Anda di halaman 1dari 32

Case Report Session

TETANUS

Oleh :

Annisa Indriani Alamsyah (1210313015)

Preseptor :

dr. Anggia Perdana Harmen, Sp. A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat dan karuniaNya, sehingga laporan kasus yang berjudul Tetanus ini dapat

penulis selesaikan. Makalah ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan,

serta sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, RSUP Dr. M.

Djamil Padang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada staf pengajar yang telah membimbing

penulis dalam menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Anak,

serta kepada dr. Anggia Perdana Harmen, Sp.A sebagai preseptor dalam penulisan

laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala saran dan

kritikan yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat

bagi semua pembaca.

Padang, 3 Juli 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................3
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................4
1.1 Latar Belakang............................................................................................4
1.2 Batasan Masalah.........................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................5
1.4 Metode Penulisan ...5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
2.1 Definisi........................................................................................................6
2.2 Etiologi ..... .6
2.3 Epidemiologi.............................................................................................. 7
2.4 Patogenesis................................................................................................ 8
2.5 Manifestasi Klinis..................................................................................... 9
2.6 Diagnosis..................................................................................................10
2.7 Diagnosis Banding11
2.8 Tatalaksana.............................................................................................11
2.9 Komplikasi..............................................................................................13
2.10 Prognosis.................................................................................................13
BAB 3. ILUSTRASI KASUS................................................................................14
BAB 4. DISKUSI ..........................................................................................24
Daftar Pustaka

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tetanus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya riwayat kekakuan otot

yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani.1

Tetanus masih menjadi masalah global meskipun penyakit ini dapat dicegah dengan

pemberian vaksin. World Health Association (WHO) memasukkan tetanus sebagai

salah satu bagian dari Expanded Program of Immunization (EPI) untuk

mengeredikasi penyakit ini. Sebagian besar penyakit ini ditemukan pada negara

berkembang.2

Gejala tetanus terutama disebabkan oleh tetanospasmin yang dihasilkan oleh

bakteri penyebab tetanus pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,

neuro muscular junction, dan saraf otonom. Gejala dapat diawali dengan kekakuan

pada otot setempat atau trismus, kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai

gangguan kesadaran.3 Berdasarkan gejalanya tetanus dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu

tetanus lokal, tetanus sefalik, dan general tetanus.2 Prinsip pengobatan tetanus adalah

pemberian antibiotik, netralisasi toksin, antikonvulsan, perawatan luka atau port

dentre, dan terapi suportif lainnya.4

1.2 Batasan

1.3 n Masalah

Laporan kasus ini membahas tentang salah satu kasus tetanus yang ditemukan di

RSUP Dr. M. Djamil Padang.

4
1.4 Tujuan Penulisan

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami definisi,

klasifikasi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis

dari tetanus, serta membandingkan dengan kasus yang ditemukan di lapangan.

1.5 Metode Penulisan

Metode penulisan laporan kasus ini dengan tinjauan kepustakaan yang merujuk

kepada berbagai literatur.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tetanus

Tetanus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya riwayat kekakuan otot

yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostrodium tetani.1

Gejala terutama disebabkan oleh tetanospasmin yang dihasilkan oleh kuman pada

sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, neuro muscular junction, dan

saraf otonom.3 Tetanus merupakan penyakit yang berbahaya yang dapat dicegah

dengan menggunakan vaksin. Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan kriteria

klinisnya. Penegakkan diagnosis yang cepat dan tatalaksana yang adekuat

memberikan prognosis yang baik dalam perjalanan penyakit ini.5

2.2 Etiologi

Mikroorganisme penyebab tetanus adalah Clostridium tetani, kuman yang

berbentuk batang ( basil Gram-positif) yang dapat hidup dan bertahan di tanah dan

usus binatang, terutama pada tanah di daerah peternakan atau perkebunan3.

Mikroorganisme ini memiliki sifat :2,3,5

1. Obligat anaerob (berbentuk vegetative apabila berada dalam lingkungan anaerob)

dan dapat bergerak menggunakan flagella.

2. Mampu membentuk spora yang berbentuk seperti raket tenis yang bisa nertahan

dalam suhu tinggi, kekeringan, dan desinfektan. Spora dapat ditemukan di tanah,

kotoran hewan, air yang kotor, dan peralatan operasi yang tidak steril.

6
3. Mampu menghasilkan eksotoksin yang kuat, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.

Tetanolisin bekerja optimal pada luka, sedangkan tetanospasmin merupakan

salah satu neurotoksin kuat yang diketahui. Tetanospasmin akan berefek di

susunan saraf pusat dan akan menimbulkan gejala klinis dari tetanus.

