LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. KH
Umur : 67 tahun
No.RM : 755073
II. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Sesak nafas.
1
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama seperti pasien
E. Riwayat Sosial
Nadi : 86x/menit
Suhu : 36oC
RR : 20 x/menit
2
IV. Pemeriksaan Penunjang
HB 12.7 L: 13,0-17 g%
P: 11,7-15,5 g%
MCV 93 80-100
MCH 30 26-34
MCHC 33 32-36
Kesimpulan:
4
V. Resume
keluhan sesak nafas (ngongsro). Sesak dirasakan sejak 1 bulan disertai batuk
hilang timbul. Sesak memberat 1 hari sebelum MRS, sesak dirasakan tiba- tiba, tanpa
aktivitas berat, pasien merasa sesak berkurang saat pasien tidur dengan bantal ditumpuk
dan posisi setengah duduk, pasien juga merasakan sesak nyeri ulu hati sejak 3 hari
sebelum MRS, nyeri menjalar sampai ke leher pasien, terasa seperti tertusuk-tusuk,
disertai rasa mual (+), muntah (-), pasien juga mengeluhkan kedua kakinya bengkak
sudah ± 2 minggu ini. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sesak RR
20x/menit, dyspnea (+), kaki pasien tampak edema (+), pada pemeriksaan lab serum
creatinine 1,00 , SGOT 28,6, SGPT 15,6 dan LDH 294, pemeriksaan ekg didapatkan axis
normal, irama sinus 75x/menit, tampak depresi ST, pada foto thorax di dapatkan Cor
tampak cardiomegali dengan CTR 0,7 dan Pulmo tampak infiltrate di suprahiler dextra,
kesan : Cardiomegaly dengan suspect pneumoni.
VI. Diagnosis
- Inf. PZ 7 tpm
- ISDN 3x5
VIII. Edukasi
Pasien diberikan edukasi untuk minum obat yang teratur, hindari aktifitas
yang terlalu berat dan menjaga daya tahan tubuh dan kebersihan oral.
6
BAB II
DISKUSI
1. Definisi
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) adalah suatu kondisi gagal jantung
yang ditandai dengan adanya onset yang cepat atau perburukan tanda dan gejala gagal
jantung sebagai akibat dari perburukan kardiomiopati yang sudah ada sebelumnya.
ADHF merupakan perburukan tanda dan gejala gagal jantung yang membutuhkan
penanganan medis dan sering kali menjadi alasan utama hospitalisasi 1
2. Etiologi
Penyebab umum ADHF biasanya berasal dari ventrikel kiri, disfungsi
diastolik, dengan atau tanpa Coronary Artery Disease (CAD), dan abnormalitas
valvular. Meskipun sebagian pasien ADHF adalah pasien dengan riwayat Heart
Failure (HF) dan jatuh pada kondisi yang buruk, 20% pasien lainnya yang dinyatakan
ADHF tidak memiliki diagnosa HF sebelumnya2. Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas
miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan
cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis
aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
sebagai pompa adalah gangguan pengisian ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler),
gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan tamponade
jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah
pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan gangguan penghantaran kalsium di dalam
sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil.
Penyebab utama left-sides cardiac failure adalah hipertensi sistemik, mitralor
aortic valve disease, iskemia artery, primary heart disease of the myocardium.
Penyebab paling utama dari right-sided cardiac failure adalah left ventricular failure
yang berkaitan dengan penyumbatan pulmonary dan peningkatan tekanan arteri
pulmonary. Ini juga bisa terjadi pada ketidakberadaan left-sided failure pada pasien
dengan intrinsic disease pada parenkim jantung atau pulmonary vasculature (cor
pumonale) dan pada pasien tricuspid valve disease. Terkadang diikuti dengan
congenital heart disease, dimana terjadi left to-right shunt.
7
Secara umum terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
1) Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan
isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) menurun.
2) Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel atau isi sekuncup.
3) Beban volume berlebihan- pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload)
akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel
meninggi. Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat
sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah
sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun
kembali.
4) Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan
(demand overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung
di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal
jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
5) Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam
ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan
pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
6) Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
7) Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
8
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung.
8) Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung.
9) Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
10) Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium,
perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
11) Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas
elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
3. Klasifikasi ADHF
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology
(ACC) dan American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium
berdasarkan kondisi predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu :3
a) Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural
atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka
yang mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau
obesitas.
b) Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi
ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung
asimptomatik.
c) Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat
ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue,
dan penurunan toleransi aktivitas.
9
d) Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul
saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.
4. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
b. Ortopnue yaitu sesak saat berbaring
c. Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
d. Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk
e. Berdebar-debar
f. Lekas lelah
g. Batuk-batuk
h. Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan
sesak nafas.
i. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum
dan penambahan berat badan.
5. Patofisiologi
Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat menurunkan
kontraktilitas otot jantung sehingga menurunkan isi sekuncup dan kekuatan kontraksi
10
otot jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit
sistemik (misal : demam, tirotoksikosis, anemia, asidosis) menyebabkan jantung
berkompensasi memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Bila terjadi terus menerus,
pada akhirnya jantung akan gagal berkompensasi sehingga mengakibatkan penurunan
curah jantung. Penurunan curah jantung ini mempunyai akibat yang luas yaitu:4
a) Menurunkan tekanan darah arteri pada organ vital
- Pada jantung akan terjadi iskemia pada arteri koroner yang akhirnya
menimbulkan kerusakan ventrikel yang luas.
