“HIPERKALEMI”
Disusun Oleh:
dr. Muhammad Diastika Bakhtiar
Pendamping:
dr. Nia Tri Mulyani
Anamnesis:
Nama : Ny S
Umur : 56 tahun
Tanggal (kasus) : 27 Maret 2021
Topik : Kegawatdaruratan
Departemen : Medik
Dokter Pembimbing : dr. Nia Tri Mulyani Presenter: dr. Muhammad Diastika B
Keluhan Utama : Sesak nafas
ANAMNESIS
ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem saraf pusat : pusing (-), nyeri kepala (-)
b. Sistem integumentum : tampak pucat
2
c. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
d. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB sedikit
e. Sistem urinaria : BAK sedikit
f. Sistem respiratori : sesak nafas (+), batuk (-)
g. Sistem kardiovascular : berdebar-debar (-) dada terkadang nyeri, kedua kaki
bengkak, perut tampak membesar
PRIMARY SURVEY
a. Aiway : Jalan nafas clear, tidak ada sumbatan, berbicara lancar
Look : Jejas (-) pergerakan dada simetris, ketinggalan gerak (-)
Listen : Vesikuler thorax normal
Feel : Letak trachea tidak bergeser
b. Breathing : Nampak sesak, frekuensi nafas 24x/m
c. Circulation : TD: 157/85, denyut nadi 73 x/m
PEMERIKSAAN FISIK :
Kesan umum : Sesak nafas
Kesadaran : Compos mentis , E4V5M6
Vital sign : Tekanan darah : 157/85 mmHg
RR : 24x/menit, SpO2 90% free air
Nadi : 73 x /menit
Suhu : 37,1 C
Pemeriksaan kepala :
- Mata : pupil : isokor 3mm/3mm
CA (+/+), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : secret (-), perdarahan (-)
- Hidung : secret (-), epistaksis (-)
Pemeriksaan leher :
Kelenjar tiroid : tidak ditemukan pembengkakan
Kelenjar limfonodi : tidak ditemukan pembengkakan
3
Trachea : tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan thorax :
- Inspeksi : Jejas (-) pergerakan dada simetris, ketinggalan gerak (-) retraksi (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-) krepitasi (-)
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Vesikuler pulmo normal , wheezing (-), ronkhi (+) kedua lapang paru
Pemeriksaan abdomen :
- Inspeksi : Distensi (+), jejas (-) benjolan (-)
- Auskultasi : BU (+) dbn
- Perkusi : timpani-redup, shifting dullness (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), abdomen supel
Pemeriksaan genital dan regio inguinal :
- Pembesaran kelenjar limfe inguinal (-)
- Benjolan (-)
Pemeriksaan status lokalis urologi:
Regio Suprapubic:
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thorax PA
2. Darah Lengkap
3. EKG, GDS
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL
TATALAKSANA IGD
Farmakoterapi
Inf NaCl 10 tpm
Inf D40 2 flash
Inj Ketorolac 30 mg
Inj Ranitidine 50 mg
Inj Furosemide 40 mg
Inj Ca Glukonas 1 A
ISDN 5 mg PO
Konsul Sp. PD
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERKALEMIA
A. Definisi
Hiperkalemia adalah kondisi kadar kalium dalam darah di atas nilai batas atas,
yaitu pada umumnya melebihi 5,0-5,5 meq/L pada orang dewasa. Pada anak-anak,
kisaran batas atas beragam, tergantung dengan usia. Kelainan elektrolit ini sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal, diabetes mellitus, gagal jantung, dan pengguna obat
golongan renin-angiotensin-aldosterone system inhibitors (RAASi).
B. Etiologi
Etiologi hiperkalemia didasari oleh 3 hal, yaitu peningkatan asupan kalium,
gangguan distribusi kalium intrasel dan ekstrasel, ataupun gangguan ekskresi kalium.
