Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS BEDAH

“SEORANG LAKI-LAKI USIA 68 TAHUN DENGAN BENIGN PROSTAT


HIPERPLASIA”

Disusun Oleh:

dr. Nissa Abiyya Ihwanah

Pendamping:

dr. Nia Tri Mulyani

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SITI AMINAH BUMIAYU
KABUPATEN BREBES
JAWA TENGAH

2021
LEMBAR PENGESAHAN

PORTOFOLIO KASUS BEDAH


“SEORANG LAKI-LAKI USIA 68 TAHUN DENGAN BENIGN PROSTAT
HIPERPLASIA”

Oleh:
dr. Nissa Abiyya Ihwanah

Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia
di RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu, Kabupaten Brebes.

Periode Februari 2021 - November 2021

Disetujui dan disahkan


Pada Tanggal, Mei 2021

Mengetahui,
Pendamping Internship

dr Nia Tri Mulyani


BAB I
PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Nissa Abiyya Ihwanah
Nama Wahana : RSU Muhammadiyah Siti Aminah, Bumiayu, Brebes
Topik : Benign Prostat Hiperplasia
Tanggal (kasus) : Mei 2021 Presenter : dr. Nissa Abiyya Ihwanah
Nama Pasien : Tn. L No. RM : 00 18 47 22
Tanggal Presentasi : Pendamping :

dr. Nia Tri Mulyani


Tempat Presentasi : R.Aula RSU Muhammadiyah Siti Aminah, Bumiayu, Brebes Obyektif
Presentasi :
 Keilmuan   Ketrampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka 

 Diagnostik   Manajemen   Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa   Lansia  Bumil


 Deskripsi :
Seorang pria usia 68 tahun datang ke Poli RS dengan keluhan BAK tidak lancar dan tidak
lampias sejak 2 bulan terakhir.
 Tujuan :
Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen pasien dengan BPH
Bahan bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus   Audit
Cara membahas  Diskusi  Presentasi  E-mail Pos dan diskusi
Data pasien : Nama : Tn.L No CM : 00 18 47 22

Nama RS : RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu Telp : (0289) 432209

Data utama untuk bahan diskusi :


1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
Seorang pria usia 68 tahun datang ke poli RS dengan keluhan BAK tidak lancar dan
tidak lampias yang dirasakan 2 bulan terakhir. Urine keluar tidak memancar lancar,
lancar bila dibantu mengejan. Terkadang BAK menetes. BAK nyeri (-) panas (-)
berdarah (-) warna kuning tidak keruh. BAB normal. Pusing (-) demam (-) mual (-)
muntah (-) sesak napas (-) batuk (-) nyeri perut (-) nyeri pinggang (-) badan lemas,
kesemutan (-) riwayat jatuh sebelumnya (-).
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien belum pernah merasakan keluhan serupa seperti sekarang.
- Pasien memiliki riwayat penyakit kencing manis
- Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit OA sendi lutut
- Riwayat penyakit ginjal disangkal
- Riwayat penyakit batu ginjal disangkal
- Riwayat Alergi disangkal

3. Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah periksa atau diobati sebelumnya. Namun belum dilakukan tindakan operasi
dan tidak sedang pengobatan penyakit yang lain.
4. Riwayat keluarga :
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat keluarga dengan penyakit tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat keluarga dengan kencing manis disangkal
Riwayat keluarga dengan alergi disangkal
Riwayat keluarga dengan keganasan disangkal
5. Riwayat Sosial ekonomi:
Pasien saat ini bekerja sebagai petani. Pasien memiliki anak yang sudah menikah. Pasien
dirumah tinggal berdua bersama istri. Pembiayaan menggunakan BPJS non PBI.
Kesan social ekonomi cukup

6. Lain-lain:
riwayat makan dan minum teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol atau
obat-obatan tertentu.

