 2 RSUD Indramayu
Ruangan
Data utama untuk bahan diskusi:
• Keterangan Umum
 Nama : Tn. K
 Jenis Kelamin : Laki - Laki
 Tanggal Lahir : 24 September 1994
 Umur : 26 tahun
 Alamat : Desa Ilir RT19/RW03 kec. Kandanghaur - Indramayu
 Pendidikan Terakhir : SMP
 Pekerjaan : Nelayan
 Status Perkawinan : Belum Menikah
 Agama : Islam
 Suku : Sunda
 Tanggal MRS : 17 Oktober 2020
 Tanggal Pemeriksaan : 17 Oktober 2020

2
BAB I
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS
Nama : Tn. K
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Tanggal Lahir : 24 September 1994
Umur : 26 tahun
Alamat :Desa Ilir RT19/RW03 kec. Kandanghaur
Indramayu
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Nelayan
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku : Sunda
Tanggal MRS : 17 Oktober 2020
Tanggal Pemeriksaan : 17 Oktober 2020

2. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Nyeri perut kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Indramayu pada tanggal 17 Oktober 2020 dengan
keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 4 hari SMRS. Awalnya nyeri dirasakan di
ulu hati lalu berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri yang dirasakan tajam seperti
ditusuk jarum dan hilang timbul sepanjang hari. Nyeri bertambah parah ketika
pasien hendak bangun dari tempat tidur ataupun batuk dan membaik ketika pasien
diam dan beristirahat. Pasien merasakan nyeri dengan skala 5 dari 10. Pasien juga
mengeluhkan adanya mual dan muntah setelah mulai merasa nyeri. Sejak
timbulnya gejala, nafsu makan pasien berkurang. 3 hari SMRS pasien mengalami
demam. BAB sulit keluar. BAK tidak ada keluhan. Tidak ada batuk maupun
sesak.

3
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya, pasien meminum obat antinyeri
di beli di warung obat untuk mengatasi keluhannya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi (-), DM (-), asma (-), alergi(-), jantung (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Hipertensi (-), DM (-), asma (-), alergi(-), jantung (-)
Screening Covid-19 :
No Kriteria Ya Tidak Keterangan

1 Riwayat bepergian dari daerah terjangkit


(luar dan dalam negeri) / terpapar pasien ✓
yang positif infeksi Covid 19 dalam 14
hari terakhir
2 Demam suhu ≥ 38⁰C/ riwayat demam ✓
3 Batuk ✓
4 Pilek / Sakit Tenggorokan ✓
5 Sesak Napas ✓

Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien merupakan seorang nelayan di muara angke Jakarta. Pasien makan 2
kali sehari dengan menu seadanya. Pasien biasa merokok sehari habis kurang
lebih 1 bungkus rokok. Riwayat konsumsi alkohol dan penggunaan obat-obatan
terlarang disangkal.

3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

4
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 168 cm
Tekanan Darah : 120 / 70 mmHg
Nadi : 102 x/ menit
Respirasi : 22x/ menit
Suhu : 38,7 °C
Saturasi O2 : 98%
Kepala
Rambut : Lurus, kuantitas tebal, warna hitam, distribusi merata,
tekstur lembut, tidak mudah rontok
Tengkorak : Simetris, deformitas tidak ada, benjolan tidak ada, nyeri
tekan tidak ada
Wajah : Simetris, bentuk oval, pergerakan involunter tidak ada,
massa tidak ada, edema tidak ada
Mata : Oculi Dextra Sinistra: Konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, eksoftalmus (-)/(-)
Telinga : Auris Dextra Sinistra: Deformitas tak ada, benjolan tak
ada, lesi kulit tak ada, hiperemis tak ada, sekret tak ada.
Hidung : Bentuk simetris, pernafasan cuping hidung tidak ada,
mukosa tenang, sekret tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada, mukosa mulut tenang, lidah simetris,
tonsil tenang T1-T1
Leher : Trakea terletak di tengah, pembesaran KGB maupun tiroid
tidak teraba
Thoraks : Bentuk dan gerak simetris
Pulmo : Batas Paru Hepar ICS VI, peranjakan +1 ICS
pulmo depan : vesikular breath sound kanan = kiri, sonor
di kedua lapang paru, Ronkhi (-)/(-) Wheezing(-)/(-)
pulmo belakang : vesikular breath sound kanan = kiri,
sonor di kedua lapang paru, Ronkhi (-)/(-) Wheezing(-)/(-)