Tiga hal yang mendasari hiperkalemia tersebut bisa didapat dari:
Gangguan sistem ekskresi ginjal yang diakibatkan oleh penurunan laju filtrasi
glomerulus atau penurunan sekresi pada tubulus distal nefron
Gangguan sistem renin angiotensin yang dipicu oleh efek hormon (seperti
aldosteron), atau akibat inhibisi secara farmakologis oleh obat
Defisiensi insulin
Asidosis
Kerusakan jaringan yang dapat melisiskan sel, seperti pada kasus luka bakar,
rhabdomyolisis, dan trauma
C. Faktor Resiko
Beberapa penyakit penyerta dan penggunaan obat dapat menginduksi
hiperkalemia. Pasien dengan riwayat gagal ginjal, diabetes, atau gagal jantung lebih
berisiko untuk terkena hiperkalemia. Obat obatan yang dapat memicu terjadinya
hiperkalemia antara lain captopril, ramipril, candesartan, mineralocorticoid receptor
antagonist (MRA), dan K+ sparing diuretic.
7
Gagal Ginjal
Gagal ginjal akut maupun kronik merupakan faktor risiko hiperkalemia karena dapat
menyebabkan gangguan sekresi kalium. Sebuah meta analisis menunjukkan bahwa risiko
hiperkalemia akan terkait dengan laju filtrasi glomerulus. Penurunan laju filtrasi
glomerulus hingga 15 ml/menit meningkatkan risiko terjadinya hiperkalemia hingga 2
kali lipat.
Diabetes Mellitus
Pasien dengan diabetes mellitus berisiko mengalami hiperkalemia karena keadaan
hipoaldosteronisme hiporeninemik yang berhubungan dengan berkurangnya kemampuan
untuk memindahkan kalium ke ruang intraseluler dan gangguan ekskresi ginjal.
Gagal Jantung
Pasien-pasien dengan gagal jantung mengalami peningkatan risiko hiperkalemia karena
penyakit itu sendiri, komorbiditas yang dimiliki, serta terapi yang dikonsumsi.
Obat Obatan
Berikut obat obatan yang dapat menginduksi hiperkalemia:
Mengganggu sinyal aldosteron: penyekat beta, obat antiinflamasi nonsteroid
(OAINS), Angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEI), angiotensin receptor
blocker (ARB), heparin, ketoconazole, spironolactone
Mengganggu reabsorbsi sodium distal: amilorid, triamterene, trimetoprim
Mempengaruhi perpindahan kalium dalam sel: agonis alfa, digoxin,
succinylcholine, isofluran, minoksidil, somatostatin, dan mannitol
Memiliki kandungan kalium yang tinggi: penicillin intravena
D. Patofisiologi
8
Fisiologi Homeostasis Kalium
Kalium (K+) merupakan kation yang paling banyak ditemukan di tubuh. Sebanyak 98%
kalium berada di intrasel, terutama pada sel otot, dan hanya 2% berada di ekstrasel.
Kalium pada umumnya dipertahankan dalam batas normal dengan kisaran yang sempit
melalui mekanisme homeostasis yang secara bergantian dan efisien mengatur distribusi
kalium antara kompartemen intrasel-ekstrasel dan ekskresi kalium. Pada kondisi
fisiologis, konsentrasi kalium intrasel mencapai 140 meq/L, sedangkan pada ekstrasel 4-5
meq/L. Distribusi kation ini diregulasi oleh Na-K-ATPase yang memompa K+ ke dalam
sel dan Na+ keluar sel dengan rasio 2:3 untuk mempertahankan potensi membran istirahat
yang berperan penting dalam pembentukan aksi potensial sel-sel otot.
Kalium terutama diekskresikan di ginjal (90%) dan hanya sebanyak 10% diekskresikan
pada saluran gastrointestinal. Gangguan pada distribusi kalium intrasel-ekstrasel atau
ekskresi kalium dapat menyebabkan hiperkalemia.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan gangguan distribusi internal kalium, yaitu
insufisiensi insulin, asidosis, katekolamin, dan hiperosmolaritas.