PEMERIKSAAN FISIK :
 Keadaan umum : baik
 Kesadaran : compos mentis
 Vital signs
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 100 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu tubuh : 36,7 ° C per aksilla
Kepala : normosefal,
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edem palpebra (-/-)
Mulut / Hidung: mukosa mulut kering (-), sianosis sentral (-), nafas cuping hidung (-),
discharge (-)
Leher : limfonodi tak teraba, JVP tidak meningkat, deviasi trakea (-)
Thoraks :
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis di SIC V midclavicula sinistra
Perkusi : batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru
Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri normal
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : , supel, sejajar dinding dada, distensi (-) turgor baik, asites (-),
massa (-), spider naevi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (+) pada regio surapubic, lien dan hepar tidak teraba,
defans muskuler (-) nyeri ketok costo vertebrae (-)
Ekstremitas
- Edema :(-/-/-/-)
- Akral dingin : (-/-/-/-)
- Capillary refill : 1-2 detik,

 PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium (8/03/2021)
Hemoglobin : 13,8 mg/dl (↓)
Leukosit : 5800/ul
Hematokrit : 35,6 (↓)
Trombosit : 229.000/ul
Waktu perdarahan (BT) : 4
Waktu pembekuan (CT) : 13
Ureum : 31,8
Creatinin 1,21 (↑)
Glukosa darah sewaktu: 197 (↑)
HbsAg: non reaktif
Kalium: 3,9
Natrium: 144,8
Clorida : 103,0
Kalsium 1,35
Rontgent Polos Abdomen :
Nefrolithiasis sinistra multiple, ukuran terbesar 2,2x1,5 cm
Ultrasonografi:
Hiperplasia prostat
Elektrocardiografi:
Normal sinus rythem

 DIAGNOSIS
BPH
LUTS
Nefrolithiasis sinistra
Diabetes melitus
 TERAPI
- IVFD RL 1500cc/24j
- Inj Ceftriaxone 2x1gr
- Pasang DC
- Pro tindakan TURP
Daftar Pustaka :
1. Hardjowijoto S, Taher A, Poernomo Basuki B, Umbas R, Sugandi S, Rahardjo D, et al.
Panduan penatalaksanaan (guideline) benign prostatic hyperplasia di Indonesia. 2003.
2. Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah,
EGC, Jakarta, 1997; 1058-64.
3. Biddulth. 2016. Pemilihan Modalitas Pemeriksaan Radiologi untuk Diagnosis Benign
Prostatic Hyperplasia. CDK-241/ vol. 43 no. 6
Hasil pembelajaran :
1. Mengetahui definisi BPH
2. Mengetahui etiologi dan klasifikasi BPH
3. Mengetahui faktor risiko BPH
4. Mengetahui manifestasi klinis BPH
5. Mengetahui cara penegakan diagnosis BPH
6. Mengetahui penatalaksaan BPH

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif:
- Seorang pria usia 68 tahun datang ke poli RS dengan keluhan BAK tidak lancar dan
tidak lampias yang dirasakan 2 bulan terakhir.
- Urine keluar tidak memancar lancar, lancar bila dibantu mengejan.
- Terkadang BAK menetes.
- BAK nyeri (-) panas (-) berdarah (-) warna kuning tidak keruh.
- BAB normal. Pusing (-) demam (-) mual (-) muntah (-)
- sesak napas (-) batuk (-)
- nyeri perut (-) nyeri pinggang (-)
- badan lemas (-)kesemutan (-) riwayat jatuh sebelumnya (-).

2. Obyektif:
Dari pemeriksaan fisik ditemukan:
 Keadaan umum : baik
compos mentis,
Vital signs: Tekanan darah120/80 , Nadi100 x/menit, Frekuensi napas 20 x/menit , Suhu
tubuh 36,7 ° C
Kepala, Thoraks dalam batas normal.
Abdomen massa (-) bising usus (+) normal,
nyeri tekan (+) pada regio surapubic,nyeri ketok costovertebrae (-)
Ekstremitas
Capillary refill : 1-2 detik

Dari pemeriksaan penunjang:


 Laboratorium:
Hemoglobin 13,8 mg/dl (↓)
Hematokrit 35,6 (↓)
Creatinin 1,21 (↑)
Glukosa darah sewaktu: 197 (↑)
 Rontgent Polos Abdomen
Nefrolithiasis sinistra multiple, ukuran terbesar 2,2x1,5 cm
 Ultrasonografi:
Hiperplasia prostat
3. Assesment
BPH
LUTS
Nefrolitiasis sinistra
Diebetes Melitus
4. Planning
Terapi
- IVFD RL 1500cc/24j
- Inj Ceftriaxone 2x1gr
- Pasang DC
- Pro tindakan TURP