5
Cor : Ictus cordis tidak terlihat, teraba ICS V LMCS. BJ S1, S2
reguler, S3 (-), S4 (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris
Auskultasi : BU (+) 8x / Menit
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : Nyeri tekan titik McBurney (+), nyeri lepas titik
McBurney (+), Rovsing sign (+), nyeri lepas indirek (+),
defans muskular lokal(+), Psoas sign (-), Obturator sign (-),
hepar dan limpa sulit dinilai karena nyeri
Ekstremitas atas : Akral hangat, capillary refill time < 2 detik, edema (-/-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, capillary refill time < 2 detik, edema (-/-)

Alvarado Score

Temuan Poin Pasien


Perpindahan nyeri ke fossa iliaca dextra 1 1
Anoreksia 1 1
Mual atau muntah 1 1
Nyeri tekan : fossa iliaca dextra 2 2
Nyeri lepas : fossa iliaca dextra 1 1
Demam ≥36,3oC 1 1
Leukositosis ≥10 x 109 /L 2 2
Shift to the left of neutrophils 1 0
Total 10 9

Interpretasi : Kemungkinan besar apendisitis (≥7)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (17/10/2020)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

6
Hemoglobin 14.8 13,2-17,3
Lekosit 17.600* 4.500 -11.500
Eritrosit 5.9 4,4 – 5,9
Hematokrit 43.8 40 – 52
Trombosit 159.000 150.000-400.000
MCV 73 80-100
MCH 24.8 28-33
MCHC 33.9 33-36
RDW-CV 11.1 11,5-14,1
Hitung Jenis
Bas% 1 0-1
Eos% 4 2-4
Stab% 0* 2-6
Neu% 65 50-70
Lym% 15* 25-40
Mon% 15* 2-8

GDS 68 74-180
MASA PEMBEKUAN 11’30” 6-15
MASA PERDARAHAN 3’30” 1-3

Fungsi Ginjal
Ureum 41 13-43
Kreatinin 0.82 0.8-1.3

7
Ro Thorax (17/05/20)

Kesan :

Tidak tampak
kardiomegali.
Pulmo saat ini tidak
tampak kelainan

Kesan :

Tampak ileus local di


abdomen tengah dan
bawah.

8
5. DIAGNOSA
Diagnosa banding :
1. Appendisitis akut
2. Gastroenteritis akut
3. Chorn disease
Diagnosa kerja : Appendisitis akut

6. TATALAKSANA
Farmakoterapi
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Ceftriaxone 2x1 g iv
Ketorolac 3x30 mg iv
Metronidazole 3x500mg iv
Omeprazole 1x40mg

7. LAPORAN HASIL OPERASI


 Waktu Operasi : 20 Oktober 2020
• Dokter Sp.B : dr. Rachmat Prayitno, Sp.B
• Diagnosis Pra-operasi : Appendisitis Infiltrat
• Diagnosis Pasca operasi : Appendisitis Infiltrat
• Jenis Operasi : Laparotomy eksplorasi
Appendictomy + Adhesiolysys

