PENDAHULUAN
rematik akut bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari insufisiensi katup,
yang kronik, pada pasien bisa terjadi stenosis katup dengan derajat regurgitasi
jantung rematik masih menjadi penyebab stenosis katup mitral dan penggantian
katup pada orang dewasa di Amerika Serikat. Menurut Hudak dan Gallo
(1997), adanya malfungsi katup dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh
kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang,
seperti stenosis katup aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan
sehingga sebagai produk akhir dari malfungsi katup akibat penyakit jantung
mengenai kejadian PJR di Indonesia tidak tersedia secara lengkap dan akurat.
Data yang ada kebanyakan disampaikan dalam bentuk data di rumah sakit atau
unit kesehatan, dan sukar dicari data secara nasional. Umumnya data terakhir
katup ini terjadi secara tunggal dan kombinasi. Katup mitral paling sering
mitral merupakan lesi tersering yaitu 90%. Komplikasi tersering adalah fibrilasi
atrium.
stenosis katup.
sering ditemui dalam praktik sehari-hari. Dari hasil studi yang dilakukan Borse
di Ahmedabad, dari 103 pasien fibrilasi atrium, dilatasi atrium kiri terjadi pada
pasien ini.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS
c) Usia : 20 tahun
e) Alamat : Wamena
f) RM : 413908
g) Jaminan : KPS
2.2. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSUD dok II dengan membawa surat rujukan dari
IV.
terbakar, dirasakan tiap malam, durasi ± 2 jam. Sesak (+), DOE (+),
4
ortopneu (+), PND (+), Pasien mengeluhkan sesak dan tubuhnya terasa
lemas dan cepat lelah. Sesak tidak dipengaruhi oleh suhu ataupun cuaca
tapi sangat dipengaruhi oleh aktifitas. Pasien mengeluh cepat lelah dan
lemas saat aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Pasien merasa lebih
keringat (-), BAK teh (-), BAB dempul (-), demam (+) ± 1 bulan, batuk
sesekali (+) tidak berlendir, pilek (-), kel. telinga (-/-), BAK tidak sakit.
PHT moderate
E. Riwayat Alergi
Rokok (-), OAT (-), ARV (-), penggunaan kayu bakar (+).
5
G. Riwayat Penggunaan Obat
Keadaan Umum
Kesadaran
TTV
RR : 28x/m
TD :120/80 mmHg
SpO2 : 97 % Spontan
SB : 36.5 oC
Kepala :
6
Thoraks : Simetris, ikut gerak nafas
Pemeriksaan Laboratorium
FUNGSI GINJAL
BUN 18,0 mg/dL 7,0 – 18,0 mg/dL
Kreatinin 0,82 mg/dl <= 0,95 mg/dL
7
Natrium darah 142,30 mEq/L 135 – 148 mEq/L
Kalium darah 3,73 mEq/L 3,50-5,30 mEq/L
Cl darah H 107,10 mEq/L 98 – 106 mEq/L
Calcium ion L 1,13 mEq/L 1,15-1,35 mEq/L
KOAGULASI
PT H 12.2 detik 10,2 – 12,1 detik
APTT 25,5 detik 24,8 – 34,4 detik
KIMIA DARAH
Bilirubbin Total H 4,65 mg/dL 0,20-1,000 mg/dL
Bilirubbin Indirek H 1,99 mg/dL 0,00- 0,70 mg/dL
Bilirubbin Direk H 2,66 mg/ dL <= 0,2 mg/dL
SGOT H 48,8 U/L <= 40 U/L
SGPT H 50,9 U/L <= 40 U/L
Albumin 4,3 g/dL 3,5- 5,2 g/dL
SEROLOGI
KIMIA DARAH
8
Bilirubbin Total H 4,26 mg/dL 0,20-1,000 mg/dL
Pemeriksaan EKG
Tertanggal 28/11/2018
Pemeriksaan Radiologi
9
a
b
c
19
Cor: CTR : ×100 % = 67%, Kesan : Cardiomegali
28
2.5. PLANNING
AF
RHD MR MS TR
CHF
Suspect CAP
2.7. TATALAKSANA
10
IVFD NS 1000ml/24jam, minum 800cc/24jam
2.8. PROGNOSIS
2.9. FOLLOW UP
29-11-2018
S : Nyeri dada kiri berkurang, sesak berkurang
O Kesadaran : compos mentis,
11
Pulmo: SN Vesikuler (+/+)
RHD MR MS TR
CHF
Suspect CAP