Edukasi
Edukasi tentang penyakit yang di derita oleh pasien, penyebab penyakit tersebut dan faktor
risiko yang menyebabkan penyakit tersebut memberat, pasien mengalami penyakit
pembesaran kelenjar prostat yang bisa menghalangi jalan urine untuk keluar dari yang
sebagian hingga total, jika BAK tidak lancar bisa resiko terkena infeksi saluran kemih,
tindakan untuk mengobati penyakit asien tesebut adalah tindakan operasi dengan metode
TURP dengan diperlukan tindakan pembiusan jalur spinal/tulang belakang, sebelum
tindakan pasien perlu dipuasakan untuk mencegah adanya aspirasi, dan hambatan saluran
cerna karena efek pembiusan.

Hasil Follow Up

18 Maret 2021
Subjektif :
Nyeri post OP terasa seperti terbakar, kaki belum bisa digerakkan, kentut (-) BAB (-) pusing (-)
mual (-) muntah (-) sesak napas (-).

Objektif :
KU/Kes : baik/CM
Vital sign : TD: 135/90 mmHg, Nadi : 80x/m, RR: 20x/m, Suhu 36,7 ,
Terpasang DC, cairan irigasi berwarna merah pekat.

Assessment :
Post Op TURP hr-0

Planning :
- IVFD RL 1500cc/24j
- Inj Ceftriaxone 2x1gr
- Tramadol drip 1x24j
- Irigasi VU dengan NaCl 0,9%
- PO
- Asam mefenamat 3x500mg
- Asam tranexamat 3x500mg
19 Maret 2021
Subjektif :
Nyeri post op berkurang, kentut (+), BAB (-) pusing, mual, muntah (-) kaki dapat digerakkan,
batuk (+)

Objektif :
KU/Kes : baik/CM
Vital sign : TD: 128/90 mmHg, Nadi : 94x/m, RR: 18x/m, Suhu 36,6
Terpasang DC, cairan irigasi berwarna merah samar-samar

Assessment :
Post op TURP hr 1

Planning :
- IVFD RL 1500cc/24j
- Inj Ceftriaxone 2x1gr
- Tramadol drip 1x24j
- Irigasi VU dengan NaCl 0,9%
- PO
- Asam mefenamat 3x500mg
- Asam tranexamat 3x500mg
- OBH Syr 3x1C
- Edukasi bisa latihan miring kanan kiri

20 Maret 2021
Subjektif :
Nyeri post op berkurang, kentut (+), BAB (+) pusing, mual, muntah (-) kaki dapat digerakkan,
batuk berkurang.

Objektif :
KU/Kes : baik/CM
Vital sign : TD: 128/63 mmHg, Nadi : 80x/m, RR: 18x/m, Suhu 36,7
Terpasang DC, cairan irigasi berwarna jernih
Assessment :
Post Op TUR hr 2

Planning :
- Infus stop
- Terapi PO
- Cefixime 2x200mg
- Asam mefenamat 3x500mg
- Asam tranexamat 3x500mg
- Prostatin 0-0-1
21 Maret 2021
Subjektif :
Nyeri post op (-) , kentut (+), BAB (+) pusing, mual, muntah (-) kaki dapat digerakkan, batuk(-).

Objektif :
KU/Kes : baik/CM
Vital sign : TD: 120/80 mmHg, Nadi : 70x/m, RR: 16x/m, Suhu 36,7
Terpasang DC, cairan irigasi berwarna jernih

Assessment :
Post Op TUR hr 2

Planning :
- BLPL dengan DC
- Infus stop
- Terapi PO dilanjutkan
- Cefixime 2x200mg
- Asam mefenamat 3x500mg
- Asam tranexamat 3x500mg
- Prostatin 0-0-1
- Ssucralfat syr 2x20mg
- Ondancetron 3x4mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN DIAGNOSA DAN TATALAKSANA KASUS BPH

1. Pengertian Hiperplasia prostat jinak atau dikenal dengan istilah BPH (Benign Prostatic
(Definisi) Hyperplasia) adalah keadaan yang umum ditemukan pada laki-laki berusia
di atas 50 tahun. BPH ditandai dengan hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel
epitelial prostat, sehingga terjadi pembesaran volume prostat regio
periuretral, sering pada zona transisional prostat; sedangkan pada zona
perifer lebih sering ditemukan keganasan.1

