TOKSOPLASMOSIS SEREBRI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya di SMF Neurologi
Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura
Disusun oleh:
Albertina L Tebay., S.Ked
Eka Panji Priambodo Padmosusilo., S.Ked
Permin Sofyana Enumbi., S.Ked
Renaldy Nayoan Sutrahitu., S.Ked
Wahyu Aryo Bimo., S.Ked
Pembimbing:
dr. Nelly Y. Tan Rumpaisum, Sp.S
Menyetujui
Penguji/ Pembimbing
Contents
Lembar Pengesahan...........................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
B A B II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................6
2.1 Toksoplasmosis Serebri......................................................................................6
2.1.1 Definisi Klinis............................................................................................6
2.2 Epidemiologi Toksoplasmosis Serebri...............................................................6
2.3 Etiologi Toxoplasma Gondii...............................................................................9
2.4 Patogenesis Toksoplasmosis Serebri................................................................15
2.5 Diagnosis.....................................................................................................24
2.6 Diagnosa Banding............................................................................................34
2.7 Penatalaksanaan........................................................................................35
2.8 Prognosis..........................................................................................................37
BAB III LAPORAN KASUS...........................................................................................38
3.1 Identitas Pasien.................................................................................................38
3.2 Anamnesis........................................................................................................38
3.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................40
3.4 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................42
3.5 Follow-Up Ruangan.........................................................................................44
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................56
4.1 Bagaimana mendiagnosa toxoplasmosis cerebri pada pasien ini ?...................56
4.2 Bagaimana terapi pada pasien toxoplasmosis cerebri ?....................................56
4.3 Bagaimana komplikasi pada toxoplasmosis cerebri..........................................58
BAB V PENUTUP...........................................................................................................59
5.1 Kesimpulan............................................................................................................59
Daftar Pustaka..................................................................................................................60
BAB I
PENDAHULUAN
Gambar 2.2
Siklus Seksual dalam Usus Kucing (Viqar, 1997).
Gambar 2.3.
Siklus Hidup T.gondii dalam Host Difinitif (Black dan Boothroyd,
2000).
Gambar 2.11
Infeksi T.gondii Pada Manusia (Joynson dan Wreghitt, 2001).
Kista di jaringan otak mengandung banyak bradisoit (kista jaringan
otak dengan daya replikasi sangat rendah), akan mengalami perubahan fase
menjadi takisoit dalam kista (pseudokista) yang mempunyai aktivitas
pembelahan sangat cepat, aktif dan invasif. Perkembangan selanjutnya takisoit
atau trophozoit akan mengalami replikasi secara cepat sehingga mengisi
seluruh sel glial otak (Black dan Boothroyd, 2000; Viqar, 1997).
Proses takisoit menembus masuk ke sel glial, menempel pada
permukaan sel hospes kemudian membentuk vakuola, pengeluaran enzim dari
roptri sehingga mempermudah menembus kedalam sel hingga sempurna
dalam waktu ± 10 detik. Selanjutnya bereplikasi sangat cepat mengisi seluruh
sel glial hingga penuh menyebabkan sel pecah dan parasit bersporulasi
menginfeksi sel jaringan otak sekitarnya. Takisoit yang baru terbentuk akan
menyebar dan segera mengaktivasi sistem imunitas tubuh ditangkap oleh
makrofag dan limfosit yang merupakan sistem imun diluar sistem saraf pusat
(SSP) (Dubey, 2010).
Sitokin yang dihasilkan oleh sel astrosit dan mikroglia seperti IL-1, IL-
6, Tumor Necrosis Factor α (TNFα) dan Tumor Growth Factor ß (TGF-ß) dan
sitokin yang dihasilkan oleh oligodendrodit seperti IL-1, dan TGF- ß, sel-sel
tersebut merupakan komponen sistem imun dalam otak (SSP) yang bekerja
untuk menghancurkan dan menghambat perkembangan parasit (Dubey, 2010).
Astrosit dan mikroglia memproduksi TNFα yang memodulasi ekspresi MCH-I
dan MCH-II yang ditemukan pada beberapa jenis sel SSP. Interferon gamma
(IFN-γ) diproduksi oleh sistem imun di SSP maupun diperifer dan INF-γ
inilah yang kerjanya diduga sebagai penghubung antara SSP dan sistem imun
diseluruh tubuh (gambar 2.12) (Karnen, 2006).
