PENYUSUN
Nama : ERIC
NIM : 113307024
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “ST- Elevation Myocardial Infarction Anteroseptal”.
Sepanjang penyusunan laporan kasus ini, banyak pihak-pihak yang
memberikan kontribusi baik sumbangan waktu, ide, tenaga, dan dukungan
sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Untuk itu, tidak ada
yang dapat saya sampaikan kecuali rasa terima kasih mendalam kepada semua
pihak yang telah membantu, khususnya kepada dokter pembimbing saya yaitu,
dr.Hilfan Ade Putra Lubis, Sp.JP.
Saya menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan
laporan kasus selanjutnya. Terima kasih.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................3
BAB 2 LAPORAN KASUS………………………………….. 4
BAB 3 DISKUSI KASUS.............................................................15
BAB 4 KESIMPULAN.................................................................24
BAB 5 DAFTAR PUSTAKA............................................ 25
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
BAB 2
STATUS PASIEN
Rekam Medik
No : 02.95.45 Tanggal : 11 Juni 2016
Nama pasien : Edward Simanungkalit Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. M.Siregar No.63
STATUS PRESENS:
KU : Sedang Kesadaran : Compos Mentis
TD : 167/87 mmHg HR : 84x/i regular
RR : 24 x/i Suhu : 36,70C
4
Berat Badan : 63,1 Kg
Ortopnoe : (-) Dispnoe : (-) Ikterus : (-) Edema : (-) Pucat : (-) Sianosis : (-)
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : mata : anemia (-/-), ikterik (-/-)
Leher : TVJ : R + 2 cmH2O
Dinding toraks : I: Simertis fusiformis
P: SF ki =ka
P: Sonor pada kedua lapangan paru
A: SP : vesikuler pada lap. paru kanan & kiri
ST : ronki basah basal (-/-), wheezing (-)
Batas Jantung :
- Atas : ICS III sinistra
- Kiri : LMCS
- Kanan : Linea sternalis dexta
ELEKTROKARDIOGRAFI :
5
6
Interpretasi rekaman EKG :
Sinus Ritme, QRS rate 80 x/i, QRS axis normoaxis, P wave (+) N, PR interval
0,16”, QRS duration 0,08”, ST elevasi di V1-V4, T inversi di V1-V4, QS di V1-
V2, LVH (-), VES (-).
Kesan EKG :
Sinus Ritme + STEMI anteroseptal + OMI septal
FOTO TORAKS :
Interpretasi foto toraks ( AP ) :
7
CTR 51,3%, segmen aorta dilatasi (+), segmen pulmonal (+) N, pinggang jantung
normal, apeks downward, kongesti (-), infiltrat (-).
Kesan : Kardiomegali
Hasil Laboratorium :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
DARAH RUTIN
Hemoglobin 12,80 g% 13,5 – 15,5 g%
Eritrosit 4,87 x 106/mm3 4,50 – 6,50 x 106/mm3
Leukosit 9.680/mm3 5.000-11.000/mm3
Hematokrit 37,4% 30.5 – 45.0 %
Trombosit 231.000/mm3 150.000-450.000/mm3
ENZIM JANTUNG
Troponin T Negative 0.0 µg/L < 0.8 µg/L
CK-MB 5 U/L < 5 U/L
METABOLISME
KARBOHIDRAT 479 mg/dL < 200 mg/Dl
Glukosa Darah Sewaktu
FUNGSI GINJAL
Ureum 40 mg/dL 10-38 mg/dL