P : IVFD NS 1000ml/24jam, oral 800cc/24jam
30-11-2018
S : Nyeri dada kiri berkurang, sesak berkurang
O Kesadaran : compos mentis,
12
SpO2: 99% spontan
K/L: CA (-/-), SI (+/+), JVP 5 + 1.5cm
diastolik (+)
Input: 1800
Output: 2028
BC: -282
A : AF
RHD MR MS TR
CHF
Suspect CAP
P : IVFD NS 1000ml/24jam, oral 800cc/24jam
13
Aspilet 80mg/12 jam P.O
Cek ASTO
01-12-2018
S : Nyeri dada kiri berkurang, sesak berkurang
O Kesadaran : compos mentis,
diastolik (+)
Input : 1800 cc
Output: 1932 cc
BC: -132 cc
: AF
A RHD MR MS TR
CHF
14
Suspect kongestif liver
Suspect CAP
P : IVFD NS 1000ml/ 24jam, oral 800cc/ 24jam
Infus Venflon
Mobilisasi
02-11-2018
S : Nyeri dada kiri berkurang, sesak berkurang
O Kesadaran : compos mentis,
TD: 120/80 mmHg, N: 20 x/m ireguler , R:20 x/m, SB: 36,7 C,
15
Lateral midclavicula line (S), BJ I-II irreguler, murmur sistolik
diastolik (+)
SGPT/SGOT: 50.9/48.8
Input : 1800 cc
Output: 1932 cc
BC: -132 cc
: AF
A RHD MR MS TR
CHF
Suspect CAP
P : Inj. Heparin (invicla) 3x4000U S.C 3x0.8 H-IV
16
Aspilet tab 80mg 2x1 P.O
03-11-2018
S : Nyeri dada kiri berkurang, sesak berkurang
O Kesadaran : compos mentis,
SGPT/SGOT: 40.8/44.0
Input : 1800 cc
Output: 1932 cc
17
BC: -132 cc
: AF
A RHD MR MS TR
CHF
Suspect CAP
P : 1. Infus : venflon
2. Oral: 2000-2500 ml
11. Mobilisasi
04-11-2018
S : Sesak (-), Nyeri dada (-)
O Kesadaran : compos mentis,
99% spontan
K/L: CA (-/-), SI (+/+), JVP 5 + 1.5cm
18
Cor: BJ I-II irreguler, murmur sistolik diastolik (+)
A RHD MR MS TR
CHF
Suspect CAP
P : Minum 2000-2500
Mobilisasi
05-11-2018
S : Sesak (-), nyeri dada (-)
O Kesadaran : compos mentis,
19
TD: 100/70 mmHg, N: 78 x/m ireguler , R: 22 x/m, SB: 36,7 C,
Input: 2000 cc
Output: 2075 cc
BC: -75 cc
: AF
A RHD MR MS TR
CHF
Suspect CAP
P : Asupan oral 2500ml/24jam
20
Valsartan tab 40 mg 2x1 P.O
Mobilisasi
21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1. Definisi
138).
3.1.2. Epidemiologi
didapat pada anak usia 5 tahun sampai dewasa muda di negara berkembang
anak sekolah 5-15 tahun (Julius W, 2016: 138). Dengan 60% dari 470.000
kasus DRA pertahun akan menambah jumlah kejadian PJR yang 15 juta
jiwa. Penderita PJR akan berisiko untuk kerusakan jantung akibat infeksi
jantung, stroke dan endokarditis sering pada penderita PJR dengan sekitar
1.5% penderita rheumatic carditis akan meninggal pertahun. DRA dan PJR
22
diperkirakan berasal dari respon autoimun, tetapi patogenesa pastinya
belum jelas. Di seluruh dunia DRA diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak
anak dan dewasa muda. 90.000 akan meninggal setiap tahunnya. Mortalitas
3.1.3. Diagnosa
GAS.
Lesi katup kronik pada penyakit jantun rematik (pasien datang pertama
kali dengan lesi katup mitral dengan/atau tanpa lesi katup aorta).
23
Kriteria Jones
minor dari demam rematik. Nilai normal batas atas interval PR untuk usia
3-12 tahun = 0,16 detik, 12-14 tahun = 0,18 detik , dan > 17 tahun = 0,20
24
detik. Interval PR yang memanjang biasanya menunjukkan adanya
ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval PR yang
standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung
adanya infeksi Streptococcus. Titer ASTO dapat dijumpai pada sekitar 70%
3.1.4. Tatalaksana
2. Eradikasi
dan remaja: 750- 1000 mg/hari dibagi 2-4 dosis. Anak: 500 -750
minggu.
