TETANUS
Oleh :
Preseptor :
PADANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya, sehingga laporan kasus yang berjudul Tetanus ini dapat
penulis selesaikan. Makalah ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan,
serta sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian
Djamil Padang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada staf pengajar yang telah membimbing
penulis dalam menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Anak,
serta kepada dr. Anggia Perdana Harmen, Sp.A sebagai preseptor dalam penulisan
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala saran dan
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................3
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................4
1.1 Latar Belakang............................................................................................4
1.2 Batasan Masalah.........................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................5
1.4 Metode Penulisan ...5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
2.1 Definisi........................................................................................................6
2.2 Etiologi ..... .6
2.3 Epidemiologi.............................................................................................. 7
2.4 Patogenesis................................................................................................ 8
2.5 Manifestasi Klinis..................................................................................... 9
2.6 Diagnosis..................................................................................................10
2.7 Diagnosis Banding11
2.8 Tatalaksana.............................................................................................11
2.9 Komplikasi..............................................................................................13
2.10 Prognosis.................................................................................................13
BAB 3. ILUSTRASI KASUS................................................................................14
BAB 4. DISKUSI ..........................................................................................24
Daftar Pustaka
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Tetanus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya riwayat kekakuan otot
yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani.1
Tetanus masih menjadi masalah global meskipun penyakit ini dapat dicegah dengan
mengeredikasi penyakit ini. Sebagian besar penyakit ini ditemukan pada negara
berkembang.2
bakteri penyebab tetanus pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,
neuro muscular junction, dan saraf otonom. Gejala dapat diawali dengan kekakuan
pada otot setempat atau trismus, kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai
tetanus lokal, tetanus sefalik, dan general tetanus.2 Prinsip pengobatan tetanus adalah
1.2 Batasan
1.3 n Masalah
Laporan kasus ini membahas tentang salah satu kasus tetanus yang ditemukan di
4
1.4 Tujuan Penulisan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami definisi,
Metode penulisan laporan kasus ini dengan tinjauan kepustakaan yang merujuk
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tetanus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya riwayat kekakuan otot
yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostrodium tetani.1
Gejala terutama disebabkan oleh tetanospasmin yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, neuro muscular junction, dan
saraf otonom.3 Tetanus merupakan penyakit yang berbahaya yang dapat dicegah
2.2 Etiologi
berbentuk batang ( basil Gram-positif) yang dapat hidup dan bertahan di tanah dan
2. Mampu membentuk spora yang berbentuk seperti raket tenis yang bisa nertahan
dalam suhu tinggi, kekeringan, dan desinfektan. Spora dapat ditemukan di tanah,
kotoran hewan, air yang kotor, dan peralatan operasi yang tidak steril.
6
3. Mampu menghasilkan eksotoksin yang kuat, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
susunan saraf pusat dan akan menimbulkan gejala klinis dari tetanus.
2.3 Epidemiologi
pada daerah panas yang padat penduduk, daerah dengan kelembapan tinggi dan tanah
yang mengandung banyak bahan organik. Penyakit ini merupakan penyakit endemik
neonatorum) yang diperkirakan menjadi penyebab kematian pada 500.000 bayi baru
lahir setiap tahun, dengan sekitar 80% kematian terjadi di 12 negara tropis di Asia
dan Afrika. Kematian yang disebabkan oleh tetanus neonatorum sebagian besar
Tetanus yang terjadi pada anak juga tersebar di seluruh dunia, terutama pada
daerah risiko tinggi yang memiliki angka cakupan imunisasi DTP rendah. Angka
kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi, hal ini disebabkan oleh tingkat aktivitas
anak laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan.3 Berdasarkan data
rekam medis yang tercatat pada Departemen Ilmu Kesehatan Anak di RS Cipto
8 pasien. Khusus pada tahun 2009, didapatkan 9 kasus tetanus, dan pada tahun 2010
7
Port dentre penyakit ini sering tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi diduga
1. Luka tusuk, patah tulang akibat komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pemberian punting tali pusat dengan
Reservoir utama kuma n ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak,
kuda, dan hewan lainnya, sehingga risiko angka kejadian tetanus tinggi pada daerah
peternakan. Spora kuman ini dapat tahan terhadap kekeringan dan bisa bertebaran
dimana-mana, seperti pada debu jalanan, lampu operasi, bubuk antiseptik (dermatol),
atau pada alat suntik dan alat operasi.3Penyakit ini tidak ditularkan dari manusia ke
manusia dan dapat dicegah dengan pemberian vaksin. Infeksi terjadi apabila spora C.