Kreatinin 1,9 mg/dl 0,55-1.30 mg/dL
HST
Waktu Protrombin 12,2 detik
INR 0,87
APTT 30,0 detik
Waktu thrombin 12,2 detik
ELEKTROLIT
Natrium 131.6 mEq / L 135 - 145 mEq / L
Kalium 3,67 mEq / L 3,5 - 5,5 mEq / L
Klorida 112.1 mEq / L 94 - 111 mEq / L
8
Diferensial diagnosa :
Miokarditis
Perikarditis
Pengobatan :
Bed rest semifowler
O2 2-4L/i
IVFD RL 8 gtt/i mikro
Inj. Ranitidine 1amp/12 jam
Concor 2,5mg 1 x ½ tab
ISDN 3 x 5 mg
Inj Lovenox 0,6cc/12jam
Micardis 1x80mg
Aprazolam 1x0,5mg
Actorvastatin 1x20mg
Prognosis :
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Klasifikasi Killip
Kelas Definisi Proporsi Mortalitas
9
pasien (%)
I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 40-50% 6
II + S3 dan/atau ronki basah di basal paru 30-40% 17
III Edema paru akut 10-15% 30-40
IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80
10
FOLLOW UP PASIEN DIVISI KARDIOLOGI
Nama : Porkas M. Pane
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Tanggal S O A P
11-06- Nyeri Kesadaran: STEMI Bed rest
2016 dada Compos Mentis anteroseptal O2 2-4 L/i
sesekali TD:100/70mmH onset 3 hari IVFD NaCl
g HR:72x/m KILLIP I 0,9% 10gtt/i
RR:18x/m TIMI RISK (mikro)
0
Suhu: 36,2 C 4/14 Inj. Ranitidine
Sianosis:(-) 1 amp/12jam
Thorax: S1S2 N, Aprazolam
murmur (-), 1x0,5g
gallop (-) 1x80 mg
Pulmo: SP
Concord 1x1/2
vesikuler,
2,5g
Abdomen:
3 x 6,25 mg
simetris, soepel,
ISDN 3x5mg
H/L ttb, BU (+)N
Micardis 1x80g
Extremitas :
edema (-/-),
akral hangat
11
Thorax: S1S2 N, Aprazolam
murmur (-), 1x0,5g
gallop (-) 1x80 mg
Pulmo: SP Concord 1x1/2
vesikuler, 2,5g
Abdomen: 3 x 6,25 mg
simetris, supel, ISDN 3x5mg
H/L ttb, BU (+)N Micardis 1x80g
Extremitas :
edema (-/-),
akral hangat
13-06- Nyeri Kesadaran: STEMI Bed rest
2016 dada Compos Mentis anteroseptal O2 2-4 L/i
sesekali TD:130/80mmHg KILLIP I IVFD NaCl
HR:68x/m TIMI RISK 0,9% 10gtt/i
RR:20x/m 4/14 (mikro)
0
Suhu: 36,2 C Inj. Ranitidine
Sianosis:(-) 1 amp/12jam
Thorax: S1S2 N, Aprazolam
murmur (-), 1x0,5g
gallop (-) 1x80 mg
Pulmo: SP
Concord 1x1/2
vesikuler,
2,5g
Abdomen:
3 x 6,25 mg
simetris, supel,
ISDN 3x5mg
H/L ttb, BU(+)N
Micardis 1x80g
Extremitas :
edema (-/-),
akral hangat
12
2016 dada Compos Mentis anteroseptal O2 2-4 L/i
sesekali TD:120/80mmH KILLIP I IVFD NaCl
g HR:80x/m TIMI RISK 0,9% 10gtt/i
RR:20x/m 4/14 (mikro)
0
Suhu: 36,2 C Inj. Ranitidine
Sianosis:(-) 1 amp/12jam
Thorax: S1S2 N, Aprazolam
murmur (-), 1x0,5g
gallop (-) 1x80 mg
Pulmo: SP Concord 1x1/2
vesikuler, 2,5g
Abdomen: 3 x 6,25 mg
simetris, supel,
ISDN 3x5mg
H/L ttb, BU(+)N
Micardis 1x80g
Extremitas :
edema (-/-),
akral hangat
13
simetris, supel, ISDN 3x5mg
H/L ttb, BU(+)N Micardis 1x80g
Extremitas :
edema (-/-),
akral hangat
PBJ
BAB 3
DISKUSI KASUS
14
fibrinolitik atau secara mekanis, intevensi koroner perkutan primer (PERKI,
2014).
