Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

ACUTE CORONARY SYNDROME - STEMI ANTERIOR EKSTENSIF

DISUSUN OLEH :
Muhammad Deni Kurniawan I4061192054
Dellaneira Ananda I4061192026

PEMBIMBING:
dr. Eldi Jimmy Saragih, Sp.JP, FIHA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT JANTUNG


RUMAH SAKIT TINGKAT II KARTIKA HUSADA
PROGRAM PROFESI KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
TANJUNGPURA PONTIANAK
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:


Acute Coronary Syndrome – STEMI Anterior Ekstensif

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Jantung

Pontianak, Mei 2021

Disusun Oleh: Disusun Oleh:

Muhammad Deni Kurniawan Dellaneira Ananda

Pembimbing:

dr. Eldi Jimmy Saragih, Sp.JP, FIHA


BAB I
ILUSTRASI KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. R
RM 193540
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir/ Umur : 28-09-1951/ 69
tahun Agama : Islam

Pekerjaan : IRT
Pembiayaan :BPJS
Tanggal Masuk RS : 30 April 2021

1.2. Keluhan Utama


Nyeri Dada

1.3. Riwayat Penyakit Sekarang


1.3.1 Kronologi Penyakit
Pasien merasakan nyeri pada dada sebelah kiri derajat berat dengan skor nyeri 10 dan
tidak hilang dalam istirahat, mual, dan disertai keringan dingin dan sesak sejak tanggal
29 April 2021 (1 hari SMRS). Pasien merasakan keluhan terus menerus sehingga
pasien harus datang ke rumah sakit B pada pukul 10.23 tanggal 29 April 2021. pasien
dirujuk ke rumah sakit Kartika Husada pada pukul 11.53 tanggal 30 April 2021, pasien
diberikan O2 2 lpm, ISDN 5 mg, Aspilet 4 tab dan Clopidogrel 4 tab di UGD. Pasien
kemudian dirawat inap di bangsal Melati rumah sakit Kartika Husada selama 3 hari
kemudian pasien dirujuk ke RS Soedarso pada tanggal 3 Mei 2021 untuk dilakukan
tindakan pemasangan ring pada jantung.

1.3.2 Anamnesis
Keluhan : Nyeri dada
Onset : 30 April 2021 pukul 23.00 pada saat beristirahat
Location : Dada bagian kiri
Duration : Nyeri tidak membaik >20 menit
Characteristics : Nyeri seperti di tertekan benda berat
Aggravating Factors : Tidak ada faktor yang memperberat, nyeri derajat
berat.
Relieving Factors : Tidak ada faktor yang memperingan nyeri
Treatment : O2,ISDN, Aspilet, Clopidogrel, Divity, Pantoprazole,
Atorvastatin, Alprazolam, Spironolakton, Opiprol, Laxadin.
Keluhan penyerta : Keringat dingin, sesak, mual

1.4. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Hipertensi (-)
b. Diabetes Melitus (-)
c. Stroke (-)

1.5. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Hipertensi (-)
b. Diabetes Melitus (-)
c. Stroke (-)
d. Penyakit jantung (-).

1.6. Pemeriksaan Fisik


(Saat pertama datang ke RS Kartika Husada)
• Keadaan umum : Tampak Sakit Berat
• Kesadaran : CM
• Tanda-tanda vital
TD : 110/70 mmHg
HR : 96x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 36,8
Sp02 : 92%
GCS : E4V5M6

Status Generalis :
- Kepala : Normocephal
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-),
peningkatan JVP (-)
- Thoraks :
- Pulmo :
a. Inspeksi : Simetris, retraksi dada (-), Spider nevi (-), Jejas (-)
b. Palpasi : Fremitus sama kanan dan kiri, NT (-), Krepitasi (-)
c. Perkusi : Sonor (+), kanan dan kiri
d. Auskultasi : SND Ves (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
- Cor :
a. Inspeksi : Denyut Ictus Cordis tidak terlihat
b. Palpasi : Denyut Ictus Cordis teraba di SIC VI linea
Midaxilaris sinistra: Kuat angkat, thrill (-)
c. Perkusi :
Batas Atas Jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas Kiri Jantung : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas Bawah Jantung: ICS VI linea midaxilaris sinistra
d. Auskultasi : BJS1S2 reguler, G(-), M (-)
-
- Abdomen :
a. Inspeksi : Simetris, jejas (-), distensi (-)
b. Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
c. Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen, CVA (-)
d. Palpasi : Soepel (+), NT (+) a/r Epigastrium, Massa (-), Hepar dan lien
tidak teraba
- Ekstremitas : Akral hangat, edem tungkai (-), CRT <2 detik
1.7. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tabel 1. Hasil Laboratorium (30 April 2021)

JENIS PEMERIKSAAN NILAI RUJUKAN HASIL


DARAH LENGKAP 11-16 gr/dl 12,2
Hb 3,5-10 9/ dl 14, 1
Leukosit 3,50-5,50 10 12/L 4,96
Eritrosit 35,0-55 % 38,4
Hematokrit 150-400 10 9/dl 224
Trombosit
GDS 100-180 mg/dl 101
ELEKTROLIT 135-145 mmol/L 131,5
Na 3,5- 5,3 mmol/L 4,64
Kalium 97-108 mmol/L 83,7
Chlorida
UREUM DAN CREATININ 15-45 mg/dl 25
Ureum 0,6-1,1 mg/dl 0,79
Creatinin
TROPONIN I Non-Reaktif Reaktif