2.3 Epidemiologi

Tetanus merupakan masalah kesehatan yang terjadi di seluruh dunia, terutama

pada daerah panas yang padat penduduk, daerah dengan kelembapan tinggi dan tanah

yang mengandung banyak bahan organik. Penyakit ini merupakan penyakit endemik

di sekitar 90 negara berkembang. Kasus terbanyak ditemukan pada neonatus (tetanus

neonatorum) yang diperkirakan menjadi penyebab kematian pada 500.000 bayi baru

lahir setiap tahun, dengan sekitar 80% kematian terjadi di 12 negara tropis di Asia

dan Afrika. Kematian yang disebabkan oleh tetanus neonatorum sebagian besar

terjadi pada bayi yang tidak diberikan imunisasi.1,2

Tetanus yang terjadi pada anak juga tersebar di seluruh dunia, terutama pada

daerah risiko tinggi yang memiliki angka cakupan imunisasi DTP rendah. Angka

kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi, hal ini disebabkan oleh tingkat aktivitas

anak laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan.3 Berdasarkan data

rekam medis yang tercatat pada Departemen Ilmu Kesehatan Anak di RS Cipto

Mangunkusumo, dalam 10 tahun ditemukan 99 kasus tetanus, dengan kematian pada

8 pasien. Khusus pada tahun 2009, didapatkan 9 kasus tetanus, dan pada tahun 2010

didapatkan 6 kasus tetanus tanpa adanya kematian.4

7
Port dentre penyakit ini sering tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi diduga

penyebarannya dapat melalui :3

1. Luka tusuk, patah tulang akibat komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka

bakar yang luas.

2. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan dengan baik.

3. Otitis media, karies gigi, atau luka kronik.

4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pemberian punting tali pusat dengan

kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan.

Reservoir utama kuma n ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak,

kuda, dan hewan lainnya, sehingga risiko angka kejadian tetanus tinggi pada daerah

peternakan. Spora kuman ini dapat tahan terhadap kekeringan dan bisa bertebaran

dimana-mana, seperti pada debu jalanan, lampu operasi, bubuk antiseptik (dermatol),

atau pada alat suntik dan alat operasi.3Penyakit ini tidak ditularkan dari manusia ke

manusia dan dapat dicegah dengan pemberian vaksin. Infeksi terjadi apabila spora C.

tetani masuk melalui luka atau trauma, proses operasi atau injeksi, atau dari lesi kulit

yang bersifat kronik.3,6

2.4 Patogenesis

Spora dari C. tetani biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka yang

terkontaminasi dengan spora dan setelah beberapa lama mengalami inkubasi, spora

akan berubah menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan toksin tetanolisin dan

tetanospasmin. Selanjutnya toksin ini akan berikatan pada neuro muscular junction

dan kemudian masuk ke saraf motorik melalui proses endositosis. 1,2

8
Toksin yang telah masuk ke saraf motoric akan ditransport secara retrograd

menuju sistem saraf pusat. Tetanospasmin yang merupakan zinc dependent

endopeptidase akan memecah vesicle associated membrane protein II (VAMP II

atau synaptobrevin) pada suatu ikatan peptide tunggal. Molekul ini penting untuk

pelepasan neurotransmiter di sinaps, sehingga pemecahan ini mengganggu transmisi

sinaps. Toksin awalnya mempengaruhi jalur inhibisi dengan cara mencegah

pelepasan glisin dan -aminobutyric acid (GABA). Pada saat interneuron melakukan

inhibisi, maka motor neuron alpha juga terkena pengaruhnya, sehingga terjadi

kegagalan dalam menghambat refleks motorik sehingga muncul aktivitas saraf

motorik tak terkendali, mengakibatkan peningkatan tonus dan rigiditas otot berupa

spasme otot yang tiba-tiba. 1,2,7

2.5 Manifestasi Klinis

1. Tetanus general

Gejala yang sering tampak pada sebagian besar kasus adalah trismus (spasme

otot masseter). Gejala awal lainnya adalah sakit kepala, mudah lelah, dan iritabilitas,

yang sering diikuti dengam kekakuan, sulit mengunyah, dan spasme dari otot leher.