Diagnosa kerja dapat ditegakkan dengan ditemukannya riwayat nyeri dada
yang bertahan lebih dari 20 menit, penyebaran nyeri ke leher, rahang ataupun
lengan kiri, riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya. Pada beberapa kasus
dapat ditemukan gejala seperti diaphoresis, mual, muntah, sesak nafas, jantung
berdebar bahkan pingsan. Diperkirakan 30% dari kasus menunjukkan gejala yang
atipikal (Steg et al., 2012).
Pada anamnesis pasien ini ditemukan nyeri dada substernal, durasi nyeri
>20 menit, sifat nyeri dada seperti ditimpa beban berat, penjalaran nyeri ke
punggung, tengkuk, serta lengan kiri dan disertai keringat dingin.
Tidak ada pemeriksaan fisik yang khas pada STEMI namun dapat
dijumpai cemas, gelisah, pucat, diaphoresis, ektremitas dingin, takikardia,
hipotensi, dan dapat terdengar suara jantung S3 atau S4 (Kumar et al., 2009)
Pada pasien ini ditemukan cemas, gelisah, dan keringat dingin pada saat
nyeri dada. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.
EKG
Selama fase awal, oklusi total arteri koroner menunjukkan gambaran EKG
elevasi segmen ST. Dalam beberapa jam kemudian diikuti gelombang T terbalik
dan dalam beberapa hari kemudian muncul gelombang Q patologis (Rhee et al.,
2011).
15
Gambar : Evolusi EKG pada STEMI (Rhee et al., 2011).
Laboratorium
Pemeriksaan enzim jantung CK-MB atau Troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CKMB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).
Troponin I/T juga dapat meningkat karena kelainan kardiak non koroner seperti
takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar
troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal nafas, penyakit neurologik akut,
16
emboli paru, hipertensi pulmonal, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal (PERKI,
2014).
Pada kasus infark miokard, serum troponin I/T mulai meningkat 3-4 jam
setelah onset dan mencapai puncaknya pada 18-36 jam. Kemudian menurun
secara perlahan dan dapat dideteksi selama 10-14 hari. Serum CKMB mulai
meningkat 3-8 jam setelah onset dan mencapai puncaknya setelah 24 jam.
Kemudian kadar CKMB kembali normal setelah 48-72 jam (Rhee et al., 2011).
Pada pasien dijumpai hasil pemeriksaan Troponin dan CKMB yang
normal. Troponin T pada pasien Negative 0,0 ug/L (< 0,8ug / L) dan CKMB 5
U/L ( < 5 U/L ).
Angiografi Koroner
Angiografi koroner merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung
dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak
sumbatan pada arteri koroner. Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang
dinamakan angioplasti dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri
tersebut. Kadang-kadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam
arteri (Rhee et al., 2011).
Pada pasien ini dilakukan angiografi koroner dan dijumpai adanya stenosis
total pada arteri koroner LAD sesudah cabang diagonal 1 (D1), maka dianjurkan
untuk dilakukan tindakan angioplasti pada pasien ini.
Penatalaksanaan
Tatalaksana Awal
Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok
komplikasi umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik
(pump failure).
Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan
adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi pada jam
17
pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang
dicurigai STEMI antara lain:
Penanganan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi.
Trasnportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/
ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.
Melakukan terapi reperfusi.
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya
bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset
nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa
ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat (Fuster et al, 2011).
Tatalaksana Umum
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama (Fuster et al, 2011).
Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, nitrogliserin juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan nitrogliserin intravena. Nitrogliserin
intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru (Fuster
et al, 2011).
Morfin
18
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit dengan dosis total 20 mg.
Mengurangi dan menghilangkan nyeri dada sangat penting karena nyeri dikaitkan
dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan
beban jantung (Fuster et al, 2011).
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg (Fuster et al, 2011).
Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg. Lima belas menit setelah dosis IV
terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama
48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam (Fuster et al, 2011).
ACE Inhibitor
ACE Inhibitor harus segera diberikan jika tekanan darah stabil dan tetap di atas
100 mmHg. Keuntungan ACE Inhibitor terutama terlihat pada pasien dengan
gagal jantung, infark miokard, disfungsi ventrikel kiri. ACE Inhibitor seperti
captopril 6,25 mg diberikan 3 dosis, target 25-50 mg (Fuster et al, 2011).