26
4. Gagal jantung
Tempat perawatan
5. Chorea
27
Phenoxymethil Penicillin (Penicilin V) 2 x 250 mg
(BB >30 Kg), 500 mg/ hari (BB < 30Kg) atau Erythromycin 2 x
250mg
3.2.1. Definisi
yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya. Pada fungsi NAV yang
28
normal, FA biasanya disusul oleh respons ventrikel yang juga ireguler, dan
seringkali cepat.
3.2.2. Patofisiologi
terjadinya FA.
mekanis, dan ultra struktur atrium terjadi pada rentang waktu dan dengan
adalah penurunan (down regulation) arus masuk kalsium (melalui kanal tipe-
29
L) dan peningkatan (up-regulation) arus masuk kalium. Beberapa hari
setelah kembali ke irama sinus, maka periode refrakter atrium akan kembali
normal.
Meskipun demikian, keberadaan kedua hal ini dapat berdiri sendiri atau
muncul bersamaan.
Mekanisme fokal
daerah tertentu, yakni 72% di VP dan sisanya (28%) bervariasi dari vena
serat miosit.
atau dekat dengan batas antara VP dan atrium kiri) akan menghasilkan
30
pelambatan frekuensi FA secara progresif dan selanjutnya terjadi
melalui otot-otot atrium dengan cara yang kacau. Hipotesis ini pertama
bertabrakan satu sama lain dan kemudian padam, atau terbagi menjadi
31
Gambar 1: Mekanisme elektrofisiologis FA. A. Mekanisme fokal: fokus/pemicu
(tanda bintang) sering ditemukan di vena pulmoner. B. Mekanisme reentri mikro:
banyak wavelet independen yang secara kontinu menyebar melalui otot-otot atrium
dengan cara yang kacau. AKi: atrium kiri, AKa: atrium kanan, VP: vena pulmoner,
VKI: vena kava inferior, VKS: vena kava superior
Sumber: Yuniadi Y dkk. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. 2014:6
3.2.3. Klasifikasi
1. FA yang pertama kali terdiagnosis. Jenis ini berlaku untuk pasien yang
32
4. FA persisten lama (long standing persistent) adalah FA yang bertahan
33
FA sorangan (lone): FA tanpa disertai penyakit struktur kardiovaskular
tahun.
dibedakan menjadi.
3.2.4. Diagnosis
34
Gambar 3: Evaluasi minimal yang dapat dilakukan di layanan kesehatan primer dan
Sekunder
Sumber: Yuniadi Y dkk. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. 2014:18
35
Gambar 4: Evaluasi tambahan yang dapat dilakukan di layanan kesehatan primer,
sekunder, dan tersier.
Sumber: Yuniadi Y dkk. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. 2014:19
36
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan Fisik
vital, untuk mengarahkan tindak lanjut terhadap FA. Pemeriksaan fisik juga
dapat memberikan informasi tentang dasar penyebab dan gejala sisa dari FA.
block,
C. Pemeriksaan Laboratorium
37
Pemeriksaan laboratorium yang dapat diperiksa antara lain.
Enzim jantung seperti CKMB dan atau troponin (infark miokard sebagai
pencetus FA)
D. EKG
melebihi 160-170x/menit.
Preeksitasi
38
Tanda infark akut/lama
E. Foto Thoraks
F. Ekokardiografi
ditunda)
39
G. Monitoring Holter atau event recording
pada EKG. Selain itu, alat ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi dosis
H. Studi Elektrofisiologi
takikardia QRS lebar, aritmia predisposisi, atau penentuan situs ablasi kuratif.
A. Hemodinamik Stabil
ventrikel pada pasien dengan FA dan gagal jantung atau adanya hipotensi.