Spasme pada wajah dan otot bukal akan menunjukkan gambaran wajah risus

sardonicus, yaitu dahi dapat mengerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik

ke luar bawah. Apabila paralisis sampai ke abdominal, lumbal, bokong, dan otot

paha, maka pasien akanmenunjukkan posisi tubuh yang hiperketensi atau membentuk

seperti busur yang dikenal dengan opistotonus. 1,3

9
Apabila spasme mengenai laring dam otot pernapasan, maka dapat menyebabkan

timbulnya obstruksi dan asfiksia. Anak akan tetap sadar karena toksin yang

dihasilkan oleh bakteri penyebabnya tidak dapat mempengaruhi saraf sensoris dan

fungsi kortikal. Jika kekakuan makin berat, maka akan timbul kejang yang terjadi

tiba-tiba dan bersifat tonik, dengan tangan mengepal, lengan fleksi dan adduksi,

sedangkan tungkai hiperkestensi. Kejang akan berlangsung selama beberapa detik

hingga beberapa menit. Kejang dapat terjadi karena adanya rangsangan cahaya, suara,

dan sentuhan. 1,3

2. Tetanus lokal

Tetanus lokal ditandai dengan spasme otot yang nyeri di daerah luka dan bisa

berkembang menjadi tetanus general.1

3. Tetanus Cephalic

Tetanus cephalic merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal yang

melibatkan otot bulbar yang terjadi akibat adanya luka atau benda asing di kepala,

hidung, atau wajah. Tetanus cephalic juga berhubungan dengan otitis media kronis

dan ditandai dengan retraksi alis mata, pandangan yang deviasi, trismus, risus,

sardonikus, dan paralisis spastik pada lidah dan otot faring.1

2.6 Diagnosis

Diagnosis dari tetanus ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ditemukan.

Penemuan dari agen penyebab tidak dapat memastikan diagnosis dan apabila tidak

ditemukannya agen penyebab, diagnosis tetanus tetap tidak bisa disingkirkan.5

Seorang anak akan dicurigai menderita tetanus jika tidak mendapatkan imunisasi, ada

10
riwayat terluka, terdapat gejala trismus atau gejala kekakuan otot lainnya dan tidak

ada gangguan kesadaran ( tidak ada gangguan sensori).1

Pemeriksaan dari laboratorium biasanya tidak khas dan sering ditemukan dengan

hasil normal. Adanya peningkatan dari leukosit, dapat disebabkan oleh infeksi

sekunder pada luka. Pemeriksaan cairan serebrospinal akan normal. Penemuan dari

bentuk basil dan spora terminal C. tetani dari pemeriksaan kultur kuman dari swab
1,2,5
luka akan mengarahkan pada kemungkinan diagnosis adalah tetanus.

2.7 Diagnosis Banding

Pada kasus tetanus general tidak dapat disamakan dengan jenis penyakit yang

lain. Pada kasus yang samar perlu dipikirkan diagnosis banding berupa :2

1. Meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis. Hal yang membedakannya dengan

tetanus, pada ketiga diagnosis tersebut tidak ditemukan adanya trismus, risus

sardonikus, dijumpai gangguan kesadaran dan adanya kelainan dari cairan

serebrospinal.

2. Rabies. Pada rabies akan dijumpai gejala hidrofobia dan kesukaran menelan,

sedangkan pada anamnesisnya akan ditemukan riwayat digigit binatang saat

terjadinya epidemic.

3. Trismus karena proses lokal, seperti mastoiditis, OMSK, abses tonsillar. Pada

keadaan tersebut trismus biasanya bersifat asimetris.

11
2.8 Tatalaksana

Tatalaksana dari tetanus meliputi netralisasi dari toksin, eradikasi bakteri C.

tetani, kontrol pernapasan dan kejang, dan pencegahan agar tetanus tidak berulang.1

2.8.1. Netralisasi toksin

Berikan human tetanus immunoglobulin (TIG) secepat mungkin jika tersedia

untuk mencegah toksin menyebar luas ke otot-otot lain. Dosis optimal dari TIG

belum ditentukan. Pemberian injeksi TIG intramuskular dosis tunggal sebanyak 500U

dapat menetralisir toksin tetanus di sistemik, akan tetapi pemberian dosis total

sebanyak 3.000-6.000 U juga direkomendasikan. Pemberian TIG tidak menetralisir

toksin yang telah menyebar hingga ke tulang belakang, oleh karena itu harus segera

diberikan setelah dosis ditegakkan.1,6

Rekomendasi British National Formulary adalah 5.000- 10.000 unit intravena.