Antagonis Kalsium
Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan antagonis kalsium secara rutin.
Namun golongan obat ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita
19
dengan nyeri dada iskemik yang berlanjut walaupun telah mendapatkan nitrat dan
penyekat beta (Fuster et al, 2011).
Antitrombotik
Menurut John (2008) heparin dapat diberikan dalam bentuk unfractionated
heparin atau low molecular weight heparin. Unfractionated heparin diberika 5000
unit bolus dilanjutkan dengan 1000 unit/jam. Dosis heparin kemudian diteruskan
sesuai pemeriksaan aPTT (target aPTT 1,5-2 x nilai normal) (Fuster et al, 2011).
Terapi Reperfusi
20
Gambar 1. Pendekatan Manajemen STEMI (Steg et al, 2008)
21
STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang
maligna.
Indikasi terapi fibrinolitik adalah sebagai berikut (Fuster et al, 2011):
Gejala yang sesuai dengan IMA.
Perubahan EKG berupa ST elevasi > 0,1 mm pada minimal 2 sandapan yang
berdekatan, gambaran bundle branch block baru.
Onset nyeri dada:
< 6 jam : sangat bermanfaat
6-12 jam : bermanfaat
>12 jam : tidak bermanfaat, kecuali dengan penderita dengan iskemia lanjut,
yang terbukti berlanjutnya nyeri dada dan ST elevasi pada EKG.
Kontraindikasi fibrinolitik
Keberhasilan resusitasi tidak dikontraindikasikan dengan terapi fibrinolitik. Akan
tetapi, pada keadaan yang tidak efektif dimana dapat terjadi peningkatan
perdarahan yang merugikan, pemberian fibrinolitik tidak diindikasikan.
22
Gambar 3.2 : Kontraindikasi fibrinolitik (Steg et al, 2012)
Kegagalan fibrinolitik
Ditandai dengan berlanjutnya nyeri dada dan menetapnya ST elevasi. Komplikasi
berupa gagal jantung, aritmia lebih banyak terjadi, untuk itu rescue PTCA harus
dipertimbangkan. Jika tidak memungkinkan, sebaiknya fibrinolitik diulangi
dengan dosis yang sama (Fuster et al, 2011).
Primary PTCA
Primary PTCA terbukti memiliki keberhasilan membuka dan mempertahankan
patensi arteri koroner yang tersumbat lebih baik dibandingkan fibrinolitik. Namun
tindakan ini masih terbatas pada beberapa rumah sakit. Primary PTCA
dipertimbangkan sebagai alternatif tindakan reperfusi, tindakan ini tidak
dianjurkan jika pemberian fibrinolitik melebihi 60-90 menit.
pasien yang memiliki kontraindikasi absolut untuk tindakan fibrinolitik,
pasien dengan syok kardiogenik.
23
BAB 3
KESIMPULAN
24
BAB 4
DAFTAR PUSTAKA
Fuster, et all., 2011.The Heart Disease. Edisi ketiga belas. Mc Graw Hill
Publisher.
Guyton, A.C. dan Hall, J. E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
kesembilan. EGC. Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2014. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi ketiga. Centra Communications.
Kumar, A. dan Cannon, C.P., 2009. Acute Coronary Syndrome: Diagnosis
and Management. Mayo Clinic 84(10): 917-938.
Rhee J.W., Sabatine S.M., Lily S.L., 2011. Acute Coronary Syndromes.
Dalam: Pathophysiology of Heart Diseases. Edisi kelima. Lippincott Williams &
Wilkins, Wolters Kluwer. Philadelphia: 161-189.
Steg, G., et all., 2012. ESC Guidelines for The Management of Acute
Myocardial Infarction in Patients Presenting with ST-Segmen Elevation.
European Heart Journal 33:2569-2619.
Thygesen, K., et all., 2007. Universal Definition of Myocardial infarction.
Circulation 116:2634-2653.
25