11
odema paru sering terjadi Paroxysmal Nocturnal Dispnoe (PND) yaitu ortopnoe
yang hanya terjadi pada malam hari, sehingga pasien menjadi insomnia.
d) Hipoksia jaringan
Turunnya curah jantung menyebabkan darah tidak dapat mencapai jaringan dan
organ (perfusi rendah) sehingga menimbulkan pusing, konfusi, kelelahan, tidak
toleran terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin dan haluaran urine
berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan
renin dari ginjal yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron,
retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler.
e) Kegagalan ventrikel kanan mengosongkan volume darah, yang mengakibatkan
beberapa efek yaitu:
- Pembesaran dan stasis vena abdomen, sehingga terjadi distensi abdomen yang
menyebabkan terjadinya gerakan balik peristaltik, terjadi mual dan anoreksia.
- Cairan darah perifer tidak terangkut, sehingga terjadi pitting odema di daerah
ekstrimitas bawah.
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung
kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi
pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi
ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi
ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau
kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau
hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka
tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi
penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan system adrenergik, renin
angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat
vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.3
12
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi
akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana
jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa
dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi
bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan
terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang
terkena sehingga muncul ADHF. Proses remodeling maupun iskemia miokard akan
menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah.
Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi
penurunan curah jantung. Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri
(apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan
beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurna kontraktilitas miokard
disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya
akan meningkatkan bendungan darah di paru–paru. Bendungan ini akan
menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah
oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di
paru–paru. Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis
tubuh akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan
RAA untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila
tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung
akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi
penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem
renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak
diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi,
sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer.
6. Pemeriksaan Diagnostik
1) EKG (elektrokardiografi): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut
jantung . EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia
san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard
menunjukkan adanya aneurime ventricular.
13
2) Echokardiografi: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan
bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung.
Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
4) Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide)
yang pada gagal jantung akan meningkat.
7. Tatalaksana
Penatalaksanan untuk kasus ADHF: 5
1. Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-
bahan farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik
, diet dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis
lainnya )
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun
bedah.
2. Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. FC I : Non farmakologi
14
b. FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi
diuretik, digitalis.
c. FC IV : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
3. Terapi non farmakologis meliputi :
1) Diet rendah garam ( pembatasan natrium )
2) Pembatasan cairan
3) Mengurangi berat badan
4) Menghindari alkohol
5) Manajemen stress
6) Pengaturan aktivitas fisik
4. Terapi farmakologis meliputi :
a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida,
nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor) adalah agen
yang menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan
tekanan darah. Obat ini juga menurunkan beban awal (preload) dan beban
akhir ( afterload ). Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril,
fosinopril,dll.
e. Inotropik (Dopamin dan Dobutamin)
1) Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung
dan produksi urine pada syok kardiogenik.
2) Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga
meningkatkan kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi
sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Dopamin dan
dobutamin sering digunakan bersamaan.
8. Prognosis
15
Prognosis pada gagal jantung dapat diperkirakan dengan banyak cara
termasuk dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan cardiopulmonary.
Pemeriksaan klinik merupakan gabungan dari beberapa pemerikasaan
diantaranya tes lab dan tes tekanan darah sebagai perkiraan prognosis. Namun
beberapa pemeriksaan klinik hanya untuk gagal jantung akut. Yang paling
penting dalam prognosis adalah memperkirakan prognosis gagal jantung
kronis yaitu dengan cardiopulmonary exercise testing (CPX testing). CPX
testing selalu mengacu pada trasplantasi jantung sebagai indicator prognosis.
Pengujian kerja kardiopulmonary melibatkan pengukuran dari oksigen dan
karbondioksida. Pada umumnya karbondioksida maksimal berkurang sampai
12-14 cc/Kg/min mengindikasikan survival terburuk dan meminta pasien
untuk melakukan trasplantasi jantung. Bila gejala klinik sudah diketahui sejak
dini pertolongan segera pada bayi dan anak akan lebih baik daripada
penanganan pada orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh karena belum terjadi
perburukan pada miokardium. Ada beberapa faktor yang menentukan
prognosa, yaitu:
a. Waktu timbulnya gagal jantung.
b. Timbul serangan akut atau menahun.
c. Derajat beratnya gagal jantung.
d. Penyebab primer.
e. Kelainan atau besarnya jantung yang menetap.
f. Keadaan paru.
g. Cepatnya pertolongan pertama.
h. Respons dan lamanya pemberian digitalisasi.
i. Seringnya gagal jantung kambuh.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Kurmani S, Squire I. Acute Heart Failure: Definition, Classification and
Epidemiology. Curr Heart Fail Rep (2017) 14:385–392
2. Joseph SM, Cedars AM, Ewald GA, et al. Acute decompensated heart failure:
contemporary medical management. Tex Heart Inst J. 2009;36:510–520
3. Heart Failure Society of America. Evaluation and management of patients with acute
decompensated heart failure: HFSA 2010 comprehensive heart failure practice
guideline. J Card Fail. 2010;16:e134-e156.
4. Colombo PC, Jorde UP. The Active role of venous congestion in the pathopysiolgy
of acute decompensated heart failure. Rev Esp Cardiol 2010;63:5-8.
5. Universitas Indonesia Hanafiah, A. 2006. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran
17