Gambar 2.12
Produksi Sitokin Oleh Sistem Imun
Perifer (A) danSistem Imun Saraf (B)
(Karnen, 2006).
Lesi di otak menjadi lebih berat dan permanen akibat destruksi
jaringan oleh karena ploriferasi takisoit, mengakibatkan sel otak mengalami
kematian atau nekrosis (Claudia dkk., 2003). Mekanisme kematian sel glia
secara morfologi terdiri dari dua mekanisme yaitu, apoptosis dan nekrosis.
Sebagai akibat proses integrasi antigen antibodi. Kedua mekanisme sel ini
pada awalnya diakibatkan oleh suatu stres oksidatif sebagai pemicu awalnya,
namun proses kematian sel selanjutnya sangat berbeda. Takisoit menginduksi
terjadinya proses infiltrasi inflamasi sel mikroglia untuk menginduksi IFN-γ
selanjutnya menghasilkan Nitrit Oksida (NO) sebagai stres oksidatif yang
merusak mikondria sel. Sitokin proinflamasi dalam otak IL-1 dan TNFα
merangsang Apaf-1 mengaktifkan caspase untuk terjadinya apoptosis yaitu
kematian sel tipe-1, selanjutnya terjadi kematian sel tipe-2, cytoplasmic
autophagig vakuola dalam lisosom yang merusak intraseluler yang merusak
nukleus dan sitoplasma sebagai penetrasi takisoit dalam target nukleus
sehingga kematian sel tipe -3 yang dikenal dengan nekrosis terjadi. Nekrosis
ditandai dengan kariolisis dan edem sel sehingga terjadi pembengkakan dan
hilangnya plasma serta integritas membran (Jorge dkk, 2000). Keluaran
radikal bebas Nitrit Oksida (NO) dalam jumlah tinggi menimbulkan gejala
serebral melalui hambatan neurotransmisi (Denkers dan Gazzinelli, 1998).
Pada penelitian binatang percobaan, predileksinya selalu tampak pada
substansia grisea dari kortek serebri, lebih dalam lagi ke ganglia basalis dan
daerah periventrikuler. Keadaan AIDS menyebabkan respon perlawanan
terhadap T.gondii sangat lemah, tidak mampu membatasi perkembangan
parasit. Sifat parasit yang obligat intraseluler memperburuk keadaan, dimana
parasit masuk secara intraseluler kemudian dengan mudah menyebar
keseluruh tubuh secara hematogen dan limfogen. Parasit dapat masuk
menembus sawar darah otak yang memperberat infeksi disamping oleh
reaktivasi dari kista jaringan yang memang sebelumnya berada di jaringan
otak. Pada saat takisoit menyebar dalam darah terjadi parasitemia yang
berlangsung beberapa hari. Takisoit beredar dalam sirkulasi akan difagosit
oleh makrofag. Takisoit mempunyai kemampuan menghambat fusi fagosom
dan lisosom, sehingga terhindar dari enzim lisosom yang dapat
membunuhnya. Kondisi sistem imun rendah menyebabkan takisoit tetap dapat
berkembang dalam makrofag dan justru secara aktif menginvasi sel makrofag
untuk membelah diri dalam fagosom, selanjutnya makrofag pecah
mengeluarkan banyak takisoit baru dan siap menginfeksi sel host lainnya
melalui proses endodiogeni (Gambar 2.13) (Viqar, 1997).
Gambar 2.13
Makrofag Ruptur yang telah Mengeluarkan Takisoit Stadium ini disebut
Pseudokista (Viqar, 1997).
Gambaran toksoplasmosis serebri secara histopatologi nampak
disekitar sel dipenuhi takisoit yang kelilingi sel mononuklear dan makrofag
serta terjadi inflamasi perivaskuler selanjutnya menjadi vaskulitis dan
nekrosis. Timbul lesi membesar semakin lama menjadi lunak berupa eksudasi
limfosit dan plasma, jaringan nekrosis pada leptomeningeal secara difus,
granuloma menimbulkan dilatasi ventrikel akibat oklusi aquaduktus,
pembentukan abses dikelilingi banyak takisoit, ensefalitis, kalsifikasi
menimbulkan gejala lesi desak ruang (gambar 2.14.A,B,C,D,E ) (Dubey,
2010).