PEMERIKSAAN EKG (30 April 2021)

Ak

Interprestasi EKG
- Gelombang P (+) : Irama Sinus
- Frekuensi : 96 x/m
- Ritme : Reguler
- Aksis : Lead I (+), Lead AVF (-), Deviasi Aksis Ke kiri
- Kelainan: ST Elevasi di Lead V2-V5 (STEMI ANTERIOR)
- Hipertrofi &  enlargement : p mitral (-), p pulmonal (-),  LVH (-), RVH (-)
1.8. Diagnosis
- STEMI Anterior

1.9. Tatalaksana
a. O2 2 lpm
b. Bedrest
c. IVFD NS 10 tpm
d. PO. Clopidogrel 75 mg 4x1 tab (loading); selanjutnya 1x1 tab
e. PO. Aspirin 80mg 4x1 tab (loading); selanjutnya 1x1 tab
f. DRIP ISDN 0,5-1 meq/jam
g. Inj. Divity 1x2,5 mg/ 24 jam (SC)
h. IV. Pantoprazole 1x40 mg
i. PO. Atorvastatin 1x40 mg
j. PO. Opiprol 1,25 mg-0-0
k. PO. Alprazolam 0-0- 0,5 mg
l. PO. Spironolacton 1 x 25 mg
m. PO. Laxadin syr. 3x1 cth
n. Pasang Monitor
o. Immobilisasi
p. Urin Tampung

1.10. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Ad Sanactionam: Bonam
FOLLOW UP PASIEN
Perawatan H1 (01-5-2021)

S (Subjek) :
Nyeri Dada (+) Berkurang, Sesak Napas (+) Berkurang
O (Objective):
TTV: TD 100/80 mmHg
HR 77 x/m
T 36,4 C
RR 18 x/m
SpO2 95% dengan O2 2 lpm
Ekstremitas: Akral dingin (++/++), Edema (-), CRT <2”
Pulmo : SND Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (+/-) Basal Hemithorax Dextra
Cor : BJ S1/S2 Reguler, G (-), M (-)
Input Cairan : 200 cc
Output Cairan : 300 cc
Balanced Cairan : -100 cc
A (Assesment):
STEMI Anterior
P (Planning):
- O2 2 lpm
- Bedrest
- IVFD NS 10 tpm
- Drip ISDN 0,5-1 meq/jam
- Inj. Divity 1 x 2,5 cc SC (1x Pemberian)
- Inj. Pantoprazole 1 x 40 mg
- PO. Aspilet 0-0-80 mg
- PO. CPG 75-0-0 mg
- Po. Atorvastatin 1 x 40 mg
- Po. Alprazolam 0-0-0,5 mg
- Po. Spironolacton 1 x 25 mg
- Po. Opiprol 1,25mg-0-0
- Po. Laxadin Syr 3 x 1 Cth
- Immobilisasi
- Urin Tampung
- Aff Monitor

PEMERIKSAAN EKG PERAWATAN H1 (01-5-2021)

Interprestasi EKG
- Gelombang P (+) : Irama Sinus

- Frekuensi : 77x/m

- Ritme : Reguler

- Aksis : Lead I (+), Lead AVF (-), Deviasi Aksis Ke kiri

- Kelainan: ST Elevasi di Lead V2-V6 (STEMI ANTERIOR EKSTENSIF) ,


Q Patologis V1-V6 (Infark Anterior Ekstensif)

- Hipertrofi &  enlargement : p mitral (-), p pulmonal (-),  LVH (-), RVH (-)
PEMERIKSAAN RONTGEN THORAX (01-5-2021)

Interprestasi
- Konsolidasi di kedua
basal paru kanan dan kiri
- CTR >50%

Kesan:
Bronkopneumonia
Cardiomegaly

Perawatan H2 (02-5-2021)

S (Subjek) :
Nyeri Dada (-), Sesak Napas (+) Berkurang
O (Objective):
TTV: TD 110/90 mmHg
HR 90 x/m
T 36,5 C
RR 19 x/m
SpO2 97% tanpa oksigen
Ekstremitas: Akral dingin (++/++), Edema (-), CRT <2”
Pulmo : SND Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ S1/S2 Reguler, G (-), M (-)
Input Cairan : 300 cc
Output Cairan : 400 cc
Balanced Cairan : -100 cc
A (Assesment):
STEMI Anterior
P (Planning):
- O2 2 lpm
- Bedrest
- IVFD NS 10 tpm
- Drip ISDN 0,5-1 meq/jam
- Inj. Divity 1 x 2,5 cc SC (2x Pemberian)
- Inj. Pantoprazole 1 x 40 mg
- PO. Aspilet 0-0-80 mg
- PO. CPG 75-0-0 mg
- Po. Atorvastatin 1 x 40 mg
- Po. Alprazolam 0-0-0,5 mg
- Po. Spironolacton 1 x 25 mg
- Po. Opiprol 1,25mg-0-0
- Po. Laxadin Syr 3 x 1 Cth
- Immobilisasi
- Urin Tampung

PEMERIKSAAN EKG PERAWATAN H2 (02-5-2021)

Interprestasi EKG

- Gelombang P (+) : Irama Sinus

- Frekuensi : 90x/m

- Ritme : Reguler

- Aksis : Lead I (+), Lead AVF (-), Deviasi Aksis Ke kiri

- Hipertrofi &  enlargement : p mitral (-), p pulmonal (-),  LVH (-), RVH (-)