9
8. FOLLOW UP

17-10-2020
Manalagi 2 (hari ke-0)
S:
Nyeri perut kanan bawah. Mual (+) muntah (+)
O:
KU: Tampak Sakit Sedang
TD: 120/70 mmHg
N: 100 x/m
R: 22 x/m
S: 36.7 °C
Kes: CM
Tho (c) S1S2 murni regular
Tho (p) ves +/+ rh -/- wh -/-
Abd: tampak datar, BU (+) normal, supel, NT (+) nyeri lepas (+)
Ext: akral hangat, CRT < 2”, edem -/-
A:
Appendisitis akut
P:
IVFD Ringer Lactat 20 tpm
Ceftriaxone 2x1 g iv
Ketorolac 3x30 mg iv
Metronidazole 3x500mg iv
Omeprazole 1x40mg
Acc Rawat cek rapid test Covid-19
Rencana USG tgl 19/10/2020

10
18-10-2020
Manalagi 2 (hari ke-1)
S:
OS mengeluh nyeri perut. Tidak nafsu makan
O:
KU: Sakit ringan
TD: 110/80 mmHg
N: 90 x/m
R: 20 x/m
S: 36.6 °C
Kes: CM
Tho (c) S1S2 murni regular
Tho (p) ves +/+ rh -/- wh -/-
Abd: tampak datar, BU (+) normal, supel, NT (+) nyeri lepas (+)
Ext: akral hangat, CRT < 2”, edem -/-
Hasil rapid test Covid-19:
IgG negative dan IgM negatif
A:
Appendisitis akut
P:
Diet Bebas
IVFD Ringer Lactat 20 tpm
Broadcet 1x2gr
Toracic 3x30mg
Terapi lain stop
Rencana USG tgl 19/10/2020

11
19-10-2020
Manalagi 2 (hari ke-2)
S:
Os masih merasakan nyeri perut. Mual (+) muntah (-)
O:
KU: tampak sakit sedang
TD: 110/80 mmHg
N: 98 x/m
R: 22 x/m
S: 36.5 °C
Kes: CM
Tho (c) S1S2 murni regular
Tho (p) ves +/+ rh -/- wh -/-
Abd: tampak datar, BU (+) normal, supel, NT (-) NT (+) nyeri lepas (+)
Hasil USG 19/10/2020 Kesan : Appendisitis Infiltrat

A:
Appendisitis Infiltrat
P:
Rencana operasi tgl 20/10/2020 Laparotomi eksplorasi, Appendictomi,
Adhesiolisis
Pasang DC
IVFD Ringer Lactat 20 tpm
Broadcet 1x2gr
Toracic 3x30mg
12
20-10-2020
Manalagi 2 (hari ke-3)
S:
Nyeri luka post op. pasien masih lemas.
O:
KU: tampak sakit sedang
TD: 110/70 mmHg
N: 89 x/m
R: 20 x/m
S: 36.3 °C
Kes: CM
Tho (c) S1S2 murni regular
Tho (p) ves +/+ rh -/- wh -/-
Abd: tampak datar, BU (+) normal, supel, NT (-)
A:
Post OP laparotomy eksplorasi + Appendictomy + Adhesiolisis a/i Appendisitis
Infiltrat
P:
Diet Bebas
IVFD Ringer Lactat 20 tpm
Broadcet 1x2gr
Toracic 3x30mg
Cek DR,GDS (hasil terlampir)

