Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

Ureterolithiasis

Oleh
dr. Ade Nur Imansyah

Pembimbing
dr. Hj Asri Dwina Prihatni, MM

dr. Solikah Sriningsih, MMR

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA (PIDI)

ANGKATAN II PERIODE AGUSTUS 2017

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA


BERITA ACARA PRESENTASI LAPORAN KASUS

Pada hari ini tanggal 24 November 2017 telah di presentasikan potofolio


oleh : Nama Peserta : dr. Ade Nur Imansyah

Dengan Judul/Topik : Ureterolithiasis


Nama Pendamping : dr. Hj. Asri Dwina Prihatni, MM
dr. Solikah Sriningsih, MMR
Nama Wahana : RS Risa Sentra Medika, Mataram, NTB

No. Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan


1. dr. Ade Nur Imansyah

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya,

Mengetahui,

Pendamping 1, Pendamping 2,

dr. Hj. Asri Dwina Prihatni, MM dr. Solikah Sriningsih, MMR


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat waktu.
Laporan kasus ini berjudul “ Ureterolithiasis” ini disusun dalam rangka mengikuti
Program Intership Dokter Indonesia (PIDI) ankatan II periode Agustus 2017.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. dr. Hj. Asri Dwina Prihatni, MM selaku pembimbing PIDI
2. dr. Solikah Sriningsih, MMR pembimbing PIDI
4. Rekan-rekan dokter Intership
5. Pihak-pihak lain yang telah banyak membantu
Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat khususnya kepada penulis dan
kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih

Mataram, 24 November 2017

Penulis
LAPORAN KASUS

Topik: Ureterolithiasis

Tanggal (Kasus) : 6 Oktober 2017 Presenter : dr. Ade Nur Imansyah


Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Hj Asri Dwina
Prihatni, MM dan dr. Solikah
Sriningsih, MMR
Tempat Presentasi : RS Risa Sentra Medika
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah
Istimewa
Ba Remaja Lansia Bumil
yi Anak
Neonatus Dewasa
Deskripsi : Laki-laki, 48 tahun datang keluhan nyeri pinggang sebelah kiri 2
hari sebelum masuk rumah sakit

Bahan Bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit


: Pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan Pos
membahas diskusi Email

Data Nama : Tn. S No. Reg :


Pasien : Umur : 48 tahun 07-26-88
Alamat : Dusun muhajirin
bukit damai maluk
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Nama RS: RS Risa Sentra Telp : - Terdaftar sejak : 6 Oktober 2017
Medika
Data utama untuk bahan diskusi:

1
1. Diagnosis / Gambaran Klinis:
Uretorolithiasis
2. Riwayat Pengobatan :
pasien sebelumnya belum pernah memeriksakan ke dokter sebelumnya

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :


Nyeri pinggang seperti ini pernah dialami sejak 2 tahun yang lalu dengan
keluhan yang sama
4. Riwayat Keluarga :
Tidak didapatkan keluhan serupa pada saudara atau keluarga.
5. Riwayat Kebiasaan dan Pekerjaan :
Pasien mengatakan bekerja di salah satu perusahaan tambang swasta,
dengan cuaca yang panas tetapi pasien setiap harinya jarang meminum air
putih, lebih sering meminum minuman yang berasa.

1. Subjektif
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 7 Oktober 2017 di
bangsal 2 VIP, RS Risa Sentra Medika

Autoanamnesis
Seorang pasien laki-laki datang ke UGD RS.RSM dengan keluhan Nyeri
pinggang sebelah kiri sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri
dirasakan menjalar sampai ke buah zakar, pasien juga mengeluhkan nyeri
perut kiri atas, mual dan muntah, pasien mengatakan muntah isi seperti
makanan yang dimakan, demam disangkal pasien, nyeri saat berkemih
disangkal pasien, BAK pasien berwarna kuning . Pasien mengatakan Nyeri
pinggang seperti ini pernah dialami sejak 2 tahun yang lalu tetapi tidak
senyeri sekarang, dan nyeri yang dirasakan pada saat itu hilang timbul
sehingga pasien tidak pernah memeriksakan ke dokter. Dua hari sebelum
masuk rumah sakit nyeri pinggang kiri kembali dirasakan tetapi pasien
mengatakan hanya menahannya saja, karena tidak kunjung membaik dan
disertai mual muntah akhirnya pasien pergi ke UGD RS. RSM.
2. Objektif

 Pada survei primer, didapatkan


o Airway: tidak ditemukan hambatan jalan nafas
o Breathing: laju pernafasan 22x/menit, nafas regular
o Circulation: nadi 80x/menit
o Disability:.GCS E4M6V5, pupil isokor 2mm/2mm, rc +/+
o Exposure / Environment : tidak ada keluhan, T= 37,0 °C