40
preeksitasi karena dapat menyebabkan aritmia letal. Pada fase akut, target
41
elektrik untuk mengembalikan irama sinus. Pasien yang masih simtomatik
akibat obat, disfungsi nodus sinoatrial (henti sinus atau jeda sinus) atau
Metoprolol 2x50-100 mg po
Bisoprolol 1x5-10 mg po
Atenolol 1x25-100 mg po
Propanolol 3x10-40 mg po
Carvedilol 2x3,125-25 mg po
Digoksin 1x0,125-0,5 mg po
Amiodaron 1x100-200 mg po
Strategi ini dipilih pada pasien yang masih mengalami simtom meskipun
42
terapi kendali laju telah dilakukan secara optimal. Pilihan pertama untuk
FA antara lain ukuran atrium kiri >50 mm, durasi FA >6 bulan, gagal
43
tidak menghilangkan kekambuhan FA. Obat antiaritmia tidak jarang
tindakan ini pada FA persisten mencapai angka 80-96%,89 dan sebanyak 23%
44
pasien tetap sinus dalam waktu setahun dan 16% dalam waktu dua tahun.
atau rekurensi FA adalah berat badan, durasi FA yang lebih lama (>1-2
atrium kiri, penyakit jantung rematik, dan tidak adanya pengobatan dengan
antiaritmia.
45
Diagram 2: Kardioversi pada pasien dengan FA. FA: fibrilasi atrium,
ETE: ekokardiografi transesofageal
Sumber: Yuniadi Y dkk. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. 2014:55
Secara umum risiko stroke pada FA adalah 15% per tahun yaitu berkisar
1,5% pada kelompok usia 50 sampai 59 tahun dan meningkat hingga 23,5%
dan emboli sistemik lain adalah 5% (berkisar 3-4%). Oleh karena itu,
dan tromboemboli. Akan tetapi pada praktik sehari-hari yang lebih penting
stroke agar risiko yang tidak perlu akibat pemberian antikoagulan dapat
harus bersikap lebih inklusif terhadap berbagai faktor risiko stroke yang
hurufnya merupakan awal dari kata tertentu yaitu Congestive heart failure,
Hypertension, Age ≥75 years (skor 2), Diabetes melitus, Stroke history (skor
46
(female). Riwayat gagal jantung bukan merupakan faktor risiko stroke, tetapi
yang dimaksud dengan huruf ‘C” pada skor CHA2DS2VASc adalah adanya
antithrombotic Drugs and alcohol telah divalidasi pada banyak studi kohor
pada setiap pasien FA harus dilakukan dan jika skor HAS-BLED ≥3 maka
risiko yang dapat dikoreksi seperti tekanan darah yang belum terkontrol,
dsb. Hal yang penting untuk diperhatikan bahwa pada skor HAS-BLED yang
47
VASc dan HAS-BLED sangat bermanfaat dalam keputusan
48
Pada dasarnya tata laksana FA pada pasien dengan gagal jantung tidak
berbeda dengan tata laksana FA pada subset lainnya. Tetapi obat antagonis
kanal kalsium yang memiliki sifat inotropik negatif sebaiknya dihindari. Untuk
kendali laju jantung pada FA sebaiknya menggunakan obat penyekat beta dan
kendali irama yang dapat digunakan untuk pengobatan jangka panjang pada
pasien dengan gagal jantung kelas fungsional III dan IV. Pada kondisi gagal
dalam 10 cc larutan isotonis. Bila laju jantung belum terkontrol, bolus digoksin
dapat diulang 4 jam setelah pemberian pertama dengan dosis maksimal 1,5 mg
per 24 jam.
49
Tabel 5: Rekomendasi pengobatan FA pada gagal jantung
Sumber: Yuniadi Y dkk. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. 2014:60
katup. Tata laksana FA pada kelainan katup umumnya hanya dapat dilakukan
kendali laju, karena kendali irama sering sulit dilakukan terutama bila ukuran
Upaya kendali irama pada pasien stenosis mitral dapat dilakukan dengan
50
Tabel 6: Rekomendasi pengobatan FA pada kelainan katup
Sumber: Yuniadi Y dkk. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. 2014:53
BAB IV
PEMBAHASAN
Laki-laki, usia 20 tahun dengan keluhan utama nyeri dada kiri seperti terbakar
yang dirasakan ± 1 bulan, dirasakan tiap malam, durasi ± 2 jam yang bertambah hebat
pasien mengeluh nyeri dada. Nyeri dirasakan terutama saat berjalan jauh > 500 meter
atau saat bermain bola. Nyeri berkurang ketika beristirahat. Bersamaan dengan nyeri,
pasien juga mengeluhkan rasa sesak dan berdebar-debar pada dada kiri.
