Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN KARDIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2014


UNIVERSITAS HASANUDDIN

ST ELEVATION MIOCARD

DISUSUN OLEH :
SURIYANTI LISTIN
C 111 09 295

KONSULEN:
DR. dr. IDAR MAPPANGARA, SPPD, SPJP, FIHA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT JANTUNG FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Suriyanti Listin
NIM : C 111 09 295
Judul Kasus : STEMI Inferior et Posterior Killip I onset >24 jam
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian
Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Februari 2014

Mengetahui,
Supervisor

DR. dr. IDAR MAPPANGARA, SPPD, SPJP, FIHA

2
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Mr. Bs
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 62 tahun
Alamat : BTN MINASAUPA
MRS : 20 februari 2014
MR : 651823
Perawatan : CVCU

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri dada
Anamnesis terpimpin :
Nyeri dada kiri dirasakan sejak 4 hari yang lalu dan dirasakan 2 hari terakhir
sebelum masuk rumah sakit,Nyeri seperti terbakar dan menjalar ke lengan
kiri. Durasi ± 10 menit dan dirasakan saat istirahat. Keringat dingin (+) dan
rasa berdebar-debar (+) terutama saat nyeri dada. Pusing (-) dan sakit kepala
(-). Batuk (-) dan lendir (-).Sesak napas (-), riwayat sesak napas sebelumnya
(-). Mual (-), muntah (- ), nyeri ulu hati (-).
BAK :Lancar, Kuning
BAB :Kuning, Biasa
Riwayat penyakit dahulu :
• Riwayat Diabetes Mellitus (-)
• Riwayat Hipertensi (+) 2 tahun yang lalu tidak berobat teratur
• Riwayat Dislipidemia (-)
• Riwayat mengkonsumsi rokok (+) sejak muda ± 1 bungkus perhari
• Riwayat nyeri dada sebelumnya (-)
• Riwayat penyakit jantung (-)
• Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga (-)

3
C. PEMERIKSAAN FISIS
Status generalis
GCS 15 (E4M6V5)
BB: 50 kg, Tb: 150 cm, IMT: 22,2 kg/m2
Sakit sedang / gizi cukup / sadar

Tanda vital
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 16 x/menit
Suhu : 36,70C

Pemeriksaan Kepala dan Leher


Mata : Anemis (-), ikterus (-)
Bibir : Sianosis (-)
Leher : JVP R -1 cm H2O

Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor kiri dan kanan, batas paru-hepar ICS 6 kanan
Auskultasi : BP: Vesikuler,
Bunyi tambahan: ronki -/- pada basal paru, wheezing -/-
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Apex jantung tidak tampak
Palpasi : Apex jantung tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Batas jantung bawah : ICS IV Linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS IV linea midclavicularis sinistra
Batas jantung kanan ICS IV Line parasternalis dextra
Auskultasi : BJ: S I/II regular, murmur (-), gallop (-)

4
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak
teraba
Perkusi : Timpani (+) Ascites (-)

Pemeriksaan Ekstremitas
Edema pretibial -/-
Edema dorsum pedis -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

Tes Hasil Nilai Normal


WBC 17,8 x 103/uL 4.0 – 10.0 x 103
RBC 4,61 x 106/uL 4.0 – 6.0 x 106
HGB 13,7 g/dL 12 – 16
HCT 41,4% 37 – 48
PLT 382x 103/uL 150 – 400 x 103

Tes Hasil Nilai Normal


GDS 98 mg/dL <140
SGOT 142 u/L <38
SGPT 43 u/L <41
Ureum 41 10-50
Kreatinin 1,2 0,5-1,2
Kolesterol total 231 mg/dl 200
Foto Thoraks
Kolesterol HDL 32 mg/dl L(<55) P (<65)
Kolesterol LDL 174 mg/dl <130
CK 1399 L (<190), P (<167) 5
CK-MB 88,9 <25
Troponin T 0,92 <0,05
Kesan: Tanda-tanda bendungan paru
Dilatatio et elongatio aortae