 Pada survei sekunder, didapatkan

Kepala: normocephal
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung: Septum nasal tidak deviasi, sekret (-)
simetris, krepitasi (-)
Telinga: sekret (-)
Mulut: membran mukosa kemerahan, mulut kering (-), lidah kotor (-)
Tenggorok: dinding faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 hiperemis (-)

Thorax:
Inspeksi: Dinding thoraks kanan dan kiri simetris, deformitas dinding thoraks (-),
deviasi tulang belakang (-), retraksi dinding dada (-), ketinggalan gerak (-), lesi
kulit (-), iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi: nyeri (-), masa (-), krepitasi (-), pergerakan dinding dada simetris,
fremitus taktil simetris.
Perkusi: Anterior: batas paru hepar di SIC V, batas jantung kesan dbn
Auskultasi: SJ1<SJ2 reg, murmur (-), galop (-),Suara nafas ves +/+,
wh -/-, rh -/-
Abdomen
Inspeksi: Supel, Sikatriks (-), striae (-), bentuk dinding abdomen datar, dinding
abdomen simetris
Auskultasi: BU (+) 16x/ menit
Palpasi: NT epigastrium (-), DC (-), DS (-), nyeri tekan pada kuadran kiri atas
Perkusi: suara timpani di empat regio abdomen, tidak didapatkan pembesaran
hepar, pembesaran lien (-)
Status Urologi :
 Costovertebra dextra
I : Tampak alignment tulang baik, gibbus (-), hematom (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), ballotement ginjal (-)
P : Nyeri ketuk (-)
 Costovertebra sinistra
I : Tampak alignment tulang baik, gibbus (-), hematom (-)
P : Nyeri tekan (+), massa tumor (-), ballotement ginjal (+)
P : Nyeri ketuk (+)
 Suprapubik
I : Bulging (+), hematom (-)
P : Nyeri ketuk (-), massa tumor (-), buli-buli kesan penuh
Ekstremitas: akral hangat (+),
Fungsi Motorik: tidak diperiksa
Fungsi Sensorik: tidak diperiksa
Fungsi Nervi Kraniales: tidak diperiksa

Pemeriksaan Penunjang:
PEMERIKSAAN HASIL
Hb 13,1 g/dl
Ht 38,8%
MCV 83
MCH 28,1

1. Pemeriksaan serologi
- Anti HP (-)
elektrolit
urinalisa

USG
Renal kiri : ukuran dan echocortex normal, batas medulla kortex jelas, sistema
pelviocalyceal dan ureter melebar ringan, kortex tak tipis, tampak batu di ureter
distal di UVJ ukuran 0,58cm x o,47cm, tak tampak masa.
Renal kanan : ukiran dan echocortex normal, batas medulla kortex jelas, sistem
pelvicocalygeal tak melebar, batu (-), nodul (-).
VU : dinding tak menebal, batu (-), nodula (-).
Prostat : volume normal, capsul intak, tepi licin.
Kesan : hydronefrosis grade 1 kiri ec batu ureter distal di UVJ ukuran
0,58x0,47

Resume
Pasien datang dengan keluhan Nyeri pinggang sebelah kiri sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. nyeri sampai ke buah zakar lemas, mual (+),
muntah berulang (+) warna seperti makanan. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan perut nyeri tekan (+) kiri atas, Costovertebra sinistra ampak
alignment tulang baik, gibbus (-), hematom (-), Nyeri tekan (+), massa
tumor (-), ballotement ginjal (+) Nyeri ketuk (+). Pemeriksaan penunjang
ditemukan leukosit 12.100, ureum 45, kreatinin 1,3, Kalium 3,2,urinalisa
keton +2 glukosa +2,USG Susp. Renal kiri : ukuran dan echocortex
normal, batas medulla kortex jelas, sistema pelviocalyceal dan ureter
melebar ringan, kortex tak tipis, tampak batu di ureter distal di UVJ
ukuran 0,58cm x o,47cm, tak tampak masa. Kesan hydronefrosis grade 1
kiri ec batu ureter distal di UVJ ukuran 0,58x0,47.

Plan
Diagnosis : Ureterolithiasis disertai Hydronefrosis sinistra
Tatalaksana
1. Non Farmakologi:
Edukasi minum yang banyak
2. Farmakologi:
 IVFD RL 20 tpm + Drip Tradosik (Tramadol) 1 ampul
 Injeksi baquinor (Ciprofloxacin) 2x200mg
 Injeksi santagesik (metamizol na) 3x500mg
 Harnal ocas (tamsulosin HCL) 1x1ampl
 Uresix (furosemide) 1x40mg
Pembedahan
URS (Ureteroscopy)

Prognosis
Dubia et bonam
PENDAHULUAN

Ureterolithiasis

Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum,
pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi
pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk
rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises
ginjal mempermudah timbulnya batu saluran kemih. (1)
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem
pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter
mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya
kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar
seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang (periureteritis) serta
menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis. (1, 2)

A. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari
jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini
di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Sekitar 1 di antara 1000 pria dan 1
dari 3000 wanita datang dengan keluhan utama batu ginjal yang pertama dalam satu
tahun. Lima belas persen mengalami batu rekuren dalam waktu setahun setelah
keluhan pertama, 30% dalam 5 tahun. (3)

B. ETIOLOGI

Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih,


gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya
membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis
papil) dan multifaktor.
1. Gangguan aliran urin
a. Fimosis
b. Hipertrofi prostate
c. Refluks vesiko-uretral
d. Striktur meatus
e. Ureterokele
f. Konstriksi hubungan ureteropelvik
2. Gangguan metabolisme
Menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu
a. Hiperkalsiuria
b. Hiperuresemia
c. Hiperparatiroidisme
3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease
4. Dehidrasi
a. Kurang minum, suhu lingkungan tinggi
5. Benda asing
a. Fragmen kateter, telur sistosoma
6. Jaringan mati (nekrosis papil)
7. Multifaktor
a. Anak di negara berkembang
b. Penderita multitrauma
8. Batu idiopatik
Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran
kemih pada seseorang, yaitu :
Beberapa faktor ekstrinsik adalah :
1. Geografi  pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone
belt, sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu
saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air  kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium pada air
yang dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet  diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih
5. Pekerjaan  penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi lama pada penderita
cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang menyebabkan dekalsfikasi tulang
dengan peningkatan ekskresi kalsium dan stasis sehingga presipitasi batu mudah
terjadi.
Faktor intrinsik antara lain adalah :
1. Umur  penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
2. Jenis kelamin  jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
pasien perempuan
3. Herediter  penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.(3)

C. Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin)., yaitu pada
sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises
(stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-
keadaan yang mempermudahkan terjadinya pembentukan batu. (3)

Komposisi batu
a. Batu kalsium

Kalsium merupakan ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium plasma
yang terionisasi dan tersedia untuk filtrasi di glomerulus. Lebih dari 95% kalsium
terfiltrasi di glomerulus diserap baik pada tubulus proksimal maupun distal, dan
dalam jumlah yang terbatas dalam tubulus pengumpul. Kurang dari 2% diekskresikan
dalam urin. Banyak faktor yang mempengaruhi availibilitas kalsium dalam larutan,
termasuk kompleksasi dengan sitrat, fosfat, dan sulfat. Peningkatan monosodium urat
dan penurunan pH urin mengganggu kompleksasi ini, dan oleh karena itu
menginduksi agregasi kristal.(2)
Batu ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70 – 80 % dari seluruh batu
saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat,
atau campuran dari kedua unsur itu. Predisposisi kejadian hiperkalsiuria (kadar
kalsium di dalam urin lebih besar dari 250 – 300 mg / 24 jam), menurut Pak (1976)
terdapat 3 macam penyebab :
a. Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui
usus.
b. Hiperkalsiuri renal karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui
tubulus ginjal.
c. Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang
banyak terjadi pada hiperparatiriodisme primer atau pada tumor paratiriod.

b.Batu oksalat
Oksalat merupakan produk limbah metabolisme normal dan relatif tidak
terlarut. Normalnya, sekitar 10-15% dari oksalat yang ditemukan dalam urin berasal
dari diet.
Sebagian besar oksalat yang masuk ke usus besar didekomposisi bakteri. Diet,
bagaimanapun dapat berdampak pada jumlah oksalat yang ditemukan dalam urin.
Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak dimetabolisme dan diekskresikan
hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Adanya kalsium dalam lumen usus
merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah oksalat yang diabsorbsi.
Pengaturan oksalat dalam urin memainkan peran penting dalam pembentukan batu
kalsium oksalat. Ekskresi normal 20-45 mg/hari dan tidak berubah secara signifikan
menurut usia. Perubahan kecil pada level oksalat dalam urin dapat menyebabkan
dampak dramatis terhadap supersaturasi kalsium oksalat. Prekursor utama oksalat
adalah glisin dan
asam askorbat, namun dampak masuknya vitamin C (<2 g/hari) diabaikan.
Hiperoksaluria (ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 g/hari) dapat terjadi pada
pasien dengan gangguan usus, terutama inflammatory bowel disease, reseksi usus
halus, bypass usus dan pasien yang banyak mengonsumsi makanan yang kaya dengan
oksalat, diantaranya adalah : teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk
sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.. Batu ginjal terjadi pada 5-10%
pasien dengan kondisi ini. Kalsium intralumen berikatan dengan lemak sehingga
menjadi tidak tersedia untuk mengikat oksalat. Oksalat yang tidak berikatan mudah
diserap. Oksalat yang berlebihan dapat terjadi pencernaan ethylene glycol (oksidasi
parsial oksalat). Hal ini dapat mengakibatkan deposit kristal kalsium oksalat yang
difus dan masif dan kadang-kadang dapat menyebabkan gagal ginjal. (2)
c. Fosfat
Fosfat merupakan buffer dan berikatan dengan kalsium dalam urin. Ini adalah
komponen penting dari batu kalsium fosfat dan batu amonium magnesium fosfat.
Ekskresi fosfat urin pada orang dewasa normal berkaitan dengan jumlah diet fosfat
(terutama pada daging, produk susu, dan sayuran). Sejumlah kecil fosfat yang
difiltrasi oleh glomerulus secara dominan diserap kembali oleh tubulus proksimal.
Hormon paratiroid menghambat reabsorpsi ini. Kristal utama yang ditemukan pada
mereka yang hiperparatiroidisme adalah fosfat, dalam bentuk hidroksiapatit, amorf
kalsium fosfat, dan karbonat apatit.(2)
d.Asam urat
Asam urat merupakan produk sampingan dari metabolisme purin. Sekitar 5 – 10
% dari seluruh batu saluran kemih. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh
pasien – pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan
terapi antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya
adalah sulfinpirazone, thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol dan diet
tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini.
(2)

Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan tertentu
mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam
urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah (1) urin yang
terlalu asam(pH urin <6), (2) volume urin yang jumlahnya terlalu sedikit (< 2 liter /
hari), (3) hiperurikosuri atau kadar asam urat tinggi (> 850 mg / 24 jam). (2)
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar
sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises ginjal. Tidak
seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat bentuknya halus
dan bulat sehingga sering keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen,
sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran
kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan bekuan darah, bentukan papila
ginjal yang nekrosis, tumor, atau benzoar jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan
gambaran bayangan akustik (acoustic shadowing). (3)

e. Batu struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urin menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak, seperti pada reaksi:
CO(NH2)2 + H20  2NH3 + CO2
Suasana basa ini yang memudahkan garam – garam magnesium, amonium,
fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP). Kuman
pemecah fosfat anatranya adalah: Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas dan Stafilokokus. (3)
f. Batu jenis lain

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sisitin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan
dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena
penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis
perubahan hipoxanthin menjadi xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang
mengandung silikat (magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan
dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat. (3)
Keadaan lain yang menyebabkan terjadinya batu saluran kemih adalah :
I. Hipositraturia  di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat,
sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini
dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada kalsium
oksalat. Oleh karena itu sitrat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu
kalsium. Hipositraturia terjadi pada: penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular
acidosis, sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam
jangka waktu lama. Estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan dapat menjadi faktor
yang mengurangi timbulnya batu pada wanita, terutama selama kehamilan. Alkalosis
juga meningkatkan sitrat ekskresi. (Emil, 2008, Jack W, 2008)
II.Hipomagnesuria  Magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu oksalat,
karena dalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat
sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering
hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus (inflamatory bowel disease) yang
diikuti dengan gangguan malabsorbsi. (3)

D. Gambaran Klinis

Keluhan yang dialami pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu
dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang,
bisa berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Karena peristalsis, akan terjadi gejala kolik,
yakni nyeri yang hilang timbul yang disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah
dengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu
kolik akan berulang – ulang sampai batu bergeser dan memberi kesempatan air kemih
untuk lewat.(3)
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri
pada saat berkemih atau sering kencing. Hematuria seringkali dikeluhkan oleh pasien
akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-
kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis. (3)
Jika didapatkan demam harus curiga urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di
bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik
pada saluran kemih dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian
antibiotik. (3)
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-
vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal
ginjal, retensi urin. (3)

Gambar 2.7. Batu saluran kemih

E. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Pemeriksaan urinalisis makroskopik didapatkan gross hematuria. Pemeriksaan


sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, dan dijumpai kristal-
kristal pembentuk batu. 85 % pasien dengan batu ginjal didapatkan hematuria
maksoskopik dan mikroskopik. Namun, tidak ditemukannya hematuria tidak berarti
menghilangkan kemungkinan menderita batu ginjal. Pemeriksaan kultur urin
mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa
juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat.
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya
penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto
PIV. Proteinuria juga disebut albuminuria adalah kondisi abnormal dimana urin berisi
sejumlah protein. Kebanyakan protein terlalu besar untuk melewati filter ginjal ke
dalam urin. Namun, protein dari darah dapat bocor ke dalam urin ketika glomeruli
rusak. Proteinuria merupakan tanda penyakit ginjal kronis (CKD), yang dapat
disebabkan oleh diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit yang menyebabkan
peradangan pada ginjal. Sebagai akibat fungsi ginjal menurun, jumlah albumin dalam
urin akan meningkat. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor
penyebab timbulnya batu saluran kemih, antara lain kalsium, oksalat, fosfat, maupun
urat.
Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar hemoglobin yang
menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkan jumlah lekosit yang
meningkat akibat proses peradangan di ureter.
b. Radiologis

Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu


radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat
bersifat radioopak, sedangkan batu asam urat bersifat radio lusen.
Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan,
pada keadaan ini dapat dilakukan retrograde pielografi atau dilanjutkan. Dengan
anterograd pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang
memadai. Pada foto BNO batu yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak,
sedangkan batu yang tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah
urutan batu menurut densitasnya, dari yang paling opak hingga yang paling bersifat
radiolusen, kalsium fosfat(opak), kalsium oxalat(opak), Magnesium (semi opak),
amonium fosfat (semi opak), sistin(non opak), asam urat (non opak),
Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan, fungsi ginjal. Juga
untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang, tidak terlihat
oleh foto polos abdomen.
Ullrasonografi
USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP yaitu pada
keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada
wanita yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic shadow jika terdapat batu.(4)
CT-scan
Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk melihat
gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana terjadinya obstruksi.
(5)

F. DIAGNOSIS BANDING(6)
Beberapa diagnosa banding dari batu kandung kemih antara lain ialah:
1. Kolik Ginjal ec nefroliiasis dan Ureter
2. Hematuria
Bila terjadi hematuri perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi
bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu batu saluran kemih yang bertahun-
tahun, dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid,
akibat rangsangan dan inflamasi.
3. Tumor ginjal
Pcrlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik
hingga tumor Grawitz, bila ada batu ginjal dengan hidronefrosis.
4. Tumor ureter
Pada batu ureter, terutama dari jenis radiolusent, bila disertai hematuria yang tidak
disertai dengan kolik, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ureter walaupun
tumor ini jarang ditemukan.
5. Tumor kandung kemih
Perlu dibandingkan dengan tumor kandung kemih terutama bila batu yang
terdapat dari jenis radiolusen.
G. PENATALAKSANAAN(2, 8)

Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat
keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar
aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar. Dapat juga diberi pelarut batu seperti batu asam urat yang
dapat dilarutkan dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai makanan alkalis.
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang yang diperkenalkan pertama kali oleh
Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal,
atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Prinsip dari ESWL
adalah memecah batu menjadi fragmen-fragmen kecil dengan menggunakan
gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh, sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih.
Komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi SWL
mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya kalsium
oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga pada orang
gemuk mungkin akan kesulitan. Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal
pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid,
untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.

Gambar 9: Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi Gambar ESWL


Endourologi
1. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi: memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna
melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi
tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah
melalui tuntutan ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini.
2. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di saluran
ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada
kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu.
3. Litotripsi : yaitu memecah batu bull-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan
evakuator Ellik.
4. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan keranjang
Dormia. (2)
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Pada laporan kasus, di ajukan Laki-laki 48 tahun yang didiagnosa ureterolithiasis


sinistra .

Selanjutnya akan dibahas :

1. Apakah diagnosis dan pemeriksaan dalam kasus ini tepat?

Pasien ini di diagnosa dengan gangguan ureterolithiasis. Pada anamesa


didapatkan pasien mengeluhkan Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang
sebelah kiri sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. nyeri sampai ke buah
zakar lemas, mual (+), muntah berulang (+) warna seperti makanan, nyeri
pinggang seperti ini pernah dialami sejak 2 tahun yang lalu, pada riwayat
kebiasaan Pasien mengatakan bekerja di salah satu perusahaan tambang swasta,
dengan cuaca yang panas tetapi pasien setiap harinya jarang meminum air putih,
lebih sering meminum minuman yang berasa.
Dengan hasil anamesa ini dapat disimpulkan untuk beberapa diagnosis banding
untuk membantu menegakkan diagnosis pasien. Diagnosis banding utama
adalah kolik ginjal, diagnosis banding ini di ambil berdasarkan beberapa
keluhan yang dikeluhkan pasien.
Untuk lebih memastikan ketepatan diagnosis, kita perlu melakukan pemeriksaan
lainnya seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dari pemeriksaan
fisik didapatkan hasil bahwa pasien ini di temukan nyeri tekan perut quadran
kiri atas dan nyeri ketuk costovetebra sinistra sehingga kita lebih bisa yakin
akan diagnosis yang kita curigai, kemudian dari hasil pemeriksaan darah
lengkap dan urinalisa ditemukan peningkatan leukosit dan ureum kreatinin yang
meningkat dan dari hasil USG didapatkan hasil Renal kiri : ukuran dan
echocortex normal, batas medulla kortex jelas, sistema pelviocalyceal dan ureter
melebar ringan, kortex tak tipis, tampak batu di ureter distal di UVJ ukuran
0,58cm x o,47cm, tak tampak masa.