- Iskemik dan Infark : ST elevasi, V2-V4 (STEMI anteroseptal); Q Patologis


lead V2-V4 (Infark Anterosepta
Perawatan H3 (03-5-2021)

S (Subjek) :
O (Objective):
TTV: TD 100/70 mmHg
HR 88x/m
T 36.4 C
RR 18 x/m
SpO2 99% (tanpa oksigen)
Ekstremitas: Akral hangat, Edema (-/-), CRT <2”
Pulmo : SND Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : BJ S1/S2 Reguler, G (-), M (-)
Input Cairan : 600 cc
Output Cairan : 500cc
Balanced Cairan : 100cc
A (Assesment):
STEMI Anterior
P (Planning):
- O2 2 lpm - Pasien dirujuk ke RS. Soedarso Pro
- Bedrest Pasang Ring Jantung
- IVFD NS 10 tpm
- Drip ISDN 0,5-1 meq/jam
- Inj. Divity 1 x 2,5 cc SC (3x Pemberian)
- Inj. Pantoprazole 1 x 40 mg
- PO. Aspilet 0-0-80 mg
- PO. CPG 75-0-0 mg
- Po. Atorvastatin 1 x 40 mg
- Po. Alprazolam 0-0-0,5 mg
- Po. Spironolacton 1 x 25 mg
- Po. Opiprol 1,25mg-0-0
- Po. Laxadin Syr 3 x 1 Cth
- Immobilisasi
- Urin Tampung

PEMERIKSAAN EKG PERAWATAN H3 (03-5-2021)

Interprestasi EKG

- Gelombang P (+) : Irama Sinus

- Frekuensi : 88x/m

- Ritme : Reguler

- Aksis : Lead I (+), Lead AVF (-), Deviasi Aksis Ke kiri

- Hipertrofi &  enlargement : p mitral (-), p pulmonal (-),  LVH (-), RVH (-)

- Iskemik dan Infark : ST elevasi, V2-V6 (STEMI anterior ekstensif);Q Patologis


V2-V6 (Infark Anterior Ekstensif)
PEMERIKSAAN ECHOCARDIOGRAPHY PERAWATAN H3 (03/5/2021)

INTERPRESTASI:

1. Dimensi/Ruang jantung : LV Dillatation

2. Katup-Katup :

 Mitral : Normal

 Aorta : Normal

 Trikuspid : Normal

 Pulmonal : Normal

3. Fungsi Sistolik LV: menurun (EF by Teichz: 25,38%)

Fungsi Diastolik LV: Normal

Fungsi Sistolik RV: menurun (TAPSE : 1.31 cm)

Analisa Segmental LV: Akinetik Segmen Anterior, Anterolateral, Anteroseptal,


dan Hipokinetik berat segmen lain.

4. Lain-lain:

Trombus : (+) di LV, SEC (+), Hipertensi Pulmonal (-), Efusi Perikardium (-)

5. RWT : 0,24 , LV Mass 124 gr, Eccentric Hypertrophy

6. Kesimpulan: Sesuai Gambar CAD, LV Failure


7. Saran : KIE DCA Adhock, Optimal Medikamentosa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom koroner akut merupakan kegawatdaruratan jantung dengan
manifesrasi klinis berupa nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada disertai gejala-
gejala lain akibat iskemia miokard. Presentasi sindrom coroner akut dibagi tiga,
yakni:1
a. Unstable angina (UA)
b. Non-ST elevation myocardial infarction (NSTEMI)
c. ST elevation myocardial infarction (STEMI)

Infark miokard dengan elevasi segmen ST merupakan indikator kejadian oklusi


total pembuluh darah arteri koroner yang ditandai dengan angina pektoris akut.
Sebagian besar pasien STEMI akan mengalami peningkatan marka jantung. Pasien
yang mengalami keadaan ini memerlukan tindakan reperfusi miokard secepatnya
secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis melalui
intervensi koroner perkutan primer. 2

1.2 Etiologi

Sindrom coroner akut dapat dipengaruhi beberapa keadaan yaitu


aktivitas/latihan fisik yang berlebihan, stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu
dari suatu siklus harian (pagi hari) dan hari dari suatu mingguan (senin). Berbagai
keadaan tersebut berkaitan dengan peningkatan aktivitas system simpatis sehingga
tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat,kontraktilitas jantung
meiningkat serta aliran pembuluh darah coroner juga meningkat.3
Sindrom koroner akut merupakan manifestasi dari PJK (penyakit jantung koroner)
dan biasanya akibat gangguan plak pada arteri koroner (aterosklerosis) Secara klinis,
bilamana ada ketidakcocokan demand-supply oksigen dari miokard akan
mengakibatkan iskemia miokard. Ketidakcocokan demand-supply ini dapat disebabkan
oleh berbagai alasan seperti obstruksi koroner stabil yang tetap, takikardia, hipoksia
atau stres. Etiologi potensial lainnya termasuk vasospasme koroner, emboli koroner,
dan diseksi arteri koroner spontan. STEMI terjadi dari oklusi satu atau lebih arteri
koroner yang memasok darah ke jantung.4