Untuk bayi, dosisnya adalah 500 IU intramuskular dosis tunggal. Sebagian dosis

diberikan secara infiltrasi di tempat sekitar luka karena hanya dibutuhkan sekali

pengobatan karena waktu paruhnya 25-30 hari. Kontraindikasi TIG adalah riwayat

hipersensitivitas terhadap immunoglobulin atau komponen human immunoglobulin

sebelumnya, trombositopenia berat atau keadaan koagulasi lain yang dapat

merupakan kontraindikasi pemberian intra muskular.7

Apabila TIG tidak ditemukan, berikan anti tetanus serum (ATS) dengan dosis

yang dianjurkan 100.000 IU, dengan 50.000 IU diberikan intramuskular dan 50.000

IU diberikan secara intravena. Pemberiannya harus hati-hati karena dapat

menimbulkan terjadinya reaksi anafilaksis. 3

12
2.8.2. Eradikasi bakteri C. tetani

Antibiotik lini pertama adalah metronidazole iv/oral dengan dosis awal 15

mg/kgBB dan dilanjutkan dengan dosis 30 mg/kgBB/hari dengan interval pemberian

6 jam selama 7-10 hari. Metronidazol efektif untuk mengurami jumlah C. tetani

dalam bentuk vegetative.3

Lini kedua dapat diberikan penisilin prokain dengan dosis 50.000-

100.000/kgBB/hari selama 7-10 hari. Jika terdapat alergi terhadap penisilin dapat

diberikan tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari (untuk anak dengan usia>8 tahun).3

2.8.3. Mengurangi dan mengatasi spasme dan kejang

Diazepam efektif untuk mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan

pusat kortikal. Dosis yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB dengan

interval pemberian 2-4 jam. Untuk anak usia<2 tahun dosis uang direkomendasikan

adalah 8 mg/kgBB/hari diberikan oral dalam dosis 2-3 mg per 3 jam. Setelah kejang

berhenti, pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai dengan klinis

pasien. Tanda klinis dikatakan membaik jika tidak dijumpai lagi kejang spontan,

badan masih kaku, kesadaran membaik (tidak koma), tidak dijumpai gangguan

pernapasan. Jika dengan pemberian dosis diazepam rumatan didapatkan perbaikan

klinis, maka dosis dipertahankan selama 3-5 hari. Selanjutnya pengurangan dosis

dilakukan bertahap (sekitar 20% dari dosis setiap dua hari).3

13
2.9 Komplikasi

Kejang dan kekakuan otot yang parah dapat menjadi predisposisi munculnya

komplikasi pada pasien tetanus, seperti :1

1. Aspirasi dan pneumonia

2. Timbulnya laserasi pada lidah dan bibir akibat kejang

3. Trombosis vena, emboli paru, ulkus lambung dengan atau tanpa perdarahan,

ileus paralitik, dan ulserasi dari decubitus.

2.10 Prognosis

Prognosis tetanus ditentukan oleh masa inkubasi, waktu munculnya onset, jenis

lukan, dan status imun pasien. Semakin pendek masa inkubasi, semakin buruk

prognosis, semakin pendek waktu munculnya onset, maka prognosis semakin buruk. 3

14
BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. OA
Nama ibu kandung : Ny. HS
Umur/ Tanggal Lahir : 4 tahun / 3 Juni 2013
Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Status perkawinan :-
Agama : Islam
Alamat : Gurun Laweh Lubeg
Tanggal masuk : 18-06-2017
Tanggal pemeriksaan : 20-06-2017
No. RM : 981563

ANAMNESIS

Seorang anak laki-laki usia 4 tahun dirawat di bangsal Akut Anak RSUP Dr.

M Djamil Padang hari rawatan ke 3 dengan diagnosis Tetanus dalam pengobatan.

KELUHAN UTAMA

Leher tampak kaku sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit

15
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Gigi anak kehitaman sejak usia dua tahun. Dan semakin banyak sejak usia 3

tahun.

9 hari yang lalu liang telinga anak keluar cairan, warna kuning pekat, berbau, anak

dibawa berobat ke poliklinik umum saat hari ke 3 keluar cairan dari telinga, setelah

diobati 2 hari cairan ditelinga mengering. Riwayat telinga kanan berair 1 tahun yang

lalu tidak diobati

Batuk berdahak sejak 7 hari yang lalu , disertai pilek

Leher kaku dan sukar digerakkan sejak 5 hari yang lalu, anak cenderung melihat ke

kanan

Mulut sukar dibuka sejak 5 hari yang lalu, anak masih bisa minum menggunakan

sedotan, sedikit demi sedikit tetapi anak tidak bisa makan sejak 5 hari yang lalu,

sekarang anak makan dibantu oleh NGT (MC 8x150cc).

Leher kaku dan sukar digerakkan sejak 3 hari yang lalu, anak cenderung

sering melihat ke kanan.

Wajah menyeringai sejak 3 hari yang lalu

Riwayat kejang sejak 3 hari yang lalu , seluruh tubuh, frekuensi 3x, lama

kejang 10-20 detik, anak sadar setelah kejang dan menangis. Kejang timbul

apabila ada rangsangan cahaya dan suara. Ketika kejang badan membentuk

busur.