2. apakah penatalaksanaan kasus ini sudah lengkap?

Berdasarkan keluhan yang dialami maka diputuskan untuk memberikan terapi


bagi pasien seperti edukasi untuk lebih banyak minum air putih, selain itu ditambahkan
beberapa terapi lain seperti :

 IVFD RL 20 tpm + Drip Tradosik (Tramadol) 1 ampul


 Injeksi baquinor (Ciprofloxacin) 2x200mg
 Injeksi santagesik (metamizol na) 3x500mg
 Harnal ocas (tamsulosin HCL) 1x1ampl
 Uresix (furosemide) 1x40mg

Pilihan terapi diatas sesuai dengan terapi yang harus diberikan seperti pemberian
tramadol untuk mengurangi nyari yang dirasakan pasien, dan beberapa obat seperti
ciprofloxacin untuk mengobati infeksi sebeum dilakukannya URS.

Terapi definitive dari pasien ureterolithiasis dengan ukuran >10mm dan letak batu
yang berada pada UVJ adalah URS (ureteroscopy).

BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan kasusini terdiri dari :
1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung diagnosis ureterolithiasis.
2. Penatalaksanan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu pemberian tramadol
dan antibiotic untuk perbaikan kondisi umum, sehingga URS dilskukan sebagai terapi
selnjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sja'bani M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. II J, editor. Jakarta Pusat: Interna
Publishing; 2009.

2. A.Tanagho E, W.McAninch J. Smith'sgy General Urolo. San Fransisco: Lange; 2003.

3. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Malang: CV. Infomedika; 2007.

4. Mos C, Holt G, Iuhasz S. The Sensitivity of Transabdominal Ultrasound in the Diagnosis


of Uretherolithiasis. Journal of Medical Ultrasonography. 2010;Vol.12:188-97.

5. Henry K.Pancoast M, Sidney Lange M. Diagnosis and Management of Acute


Ureterolithiasis. American Roentgen Ray Society Journal. 2000.

6. Ahuja AT. Case Studies in Medical Imaging. Cambridge: University Press.

7. Hospital MCs. Hydronephrosis.

8. Paula Ed. Case Report : Acute onset of Renal Colic from Bilateral Ureterolithiasis Cases
Journal. 2009.
S Pasien masih mengeluh nyeri dan mual
0 Td : 100/70 mmhg

HR: 76x/menit

RR: 20x/menit

Suhu : 36, 5°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (+) sinistra


A Ureterolithiasis sinistra disertai hidronefrosis sinistra
P o IVFD RL 20 tpm + Drip Tradosik (Tramadol) 1 ampul

o Injeksi baquinor (Ciprofloxacin) 2x200mg

o Injeksi metamizol na 3x500mg

o Harnal ocas (tamsulosin HCL) 1x1ampl

o Uresix (furosemide) 1x40mg

o Edukasi minum yang banyak

Konsul ke dr. omy Sp.PD : ondansentron ekstra 1x 4mg

8-10-2017

S Nyeri pinggang sebelah kiri (-), mual (+), BAB (-)


O Td : 110/80 mmhg

HR: 80x/menit

RR: 20x/menit

Suhu : 36, 5°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (+) sinistra


A Ureterolithiasis sinistra disertai hidronefrosis sinistra
P - Besok USG urologi

- terapi lanjut

- lactulac syrup 3x1c

9-10-2017

S Mual (-), perut mules tapi pasien masih mengeluh belum bisa BAB
O Td : 120/80 mmhg

HR: 80x/menit

RR: 20x/menit

Suhu : 36, 5°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (+) sinistra


A Ureterolithiasis sinistra disertai hidronefrosis sinistra
P - Therapy lanjut

- Tradosik stop

- Infus RL 20 tpm

- konsul hasil USG ke dokter pandu

- Konsul dr. ommy Sp.PD

 Fleet enema 1x1/2 (66 ml)

 Evaluasi 1 jam bila belum BAB

 Foto BOF
Hasil USG

Renal kiri : ukuran dan echocortex normal, batas medulla kortex jelas,

sistema pelviocalyceal dan ureter melebar ringan, kortex tak tipis,

tampak batu di ureter distal di UVJ ukuran 0,58cm x o,47cm, tak

tampak masa.

Renal kanan : ukiran dan echocortex normal, batas medulla kortex jelas,

sistem pelvicocalygeal tak melebar, batu (-), nodul (-).

VU : dinding tak menebal, batu (-), nodula (-).

Prostat : volume normal, capsul intak, tepi licin.