1.3. Faktor Resiko

Beberapa faktor resijo terpenting penyakit jantung coroner antara lain sebagai
berikut3
1. Kadar kolesterol total dan LDL tinggi
2. Kadar kolesterol HDL rendah
3. Hipertensi
4. Merokok
5. Diabetes mellitus
6. Obesitas
7. Riwayat keturunan penyakit jantung dalam keluarga
8. Kurang olahraga
9. Stress

1.4. Patofisiologi

Sebagian besar SKA merupakan manifestasi akut plak aterosklerosis pembuluh


darah coroner yang rupture (koyak atau pecah). Komposisi plak ateroma yang
dominan dan penipisan fibrous cap yang menutup plak merupakan bentuk plak yan
mudah rupture.kejadian rupture plak ateroklerosis disebut fase disrupsi plak.
Kejadin ini diikuti proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Faktor
jaringan dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa
complex mengaktivasi faktor X menjadi faktor Xa dan menyebabkan produksi
thrombin yang banyak. Selanjutnya terbentuk thrombus yang kaya trombosit
(white thrombus), fase ini disebut fase thrombosis akut. Trombus akan menyumbat
lumen pembuluh darah coroner, dapat secara total atau parsial; atau menjadi
mikroemboli yang menyumbat pembuluh coroner yang lebih distal.5

Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak, namun karena obstruksi
dinamis akibat spasme lokal arteri koroner epikardial (angina printzmetal).
Demikian pula infark miokard tidak selalu disebabkan okluso total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal disertai vasokontriksi dinamis dapat menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung.6
1.5. Manifestasi klinis

Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang
terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher,
rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada.IMA
sering didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50% pasien.Namun, nyeri
pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya
dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian
nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis.
Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada.
Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi
serta pada pasien berusia lanjut.7
Keluhan pasien dengan STEMI adalah nyeri dada yang tipikal (angina tipikal).
Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke
lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat
berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina
tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri
abdominal, sesak napas, dan sinkop.2

1.6. Diagnosis

Bila menangani pasien dengan keluhan nyeri dada curiga karena SKA maka
tata laksana segera dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
EKG dalam 10menit, dilanjutkan pemeriksaan biomarka jantung
2.6.1 Anamnesis

Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal
berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher,
rahang, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermiten/beberapa menit atau persisten (>20menit). Keluhan angina tipikal
sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis (keringan dingin), mual,
muntah, nyeri abdominal, sesak napas, sinkop. Presentasi angina atipikal yang
sering dijumpai antaralain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa
gangguan pencernaan, sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa
lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan paling sering dijumpai adalah
awitan baru atau perburukan sesak napas saat aktivitas.keluhan atipikal ini
lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut
(>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun atau demensia.1

1.6.2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus


iskemia, penyakit penyerta, menyingkirkan diagnosis banding dan kompikasi
iskemia atau infark miokard. Hasil pemeriksaan fisik bervariasi mulai tidak
ditemukan kelainan hingga abnormal seperti kekuatan nadi tidak seimbang
(pulsus alternans), suara jantung tiga (S3),murmur karena regurgitasi
katupmitral akut, ronkhi basah halus, hipotensi,edema,pericardial friction rub
karena pericarditis sebagai kompikasi iskemia miokard. Regurgitasi katup
aorta ditandai murmur diastolic akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri
pleuritik disertai suara napas tidak seimbang perlu dipikirkan sebagai
diagnosis banding SKA.1

1.6.3. Pemerisaan Elektrokardiografi (EKG)1

Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah SKA harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan dalam 10 menit
awal sesampainya diruang pemeriksaan. Hasil pemeriksaan EKG bervariasi
bisa normal, nondiagnostik, left bundle branch block (LBBB) baru/
persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun
tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang
T. makin banyak sadapan dari 12 sadapan yang mengalami perubahan (Q
ataupun perubahan segmen ST-T) makin luas pula ukuran iskemia atau infark
dan makin buruk prognosisnya.
Kebanyakan infark miokard berlokasi di ventrikel kiri,namun lebih
dari 50% area ventrikel kanan akan mengalami infark apabila arteri koroner
kanan (RCA) mengalami oklusi total. Oleh karena itu, pasien dengan
perubahan EKG yang mengarah infark atau iskemia inferior, diperlukan
penyandapan dada sebelah kanan untuk mendeteksi adanya infark ventrikel
kanan (sadapan V3R dan V4R) dan tambahan sadapan dibelakang (V7-V9)
untuk mendeteksi adanya infark posterior. Demikian pula, sandapan V7-V9
harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Depresi segmen ST yang resiprokal, sandapan yang
berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada
pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6)
Arteri koroner kiri depan (left anterior descending artery/LAD) dan
cabang-cabangnya memasok aliran darah dinding anterior dan anterolateral
ventrikel kiri dan 2/3 anterior septum. Left Circumflex Artery (LCx) dan
cabang-cabangnya memasok dinding posterolateral ventrikel kiri. Right
coronary artery (RCA) memasok dinding ventrikel kanan,inferior, posterior
dan 1/3 posterior septum. Right coronary artery juga memasok nodus AV pada
85-90% populasi, sedang 10-15 % merupakan cabang dari LCX. Apabila
terjadi infark miokard ST elevasi, maka gambaran EKG dapat digunakan
untuk mengetahui kemungkinan dimana lokasi arteri koroner yang
mengalamin sumbatan.