2. Anatomi Prostat adalah suatu kelenjar aksesoris kelamin terbesar pada pria
Prostat berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsula fibromuskuler. Posisi
kelenjar prostat terletak di bawah orifisium uretra internum pada rongga
pelvis, inferior dari batas bawah simfisis pubis, di atas diafragma
urogenital, anterior dari rektum. Prostat berbentuk seperti buah kenari
dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram. Prostat
terletak di retroperitoneal, melingkari bladder neck dan uretra.Kelenjar
prostat dibagi atas 4 zona:1,2
1. Zona perifer, merupakan 70 % dari bagian prostat yang glandular,
membentuk bagian lateral dan posterior atau dorsal organ ini. Secara
skematik zona ini dapat digambarkan seperti suatu corong yang bagian
distalnya terdiri dari apeks prostat dan bagian atasnya terbuka untuk
menerima bagian distal zona sentral yang berbentuk baji. Saluran-
saluran dari zona perifer ini bermuara di uretra distal.
2. Zona sentral, merupakan 25 % dari bagian prostat yang glandular,
dikenal sebagai jaringan kelenjar berbentuk baji sekeliling duktus
ejakulatorius dengan apeksnya pada verumontanum dan basisnya pada
leher buli-buli. Saluran-salurannya juga bermuara pada uretra prostatika
bagian distal. Zona sentral dan perifer membentuk suatu corong yang
berisikan segmen uretra proksimal dan bagian ventralnya tidak lengkap
tertutup, tetapi dihubungkan oleh stroma fibromuskuler.
3. Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang
terkecil (5%), terletak tepat pada batas distal sfingter preprostatik yang
berbentuk silinder dan dibentuk oleh bagian proksimal uretra.
4. Zona transisional dan kelenjar periuretral bersama-sama kadang disebut
sebagai kelenjar preprostatik.
3. Etiologi Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya
ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel
stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis),
dan (5) Teori Stem sel.3,4
1. Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari
testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan
koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor
androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel
selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat.
2. Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone
relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat
berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan
jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan
ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat
rangsangan testosterone menurun, tetapi sel – sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih
besar.
3. Interaksi stroma epitel
diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator (growth factor)
tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis
kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju
proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat
yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat.
Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel
karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel
kelenjar prostat.
5. Teori stem cell
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada
kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada
hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat.
Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya tidak
tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel
transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan
adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan
prostat yang normal.

4. Patofisiologi Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,


sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron,
yang di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi
metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α
reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-
RNA di dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth
factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.2
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-
buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi
yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh
pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau
lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatimus.
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-
buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter
atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke
dalam gagal ginjal.3,4,5

5. Manifestasi Tidak semua BPH menimbulkan gejala. Sebuah penelitian pada pria berusia
Klinis diatas 40 tahun, sesuai dengan usianya, sekitar 50% mengalami hiperplasia
kelenjar prostat secara histopatlogis. Dari jumlah tersebut, 30-50%
mengalami LUTS, yang juga dapat disebabkan oleh kondisi lain. 4
Gejala saluran kemih bagian bawah (LUTS) dibagi atas gejala obstruktif
(hesitansi, pancaran melemah, mengejan, pemanjangan waktu berkemih),
gejala iritiatif (inkontinensia urgensi dan berkemih dengan jumlah sedikit),
serta gejala post miksi (menetes setelah berkemih, berkemih terasa tidak
tuntas). Hampir seluruh pasien datang dengan kombinasi dari gejala iritatif,
urgensi dan post miksi . Sebanyak 90% pria berusia di antara 45 dan 80
tahun menderita gejala saluran kemih bagian bawah Keluhan ini yang
seringkali membawa penderita untuk berobat ke rumah sakit. Derajat LUTS
dapat dinilai dengan menggunakan International Prostate Symptom Score
(IPSS) yang telah digunakan sejak tahun 1992. Sistim skor yang
dikembangkan oleh American Urological, merupakan kuisioner yang paling
sering digunakan. Telah dilaporkan bahwa IPSS merupakan metode yang
dapat dipercaya dan cukup sederhana, di mana tidak dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan sosial demografi. Anamnesa yang lengkap dan
mendalam dilakukan untuk menyingkirkan etiologi penyebab yang lain
seperti ISK, neurogenik bladder, striktur uretra, kanker prostat dan lain lain.
sistem skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring
System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological
Association (AUA). Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta
untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan
skala 0-5.
Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-
35berat.5,6,7
Score di (gambar 1).
6. Pemeriksaan Pemeriksaan fisik berupa colok dubur dan pemeriksaan neurologis
Fisik dilakukan pada semua penderita. Yang dinilai pada colok dubur adalah
ukuran dan konsistensi prostat. Pada pasien BPH, umumnya prostat teraba
licin dan kenyal. Ukuran prostat pada pemeriksaan colok dubur memiliki
korelasi yang kurang terhadap timbulnya gejala, karena lobus medial
kurang atau tidak teraba. Apabila didapatkan indurasi pada perabaan,
waspada adanya proses keganasan, sehingga memerlukan evaluasi yang
lebih lanjut berupa Prostat Spesific Antigen (PSA) dan ultrasonografi
transrectal dan biopsi.1,4
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium : 4
Penunjang
a. Sedimen urin : Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit,
leukosit, bakteri, protein atau glukosa.
b. Kultur urin, Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan
sekaligus menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa
antimikroba yang diujikan
c. Faal ginjal, Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai
saluran kemih bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna
untuk insufisiensi ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid
residu (PVR) yang tinggi.
d. Gula darah, Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus
yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-
buli neurogenik)

2. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)

Jika curiga adanya keganasan prostat4

3. Pemeriksaan Patologi Anatomi

BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel


dan stroma di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi
halus-otot hampir murni, meskipun kebanyakan menunjukkan
pola fibroadenomyomatous hyperplasia.2

4. Pencitraan
Untuk pengukuran volume prostat, modalitas yang cukup
berperan adalah ultrasonografi, CT scan, atau MRI. Foto polos
abdomen tidak banyak memberikan informasi, walaupun
beberapa keadaan seperti adenoma prostat dapat disertai
komponen kalsifikasi, sehingga dapat terlihat pada foto polos
abdomen. Kalsifikasi terletak di sisi belakang simfisis pubis atau
sedikit di atas simfisis pubis. Ekstensi kalsifikasi di atas simfisis
pubis merupakan salah satu tanda pembesaran prostat.3
USG Modalitas radiologi yang dapat menghitung volume
prostat serta menentukan pembesaran prostat dan komplikasinya
adalah USG, CT scan, dan MRI. USG cukup banyak
digunakan.3
Pemeriksaan USG untuk mengevaluasi morfologi prostat
serta ukuran volume prostat dapat secara transabdominal dan
transrektal. USG transabdominal menggunakan transmisi
gelombang ultrasonik melalui dinding abdomen untuk melihat
organ-organ dalam, termasuk kelenjar prostat. USG
transabdominal dan transrektal dapat memberikan informasi
signifikan pembesaran prostat, adanya batu buli-buli, serta
residu urin.1,3
USG transabdominal memerlukan pengisian buli-buli
yang cukup sebagai acoustic window. Terdapat korelasi kuat
pengukuran volume buli menggunakan transabdominal dan
transrektal pada volume buli kurang dari 400 mL.3
Transduser curve frekuensi 2,5 – 5 MHz yang diletakkan
di supra simfisis serta menyudut ke arah kaudal dapat
memvisualisasikan kelenjar prostat. Gambar diambil pada
potongan transversal dan longitudinal.
USG Transabdominal dan Transrektal Pada volume buli
kurang dari 400 mL, pengukuran volume prostat menggunakan
USG transabdominal dan transrektal berkorelasi cukup tinggi.13
Pengukuran volume prostat dengan USG transabdominal pada
kapasitas kandung kemih antara 100 – 200 mL dengan ketepatan
yang mendekati USG transrektal. USG transabdominal
memerlukan persiapan isi kandung kemih yang cukup agar dapat
menjadi acoustic window, sehingga penetrasi gelombang dapat
mencapai kelenjar prostat. Kelenjar prostat terletak di dasar buli,
anterior rektum. Transduser curve dengan frekuensi 3,5 sampai
dengan 5 MHz diletakkan pada regio suprapubis dengan posisi
transversal dan longitudinal.
Penggunaan USG transrektal (TRUS) pertama kali
diperkenalkan oleh Watanabe, dkk. TRUS dapat mengevaluasi
anatomi serta menghitung volume kelenjar prostat secara akurat
pada penderita BPH yang akan menjalani terapi bedah atau
minimal invasif. Perhitungan volume prostat dengan TRUS
menggunakan proyeksi sagital dan transversal, sama seperti
dengan USG transabdominal. Pemeriksaan menggunakan
transduser khusus frekuensi 6 s/d 10 MHz. Frekuensi lebih
rendah, maka kemampuan gelombang untuk penetrasi jaringan
akan lebih dalam, namun resolusi gambar rendah.4,5