Kesan : hydronefrosis grade 1 kiri ec batu ureter distal di UVJ ukuran

0,58x0,47

Lapor dr. ommy Sp.PD

 Pasien BAB sedikit

 Konsul hasil foto BOF : pemberian fleet enema 1x1

10-10-2017

S Pasien mnegeluhkan nyeri pinggang (+)


O Td : 120/80 mmhg
HR: 80x/menit

RR: 20x/menit

Suhu : 36, 5°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (+) sinistra


A Ureterolithiasis sinistra disertai hidronefrosis sinistra
P - dr. pandu Sp.U

 Pro URS sinistra 15.00

 Protrombine time 9,9 (9,9-11,6)

 APTT 38,6 (23,9-39,8)

 BT 1,5 menit

 CT 11 menit 50 detik

- konsul anastesi dr. elya Sp.AN

 Infus KN 16 tpm

 Acc anastesi

 Puasa 6 jam pre op

 Tidak perlu cek lab

- konsul dr. ommy Sp.PD

 Foto rontgen thorak : polmo dan besar cor normal

 Acc internis

P Post OP
16.0 - dr. pandu Sp.U

0  Inj baquinor infus 2x200mg

 Inj tranexid infus 3x500mg

 Inj uresix 1x1 ampul

 Harnal ocas 1x1

- dr. elya Sp.An

 Berbaring sampai 9 jam

 Furolit + remopain (ketorolac) 3%+ granon (granisetron) 3mg 28 tpm

(kalau habis ulangi lagi selanjutnya RL kosongan)

 Farmadol infus/ 8 jam

 Observasi TTV dan kesadaran, bila tensi <100 ekstra RL 500 cc +

efedrin 10 mg IV.

- dr.ommy Sp.PD

 Therapy lanjut

11-10-2017

S Nyeri pada perut kiri atas hilang timbul, BAB (-), mules (-), mual (-),

muntah (-).
O Td : 120/80 mmhg

HR: 80x/menit
RR: 20x/menit

Suhu : 36°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (-) sinistra


A POST URS hari 1
P - App kateter

- mobilisasi

- dr. pandu Sp.U

 Inj baquinor infus 2x200mg

 Inj tranexid infus 3x500mg

 Inj uresix 1x1 ampul

 Harnal ocas 1x1

- dr. elya Sp.An

 Farmadol infus/ 8 jam

- dr. ommy Sp.PD

 Solac 2x15cc

12-10-2017

S Demam menggigil, BAB (+), mual (-), muntah(-).


O Td : 120/80 mmhg

HR: 80x/menit

RR: 20x/menit
Suhu : 38°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (-) sinistra


A Post URS hari ke 2
P - dr. pandu Sp.U

 Farmadol 1x1 flash bila demam

 Cek DL

 Inj baquinor (ciprofloxacin) infus 2x200mg

 Inj tranexid (asam traneksamat) infus 3x500mg

 Harnal ocas 1x1

 RL 20 tpm

Hasil lab 12-10-2017

PEMERIKSAAN HASIL
Hb 11,1 g/dl
Ht 33,5%
MCV 84
MCH 28,0
MCHC 33,1
Leukosit 34.830
Eosinofil 0,1
Basofil 0,2
Neutrofil 94,2
Lymphosit 2,8
Monosit 3,4
Trombosit 193.000
PDW 7,8
MPV 8,6
P-LCR 17,0
PCI 0,17
P - dr. pandu Sp.U

 Baquinor stop di ganti merosan 3x1 gr

- dr. Ommy Sp.PD

 Merosan 3x 1gr

 Solac stop

 Tracetate sirup 1x15 cc

13-10-2017

S Demam (+), nyeri saat buang air kecil.


P Td : 120/80 mmhg

HR: 80x/menit

RR: 20x/menit

Suhu : 37°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (-) sinistra


A Post URS hari ke 3, urosepsis
P - Dr. Ommy Sp.PD

 Merosan 3x1gr

 Nocid 3x1

 Tranexid stop
 Kultur urine

 Kultur darah

 Cek DL, Ur,Cr

14-10-2017

S Demam (+), meriang (+), nyeri kalau kencing


O Td : 120/80 mmhg

HR: 80x/menit

RR: 20x/menit

Suhu : 38,5°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (-) sinistra


A Post URS hari ke 4, urosepsis
P - Dr. Elya Sp.An

 Extra RL 250 cc

 Kompres air hangat di daerah perut bawah

 Farmadol infus 1 flash/ 8jam

 Mobilisasi

- dr. Nunuk Sp.PD

 RL 20 tpm
 Merosan 3x1

 Farmadol 3x1

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN


Hb 11,1 g/dl
Ht 33,5%
MCV 84
MCH 28,0
MCHC 33,1
Leukosit 34.800
Eosinofil 0,1
Basofil 0,2
Neutrofil 94,2
Lymphosit 2,8
Monosit 3,4
Trombosit 193.000
PDW 7,8
MPV 8,6
P-LCR 17,0
PCI 0,17

pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


ureum 22 15-40
kreatinin 1,2 0,7-1,2

15-10-2017

S Demam, sangat nyeri saat buang air kecil, susah tidur


O Td : 120/80 mmhg

HR: 80x/menit

RR: 20x/menit

Suhu : 38°C

Status generalis : dalam keadaan normal


Nyeri ketok CVA (-) sinistra
A Post URS hari ke 5, urosepsis
P - dr. Elya Sp.An

 Tradosik 1 ampl dalam NS 100cc habis dalam 1 jam

 Inj farmadol infus/ 8jam

 Xanax malam 1x0,5mg

- dr. Ommy Sp.PD

 Merosan 3x1

 Menunggu hasil kultur urin dan kultur darah

16-10-2017

S Buang air kecil masih nyeri dan menetes, demam (+)


O Td : 120/80 mmhg

HR: 80x/menit

RR: 20x/menit

Suhu : 37°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (-) sinistra


A Post URS hari ke 6, urosepsis
P - dr. Pandu Sp.U

 Tambahan antibiotik monuril 1x3gr

 Urinter 2x1

- dr. Ommy Sp.PD

 Merosan 3x 1gr
 Farmadol 3x1

17-10-2017

S Susah buang air kecil, demam (-)


O Td : 120/80 mmhg

HR: 80x/menit

RR: 20x/menit

Suhu : 36,5°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (-) sinistra


A Post URS hari ke 7, urosepsis
P Dr. Pandu Sp.U

 USG urologi

 Thx lanjut

- Urinter 2x1

- Monuril 1x 3gr

- Merosan 3x 1gr

- Farmadol 3x1 infus

17-10-2017

hasil kultur urin

HASIL SARAN
Pesudomonas sp terisolasi 10.500 Piperacillin atau tobactam HD

cfu/ml dari spesimen urin.


Cefurexime (R)

Cefotaxime (R)

Aztreaonam (R)

Meropenem (R)

Ciprofloxacin (R)

Cefadroxil (R)

Cefepime (R)

Penisilin G (R)

Amoxilin (R)

18-10-2017

S Demam (-), nyeri BAK (+)


O Td : 140/80 mmhg

HR: 80x/menit

RR: 20x/menit

Suhu : 36,5°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (-) sinistra


A Post URS hari ke 8, Urosepsis
P Dr. Pandu Sp.U

 Cek DL, bila leukosit >11.000 ganti antibiotik dengan tazocin 3x1

ampl dalam NS 100cc


 Farmadol stop, bila nyeri berikan tradosik 1x 1 ampl

 Urinter 2x1

Dr. Ommy Sp.PD

 merosan ganti amikasin 250mg/ 8 jam dalam NS 50cc

PEMERIKSAAN HASIL
Hb 12,1 g/dl
Ht 37,5%
MCV 82
MCH 27,2
MCHC 33,2
Leukosit 15.800
Eosinofil 0,4
Basofil 0,3
Neutrofil 79,2
Lymphosit 13,2
Monosit 3,4
Trombosit 325.000
PDW 8,5
MPV 8,6
P-LCR 17,0
PCI 0,17

19-10-2017

S BAK nyeri tapi tidak senyeri sebelumnya, demam (-)


O Td : 120/80 mmhg

HR: 80x/menit

RR: 20x/menit
Suhu : 36,5°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (-) sinistra


A Post URS hari ke 9, urosepsis perbaikan
P Dr. Pandu Sp.U

 Tazocin 3x1 ampl dalam NS 100cc

 Tradosik 1x1 ampl bila nyeri saja

 Vesicar 1x5mg

 Urinter 2x1

Dr. Ommy Sp.SP

 Amikasin 250mg/ 8 jam dalam NS 50cc

20-10-2017

S Nyeri saat BAK (+) tapi tidak senyeri sebelumnya, demam (-)
O Td : 120/80 mmhg

HR: 80x/menit

RR: 20x/menit

Suhu : 36,5°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (-) sinistra


A Post URS hari ke 10, urosepsis perbaikan
P Dr. Pandu Sp.U
 Tazocin 3x1 ampl dalam NS 100cc

 Tradosik 1x1 ampl bila nyeri saja

 Vesicar 1x5mg

 Urinter 2x1

Dr. Ommy Sp.SP

 Amikasin 250mg/ 8 jam dalam NS 50cc

21-10-2017

S Tidak ada keluhan


O Td : 120/80 mmhg

HR: 80x/menit

RR: 20x/menit

Suhu : 36,5°C

Status generalis : dalam keadaan normal

Nyeri ketok CVA (-) sinistra


A Urosepsis perbaikan
P Boleh pulang

Terapi pulang

 Monuril 1x3gr
 Sanmol 3x1

 Harnal ocas 1x1

Anda mungkin juga menyukai