Urutan (sequence) evolusi EKG pada pasien Q wave MI adalah


sebagai berikut (tidak semua pola akan terlihat, tergantung luas infark,
kecepatan reperfusi, dan lokasi dari semua infark miokard.
a. Elektrokardiografi EKG sebelum infark
b. Hiperakut T (peningkatan lebar dari amplitudo gelombang T),
dapat disertai elevasi ST
c. Segmen ST elevasi yang nyata dengan hiperakut T
d. Gelombang Q patologis, segmen ST elevasi yang sudah
menurun,inversi gelombang T (nekrosis dan fibrosis)
e. Gelombang Q patologis, gelombang T upright (fibrosis)

1.7. Pemeriksaan Biomarka Jantung 8

Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka nekrosis


miosit jantung dan menjadi marka diagnosis infark miokard. Tropinin I/T sebagai
marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesifikasi lebih tinggi dari
CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya menunjukan adanya nekrosis miosit,
namun tidk dapat dipakai untuk menentukan adanya penyebab nekrosis miosit
tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).Tropinin I/T juga dapat meningkat oleh
sebab kelainan kardiak nonkoroner.
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T
menunjukan kadar yang normal dalam 4-6 jam. Pemeriksaan hendaknya diulang 8-
12 jam setelah awitan angina.jika awitan SKA tidak dapat ditentukan secara jelas
maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama.
Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan kerusakan
otot skeletal (spesifitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat (48 jam).
Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis
infark berulang atau ekstensi infark miokard maupun infak periprosedural.
1.8. Pemeriksaan laboratorium

Data laboratorium yang perlu diperiksa di samping biomarka jantung meliputi


tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,koagulasi darah, tes fungsi
ginjal dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda terapi ACS.1

1.9. Pemeriksaan foto polos dada1

Tujuan pemeriksaan foto polos dada untuk membuat diagnosis banding,


identifikasi kompikasi dan penyaki penyerta.mengingat pasien tidak diperkenankan
meninggalkan ruang gawat darurat untuk tujuan pemeriskaan maka foto polos dada
hendaknya dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat portable.

1.10. Tatalaksana (belum dimasukin nomor dapusnya)


Tujuan utama tatalaksana SKA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri
dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan,
pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan
tatalaksana komplikasi SKA. Terdapat beberapa pedoman dalam tatalaksana SKA
dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA dan ESC. Walaupun demikian perlu
disesuaikan dengan kondisi sarana / fasilitas di tempat pelayanan kesehatan masing-
masing dan kemampuan ahli yang ada.
1. Non Farmakologi

Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan oleh pasien infark miokard akut
dengan elevasi ST yaitu sebagai berikut.
 Aktivitas. Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.
 Diet. Karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien
harus puasa atau hanya minum air dalam 4-12 jam pertama. Diet mencangkup
lemak <300 mg/hari. Menu harus diperkaya dengan makanan yang kaya serat,
kalium, magnesium, dan rendah natrium.
 Bowels. Istirahat ditempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk
menghilangkan nyeri mengakibatkan konstipasi. Dianjurkan penggunaan kursi
komod di samping tempat tidur, diet tinggi serat dan penggunaan pencahar
ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat.
 Sedasi. Pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan
periode inaktivasi dengan penenang. Dapat menggunakan diazepam 5 mg,
oksazepam 15 – 30 mg atau lorazepam 0,5- 2 mg diberikan 3 atau 4 kali sehari
biasanya efektif.
2. Terapi Farmakologis
 Oksigen Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien hipoxemia dengan
saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi
dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. Oksigen harus diberikan
dengan hati-hati untuk pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik dan
retensi karbon dioksida.
 Anti angina
1. Nitrat

Nitrat intravena harus diberikan kepada pasien dengan infark miokard,


gagal jantung kongestif, iskemia persisten dan hipertensi. Manfaat utama
dari nitrat yaitu efek vasodilatornya. Nitrat dimetabolisme menjadi nitrat
oksida dalam endotelium vaskular. Nitrat oksida melemaskan otot polos
pembuluh darah dan melebarkan lumen pembuluh darah. Vasodilatasi
mengurangi preload jantung dan afterload serta menurunkan kebutuhan
oksigen miokard yang diperlukan untuk sirkulasi normal. Vasodilatasi arteri
koroner meningkatkan aliran darah pada obstuksi parsial dan pembuluh
darah kolateral. Nitrat bekerja sebagai vasodilator terkait dengan thrombus
dan oklusi koroner. Ketika diberikan sublingually atau intravena,
nitrogliserin memiliki onset kerja cepat. Data uji klinis telah mendukung
penggunaan awal nitrogliserin hingga 48 jam di infark miokard. Toleransi
nitrat dapat diatasi dengan meningkatkan dosis atau dengan memberikan
dosis harian nitrat setiap 8 sampai 12 jam.
2. Beta blocker

Beta blocker sangat bermanfaat untuk mengobati angina pectoris stabil


kronik. Golongan obat ini terbukti menurunkan angka mortalitas setelah
infark jantung yang mungkin disebabkan karena efek anti aritmianya. Jika
morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa digunakan adalah
metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat
frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval
PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas
menit setelah dosis terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan
dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam dan dilanjutkan 100mg tiap 12 jam.
 Calcium channel blockers (CCB)