Gambar 2.14
(A) Dua Buah Takisoit didalam Kapiler Endotelium (B)Vaskulitis
denganSebuah Takisoit (C). Fokus pada Pusat Nekrosis dengan
Gliosis di sekitarnya (D). Nodul Glial yang dikelilingi dengan Kista
T.gondii (E). Perivaskulitis dan Gliosis tanpa adanya Takisoit
(Dubey, 2010).
Gambar 2.15
Terbentuknya Imunitas Tubuh Saat Terinfeksi T.gondii (Joyson dan
Wregitt, 2010).
Gambar 2.16.
Efektor CD4+ dan CD8+ (Denkers, 1998).
2.7 Penatalaksanaan
Terapi lini pertama untuk toksoplasmosis serebri adalah kombinasi
pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah
otak dengan baik walaupun tidak ditemui inflamasi.18 Toxoplasma
gondii,membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat
pemerolehan vitamin B oleh T. gondii sedangkan sulfadiazin akan
menghambat penggunaannya. Pirimetamin 50-100 mg perhari diberikan
dengan dikombinasikan dengan sulfadiazin 1-2 g tiap 6 jam. Kombinasi
pirimetamin dan sulfadiazin dapat memberikan efek yang tidak diharapkan
berupa penghambatan sekuensial terhadap enzim yang membantu
pembentukan asam folat. Oleh karena itu, pemberian asam folat 5- 10 mg
perhari diindikasikan untuk mencegah depresi sumsum tulang. 3
Pasien yang alergi terhadap golongan sulfa dapat diberikan
kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari dengan klindamisin 450-600
mg tiap 6 jam. Pasien alergi terhadap sulfa dan klindamisin dapat diganti
dengan azitromycin 1200 mg/hr, atau klaritromisin 1 gram tiap 12 jam,
atau atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa pada 95% pasien, perbaikan dapat terlihat melalui neuroimaging
5
setelah 2 minggu terapi. Bila setelah 14 hari terapi pasien tidak
menunjukkan perbaikan, atau setelah 3 hari terapi pasien mengalami
perburukan klinis pasien perlu menjalani biopsi lesi untuk menyingkirkan
limfoma yang juga sering ditemukan pada pasien HIV/AIDS. 3
Terapi toksoplasmosis serebri selama 2 minggu awal disebut
sebagai fase induksi awal (loading), dan walaupun perbaikan klinis sudah
dapat terjadi selama fase tersebut pasien tetap memerlukan terapi induksi
lanjutan dan terapi rumatan/ maintenance sebagai profilaksis sekunder
terjadinya toksoplasmosis serebri. Penelitian menyebutkan bahwa 50- 80%
pasien HIV yang tidak menerima terapi rumatan akan mengalami
kekambuhan. Terapi induksi lanjutan yang dimaksudkan adalah dengan
menggunakan regimen yang sama dengan terapi lini pertama, yaitu
pirimetamin dan sulfadiazin namun dengan dosis lebih rendah
(pirimetamin 25-50 mg per hari dan sulfadiazin 500-1000mg) yang
dikonsumsi selama minimal 6 minggu. 3 Kembalinya sistem imunitas pada
pasien HIV dapat menjadi penanda dapat dihentikannya terapi rumatan
untuk kasus toksoplasmosis. Berdasarkan panduan tatalaksana untuk
infeksi oportunistik pada pasien HIV/AIDS, profilaksis sekunder
toksoplasmosis dapat dihentikan apabila kadar CD4 mencapai lebih dari
200 sel/μL se lama 6 bulan.10 Melihat panjangnya durasi terapi pada kasus
toksoplasmosis serebri, kepatuhan pasien dalam terapi toksoplasmosis
serebri sangat diperlukan, 60% pasien yang menghentikan pengobatan
sebelum waktunya akan mengalami relaps.4
Pemberian kortikosteroid bukan merupakan terapi yang rutin
digunakan. Namun penggunaannya perlu dipikirkan pada pasien yang
terus mengalami perburukan klinis dalam 48 jam atau pasien yang secara
radiologis diketahui mengalami midline shift dan menunjukkan tanda-
tanda peningkatan tekanan intrakranial. Kortikosteroid yang umum