5. Residual urin : Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan
kateterisasi/USG setelah miksi.6,7
6. Pancaran urin/flow rate : Dengan menghitung jumlah urine dibagi
dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat
uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran
yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran
urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-
void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam
kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum
menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan
pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan
sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes dan
sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.7,8

8. Penatalaksanaan Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah (1)


memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup,
(3) mengurangi obstruksi infravesika, (4) mengembalikan fungsi
ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu
urin setelah miksi, dan (6) mencegah progesifitas penyakit. Hal
ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.
1. Watchfull waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH
dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan
yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien
tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi
penjelasan mengenai suatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan
konsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam,
(2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang
mengiritasi buli-buli, (3) batasi penggunaan obat-
obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin,
(4) kurangi makanan pedas dan asin, serta (5) jangan
menahan kencing terlalu lama. Secara periodik
pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik, disamping itu
dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin,
atau uroflowmetri.2,4
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk:
(1) mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai
komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika
dengan obat-obatan dengan penghambat adrenergik
alfa dan (2) mengurangi volume prostat sebagai
komponen statik dengan cara menurunkan kadar
hormon testosteron/dihidrotestosteron (DHT) melalui
penghambat 5α-reduktase. Selain kedua cara tersebut,
banyak terapi dengan menggunakan fitofarmaka yang
mekanisme kerjanya masih belum jelas.1,2
3. Operasi Pembedahan terbuka
Beberapa macam teknik operasi prostatektomi
terbuka adalah metode dari Millin yaitu melakukan
enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan
retropubik infravesika, Freyer melalui pendekatan
suprapubik transvesika, atau transperineal.
Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling
tua yang masih banyak dikerjakan saat ini, paling
invasif, dan paling efisien sebagai terapi BPH.
Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui
pendekatan suprapubik transvesikal atau retropubik
infravesikal.8
komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan dengan penghambat
adrenergik alfa dan (2) mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik dengan cara menurunkan
kadar hormon testosteron/dihidrotestosteron (DHT)
melalui penghambat 5α-reduktase. Selain kedua cara
tersebut, banyak terapi dengan menggunakan
fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum
jelas.5,6,7
4. TURP
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra
dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas)
agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan
tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan
adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan
agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi.
Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup
murah yaitu H2O steril (aquades).
Pada hiperplasi prostat yang tidak begitu besar,
tanpa ada pembesaran lobus medius, dan pada pasien
yang umurnya masih muda hanya diperlukan insisi
kelenjar prostat atau TUIP (Transurethral incision of
the prostate) atau insisi leher buli-buli atau BNI
(Bladder Neck Incision). Sebelum melakukan
tindakan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya
karsinoma prostat dengan melakukan colok dubur,
melakukan pemeriksaan ultrasonografi transrektal,
dan pengukuran kadar PSA.7,8
5. Elektrovaporisasi prostat
Cara elektrovaporisasi prostat adalah sama dengan
TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball
yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup
kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar
prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak
menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan masa
rawat di rumah sakit lebih singkat.
Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada
prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan
membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.6
6. Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika
untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran
prostat. Stent ini dipasang intraluminal di antara leher
buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum
sehingga urin dapat leluasa melwati lumen uretra
prostatika. Stent dapat dipasang secara temporer atau
permanen. Alat ini dipasang dan dilepas kembali
secara endoskopi. Pemasangan alat ini diperuntukkan
bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi
karena risiko pembedahan yang cukup tinggi.
Seringkali stent dapat terlepas dari insersinya di
uretra posterior atau mengalami enkrustasi.5