CCB berfungi sebagai angina varian dan angina stabil kronik, karena
CCB meningkatkan dilatasi koroner dan mengurangi kebutuhan oksigen
karena efek penurunan tekanan darah, kontraksi dan penurunan denyut
jantung. CCB juga berfungsi untuk mengatasi angina tidak stabil, karena
adanya efek relaksasi terhadap vasospasme pembuluh darah pada angina
tidak stabil. Penggunaan lain seperi aritmia, hipertensi, kardiomiopati
hipertropik, penyakit raynaud, spasme serebral.
 Anti Platelet
1. Aspirin

Aspirin kunyah harus diberikan pada pasien yang belum pernah


mendapatkan aspirin pada kasus STEMI. Dosis awal yang diberikan 162 mg
sampai 325 mg. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
2. Klopidogrel Pemberian clopidogrel 600 mg sedini mungkin pada pasien
yang mendapatkan PCI. Sedangkan yang tidak mendapatkan PCI loading
dose 300 mg dan dilanjutkan dengan dosis pemulihan sebesar 75 mg per
hari.
 Penghambat Glikoprotein IIb/IIIa

Glikoprotein IIb / IIIa reseptor pada platelet mengikat fibrinogen di


jalur akhir dari agregasi platelet. Antagonis untuk glikoprotein reseptor
IIb/IIIa berpotensi menghambat agregasi platelet. Penggunaan glikoprotein
IIb/IIIa inhibitor selama intervensi koroner perkutan (PCI) pada pasien
infark miokard dan sindrom koroner akut telah terbukti mengurangi titik
akhir komposit kematian, reinfarction, dan tindak lanjut untuk target
revascularize lesi. Guideline terbaru merekomendasikan penggunaan
inhibitor IIb/IIIa untuk pasien yang direncakan penggunaan PCI.
 Antikoagulan
1. UFH.

Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah


unfractionated heparin (UFH). UFH telah terbukti efektif bila diberikan
secara intravena atau subkutan sesuai dengan pedoman tertentu. Durasi
minimum terapi heparin setelah infark miokard umumnya 48 jam, tapi
mungkin bisa lebih lama, tergantung pada skenario klinis individu. Heparin
memiliki manfaat tambahan untuk mencegah trombus melalui mekanisme
yang berbeda dari aspirin. Pemberian UFH sebagai tambahan terapi regimen
aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin membantu trombolisis dan
memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis
yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000 U)
dilanjutkan inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). Activated
partial thromboplastine time selama terapi pemeliharaan harus mencapai
1,5-2 kali.
2. LMWH.

Antikoagulan alternatif pada pasien STEMI adalah Low Molecular Weight


Heparin (LMWH). Pada penelitian ASSENT-3 enoksaparin dengan
tenokteplase dosis penuh memperbaiki mortalitas, reinfark dirumah sakit
dan iskemia refrakter di rumah sakit.
3. Fondaparinux.

Dalam penelitian OASIS-6 Penggunaan fondaparinux dalam konteks PCI


primer dikaitkan dengan bahaya potensial insiden kematian atau infark
berulang dalam 30 hari lebih tinggi 1% yang tidak bermakna. Oleh karena
itu tidak direkomendasikan. Fondaparinux dikaitkan dengan risiko
thrombosis kateter. Dengan demikian, antikoagulan tambahan dengan
aktivitas anti-IIa (unfractionated heparin atau enoxaparin) harus diberikan
untuk mencegah trombosis kateter. Ada pasca STEMI dengan onset 12 jam
aspirin, klopidogrel, dan obat antitrombin (heparin, enoksapirin,
fondaparinux) harus diberikan segera.

 ACE Inhibitor

ACE inhibitor menurunkan afterload miokard melalui vasodilatasi.


Salah satu strategi yang efektif untuk ACE inhibitor adalah mulai dengan
dosis rendah, agen short-acting dan titrasi dosis ke atas menuju target dosis
pemeliharaan stabil pada 24 sampai 48 jam setelah gejala onset. Setelah
dosis pemeliharaan yang stabil telah dicapai, yang agen short acting dapat
dilanjutkan atau dikonversi ke long-acting agent dengan dosis yang sama
untuk menyederhanakan dosis dan mendorong kepatuhan pasien. Untuk
pasien tidak toleran terhadap inhibitor ACE, angiotensin receptor blocker
(ARB) terapi dapat dipertimbangkan. ACE inhibitor yang paling umum
digunakan adalah captopril 6.25 mg-50 mg dua-tiga kali sehari, ramipril
1.25 mg-5 mg dua kali sehari dan lisinopril 5 mg/day-10 mg/day.

 Terapi reperfusi

Semua pasien STEMI seharusnya menjalani evaluasi untuk terapi


reperfusi. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi
kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau
takiaritmia ventricular yang maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien
STEMI adalah door-to needle ( atau medical contact –to-needle) time untuk
memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-
balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai
dalam 90 menit. Reperfusi, dengan trombolisis atau PCI primer,
diindikasikan dalam waktu kurang dari 12 jam sejak onset nyeri dada untuk
semua pasien Infark Miokard yang juga memenuhi salah satu kriteria
berikut : ST elevasi > 0,1mV pada >2 ujung sensor ECG di dada yang
berturutan, ST elevasi >0,2mV pada >2 ujung sensor di tungkai berturutan,
Left bundle branch block baru. Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP
atau farmakologis, diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang
timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left
Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi (sebisa
mungkin berupa PCI primer) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis
maupun EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala
telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG
tampak tersendat. Dalam menentukanterapi reperfusi, tahap pertama adalah
menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas PCI.
Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik. Bila ada, pastikan waktu
tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit
tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu
lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik
selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan
fasilitas PCI.