digunakan pda keadaan tersebut adalah dexamethasone dengan dosis 4mg
diberikan tiap 6 jam kemudian diturunkan dosisnya secara cepat selama
beberapa hari selanjutnya. Pemberian steroid perlu dilakukan secara hati-
hati pada pasien dengan infeksi HIV karena akan memperbesar
kemungkinan terjadinya infeksi oportunistik sekaligus memberikan
masking-effect dari infeksi tersebut.19
Oleh karena kejadian toksoplasmosis serebri berkaitan erat dengan
kadar CD4, maka terapi antiretroviral tentu diperlukan pada pasien
HIV/AIDS. Namun pemberiannya pada pasien yang telah didiagnosis
dengan toksoplasmosis serebri memerlukan perhatian khusus karena dapat
memicu terjadinya IRIS. Untuk mencegah hal tersebut, terapi antiretroviral
baru dapat diberikan 2-3 minggu setelah terapi toksoplasma, bergantung
dari penilaian klinisi.19
Fakta bahwa angka mortalitas pasien HIV/AIDS dengan
toksoplasmosis serebri meningkat secara signifikan memberikan dasar
yang kuat bagi para klinisi untuk memberikan terapi empirik pada
pasien dengan HIV/AIDS yang memiliki gambaran lesi multipel
terutama bersifat ring-enhancement pada CT Scan walaupun hasil serologi
belum diketahui.19
2.8 Prognosis
Toxoplasmosis yang menyerang sistem saraf pusat di otak memiliki
komplikasi baik neurologis fokal, multifokal maupun menyeluruh (difusa)
bergantung pada lokasi infeksinya di otak. Sehingga prognosis bergantung
pada lesi dan terapi.
BAB III
LAPORAN KASUS
No. DM : 47 47 40
Umur : 32 Tahun
Pekerjaan : IRT
3.2 Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan Utama :
Nyeri kepala
Lokasi :
Kepala
Onset : 5 hari yang lalu SMRS
RIWAYAT
PENYAKIT Kualitas :
SEKARANG Pasien diantar oleh keluarga ke IGD dengan membawa
surat rujukan dari RS wamena dengan keluhan sakit kepala
sejak maret 2019 sampai meluas ke 2 mata terasa tertekan
beban berat diawali dengan badan terasa panas, kemudian
mata kiri agak tertutup dan terasa kabur. Nyeri kepala di
rasakan terus menerus dari pagi sampai malam seperti
ditekan beban berat dan nyeri kepala yang dirasakan makin
lama makin hebat sehingga menganggu aktifitas pasien
sebelumnya pasien sudah pernah berobat di beberapa PKM,
RS wamena tetapi masih sakit dan akhirnya dari RS
wamena pasien Dirujuk ke Rumah sakit umum dok II
jayapura
Kuantitas :
Nyeri kepala dirasakan
Kronologis :
Pasien datang ke IGD diantar keluarga dengan keluhan
nyeri kepala ±5 jam SMRS. Diketahui sebelumnya pasien
mengeluh nyeri kepala berat seperti di tekan beban berat
yang membuat mata pasien tertutup dan penglihatan terasa
kabur yang diawali dengan badan terasa panas. Nyeri
kepala di rasakan terus menerus dari pagi sampai malam
seperti ditekan beban berat dan nyeri kepala yang dirasakan
makin lama makin hebat sehingga menganggu aktifitas
pasien sebelumnya pasien sudah pernah berobat di beberapa
PKM, RS wamena tetapi masih sakit dan akhirnya dari RS
wamena pasien Dirujuk ke Rumah sakit umum dok II
jayapura. Keluhan pusing ditekan beban berat (+), kejang
(+) ±4 bulan yang lalu 1 kali, oleng (+), gangguan
pendengaran (-), bicara cadel (-).
Faktor yang Memperberat :
Ketika beraktivitas
Faktor yang Memperingan :
Istrahat/berbaring
Faktor Penyerta :
Sakit kepala (+), penglihatan kabur (+), Batuk (-), Demam
(-), mual (-), muntah (-).
RIWAYAT Riwayat kelemahan atau keluhan yang serupa disangkal.
PENYAKIT DAHULU Riwayat hipertensi (-), kencing manis (-), penyakit jantung
(-), Penyakit ginjal (-), Obesitas (-), kolesterol tinggi (-),
asam urat (-).