7. Kontrol berkala Setiap pasien hiperplasia prostat


yang telah mendapatkan pengobatan perlu kontrol
secara teratur untuk mengetahui perkembangan
penyakitnya. Jadwal kontrol tergantung pada
tindakan apa yang sudah dijalani. Pasien yang hanya
mendapatkan pengawasan dianjurkan kontrol setelah
6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui
apakah terjadi perbaikan klinis. Penilaian dilakukan
dengan pemeriksaan skor IPSS, uroflowmetri, dan
residu urin pasca miksi. Setelah pembedahan, pasien
harus menjalani kontrol paling lambat 6 minggu
pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya penyulit. Kontrol selanjutnya setelah 3
bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi. Pasien
yang mendapat terapi invasfi minimal harus
menjalani kontrol secara teratur dalam jangka waktu
lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan
setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi
invasif minimal, selain dilakukan penilaian terhadap
skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urin.7,8

9. Komplikasi a. Retensi urine akut – ketidak mampuan untuk


mengeluarkan urin, distensi kandung kemih, nyeri
suprapubik
b. Retensi urine kronik –residu urin > 500ml, pancaran
lemah, buli teraba, tidak nyeri
c. Infeksi traktus urinaria
d. Batu buli
e. Hematuri
f. Inkontinensia-urgensi
g. Hidroureter
h. Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal
i. Divertikulosis buli-buli.1,2
Daftar Pustaka

4. Hardjowijoto S, Taher A, Poernomo Basuki B, Umbas R, Sugandi S, Rahardjo D, et al.


Panduan penatalaksanaan (guideline) benign prostatic hyperplasia di Indonesia. 2003.
5. Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, EGC,
Jakarta, 1997; 1058-64.
6. Biddulth. 2016. Pemilihan Modalitas Pemeriksaan Radiologi untuk Diagnosis Benign
Prostatic Hyperplasia. CDK-241/ vol. 43 no. 6.
7. Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Binarupa aksara,
Jakarta ; 161-703.
8. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Edition.
Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005.
9. Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam: Kapita
selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-344.
10. Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran Prostat
Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.5.
11. Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.
Lampiran 1

Gambar 1
PASIEN 68 TAHUN DENGAN BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA

Nissa Abiyya Ihwanah

Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu

ABSTRAK

Latar Belakang: Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pada laki-laki yang berbentuk seperti
kacang kenari, kelenjarprostat terletak di dasar kandung kemih dan mengelilingi uretraposterior, salah
satu gangguan pada prostat adalah terjadinya pembesaran yang lazimnya terjadi pada pria di atas
50 tahun. Pembesaran kelenjar prostatdapat mengganggu mekanisme normal buang air kecil. Di
Indonesia BPH menjadi penyakit urutan ke dua setelah penyakit batu saluran kemih, dan secara
umumdiperkirakan hampir 50% pria Indonesia menderita BPH, jika dilihat dari 200 juta lebih rakyat
Indonesia maka dapat di perkirakan sekitar 2,5 juta pria yang berumur lebih dari 60 tahun menderita
BPH.

Kasus: Seorang pria 68 tahun datang ke poli RS dengan keluhan BAK tidak lancar dan tidak lampias
yang dirasakan 2 bulan terakhir. Urine keluar tidak memancar lancar, lancar bila dibantu mengejan.
Terkadang BAK menetes. Berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi yang telah dilakukan terdapat
pembesaran keenjar prostat. Kemudian dilakukan pemasangan DC dan rencana dilakukan tindakan
Transurethral resection of the prostate (TURP).

Diskusi: Hiperplasia prostat jinak atau dikenal dengan istilah BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) adalah
keadaan yang umum ditemukan pada laki-laki berusia di atas 50 tahun. BPH ditandai dengan
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitelial prostat, sehingga terjadi pembesaran volume prostat
regio periuretral, sering pada zona transisional prostat; sedangkan pada zona perifer lebih sering
ditemukan keganasan. Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron. Tujuan
terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas
hidup, (3) mengurangi obstruksi infravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5)
mengurangi volume residu urin setelah miksi, dan (6) mencegah progesifitas penyakit. Hal ini dapat
dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Kata Kunci: BPH, Benign Prostat Hiperplasia

Anda mungkin juga menyukai