 Statin

Statin harus diberikan pada semua pasien dengan infark miokard tanpa
intoleransi atau reaksi yang merugikan sebelum pulang dari rumah sakit.
Lebih baik, terapi statin dimulai secepat mungkin setelah kondisi pasien
stabil. Pada percobaan yang dilakukan pada evaluasi pravastatin atau
atorvastatin disarakan dimulai dengan dosis tinggi mulai awal. Dosis
atorvastain 80 mg/hari.

Adapun menurut guideline yang disampaikan PERKI tatalaksana pada STEMI adalah
sebagai berikut :
1. Tatalaksana fase akut
a. Bed rest total
b. Oksigen 2-4 liter/menit
c. Pemasangan IVFD
d. Obat-obatan :
 Aspilet 160 mg kunyah
 Clopidogrel (untuk usia<75 tahun dan tidak rutin mengkonsumsi clopidogrel)
berikan 300 mg jika pasien mendapatkan terapi fibrinolitik atau
 Clopidogrel 600mg atau Ticagrelor 180mg jika pasien mendapatkan primary
PCI
 Atorvastatin 40mg
 Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 kali jika masih ada
keluhan,dan dilanjutkan dengan nitrat iv bila keluhan persisten
 Morfin 2- 4 mg iv, jika masih nyeri dada

e. Monitoring jantung
Jika onset < 12jam:
 Fibrinolitik (di IGD) atau
 Primary PCI (dI Cathlab) bila fasilitas dan SDM di cathlab siap melakukan
dalam 2 jam

2. Fase Perawatan Intensif


a. Obat-obatan :
 Simvastatin 1x20 atau Atorvastatin 1x20 mg atau 1x40 mg jika kadar LDL di
atas target
 Aspilet 1 x 80mg
 Clopidogrel 1 x 75 mg atau Ticagrelor 2 x 90mg
 Bisoprolol 1x1.25 mg jika fungsi ginjal bagus, Carvedilol 2x3,125 mg jika
fungsi ginjal menurun
 Ramipril 1 x 2,5 mg jika terdapat infark anterior atau LV fungsi menurun EF
<50%; diberikan jika tidak ada kontra indikasi
 Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat golongan ARB:
Candesartan 1 x 16 mg, Valsartan 2x80mg
 Obat pencahar 2 x 1 sendok makan
 Diazepam 2 x 5 mg
 Jika tidak dilakukan primary PCI diberikan heparinisasi dengan:
- UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit, dilanjutkan
dengan dosis rumatan 12 Unit/kgBB maksimal 1000 Unit/jam atau
- Enoxaparin 2 x 60mg (sebelumnya dibolus 30mg iv) atau Fondaparinux
1 x 2,5 mg
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
d. Diet Jantung 1800 kkal/24 jam
e. Total cairan 1800 cc/24 jam
f. Laboratorium: profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam urat. 9,10,11,12

1.11 Stratifikasi resiko

Stratifikasi risiko bertujuan untuk menentukan strategi penanganan lebih lanjut


(konservatif atau intervensi segera) bagi pasien SKA dapat menggunakan klasifikasi
TIMI (thrombolysis in myocardial infarction) dan GRACE (global registry of acute
coronary events). 13