RIWAYAT Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang
PENYAKIT sama seperti pasien. Riwayat hipertensi (-), kencing manis
KELUARGA (-), Kolesterol (-), Penyakit Ginjal (-), Penyakit Jantung (-).
RIWAYAT SOSIAL - Pasien adalah Ibu Rumah tangga (IRT)
DAN KEBIASAAN - Pasien sudah menikah
- Merokok ( - )
- Meminum alkohol ( - )
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
TANDA- Kesadaran : Compos mentis
TANDA Tekanan Darah : 130 / 100 mmHg
VITAL Denyut Nadi : 70 x/menit
Pernapasan : 21 x/ menit
Suhu Tubuh : 36.7oC
SpO2 : 98% spontan
Pemeriksaan Kepala
Kepala : nomocephal
STATUS Pemeriksaan Mata
INTERNA Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Refleks cahaya (+/+), isokor Ø 3 mm /
3 mm
Pemeriksaan Hidung
Serumen (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-), perdarahan (-/-)
Pemeriksaan Mulut
bibir tampak normal, bibir sianosis (-), oral candidiasis (- ), tonsil T1/T1,
faring hiperemis (-)
Pemeriksaan Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP meningkat (-)
Pemeriksaan Thorax
Paru
In inspeksi : Simetris, ikut gerak napas, retraksi (-)
P palpasi : vocal fremitus dextra = sinistra
P perkusi : Sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba
Perkusi : Batas kanan: ICS 3 parasternal dextra
Punggung jantung: ICS 2 parasternal sinistra
Apex jantung : ICS 6 midclavicula
Auskultasi : Bunyi Jantung I – II reguler, mur-mur (-), gallop
(-).
Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak
teraba,lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral teraba hangat, Edema (-/-), CRT < 2 detik
Ekstremitas bawah : Akral terba Hangat, Edema (-/-), CRT < 2 detik
Genitalia : dalam batas normal
STATUS Motorik :
NEUROLOGI Kesan : Kelemahan sisi kanan
S
Sensorik :
Sulit dinilai
Otonom :
N. I (Olfaktorius) : dalam batas normal
N.II (optikus) : Refleks Cahaya (+/+)
N.III (Occulomotorius) Ptosis (+/-)
N.IV (Trochlearis) Gerakan bola mata (+/sulit di nilai)
N.VI (Abdusen) Kesan : Parase N III
N.V ( Trigeminus) :
Cabang 1 (Ophtalmicus)
Cabang II (Maxillaris) sulit dinilai
Cabang III (Mandibularis) :
N.VII (Fascialis) : Dengan rangsang nyeri : Kesan parese nervus 7
kiri sentral
N.VIII (Vestibulocochlearis) : sulit dinilai
N. IX (Glossopharingeus) : sulit dinilai
N.X (Vagus) : sulit dinilai
N.XII (Hypolgsossus) : kesan parese nervus XII kanan sentral
Achiles ++/++
Rangsang Patologis
Gordon -/-
Schaefer -/-
Hoffman -/-
Trommer -/-
Kekuatan Motorik :
4 5
4 5
b. Pemeriksaan Radiologis
- Foto Thorax
Kesan :
- Lapangan paru : dalam batas normal yaitu translusen secara
simetris. Paru radiolusen, lapisan pleura tidak tampak
- Apeks paru : normal
- Trakea : terletak sentral
- Jantung : bentuk jantung normal, diameter dalam batas normal
- Hilus : hilus kiri terletak lebih tinggi dibandingkan hilus kanan
- Diafragma : hemidiafragma kanan lebih tinggo dibandingkan kiri
- Sudut kostofrenikus : terbatas tegas dengan sudut lancip
- Jaringan lunak : dalam batas normal
- Tulang : costae, scapula dan vertebra, tampak normal
- CT-Scan
Kesan :
Kepala dengan kontras : Tampak gambaran enchaceman meningeal
jelas, massa multiple dan hemisfer kiri edema cerebri, ventrikulitis.
Status
Neurologis :
Rangsang
Meningeal :
kaku kuduk
(-), kernique
sign tidak
terbatas,
Laseque sign
tidak terbatas,
brudzinski 1
(-),
Brudzinski 2
(-),
Brudzinski 3
(-),
brudzinski 4
(-).