RSUD dok II pada 21/03/2016 dan didiagnosis dengan RHD dan dikatakan terdapat
sedang, kesadaran compos mentis, gizi baik, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
98x/menit irregular, isi dan tegangan cukup, pernapasan 28 kali per menit, suhu
36,6ºC. Pada leher, ditemukan JVP (5+3) cm H2O, pada pemeriksaan pulmo
ditemukan adanya ronkhi basah halus pada kedua basal paru. Pada pemeriksaan
jantung ictus cordis terlihat, kuat angkat, dan teraba pada 2 cm lateral linea
midclavicula sinistra setinggi ICS VI, BJ I-II ireguler Murmur sistolik diastolik (+).
51
Pada pemeriksaan abdomen, abdomen terlihat datar, hepar teraba 2 JBAC,
tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi kenyal, lien tidak teraba. Tidak ditemukan
Diagnosis pasien
AF Atrial Fibrilasi
Suspect CAP
pasien datang ke RSUD DOK 2 adalah nyeri dada sebelah kiri yang disertai
dengan sesak.
Keluhan dan gejala nyeri dada dapat bersumber dari jantung maupun selain
jantung. Nyeri dada disebut dengan istilah angina, sebenarnya lebih tepat
disebut dengan rasa tidak nyaman di dada karena tidak selalu dipersepsikan
sebagai nyeri oleh pasien. Keluhan ini biasanya dihubungkan dengan PJK
namun dapat juga disebabkan oleh berbagai hal seperti pneumonia, pericarditis,
52
Menurut American Family Physician, sensasi sesak nafas subjektif atau
yang disebut dyspnea secara umum dapat disebabkan oleh adanya kelainan
dari dalam paru-paru, seperti pada kasus asma. Sesak nafas kardiak disebabkan
oleh karena adanya kelainan ataupun gangguan fungsi dari jantung misalnya
oleh karena adanya gangguan pada paru-paru maupun jantung seperti pada
kasus penyakit paru obstruktif kronik dengan hipertensi pulmonal dan cor-
pulmonal. Sesak nafas non kardiakpulmoner berasal dari organ lain selain
jantung dan paru-paru, seperti misalnya pada kondisi asidosis pada kasus gagal
ginjal.
Sebagian besar kasus sesak nafas disebabkan oleh penyakit kardiak dan
Sesak nafas yang berkaitan dengan penyakit jantung biasanya dipicu oleh
kebutuhan yang meningkat dan dikenal dengan istilah Dyspnue D’effort. Gejala
tersebut didapatkan pada pasien kasus ini. Hal ini menunjukan bahwa sesak
nafas pada pasien ini disebabkan oleh karena adanya kelainan struktur maupun
akibat demam reumatik akut sebelumnya. Penyakit ini terutama mengenai katup
53
mitral (75%), aorta (25%) jarang mengenai katup tricuspid dan tidak pernah
kelainan katup berupa (MR MS dan TS) serta riwayat RHD dan yang
oral lanjutan.
mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik, presinkop atau
mengeluh adanya pukulan gendering di dalam dada kiri), mudah lelah saat
beraktivitas fisik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan denyut nadi yang tidak
Digoxin 1x0,025 mg. Pengobatan lain yang diberikan pada pasien ini, Aspilet
2x80 mg, ISDN 2x5mg, Simarc 1x2mg, dan injeksi Heparin 3x 4000U.
pada pasien ini menunjukan respon yang baik selama perawatan di Rumah
Sakit. Saat pulang, pasien diberi obat oral yang terdiri dari furosemid 2x40 mg,
Spironolakton 2x25 mg, Digoxin 1x0,025 mg, Valsartan 1x80 mg, dan Simarc
agar kontrol ke dokter setiap 4 minggu. Aktivitas yang berlebihan pada gagal
jantung perlu dibatasi, namun pasien tidak perlu tirah baring total di tempat
55
tidur. Menurut AHA, aktivitas sehari-hari dapat tetap dilakukan dan terbukti
KESIMPULAN
kelainan katup berupa (MR MS dan TS) serta riwayat RHD dan yang didiagnosis
oleh dr SpJP di RS Dok 2. Juga adanya riwayat peningkatan LED dan didiukung oleh
adanya bukti infeksi Streptococcus dengan ditemukannya hasil ASTO (+) pada
dalam dada kiri), mudah lelah saat beraktivitas fisik. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan denyut nadi yang tidak teratur, dan ditambah dari pemeriksaan EKG
Pengobatan yang telah diberikan pada pasien ini menunjukan respon yang baik
56
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus I dkk. 2016. Panduan Praktis Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP)
Julius W. 2016. Penyakit Jantung Reumatik. Jurnal Medula Unila |Volume 4: Nomor
3, Hal: 138-144
57