Riwayat luka tidak ada.

Riwayat tergigit binatang tidak ada.

Riwayat terkena luka tusuk tidak ada.

16
Anak tidak pernah diberikan imunisasi

Riwayat sesak nafas tidak ada.

Demam tidak ada , muntah tidak ada, mual tidak ada, perdarahan tidak ada

Buang air kecil jumlah dan warna biasa.

Buang air besar jumlah dan konsistensi biasa.

Anak merupakan rujukan RS Swasta di kota Padang dengan keterangan

suspek tetanus. Telah diberikan terapi binasal 1 lt/mnt dan IVFD RL 10 tpm

dan telah dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil GDS 107 g.dl, Hb 12,8

g/dl Ht 39% lekosit 8800 / mm3 trombosit 620.000/ mm3

Setelah sampai di IGD RSUP Mdjamil Padang anak telah dikonsulkan

kebagian THT dengan hasil tidak ditemukan tanda-tanda OMSK ADS

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Tidak ada riwayat kejang demam sebelumnya.

Anak telah dibawa berobat ke klinik umum saat hari ketiga keluar cairan dari

telinga, cairan mengering setelah 2 hari pengobatan

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada keluarga memiliki riwayat tetanus

Tidak ada anggota keluarga yang menderita kejang dengan atau tanpa demam.

RIWAYAT KELAHIRAN, KEBIASAAN, SOSIAL, EKONOMI

Pasien anak ke 2 dari 3 bersaudara dengan :

17
Mustafa/laki-laki/7 tahun/lahir normal/BBL 3200 gr/PB 42

cm/langsung menangis/cukup bulan/bidan/

sehat/ASI ekslusif/tidak imunisasi

Othman/laki-laki/4 tahun/lahir normal/BBL 3800 gr/PB 40

cm/langsung menangis/cukup bulan/bidan/sakit/ASI ekslusif/tidak

imunisasi

Akbar/laki-laki/1,5 tahun/lahir normal/BBL 4000 gr/ PB 48

cm/langsung menangis/cukup bulan/bidan/sehat/ASI ekslusif/ tidak

imunisasi

Riwayat makanan dan minuman

Bayi

- Asi umur 0-2 tahun

- Buah biskuit umur 7 bulan

- Nasi tim umur 8 bulan

- Susu formula umur 1,5 tahun sampai sekarang

- Bubur susu umur 7 bulan

Anak

- Makanan utama nasi 2-3x/ hari, menghabiskan 2-3 porsi

- Daging 1x/minggu

- Ikan 4x/ minggu

- Telur 2x/ minggu

- Sayur 4x/ minggu

18
- Buah 3x/ minggu

Kesan : Cukup

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

- Ketawa usia 5 bulan

- Miring usia 3 bulan

- Tengkurap usia 4 bulan

- Duduk usia 6 bulan

- Merangkak usia 8 bulan

- Berdiri usia 9 bulan

- Lari usia 24 bulan

- Bicara usia 12 bulan

- Membaca usia -

- Prestasi disekolah usia

Kesan : Normal

Riwayat keluarga

Ayah Ibu
Nama Edrol candra Herlininsyah
Umur 39 tahun 38 tahun
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Tidak bekerja Wiraswasta
Penghasilan - Rp. 2.200.000
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah Tidak ada Riwayat Fam sinistra

19
diderita

Rumah tempat tinggal permanen, sumber air minum sumur bor, buang air

besar di WC dalam rumah, pekarangan ada (cukup luas), dan sampah dibuang

ke tempat pembuangan sampah

Kesan : higien dan sanitasi baik

PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Tekanan darah : 105/70 mmHg
Nadi : 84x / menit
Nafas : 16x / menit
Suhu : 36,5o C
Berat Badan : 14 kg
Tinggi Badan : 99 cm
BB/U : 87,5%
TB/U : 97%
BB/TB : 93,3%
Status Gizi : Gizi baik
Edema : Tidak Ada
Ikterus : Tidak Ada
Anemia : Tidak Ada
Sianosis : Tidak Ada

20
PEMERIKSAAN KHUSUS
Kulit : kulit teraba hangat
Kelenjar getah bening : tidak ada teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala : Simetris, bulat, wajah Risus Sardonicus (+)
Rambut : Rambut hitam, tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva pucat -/- , sklera ikterik -/-
Telinga : Aurikula Dextra :

liang telinga lap, tidak hiperemis, membran timpani utuh, sekret tidak ada.

Aurikula Sinistra :

liang telinga lap, tidak hiperemis, membran timpani utuh, sekret tidak ada.