EKG

6
Interpretasi
• Ritme : Reguler
• Heart Rate : 100 x/ minute
• Axis : normoaxis
• P Wave : 0.08s
• PR Interval : 0.12s
• QRS Duration : 0.06s
• ST Segment : ST Elevasi pada lead III, aVF
• T inverted : Lead II,III,aVF,V5-V9

7
• Kesimpulan : Ritme sinus, Heart Rate 100x/mnt, Infark miokard
pada Inferior et posterior

E. DIAGNOSA
STEMI Inferior et Posterior Killip I Onset > 24 jam
HT grade II

F. TERAPI
- O2 2- 4 lpm via nasal canul
- IVFD Nacl 0,9 % 500 cc/24 hour
- Aspilet 80 mg (loading dose 2x80 mg)
- Clopidogrel 75 mg (loading dose 4x75 mg)
- Farsorbid 5 mg/SL(K/P)
- Farsorbid 10 mg 3x1
- Simvastatin 1x 20 mg
- Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
- Valsartan 1x80 mg
- Laxadyn syr 0-0-2 C

G. ANJURAN
- Echocardiography
- Angiography

PEMBAHASAN

8
A. PENDAHULUAN

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung


yang menyebabkan sel otot jantung mati.Aliran darah di pembuluh darah terhenti
setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark. Infark miokard
akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct) merupakan
bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina
pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.

B. PATOFISOLOGI

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika


aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi rusaknya vaskular, dimana kerusakan ini
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Penelitian histologi menunjukan plak koroner cenderung mengalami ruptur
jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid.Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi
dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Pada lokasi ruptur plak berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivitas trombosit dan selanjutnya memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten).
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi prothrombin
menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat
trombosit dan fibrin.

9
C. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia,
jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat
diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain
kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang
tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli
arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi,
arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

Bisa dimodifikasi Tidak bisa dimodifikasi


o Merokok o Jenis kelamin dan umur:
o Hipertensi - laki-laki > 45 tahun
o Obesitas - perempuan > 55 tahun

o Diabetes Mellitus o Riwayat keluarga

o Dislipidemia - Anggota keluarga:>55 y.o

o HDL < 40 untuk laki-laki/> 65 untuk

Peningkatan LDL / perempuan


o
TG

D. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST Elevation
Myocardial Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG yang menunjukkan adanya Elevasi ST ≥ 2mm, minimalJika
dilakukan pemeriksaan enzim jantung dan hasil troponin T yang meningkat, maka
semakin memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk memberikan terapi
revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam
tatalaksana Infark Miokard Akut (IMA), prinsip utama pelaksanaan adalah time is
muscle.
1. Nyeri dada :

10
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA:
- Lokasi: substernal, retrosternal, dan perikordial.
- Sifat nyeri: rasa sakit ditekan, terbakar, ditindih benda berat, ditusuk, diperas,
dipelintir.
- Penjalaran: lengan kiri, leher, punggung, interskapula, perut, lengan kanan
bawah.
- Nyeri membaik/menghilang dengan istirahat/nitrat.
- Factor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
- Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas,
lemas.

2. Sesak napas (Dispneu):


Dyspneu adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri napas tidak
menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan keluhan dari:
- Penyakit jantung: koroner, valvular, dan miokardial
- Penyakit paru: limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan
keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karena
hipoksia.
- Penyakit deformitas dinding toraks
- Sakit otot pernapasan
- Obesitas
- Anemia, dll.
Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang
mendasari. Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks, udema
pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas yang hilang
dengan pemakaian bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan akibat asma.
Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis
diperkirakan akibat gagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat gagal jantung
kiri dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah:

- Dyspnea on Effort (DOE)

11
- Orthopnea
- Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
- Dyspnea at rest
Perbedaan prinsip DOE pada individu normal dengan penderita gagal
jantung kiri adalah derajat aktivitas yang menyebabkan keluhan.Pada individu
normal beban latihan berat menyebabkan dispneu.Pada gagal jantung kiri yang
makin berat, intensitas latihan yang menyebabkan dispneu yang tidak terjadi
sebelumnya.DOE pada gagal jantung kiri merupakan akibat dari desaturasi arteri,
hipertensi vena pulmonalis, dan stiff lung.

3. Pemeriksaan fisis
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat, seringkali
ekstremitas pucat dan keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30
menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.

4. EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI.Pemeriksaan ini harus dilakukan
segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD.Pemeriksaan ini merupakan
landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan
gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat
untuk dilakukan terapi reperfusi.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis
Infark Miokard Gelombang Q. Sebagian kecil tetap menetap menjadi Infark
Miokard Non Gelombang Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat
sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi
segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tidak stabil atau
non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa
menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.

12
Gambar 1 Hasil pemeriksaan EKG pada pasien STEMI

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG


No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
dan I dan Avl
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6
dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I
dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan
aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).

13
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama
infark.

5. Biomarker kerusakan jantung


Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan
Cardiac Specific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn
harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala IMA (Infark Miokard Akut),
terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan
biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal, menunjukkan ada
nekrosis jantung (miokard infark).
- CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis, dan kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan CKMB

14
- cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

E. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan Infark Miokard Akut adalahmengurangi/menghilangkan
nyeri dada, Identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi
segera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang terpat di rumah sakit dan
menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

1. Tatalaksana Umum
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.

b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen

15
miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau
pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG
intravena.NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau
edema paru.Tapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah
sistol <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan
(infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih, dan hipotensi).

2. Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada


Hal ini sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
a. Aspirin
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya aspirin dapat diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

b. Beta-Bloker
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian beta-bloker
IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24
detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Limabelas menit setelah
dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap
6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.

c. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek

16
samping adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis,
sehingga dapat terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan
tekanan darah arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi
tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan
NaCl 0,9%. Morfin juga dapat memberikan efek samping bradikardia, blok
jantung derajat tinggi, terutama pada pasien dengan infark posterior. Namun
hal ini dapat dicegah dengan pemberian atropin 0,5 mg IV

Terapi pada pasien STEMI


a. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien
STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang
maligna.
Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi
fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI
dapat dicapai dalam 90 menit.
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting
terhadap luas infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolitik dalam
menghancurkan trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan
dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark
miokard dan menurunkan angka kematian.
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada pasien.
Jika terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi
risiko perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk
memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis harus
mempertimbangkan manfaat dan risiko. Adanya fasilitas kardiologi intervensi
merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan.

17
1. Percutaneous Coronary Interventions (PCI)
Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului
fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama
infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka
arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka
pendek dan jangka panjang yang lebih baik.11,16 PCI primer lebih dipilih jika
terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun), risiko
perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam
jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat
fibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan
aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah
sakit.

Terapi Fibrinolisis Terapi Invasif (PCI)


Onset < 3 jam   Onset > 3 jam
- Tidak tersedia pilihan invasif - Tersedia ahli PCI
terapi - Kontak doctor-baloon atau door
- Kontak doctor-baloon atau balloon < 90 menit
door-baloon> 90 menit - (Doorbaloon) minus (door-
- (door-baloon) minus (door- needle) < 1 jam
needle) lebih dari 1 jam. - Kontraindikasi fibrinolisis,
- Tidak terdapat kontraindikasi termasuk resiko perdarahan dan
fibrinolisis perdarahan intraserebral.
- STEMI resiko tinggi (CHF,
Killip ≥ 3)
- Diagnosis STEMI diragukan.

18
2. Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door
to needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi.Tujuan utamanya
adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa
macam obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA),
streptokinase, tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan
memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus
fibrin.
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan
penurunan elevasi segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik.
Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien
paska CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah
PCI.

Kontraindikasi terapi fibrinolitik :


A. Kontraindikasi absolut
- Setiap riwayat perdarahan intraserebral
- Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)
- Terdapat neoplasia ganas intrakranial
- Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
- Dicurigai diseksi aorta
- Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)
- Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan

B. Kontraindikasi relatif
- Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
- Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau
TDS>110 mmHg)
- Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui
patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi

19
- Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi
besar (<3 minggu)
- Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
- Pungsi vaskular yang tak terkompresi
- Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya
atau reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini
- Kehamilan
- Ulkus peptikum aktif
- Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko
perdarahan.