Refleks
Fisiologi :
BPR +/+,
TPR +/+,
KPR +/+,
APR +/+
Refleks
Patologis :
Tromner -/-,
Hoffman -/-,
Gordon -/-,
Gonda -/-,
Oppenheim
-/-, Babinski
-/-, Chaddock
-/-
06/03/20 Nyeri KU: Tampak Diplopia dengan - IVFD Nacl 0.9%
20 kepala sakit sedang gangguan visusu +
500 cc+
(HP 2) (+), mual Kes : compos parese N.III +
(-), mentis nyeri kepala ec ketorolac 1 amp
muntah Vital Sign SOL supratentorial
+ citicoline 500
(-), TD: 120/80,
demam N: 70x/m, R: mg + diazepam 1
(-), 19x/m, Sb:
amp/8 jam
makan 36,50C, SpO2:
minum 99% spontan - Inj. Ranitidin 2x1
(+/+),
amp (iv)
BAB/BA Status
K baik, Generalis : - Gabapentin 1x1
pandang Kepala/leher
- Depakote 250 mg
an kabur : CA(-/-), SI
(+) (-), OC(-), 2x1 (po)
P>KGB(-)
- Domperidon 2x1
Thorax:
Simetris, ikut (k/p)
gerak nafas,
- Menunggu hasil
VF D=S,
Sonor, SN CT-Scan kepala
vesikuler (+/
dengan kontras.
+), Rho(-/-),
Whe (-/-). BJ
I-II reguler,
murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
Tampak
cembung,
Supel, Nyeri
Tekan (-),
H/L: ttb/ttb,
thympani,
BU normal.
Ekstremitas:
Akral teraba
hangat,
Edema(-/-),U
lkus(-)
Status
Neurologis :
Rangsang
Meningeal :
kaku kuduk
(-), kernique
sign tak
terbatas,
Laseque sign
tak terbatas,
brudzinski 1
(-),
Brudzinski 2
(-),
Brudzinski 3
(-),
brudzinski 4
(-).
Refleks
Fisiologi :
BPR ++/++,
TPR ++/++,
KPR++/++,
APR ++/++
Refleks
Patologis :
Gordon -/-,
Oppenheim
-/-, Babinski
+/-,
Chaddock -/-
Parese N. III
07/03/20 Nyeri KU: Tampak Diplopia dengan - IVFD Nacl 0.9%
20 kepala sakit sedang gangguan visus +
500 cc+
(HP 3) (+) ,nyeri Kes : parese N III +
pada Composmenti nyeri kepala ec ketorolac 1 amp
mata s SOL supratentorial
+ citicoline 500
kanan Vital Sign
(+), TD: 90/60, mg + diazepam 1
pandang N: 72/m, R:
amp/8 jam
an kabur 21x/m, Sb:
(+), mual 36,7 0C, - Inj. Ranitidin 2x1
(-) SpO2: 98%
amp (iv)
muntah spontan
(-), - Gabapentin 1x1
demam Status
Generalis : - Depakote 250 mg
(-),
makan Kepala/leher 2x1 (po)
minum : CA(-/-), SI
(-/-), - Domperidon 2x1
baik,
BAB/BA OC(-),P>KG (k/p)
K baik B(-)
Thorax: - Menunggu hasil
Simetris, ikut CT-Scan kepala
gerak nafas,
VF D=S, dengan kontras.
Sonor, SN
vesikuler (+/
+), Rho (-/-),
Whe (-/-). BJ
I-II reguler,
murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
Tampak
cembung,
Supel, Nyeri
Tekan (-),
H/L: ttb/ttb,
thympani,
BU normal.
Ekstremitas:
Akral teraba
hangat,
Edema(-/-),U
lkus(-)
Status
Neurologis :
Rangsang
Meningeal :
kaku kuduk
(-), kernig
sign tak
terbatas,
Lasegue sign
tak terbatas,
brudzinski 1
(-),
Brudzinski 2
(-),
Brudzinski 3
(-),
brudzinski 4
(-).