tetani masuk melalui luka atau trauma, proses operasi atau injeksi, atau dari lesi kulit
2.4 Patogenesis
Spora dari C. tetani biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan spora dan setelah beberapa lama mengalami inkubasi, spora
akan berubah menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan toksin tetanolisin dan
tetanospasmin. Selanjutnya toksin ini akan berikatan pada neuro muscular junction
8
Toksin yang telah masuk ke saraf motoric akan ditransport secara retrograd
atau synaptobrevin) pada suatu ikatan peptide tunggal. Molekul ini penting untuk
pelepasan glisin dan -aminobutyric acid (GABA). Pada saat interneuron melakukan
inhibisi, maka motor neuron alpha juga terkena pengaruhnya, sehingga terjadi
motorik tak terkendali, mengakibatkan peningkatan tonus dan rigiditas otot berupa
1. Tetanus general
Gejala yang sering tampak pada sebagian besar kasus adalah trismus (spasme
otot masseter). Gejala awal lainnya adalah sakit kepala, mudah lelah, dan iritabilitas,
yang sering diikuti dengam kekakuan, sulit mengunyah, dan spasme dari otot leher.
Spasme pada wajah dan otot bukal akan menunjukkan gambaran wajah risus
sardonicus, yaitu dahi dapat mengerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik
ke luar bawah. Apabila paralisis sampai ke abdominal, lumbal, bokong, dan otot
paha, maka pasien akanmenunjukkan posisi tubuh yang hiperketensi atau membentuk
9
Apabila spasme mengenai laring dam otot pernapasan, maka dapat menyebabkan
timbulnya obstruksi dan asfiksia. Anak akan tetap sadar karena toksin yang
dihasilkan oleh bakteri penyebabnya tidak dapat mempengaruhi saraf sensoris dan
fungsi kortikal. Jika kekakuan makin berat, maka akan timbul kejang yang terjadi
tiba-tiba dan bersifat tonik, dengan tangan mengepal, lengan fleksi dan adduksi,
hingga beberapa menit. Kejang dapat terjadi karena adanya rangsangan cahaya, suara,
2. Tetanus lokal
Tetanus lokal ditandai dengan spasme otot yang nyeri di daerah luka dan bisa
3. Tetanus Cephalic
Tetanus cephalic merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal yang
melibatkan otot bulbar yang terjadi akibat adanya luka atau benda asing di kepala,
hidung, atau wajah. Tetanus cephalic juga berhubungan dengan otitis media kronis
dan ditandai dengan retraksi alis mata, pandangan yang deviasi, trismus, risus,
2.6 Diagnosis
Penemuan dari agen penyebab tidak dapat memastikan diagnosis dan apabila tidak
Seorang anak akan dicurigai menderita tetanus jika tidak mendapatkan imunisasi, ada
10
riwayat terluka, terdapat gejala trismus atau gejala kekakuan otot lainnya dan tidak
Pemeriksaan dari laboratorium biasanya tidak khas dan sering ditemukan dengan
hasil normal. Adanya peningkatan dari leukosit, dapat disebabkan oleh infeksi
sekunder pada luka. Pemeriksaan cairan serebrospinal akan normal. Penemuan dari
bentuk basil dan spora terminal C. tetani dari pemeriksaan kultur kuman dari swab
1,2,5
luka akan mengarahkan pada kemungkinan diagnosis adalah tetanus.
Pada kasus tetanus general tidak dapat disamakan dengan jenis penyakit yang
lain. Pada kasus yang samar perlu dipikirkan diagnosis banding berupa :2
tetanus, pada ketiga diagnosis tersebut tidak ditemukan adanya trismus, risus
serebrospinal.