Obat Fibrinolitik
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang
pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya
karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan.
Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan
intrakranial yang rendah.
2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies
to Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan
mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA
dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan
risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.
3) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan
sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis
bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.
4) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki
spesisfisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator
inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase
mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama
dibandingkan dengan tPA.

20
Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang
manfaatnya sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti
perdarahan.

b. Terapi lainnya
ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua
pasien dengan STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet
(aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated
Heparin (UFH) / Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat
beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker.
1) Anti trombotik
Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama fase awal
STEMI berperan dalam memantapkan dan mempertahankan patensi arteri
koroner yang terkait infark.Aspirin merupakan antiplatelet standar pada
STEMI.Menurut penelitian ISIS-2 pemberian aspirin menurunkan
mortalitas vaskuler sebesar 23% dan infark non fatal sebesar 49%.
Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah
komplikasi trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian
ADMIRAL membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan
stenting, dengan hasil penurunan kematian, reinfark, atau revaskularisasi
segera pada 20 hari dan 6 bulan pada kelompok abciximab dan stenting.
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis
adalah unfractionated heparin (UFH). UFH intravena yang diberikan
sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik
fibrin relatif, membantu trombolisis dan memantapkan serta
mempertahankan patensi arteri yang terkait infark.Dosis yang
direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan
infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam).Activated partial
thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2
kali.

21
Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal
jantung kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2
dimensi atau fibrilasi atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru
sistemik dan harus mendapatkan terapi antitrombin kadar terapetik penuh
(UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi warfarin minimal 3
bulan.

2) Thienopiridin
Clopidogrel (thienopiridin) berguna sebagai pengganti aspirin untuk
pasien dengan hipersensitivitas aspirin dan dianjurkan untuk pasien
dengan STEMI yang menjalani reperfusi primer atau fibrinolitik.
Penelitian Acute Coronary Syndrome (ACOS) registry investigators
mempelajari pengaruh clopidogrel di samping aspirin pada pasien STEMI
yang mendapat perawatan dengan atau tanpa terapi reperfusi,
menunjukkan penurunan kejadian kasus jantung dan pembuluh darah
serebral (kematian, reinfark non fatal, dan stroke non fatal). Manfaat
dalam penurunan kematian terbesar pada kelompok pasien tanpa terapi
reperfusi awal (8%), yang memiliki angka kematian 1 tahun tertinggi
(18%).

3) Beta blocker
Beta blocker pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yaitu
manfaat yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang
diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan
sekunder setelah infark. Beta blocker intravena memperbaiki hubungan
suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi
luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang
serius.Terapi beta blocker pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar
pasien termasuk yang mendapatkan terapi ACE inhibitor, kecuali pada
pasien dengan kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi
sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik,
atau riwayat asma).

22
4) ACE Inhibitor
ACE Inhibitor menurunkan mortalitas pasca STEMI dan
memberikan manfaat terhadap penurunan mortalitas dengan penambahan
aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE
menunjukkan manfaat ACE Inhibitor pada pasien dengan risiko tinggi
(pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya, dan
atau fungsi ventrikel kiri menurun global). Kejadian infark berulang juga
lebih rendah pada pasien yang mendapat ACE Inhibitor menahun pasca
infark. ACE Inhibitor harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien
STEMI. Pemberian ACE Inhibitor harus dilanjutkan tanpa batas pada
pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan
imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global, atau
terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif.

F. KOMPLIKASI
1. Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada IMA.Hal ini disebabkan
perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat infark
atau pada daerah perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah
jantung kongestif atau keseimbangan elektrolit yang terganggu.
Aritmia ventrikel: ekstra sistol ventrikel (VES) sering terjadi pada IMA.
Takikardia ventrikel (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF) penyebab utama kematian
mendadak sebelum mencapai coronary care unit.VES dapat merupakan pencetus
timbulnya VT atau VF.
VES yang merupakan “peringatan” akan terjadinya VT atau VF adalah:
- Fenomena R on T : interval yang pendek antara komplek sinus dengan VES
- VES yang sering > 4/menit
- Repetitif VES : couple, triple, quatriple
- Bentuk multiple dari dari VES pada 1 sadapan
VT atau VF tanpa ada VES sebelumnya dapat pula terjadi. Aritmia atrial:
atrial takikardia, atrial fibrilasi, atrial flutter jarang terjadi, tetapi bila ada

23
menyebabkan gangguan/kemudian hemodinamik. Bradiaritmia akibat kerusakan
nodus SA atau AV sering terjadi pada IMA di dinding inferior.

2. Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi
miokardium.Tempat kongesti bergantung ventrikel yang terlibat.Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan kongesti pada vena
pulmonalis.Sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
menyebabkan kongesti vena sistemik.Kegagalan pada kedua ventrikel disebut
kegagalan biventrikular.Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanis yang
paling seding terjadi setelah Infark Miokard.

3. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel
kiri.Selain pengobatan awal dan keberhasilan revaskularisasi primer melalui
PTCA di beberapa RS, syok kardiogenik tetap merupakan penyebab kematian
utama pada pasien rawat inap yang menderita infark miokardium.Syok
kardiogenik merupakan lingkaran setan perubahan hemodinamik progresif hebat
yang ireversibel, dimana terjadi penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi
koroner, dan peningkatan kongesti paru. Bila terjadi hipotensi, asidosis metabolik
dan hipoksemia selanjutnya akan semakin menekan fungsi miokardium. Insidensi
syok kardiogenik adalah 10-15% kasus sedangkan kematiannya mencapai 68%
jika tidak segera diobati.Terapinya menggunakan obat trombolitik, pompa balon
intra-aorta (IAPB) dan revaskularisasi awal dengan angioplasti atau cangkok
pintas arteria koronaria (CABG) dapat menurunkan mortalitas.

4. Emboli/Tromboemboli
Merupakan komplikasi klinis nyata pada infark miokardium akut dalam
10% kasus (terutama dengan infark yang luas pada dinding anterior).EKG 2

24
dimennsi memperlihatkan sekitar sepertiga penderita infark anterior memiliki
trombi dalam ventrikel kiri, tetapi jarang terjadi pada penderita infark inferior dan
posterior. Tromboembolisme dianggap merupakan faktor penting yang berperan
dalam kematian sekitar 25% pasien infark yang meninggal setelah dirawat
inap.Emboli arteri berasal dari trombi mural dalam ventrikel kiri dan dapat
menyebabkan stroke bila terdapat dalam sirkulasi serebral.Sebagian besar emboli
paru terjadi di vena tungkai dan terbatasnya aliran darah ke jaringan menyebabkan
meningkatnya risiko.

5. Defek Septum Ventrikel (VSD)


Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptur dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.Septum mendapatkan aliran darah
ganda (yaitu dari arteria yang berjalan turun pada permukaan anterior dan
posterior sulkus interventrikularis) sehingga ruptura septum menunjukkan adanya
penyakit arteria koronaria yang cukup berat, yang mengenai lebih dari satu
arteri.Pada hakekatnya, ruptur membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel
kiri.Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran terpecah dua, yaitu melalui aorta dan
defek septum ventrikel.Tekanan jantung kiri jauh lebih besar dari jantung kanan
sehingga darah dipirau melalui defek dari kiri ke kanan (dari tekanan lebih besar
ke tekanan lebih rendah).Darah yang dipindahkan ke kanan jantung cukup besar
jumlahnya sehingga darah yang menuju sistemik (curah jantung) menjadi sangat
berkurang, disertai dengan peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti paru-
paru.

G. PROGNOSIS
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA:
i. Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3
gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik
ii. Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks
jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)

25
iii. TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang
menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai
pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik.

Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut

Klas Defenisi Mortalitas %


I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80

TABEL TIMI Prognosis

Risk Factor Score Total Risk of Death in 30


Age > 65 years old 2 Score days
  >/= 75 3 0 0.8%
History of 1 1 1.6%
angina/hipertension/DM 2 2.2%
Systolic BP <100 3 3 4.4%
Heart rate >100 2 4 7.3%
Killip II-IV 2 5 12.4%
6 16.1%
Weight >67 kg 1
7 23.4%
Anterior MI or LBBB 1 8 26.8%
Delay treatment >4 hours 1 9-14 35.9%

26

Anda mungkin juga menyukai