13
Hasil Lab post op tanggal 20 oktober 2020

21-10-2020
Manalagi 2 (hari ke-4)
S:
Nyeri luka post op. pasien masih lemas, sudah bisa miring kanan dan kiri. BAB (-)
Flatus (+)
O:
KU: tampak sakit sedang
TD: 120/70 mmHg
N: 95 x/m
R: 20 x/m
S: 36.2 °C
Kes: CM
Tho (c) S1S2 murni regular
Tho (p) ves +/+ rh -/- wh -/-
Abd: tampak datar, BU (+) normal, supel, NT (-)
A:
Post OP laparotomy eksplorasi + Appendictomy + Adhesiolisis (POD I) a/i
Appendisitis Infiltrat
P:
Aff DC
Mobilisasi Jalan.
Diet lunak, minum bebas
IVFD Ringer Lactat 20 tpm
Broadcet 1x2gr
Toracic 3x30mg 14
22-10-2020
Manalagi 2 (hari ke-5)
S:
Nyeri berkurang, sudah bisa jalan sedikit. Makan (+) minum (+) BAB (+) BAK (+)
O:
KU: tampak sakit sedang
TD: 110/80 mmHg
N: 98 x/m
R: 22 x/m
S: 36 °C
Kes: CM
Tho (c) S1S2 murni regular
Tho (p) ves +/+ rh -/- wh -/-
Abd: tampak datar, BU (+) normal, supel, NT (-)
A:
Post OP laparotomy eksplorasi + Appendictomy + Adhesiolisis (POD II) a/i
Appendisitis Infiltrat
P:
Mobilisasi Jalan.
Diet Bebas
IVFD Ringer Lactat 20 tpm
Broadcet 1x2gr
Toracic 3x30mg
Rencana besok tgl 23/10/2020 aff drain

15
23-10-2020
Manalagi 2 (hari ke-6)
S:
Os sudah bisa jalan. Nyeri luka op berkurang. Makan (+) minum (+) BAB (+) BAK
(+)
O:
KU: tampak sakit sedang
TD: 120/80 mmHg
N: 88 x/m
R: 20 x/m
S: 36 °C
Kes: CM
Tho (c) S1S2 murni regular
Tho (p) ves +/+ rh -/- wh -/-
Abd: tampak datar, BU (+) normal, supel, NT (-)
A:
Post OP laparotomy eksplorasi + Appendictomy + Adhesiolisis (POD III) a/i
Appendisitis Infiltrat
P:
Aff drain
GV
BLPL
Cefspan 2x200mg Po
Torasic 2x10mg Po

9. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad functionam : ad bonam
 Quo ad sanationam : ad bonam

16
10. EDUKASI
 Memberikan penjelasan tentang penyakit yang diderita pasien
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai pengobatan dan perlunya
dilakukan tindakan operasi untuk mencegah komplikasi.
 Pasien diminta untuk patuh mengkonsumsi antibiotik dan obat obatan lain
yang diberikan oleh dokter.
 Menjelaskan kepada pasien mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan
sehat untuk menjaga kebersihan luka bekas operasi untuk membantu proses
penyembuhan dan pemulihan post operasi.
 Meminta kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein dan
tidak berpantang dalam makanan untuk membantu proses penyembuhan luka
bekas operasi.
 Kebutuhan kalori yang harus dimakan 2500Kkal, Contoh Menu :
- Pagi : Nasi 1 porsi , dada ayam goreng, tahu goreng dan sayur sop 1
mangkuk.
Cemilan : susu full cream 1 gelas.
- Siang : Nasi 1 porsi dengan sate ayam.
- Malam : Nasi 1 porsi, Telor dadar/goring/rebus, tempe goreng.
Cemilan : Buah-buahan (Jeruk, Pepaya, Pisang dll)

17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi dan Fisiologi

Pada orang dewasa, rata-rata panjang apendiks adalah 6 hingga 9 cm;


namun, dapat bervariasi antara <1 dan >30 cm. Diameter luarnya bervariasi antara
3 dan 8 mm, sedangkan diameter luminal antara 1 dan 3 mm.1
Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar
Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut
yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan. 1,2

Gambar appendiks. Variasi lokasi Appendix vermicularis1

Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,


Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya
tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau
penyakit imunodefisiensi lainnya.2

18
II.2. Epidemiologi
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak
kurang dari satu tahun. Resiko seumur hidup timbulnya apendisitis adalah 8,6%
untuk laki-laki dan 6,7% untuk perempuan, dengan insiden tertinggi pada dekade
kedua dan ketiga. 2

II.3. Klasifikasi Appendisitis


a. Appendicitis akut (cataral appendictis)
Proses inflamasi baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri
di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada
appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia,
edema, dan tidak ada eksudat serosa.

b. Appendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum
c. Appendisitis kronik
Lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten
akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi
parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika
ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis,

19
dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami
fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa,
muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.
d. Appendisitis akut gangrene
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda
supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks
berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut
gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
e. Appendisitis Perforasi
Pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus masuk ke
dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks
tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
f. Appendisitis infiltrate
Proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum,
usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa
flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
g. Appendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa
iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.