Hidung : Napas cuping hidung tidak ada


Tenggorok : Tonsil dan faring sulit dinilai

Mulut : trismus (+), gangren radix incicivus (+)


Leher : kaku kuduk (+), JVP sulit dinilai
Thoraks : retraksi dinding dada tidak ada
Paru :
Inspeksi : simetris kiri = kanan (statis dan dinamis)
Palpasi : fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rh -/-, wh -/-
Jantung :
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba di LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung atas RIC II

21
batas jantung kanan : LSD
batas jantung kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : irama teratur, bising (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), defent muskular (+)
Palpasi : opistotonus (+)

Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal

Punggung : tampak kaku

Genitalia : tidak ditemukan kelainan

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < detik, refleks fisiologis +/+, refleks

patologis -/-, tanda rangsang meningeal -/-

HASIL LABORATORIUM
Hb : 11,9 gr/dl
Leukosit :10, 250 /mm3
Hitung jenis : 0/0/2/65/29/4
Hematokrit : 37%
Trombosit : 579.000 /mm3
Kesan : Trombositosis

PEMERIKSAAN KHUSUS
Philips score : masa inkubasi : 3
Lokasi leher :4

22
Imunisasi (-) : 10
Penyakit ringan : 2
Total : 19
DIAGNOSIS KERJA
Tetanus dalam pengobatan

TATALAKSANA

Tatalaksana Nutrisi / Dietetik

MC 6x150 cc (hari pertama)

KaEN 1B 8 tpm (makro)

Tatalaksana Medikamentosa

Metronidazol 200mg 4x100 mg IV

Tetagram 3000 IU IM

Diazepam 6 x 1,5 mg IV

Edukasi

Menjelaskan kepada keluarga mengenai penyebab penyakit, tatalaksana, dan

prognosis penyakit anak.

Hindari anak dari rangsangan cahaya dan suara yang berlebihan.

Jika ada luka terbuka segera dibersihkan, obati, dan tutup luka.

Jika ada keluhan pada telinga dan gigi segera obati.

Hindari bermain tanpa menggunakan alas kaki.

23
Follow Up 21 juni 2017

S/ Kaku masih ada, namun sudah berkurang. Trismus (+) . Opistotonus ada. Demam

tidak ada. Sesak nafas tidak ada, batuk ada sekali-sekali, batuk berdahak.

O/ Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : sadar

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 100x/ menit

Nafas : 27x/menit

Suhu : 367o C

Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Mulut : Trismus (+) 0,3 cm

Thorak : retraksi dinding dada tidak ada, paru dan jantung dalam batas

normal

Abdomen : hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

A/ Tetanus

P/ MC 6x100 cc

KaEn 1B 8 tpm (makro)

Metronidazole 4x100 mg IV

Diazepam 6x 1,5 mg IV

Follow Up 22 juni 2017

24
S/ Kaku (+) Trismus (+) 0,3 cm.. Demam tidak ada. Sesak nafas tidak ada, batuk ada

sekali-sekali, batuk berdahak. Intake makanan melalui sonde. Nyeri saat menelan

ada.

O/ Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : sadar

Tekanan darah : 100/60mmHg

Nadi : 98x/ menit

Nafas : 24x/menit

Suhu : 37o C

Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Mulut : Trismus (+)

Thorak : retraksi dinding dada tidak ada, paru dan jantung dalam batas

normal

Abdomen : hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

A/ Tetanus dalam pengobatan

P/ terapi lanjut

Follow Up 23 Juni 2017

S/ Kaku ada. Kejang tidak ada. Trismus tidak ada Demam tidak ada. Sesak nafas

tidak ada, batuk ada sekali-sekali, batuk berdahak. Sonde sudah di lepas. Nyeri

saat menelan tidak ada.

O/ Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : sadar

25
Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 96x/ menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : 36,8o C

Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Mulut : Trismus tidak ada

Thorak : retraksi dinding dada tidak ada, paru dan jantung dalam batas

normal

Abdomen : hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

A/ Tetanus dalam pengobatan

P/ terapi lanjut

BAB 4

DISKUSI

Seorang anak laki-laki usia 4 tahun dirawat di bangsal akut Ilmu Kesehatan

Anak RSUP Dr. M Djamil Padang hari rawatan ke tiga dengan diagnosis tetanus

26
dalam pengobatan dengan keluhan utama Leher tampak kaku sejak 3 hari sebelum

masuk Rumah Sakit

Diagnosis tetanus pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik, karena sesuai dengan teori bahwa penegakkan diagnosis dari

tetanus pada dasarnya berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada

pasien ini berdasarkan anamnesis yang dilakukan kepada ibu kandung pasien

didapatkan data yang dapat mengarahkan diagnosis kearah tetanus, yaitu Gigi anak

kehitaman sejak usia dua tahun. Dan semakin banyak sejak usia 3 tahun, riwayat

telinga kanan berair 1 tahun yang lalu tidak diobati ,l eher kaku dan sukar digerakkan

sejak 5 hari yang lalu,mulut sukar dibuka sejak 5 hari yang lalu, leher kaku dan sukar

digerakkan sejak 3 hari yang lalu, wajah menyeringai sejak 3 hari yang lalu ,

riwayat kejang sejak 3 hari yang lalu , seluruh tubuh, frekuensi 3x, lama kejang

10-20 detik, anak sadar setelah kejang dan menangis. Kejang timbul apabila ada

rangsangan cahaya dan suara. Ketika kejang badan membentuk busur.

Berdasarkan teori gejala klinis tetanus ditandai dengan kekakuan otot

(spasme) tanpa disertai adanya gangguan kesadaran. Kekakuan dimulai pada otot

setempat (trismus) yang kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Selain itu, kekakuan

pada tetanus sangat khas, yaitu fleksi kedua lengan dan ekstensi pda kedua

tungkai, dan fleksi pada telapak kaki, dan tubuh kaku melengkung seperti busur

(opistotonus). Trismus merupakan kekakuan dari otot mengunyah (otot maseter)

sehingga menimbulkan gejala sukar membuka mulut. Opistotonus adalah

kekakuan otot yang menunjang tubuh, seperti otot punggung, otot leher, otot

27
badan, dan otot anggota gerak. Apabila kekakuan yang terjadi sangat berat, maka

dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.3 Pada pasien ini ditemukan

gejala trismus dan opistotonus yang dapat mengarahkan diagnosis kepada tetanus.

Kekakuan pada otot disebabkan dampak dari toksin C. tetani

(tetanospasmin) pada ganglion pra sumsum tulang belakang. Tetanospasmin akan

menghambat sinaps jalur antagonis, sehingga akan mengubah keseimbangan dan

koordinasi dari impuls yang berdampak kepada terjadinya peningkatan tonus otot

dan otot menjadi kaku.3

Selain hal diatas, riwayat kejang sejak 3 hari yang lalu , seluruh tubuh,

frekuensi 3x, lama kejang 10-20 detik, anak sadar setelah kejang dan menangis.

Kejang timbul apabila ada rangsangan cahaya dan suara.. Keluhan ini juga sesuai

dengan gejala dari tetanus. Kejang umum dapat terjadi apabila kekakuan yang

terjadi semakin berat. Awalnya, kejang terjadi setelah diberikan suatu rangsangan

seperti dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena cahaya dan adanya suara.

Perlahan masa istirahat kejang akan semakin pendek sehingga anak akan jatuh

kepada status konvulsivus. Kejang pada tetanus dapat terjadi sebagai dampak dari

toksin C. tetani pada otak. Toksin akan menempel pada cerebral gangliosides dan

hal ini diduga menjadi penyebab terjadinya kekakuan dan kejang yang khas pada

tetanus.3

Penegakkan diagnosis tetanus pada pasien ini juga didukung berdasarkan

keterangan dari ibu pasien, bahwa pasien tidak pernah mendapatkan imunisasi,

termasuk imunisasi tetanus. Secara teori, seorang anak akan dicurigai menderita

28
tetanus jika tidak mendapatkan imunisasi. Meskipun tetanus merupakan penyakit

yang dapat dicegah dengan adanya pemberian vaksin, namun kasus tetanus masih

menjadi kasus global terutama di negara berkembang, karena pelaksanaan program

imunisasi yang masih belum berjalan dengan baik dan faktor masyarakat yang

masih menolak pemberian imunisasi kepada anaknya.1,7

Untuk port dentre dari pasien ini belum bisa diketahui dengan pasti. Karena

berdasakan dari hasil anamnesis anak memiliki riwayat Otitis Media, namun tidak

terbukti adanya perforasi mebran timpani. Hal ini perlu ditanyakan untuk mencari

sumber infeksinya, karena berdasarkan teori tetanus tidak ditularkan dari manusia

ke manusia. Akan tetapi, infeksi terjadi apabila spora C. tetani masuk melalui luka

atau trauma, proses operasi atau injeksi, atau dari lesi kulit yang bersifat kronik.