Refleks
Fisiologi :
BPR ++/++,
TPR ++/++,
KPR++/++,
APR ++/++
Refleks
Patologis :
Gordon -/-,
Oppenheim
-/-, Babinski
+/-,
Chaddock -/-,
Nervus
Cranialis ;
Parese N III
09/03/20 Nyeri KU: Tampak -Toxoplasmosis - IVFD Nacl 0.9%
20 kepala sakit sedang
cerebri dd 500 cc+
(HP 5) (+) terus Kes :
menerus, Composmenti neurosistiserkosisi ketorolac 1 amp
sakit s, E4V5M6
-SOL + citicoline 500
pada Vital Sign :
mata kiri TD: 120/80 -Vaskuler mg + diazepam 1
(+) mmHg, N:
-Infeksi amp/8 jam
seperti 83x/m, R:
tertekan 20x/m, Sb: - Inj. Ranitidin 2x1
(+), 36,7 0C,
amp (iv)
pandang SpO2: 96%
an kabur spontan - Gabapentin 150
(+), mual
Status mg 2x1 tab
(-)
muntah Generalis : - Depakote 2x250
(-), Kepala/leher
: Pupil bulat mg (po)
demam
(-), isokor, d - Domperidon 2x1
makan (3mm/3mm),
reflex cahaya (k/p)
minum
baik, (+/+), ptosis - Clindamisin
BAB/BA (-/+), CA(-/-),
SI (-/-), OC 1x300mg
K baik,
VAS 7 (-), - Pyrimethamine
P>KGB(-)
3x1 (po)
Thorax: - Piracetam 1x 3 gr
Simetris, ikut
(iv)
gerak nafas,
SN vesikuler - Cendolyters 3x2
(+/+), Rho
gtt mata/ODS
(-/-), Whe
(-/-). BJ I-II - Menunggu hasil
reguler,
CT-Scan kepala
murmur (-),
gallop (-) dengan kontras.
Abdomen :
Tampak
cembung,
Supel, Nyeri
Tekan (-),
H/L: ttb/ttb,
thympani,
BU normal.
Ekstremitas:
Akral teraba
hangat, CRT
<2,
Edema(-/-),U
lkus(-)
Status
Neurologis :
Rangsang
Meningeal :
kaku kuduk
(-), kernig
sign tak
terbatas,
Lasegue sign
tak terbatas,
brudzinski 1
(-),
Brudzinski 2
(-),
Brudzinski 3
(-),
brudzinski 4
(-).
N. cranialis :
Parese N VII
kiri sentral
dan N XII
kanan sentral
Refleks
Fisiologi :
BPR +/+,
TPR +/+,
KPR +/+,
APR +/+
Refleks
Patologis :
Gordon -/-,
Oppenheim
-/-, Babinski
+/-,
Chaddock -/-,
Motorik
4 5
4 5
Status
Neurologis :
Rangsang
Meningeal :
kaku kuduk
(-), kernig
sign tak
terbatas,
Lasegue sign
tak terbatas,
brudzinski 1
(-),
Brudzinski 2
(-),
Brudzinski 3
(-),
brudzinski 4
(-).
N. cranialis :
Parese N III,
N VII kiri
sentral dan N
XII kanan
sentral
Refleks
Fisiologi :
BPR +/+,
TPR +/+,
KPR +/+,
APR +/+
Refleks
Patologis :
Gordon -/-,
Oppenheim
-/-, Babinski
+/-,
Chaddock -/-,
Kekuatan 4 5
Motorik : 4 5
BAB IV
PEMBAHASAN
5.1 Kesimpulan
Toksoplasmosis serebri adalah suatu infeksi otak akut yang disebabkan
oleh reaktivasi kembali kista patogen intrasel T.gondii laten,
mengandung bradisoit dan kemudian mengalami perubahan fase
menjadi takisoit
Kasus infeksi pada manusia biasanya terjadi melalui jalur oral,
transplasenta, transfusi darah dan melalui trasplantasi organ.
Toksoplasmosis serebri di sebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii
Manifestasi klinis yang sering timbul dapat berupa defisit
neurologis fokal (69%), nyeri kepala (55%), bingung / kacau
(52%), dan kejang (29%)
Dalam menegakkan diagnosis toksoplasmosis serebri diperlukan
beberapa pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan serologi,
neuroimaging, PCR, dan penentuan diagnosis definitif dengan
pemeriksaan histopatologi melalui biopsi jaringan
Terapi lini pertama untuk toksoplasmosis serebri adalah kombinasi
pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini dapat melalui sawar-
darah otak dengan baik
Daftar Pustaka