II.4. Etiologi dan Patofisiologi


Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith

merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan
Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab
yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium
yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama
Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata,
dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi
parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma,
atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau
sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis

20
juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena
perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat
terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal.
Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu
cherry dilibatkan dalam terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi
terjadinya Appendicitis adalah trauma, stress psikologis, dan herediter.3

Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.


Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65%
pada kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis
acuta gangrenosa dengan perforasi. 2,4

Gambar Appendicitis (dengan fecalith) 4

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi
normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada
Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan
tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf
aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut
tengah atau di bawah epigastrium. 2
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari
pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan
organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan
kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya
menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi

21
segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini,
mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ.2,3
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan
BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis
Appendicitis, khususnya pada anak-anak. Distensi Appendix menyebabkan
perangsangan serabut saraf visceral yang dipersepsikan sebagai nyeri di daerah
periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di dermatom Th 10. Distensi
yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam beberapa jam
setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut, dapat
dipikirkan diagnosis lain. 3
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut
semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini
menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan
iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri
melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan
leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika
eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix berhubungan dengan
peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan
lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang terjadi nyeri
somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada
Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya
tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi
perforasi Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di
retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di
pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan
peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau
Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat
berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.2,3

22
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau
peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah
perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda
perforasi Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis >
14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala
sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi.
Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan
lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi
akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja,
lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari
adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.3
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering

dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat
iritasi Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya
abscess pelvis.3

II.5. Gejala Klinis


Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai
dengan nyeri perut yang didahului anoreksia. Gejala utama Appendicitis acuta
adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu
menetap, kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12
jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di
RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri,
sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ
menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri
suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular. 2,3
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix,
biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh
meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada
75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja.
Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya
gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah

23
mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan. Muntah yang
timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.2
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan
banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada
beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi
Appendix. 2,3
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy,
dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.2
Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2
Gejala Klinik Value
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor>6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.2
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan
tingkat inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal
di titik Mc Burney’s. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala
lokal yang minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat
konfirmasi dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur
Appendix.4

24
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau
terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat
sehingga Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit
pada bayi, hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya,
muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.3

II.6. Pemeriksaan Fisik Appendiks


Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri
pada pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik
untuk Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka
pemeriksaan rectal toucher tidak diperlukan lagi.4
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:
 Rovsing’s sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.
 Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien
dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien
digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan
kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal
dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas
abdomen.

 Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi
endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium
saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix,
abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya
hernia obturatoria.

25
 Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)
Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan
positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

 Nyeri pada daerah cavum Douglasi


Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum
Douglasi atau Appendicitis letak pelvis.
 Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
 Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

II.7. Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
• Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya
didapatkan pada keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan
sering disertai predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung
jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left
pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus
dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari
18.000/ mm3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis
sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan
kemungkinan terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa
abscess.2,4
• CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh
hati.4
• sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum
mulai meningkat antara 6- 12 jam inflamasi jaringan.4

26
• Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL,
hitung leukosit ≥ 11000, dan persentase neutrofil ≥ 75%
memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.2
• Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis
infeksi dari saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan
beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica
urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada
Appendicitis acuta dalam sample urine catheter tidak akan
ditemukan bakteriuria.2,4
b. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis
Appendicitis. Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur,
bagian usus yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang
maksimal, Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan
positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih.
Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari
Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran tubuler
yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis Appendicitis
acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan tidak tampak
adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta tersingkir
dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus
dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-
organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun
endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin
menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah
dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%.
USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya
terbatas pada kehamilan lanjut.4
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada
pemakai. Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya
periappendicitis dari peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing
(inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas

27
Appendix mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang akut
melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila
Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix dinilai
membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami perforasi
oleh karena tekanan.4

Ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada


appendiks.4
C. foto polos abdomen
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi
dapat sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien
Appendicitis acuta, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal
ini merupakan temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto
polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang
disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus kanan
bawah.3

28
TidakTeknik
menunjukkan tanda pasti
radiografi appendicitis,
tambahan meliputitetapi
CTmempunyai arti penting
Scan, barium enema,dalam
dan
membedakan appendicitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan. 2
radioisotop leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat
daripada USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT
Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan
percutaneous drainage secara tepat.4
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan
yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang
kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %.
Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk
pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti,
memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.4

Appendicitis perforata dengan abscess Penebalan Appendix (panah) dengan


dan kumpulan cairan di pelvis appendicolith

29
Tabel Perbandingan USG dengan CT SCAN Appendiks pada
Appendisitis.3

USG CT Scan Appendix

Sensitivitas 85% 90-100%

Spesifitas 92% 95-97%

Penggunaan Evaluasi pasien pada Evaluasi pasien pada


pasien Appendicitis pasien Appendicitis
Keuntungan Aman Lebih akurat Lebih baik
Relatif murah dalam
Dapat menyingkirkan mengidentifikasi Appendix
penyakit pelvis pada wanita normal, phlegmon dan
Lebih baik pada anak-anak abscess
Kerugian Tergantung operator Secara Mahal
teknik tidak adekuat dalam Radiasi ionisasi Kontras
menilai gas
Nyeri

II.8. Diagnosis Banding


Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi
anatomi dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai
yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien. 2,6
1. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan
dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut
self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual,
dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil
pemeriksaan laboratorium biasanya normal.

2. Diverkulitris Meckel

Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis


acuta. Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena
Diverticulitis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti
Appendicitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.

3. Infeksi Saluran Kemih

Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai

30
Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan
terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.

II.9. Komplikasi

Terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Komplikasi 93%


terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. Anak-anak
memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum
berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang
tua terjadi gangguan pembuluh darah. Komplikasi appendiks seperti : 3,4
1. Abses
Berupa peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon
dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila
appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
2. Perforasi
Pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga
perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam.19 Perforasi dapat diketahui praoperatif pada
70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38,50 C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritonitis
Inflamasi peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan
elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.

31
II.10. Tatalaksana
Bila sudah terdiagnosis dengan tepat, tindakan paling tepat adalah
apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak diperlukan
antibiotik kecuali pada apendisitis gangrenosa dan perforasi. Penundaan tindakan
bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. 3,4

Apendiktomi, merupakan tindakan pemotongan apendiks. Dapat dilakukan


secara terbuka atau laparoskopi.3

Pada apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih . operasi


ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Jika apendiks mengalami
perforasi maka abses disedot dan diguyur dengan NaCl dan disedot hingga bersih.

Laparoskopi merupakan tindakan mengguankan kamera fiberoptik yang


dimasukkan kedalam abdomen, apendiks dapat divisualisasi secara langsung.
Teknik ini dilakukan dibawah pengaruh anestesi umum. Bila saat melakukan
tindakan ini di dapatkan peradangan pada apendiks maka dapat langsung
dilakukan pengangkatan apendiks.

Appendictomy Laparoscopy Appendictomy

32
II.11. Prognosis
Baik, jika diagnosis yang akurat dan awal serta pembedahan akan
menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas. Faktor- faktor yang menyebabkan
penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi,
antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta
meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi
perforasi.3,4

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20th 2011 From: http://www


.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg

2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn
DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc.
2005:1119-34

3. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s


Abdominal Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H,
Ashley SW, McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222

4. Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1.
Ed: Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI,
Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62

34

Anda mungkin juga menyukai