Insufisiensi insulin
Pada saat makan, insulin dikeluarkan untuk meregulasi glukosa. Setelah mengikat
reseptor pada permukaan sel, insulin menyebabkan penyisipan GLUT4 (transporter
glukosa tipe 4) yang memfasilitasi pengambilan glukosa dalam jaringan yang responsif
terhadap insulin dan juga meningkatkan aktivitas pompa Na-K-ATPase yang
meningkatkan pengambilan K ke dalam sel. Pada kondisi insufisiensi insulin, terjadi
penurunan aktivitas Na-K-ATPase, sehingga K akan lebih banyak di ekstrasel.
9
Katekolamin
Katekolamin dapat berperan juga dalam regulasi kalium internal. Katekolamin bekerja
pada reseptor beta 2 adrenergik dan alfa adrenergik.
Katekolamin yang bekerja pada reseptor beta 2 adrenergik akan meningkatkan aktivitas
Na-K-ATPase untuk mencegah konsentrasi kalium berlebih di ekstrasel. Penggunaan obat
yang menginhibisi reseptor ini, seperti penyekat beta, dapat meningkatkan konsentrasi
kalium ekstrasel.
Asidosis
Pada asidosis metabolik yang disebabkan oleh anion anorganik (asidosis mineral),
penurunan pH ekstraseluler akan menurunkan laju pertukaran ion natrium dan hidrogen,
dan menghambat laju masuknya kotransport natrium dan bikarbonat.
Hiperosmolaritas
Ketika osmolaritas ekstrasel meningkat akibat akumulasi dari osmoles, seperti glukosa,
mannitol, dan sukrosa, terjadi perpindahan komponen air dari kompartemen intrasel ke
kompartemen ekstrasel. Ketika air keluar, maka volume sel akan menurun dan kalium
menjadi lebih terkonsentrasi. Konsentrasi K+ intrasel yang lebih tinggi memicu untuk
terjadinya effluks ion kalium keluar sel menuruni gradien konsentrasi melalui kanal yang
permeabel.
10
Lisis sel
Pada kondisi terdapat kerusakan sel atau lisis sel yang ekstensif, seperti pada luka bakar
berat, rhabdomyolisis, lisis tumor, atau hemolisis, maka substansi yang ada di dalam sel
akan keluar, termasuk juga ion kalium. Akibat lisis sel ini, akan ada lebih banyak ion
kalium yang terdapat pada kompartemen ekstrasel.
Aldosteron
11
Selain itu, beberapa obat obatan yang dapat menginhibisi aldosterone, seperti captopril,
ramipril, candesartan, mineralocorticoid receptor antagonist (MRA), dan selective
aldosterone inhibitor dapat menginduksi hiperkalemia.
Gangguan Ginjal
Pasien gagal ginjal akut, seperti yang terjadi pada nekrosis tubular akut atau nefritis
interstitial, juga cenderung mengalami hiperkalemia. Tubulus distal dan duktus kolektivus
mengalami kerusakan sehingga tidak dapat mensekresi kalium.
12
E. Diagnosis
Diagnosis hiperkalemia ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan
temuan peningkatan kadar kalium dari pemeriksaan laboratorium. Hal yang
perlu diwaspadai dari kasus hiperkalemia adalah efek kardiovaskular, misalnya
aritmia.
Anamnesis
Gejala yang ditimbulkan oleh hiperkalemia sering tidak spesifik. Gejala yang
paling banyak dikeluhkan pasien hiperkalemia adalah kelemahan dan kelelahan.
Hiperkalemia juga dapat bermanifestasi sebagai keluhan pada sistem
kardiovaskular atau muskuloskeletal.