Skor GRACE digunakan untuk memprediksi mortalitas perawatan di rumah sakit dan
dalam 6 bulan setelah keluar rumah sakit dengan memakai variable usia, kelas Killip,
tekanan darah sistolik, deviasi segmen ST, hent jantung saat tiba di ruang gawat darurat,
kreatinin serum, marka jantung yang positif dan frekuensi denyut jantung dengan skor
sesuai tabel.
Untuk memprediksi kematian di rumah sakit, dianggap memiliki risiko rendah (risiko
kematian < 1 %) bila skor risiko GRACE ≤108. Sementara itu, pasien dengan skor risiko
GRACE 109-140 dan > 140 berurutan memiliki risiko kematian menengah (1-3%) dan
tinggi (>3%). Untuk memprediksi kematian dalam 6 bulan setelah keluar rumah sakit,
pasien dengan skor risiko GRACE ≤ 88 dianggap memiliki risiko rendah (risiko
kematian < 3%). Sementara itu, pasien dengan skor risiko GRACE 89-118 dan > 118
berurutan memiliki risiko kematian menengah (3-8%) dan tinggi (>8%).13
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada dirasakan pasien sejak tanggal
29 april 2021 nyeri dada dirasakan seperti tertekan benda berat, nyeri derajat
berat dengan skor nyeri 10 dan tidak hilang dalam istirahat, mual, sesak dan
disertai keringat dingin. Pasien merasakan keluhan terus menerus sehingga
pasien harus datang ke rumah sakit B pada pukul 10.23 tanggal 29 April
2021. pasien dirujuk ke rumah sakit Kartika Husada pada pukul 11.53 tanggal
30 April 2021, pasien diberikan O2 2 lpm, ISDN 5 mg, Aspilet 4 tab dan
Clopidogrel 4 tab. Pasien kemudian dirawat inap di bangsal Melati rumah
sakit Kartika Husada selama 3 hari kemudian pasien dirujuk ke RS Soedarso
pada tanggal 3 Mei 2021 untuk dilakukan tindakan pemasangan ring pada
jantung.
Kasus ini menggambarkan presentasi klinis pada pasien dengan STEMI
anterior. Diagnosa ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang. Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan jika terdapat keluhan
angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan
yang bersebelahan. manifestasi klinis dari STEMI yaitu nyeri dada yang
tipikal berupa rasa tertekan pada retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher,
rahang, area interskapular, bahu atau epigastrium. Berlangsung persisten >
20menit dan terdapat keluhan penyerta seperti mual, muntah,nyeri
abdomen,sesak nafas dan sinkop.7 Hal ini sesuai dengan keadaan pasien yang
mengeluhkan nyeri dada terus menerus terasa seperti tertekan benda berat dan
menjalar ke punggung dan lengan kiri disertai keluhan penyerta berupa
sesak, keringat dingi,mual dan nyeri tekan pada daerah epigastrium
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah sindrom coroner akut harus menjalani pemeriksaan EKG 12
sadapan dalam 10 menit awal sesampainya diruang pemeriksaan. Pasien
dengan STEMI akan menunjukkan hasil pemeriksaan EKG berupa elevasi
segmen ST yang persisten. Pada perubahan EKG berupa ST-elevasi di V1-V6
kemungkinan arteri koroner yang terlibat adalah LAD1. Hal ini sesuai dengan
keadaan pasien yang dilakukan pemeriksaan EKG sesampainya di rumah
sakit Kartika Husada dan menunjukkan terdapat elevasi segmen ST pada V2-
V5. Hasil pemeriksaan troponin positif dan gambaran kardiomegali pada
rontgen thorax.
Untuk mengurangi kerusakan miokard, fokus utama penanganan akut
adalah mencapai reperfusi miokard terancam dengan sangat cepat, baik
secara mekanis dengan revaskularisasi koroner perkutan atau secara
medikamentosa dengan obat fibrinolitik. Pendekatan ini mengurangi luas
nekrosis miokard dan memperbaiki angka harapan hidup secara nyata.
Revaskularisasi harus dilakukan secepat mungkin agar lebih efektif. Semakin
dini intervensi dilakukan, semakin besar miokard yang dapat diselamatkan.
Keputusan tentang terapi harus dibuat dalam hitungan menit saat menilai
keadaan pasien berdasarkan anamnesis dan temuan EKG sebelum marka
serum untuk nekrosis naik.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan pada pasien, pasien di diagnosis dengan
STEMI Anterior onset <12 jam. Terapi yang telah diberikan saat ke IGD
adalah loading Clopidogrel 75 mg 4 tab dan Aspirin 4 tablet Atorvastatin
1x20 mg, inj. Pantoprazole 1x40mg,drip ISDN 0,5-2mg/jam, Kemudian
pasien diberi fibrinolitik Divity 1 x 2,5 mg sc, Selanjutnya, saat perawatan
intensif diberikan juga obat-obatan Alprazolam 0,5 mg, sprinolactan 1 x 25
mg, Laxadin 3x1 cth, dan Opiprol 1x 1,25 mg.
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.Pedoman Tatalaksana


Sindrom Koroner Akut. Vol. 4, Junral Kardiologi Indonesia.2018. p. 76.
2. Irmalita, Juzar DA, Andrianto, Setianto By, Tobing DPL, Firman D, et al.
Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut. 3rd ed. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskuler Indonesia; 2015.
3. Rosengren A, Wallentin L, Simoons M,Gitt AK, Behar S, BattlerA, et al.
Cardiovascular risk factors and clinical presentation in acute coronary syndromes.
Heart. 2005 Sep 1;91(9):1141-7
4. Akbar H, Foth C, Kahloon RA, Mountfort S. Acute ST Elevation Myocardial
Infarction. [Updated 2020 Aug 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2020.
5. Kotecha T, Rakhit RD. Acute coronary syndromes.Vol. 16, Clinical medicine
(London, England). Royal College Physicians;2016. P. s43-8
6. Crea F, Libbt P. Acure Coronary Syndromes. Circulation. 2017 Sep
19;136(12):1155-66
7. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Diseases: A
Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2008

8. O’Connor RE, Al Ali AS, Brady WJ, Ghaemmaghami CA, Menon V, Welsford M,
er al. Part 9: Acute Coronary Syndromes. Circulation. 2015 Nov 3;132(18 suppl
2):S483-500
9. Antman EM, Hand M, Armstrong PW et al. Focused Update of the ACC/AHA
2004 Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation Myocardial
Infarction : A Report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Practice .

10. Capodanno D, Angiolillo D. Advances in interventional cardiology management


of antiplatelet and anticoagulant therapy in patients with atrial fibrillation in the
setting of acute coronary syndromes or percutaneous. Interventions Coronary;
2014.
11. Montalescot G, Sechtem U, Achenbach S, Andreotti F, Arden C, Budaj A, et al.
ESC guidelines on the management of stable coronary artery disease : The Task
Force on the management of stable coronary artery disease of the European Society
of Cardiology. Eur.

12. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan Praktik Klinis


(PPK) dan Clinical

13. Subherwal S, Bach RG, Chen AY, Gage BF, Rao S V., Newby LK, et al. Baseline
risk of major bleeding in non-ST-segment-elevation myocardial infarction the
CRUSADE bleeding score. Circulation. 2009 Apr 14;119(14):1873-82

Anda mungkin juga menyukai