Pada beberapa kasus, port dentre dari kuman ini memang tidak dapat diketahui

dengan pasti.3,6

Namun pada pasien ditemukan gigi berlubang atau keluhan pada gigi yang

dirasakan sejak usia 2 tahun dan semakin parah dirasakan 1 tahun belakangan ini.

dapat dipikirkan sebagai salah satu tempat masuknya spora dari bakteri penyebab

tetanus ini. Berdasarkan teori, tetanus pada anak sering berhubungan dengan

adanya caries gigi dan luka kronis1

Dari pemeriksaan fisik pasien ini, yang masih ditemukan adalah gejala sukar

membuka mulut (trismus) yang dijumpai sebesar 0,3cm. Menurut teori,

pemeriksaan fisik yang ditemukan pada tetanus adalah trismus, opistotonus, wajah

risus sardonikus, dan otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti

papan.1 Didukung dengan pengobatan yang telah didapatkan sebelumnya di RS

29
Swasta yaitu, pemberian Tetragam, Ceftriakson, Metronidazol,sehingga telah

mengurangi dari gejala penyakit pada pasien ini.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah pemberian Metronidazol

intravena untuk mengurangi jumlah kuman C. tetani. Dosis yang diberikan adalah

sebanyak 400 mg yang dibagi menjadi 4 dosis yaitu 4x100 mg. Pemberian

Metronidazol akan dilanjutkan selama 10 hari kedepan, Hal ini sesuai dengan

dosis rumatan dari Metronidazol yaitu 30 mg/kgBB/hari dalam interval waktu 6

jam dan diberikan selama 7-10 hari.3

Selain itu pasien juga diberikan tetagram 3000 IU IM yang merupakan human

tetanus immunoglobulin (TIG), dimana akan secepat mungkin jika tersedia untuk

mencegah toksin menyebar luas ke otot-otot lain. Pemberian injeksi TIG

intramuskular dosis tunggal sebanyak 500U dapat menetralisir toksin tetanus di

sistemik, akan tetapi pemberian dosis total sebanyak 3.000-6.000 U juga

direkomendasikan. Pemberian TIG tidak menetralisir toksin yang telah menyebar

hingga ke tulang belakang, oleh karena itu harus segera diberikan setelah dosis

ditegakkan.

Diet MC 6 x 150 cc diberikan pada hari pertama dimana pada saat tersebut

pasien belum dapat membuka mulut cukup lebar. Infus Ka EN 1B 8 tpm diberikan

sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui seperti pada

kasus emergensi dehidrasi , demam atau kasus pada neonatus. Dosis lazim 500-

1000 ml untuk sekali pembreian intravena. Kecepatan sebaiknya 50 -100 ml per

jam untuk anak anak.

30
Pengobatan lain yang diberikan adalah pemberian diazepam 6 x 1,5 mg IV

untuk menghilangkan kejang dan spasme otot. Pemberian diazepam terus

dilanjutkan meskipun telah ditemukan perbaikan klinis. Selain itu paracetamol

diberikan apabila terjadi demam.3 Dalam perawatannya anak dirawat di ruangan

khusus hal ini dilakukan untuk menghindari rangsangan cahaya dan suara yang

dapat menjadi penyebab munculnya kejang.

Prognosis pasien ini dapat dinilai dari kriteria Philips Score, yang dinilai dari

masa inkubasi dengan score 3, lokasi leher dengan score 4 , tidak ada riwayat

imnunisasi dengan score 10 , dan penyakit ringan dengan score 2, total score

adalah 19 yang menggambarkan bahwa prognosis penyakit tetanus pada pasien ini

adalah berat.

DAFTAR PUSTAKA

31
1. Arnon SS. Tetanus (Clostridium tetani) dalam Nelson Text Book of Pediatric.
Kleggman RM, Stanton BF, Schor NF, St. Geme JW, dan Behrman RE (Ed).
19th Edition. 991-4. Elsevier. 2011.

2. Ingole KV, Mundhadha SG, dan Powar RM. Tetanus in developing country : a
review and case series. International Journal of Applied Research; 2(6): 556-
60. 2016.

3. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRG, dan Satari HI (Ed). Tetanus dalam
Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Hal :322-9. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2010.

4. Leman MM dan Tumbelaka AR. Penggunaan anti tetanus serum dan human
tetanus immunoglobulin pada tetanus anak. Sari Pediatri; 12(4): 283-8. 2010.

5. Gomes AP, Freitas AC,Rodrigues DC, Silveira L, Tavares W, dan Batista RS.
Clostridium tetani infections in newborn infants: a tetanus neonatorum
review. The Revista Brasileira de Terapia Intensiva; 23 (4): 484-91. 2011.

6. Wirld Health Association. Current recommendation for treatment of tetanus


during humanitarian emergencies. 2010.

7. Laksmi NKS. Penatalaksanaan tetanus. Cerdmin Dunia Kedokteran; 41(11):823-


7. 2014.

32

Anda mungkin juga menyukai