Riwayat penyakit ginjal, diabetes, kemoterapi, trauma mayor, atau nyeri otot
yang mengarah pada rhabdomyolisis dapat menjadi petunjuk tambahan
kecurigaan terhadap hiperkalemia. Terkadang pasien juga dapat mengeluhkan
kelumpuhan otot, sesak napas, palpitasi, atau nyeri dada. Pasien dapat juga
mengalami mual, muntah, dan parestesia.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan hal-hal yang bisa meningkatkan risiko
hiperkalemia, misalnya penggunaan obat-obatan tertentu, seperti heparin,
ketoconazole, atau spironolactone.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Elektrolit
Nilai referensi kadar kalium dalam darah adalah 3,5-5,0 meq/L. Jika kadar
kalium lebih dari 5,0-5,5 mEq/L maka diagnosis hiperkalemia dapat ditegakkan.
Elektrokardiografi (EKG)
14
Kelainan EKG klasik yang dapat ditemukan pada kasus hiperkalemia adalah
gelombang T yang tinggi yang merefleksikan penurunan ambang batas
depolarisasi cepat dan pemanjangan interval QT. Kemudian, akan terjadi
pemanjangan interval PR secara progresif, dan gelombang P akan menghilang,
bradikardia, dan QRS melebar.
Pada kasus yang lebih jarang, hiperkalemia dapat membentuk perubahan segmen
ST non-spesifik yang menyerupai sindroma Brugada. Pola EKG ini terjadi pada
pasien sakit kritis dengan hiperkalemia yang signifikan dan dapat dibedakan dari
sindrom Brugada genetik dengan tidak adanya gelombang P, pelebaran QRS,
atau sumbu QRS yang abnormal.
Fungsi Ginjal
Pemeriksaan Lain
Kadar glukosa: pada pasien dengan kecurigaan diabetes melitus atau riwayat
penyakit diabetes mellitus yang sudah diketahui
Kadar digoxin: jika pasien dalam pengobatan digitalis
Gas darah arteri atau vena: jika terdapat kecurigaan asidosis
Kadar kortisol dan aldosteron serum: untuk memeriksa defisiensi
mineralokortikoid ketika penyebab lain telah dieliminasi
Tes asam urat serum dan fosfor: untuk sindrom lisis tumor
Pengukuran serum kreatinin fosfokinase (CPK): untuk rhabdomyolysis
15
F. Diagnosis Banding
Pseudohiperkalemia
Hiperkalemia Kongenital
16
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hiperkalemia difokuskan terhadap tiga hal, yaitu
menangani abnormalitas konduksi jantung, meregulasi perpindahan kalium
ekstrasel ke intrasel, dan menginduksi ekskresi dari kalium.
Tujuan terapi ini adalah untuk menaikkan ambang batas depolarisasi dan
memulihkan perbedaan antara potensi istirahat dan potensi ambang batas
normal.
Kalsium intravena tidak menurunkan kadar kalium serum, tetapi terapi ini
diperlukan jika ada perubahan EKG akibat hiperkalemia untuk mencegah
aritmia.
17
Regulasi Perpindahan Kalium Ekstrasel ke Intrasel
Pergeseran kalium terjadi relatif cepat dan dapat dicapai melalui terapi
berikut:
18
Hemodialisis dan Dialisis Peritoneal
Dialisis diindikasikan pada pasien hiperkalemia dengan gangguan ginjal
berat, baik akut maupun kronis. Dibandingkan dengan dialisis peritoneal,
hemodialisis lebih banyak dipilih karena tingkat pembuangan kalium jauh
lebih cepat. Hemodialisis dapat menghilangkan 25 hingga 50 mEq kalium per
jam, dengan variabilitas berdasarkan konsentrasi kalium serum awal, jenis
dan luas permukaan dialiser yang digunakan, laju aliran darah, laju aliran
dialisat, dan durasi dialisis.
19
DAFTAR PUSTAKA
20