2. Rabies. Pada rabies akan dijumpai gejala hidrofobia dan kesukaran menelan,
terjadinya epidemic.
3. Trismus karena proses lokal, seperti mastoiditis, OMSK, abses tonsillar. Pada
11
2.8 Tatalaksana
tetani, kontrol pernapasan dan kejang, dan pencegahan agar tetanus tidak berulang.1
untuk mencegah toksin menyebar luas ke otot-otot lain. Dosis optimal dari TIG
belum ditentukan. Pemberian injeksi TIG intramuskular dosis tunggal sebanyak 500U
dapat menetralisir toksin tetanus di sistemik, akan tetapi pemberian dosis total
toksin yang telah menyebar hingga ke tulang belakang, oleh karena itu harus segera
Untuk bayi, dosisnya adalah 500 IU intramuskular dosis tunggal. Sebagian dosis
diberikan secara infiltrasi di tempat sekitar luka karena hanya dibutuhkan sekali
pengobatan karena waktu paruhnya 25-30 hari. Kontraindikasi TIG adalah riwayat
Apabila TIG tidak ditemukan, berikan anti tetanus serum (ATS) dengan dosis
yang dianjurkan 100.000 IU, dengan 50.000 IU diberikan intramuskular dan 50.000
12
2.8.2. Eradikasi bakteri C. tetani
6 jam selama 7-10 hari. Metronidazol efektif untuk mengurami jumlah C. tetani
100.000/kgBB/hari selama 7-10 hari. Jika terdapat alergi terhadap penisilin dapat
interval pemberian 2-4 jam. Untuk anak usia<2 tahun dosis uang direkomendasikan
adalah 8 mg/kgBB/hari diberikan oral dalam dosis 2-3 mg per 3 jam. Setelah kejang
berhenti, pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai dengan klinis
pasien. Tanda klinis dikatakan membaik jika tidak dijumpai lagi kejang spontan,
badan masih kaku, kesadaran membaik (tidak koma), tidak dijumpai gangguan
klinis, maka dosis dipertahankan selama 3-5 hari. Selanjutnya pengurangan dosis
13
2.9 Komplikasi
Kejang dan kekakuan otot yang parah dapat menjadi predisposisi munculnya
3. Trombosis vena, emboli paru, ulkus lambung dengan atau tanpa perdarahan,
2.10 Prognosis
Prognosis tetanus ditentukan oleh masa inkubasi, waktu munculnya onset, jenis
lukan, dan status imun pasien. Semakin pendek masa inkubasi, semakin buruk
prognosis, semakin pendek waktu munculnya onset, maka prognosis semakin buruk. 3
14
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. OA
Nama ibu kandung : Ny. HS
Umur/ Tanggal Lahir : 4 tahun / 3 Juni 2013
Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Status perkawinan :-
Agama : Islam
Alamat : Gurun Laweh Lubeg
Tanggal masuk : 18-06-2017
Tanggal pemeriksaan : 20-06-2017
No. RM : 981563
ANAMNESIS
Seorang anak laki-laki usia 4 tahun dirawat di bangsal Akut Anak RSUP Dr.
KELUHAN UTAMA
15
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Gigi anak kehitaman sejak usia dua tahun. Dan semakin banyak sejak usia 3
tahun.
9 hari yang lalu liang telinga anak keluar cairan, warna kuning pekat, berbau, anak
dibawa berobat ke poliklinik umum saat hari ke 3 keluar cairan dari telinga, setelah
diobati 2 hari cairan ditelinga mengering. Riwayat telinga kanan berair 1 tahun yang
Leher kaku dan sukar digerakkan sejak 5 hari yang lalu, anak cenderung melihat ke
kanan
Mulut sukar dibuka sejak 5 hari yang lalu, anak masih bisa minum menggunakan
sedotan, sedikit demi sedikit tetapi anak tidak bisa makan sejak 5 hari yang lalu,
Leher kaku dan sukar digerakkan sejak 3 hari yang lalu, anak cenderung
Riwayat kejang sejak 3 hari yang lalu , seluruh tubuh, frekuensi 3x, lama
kejang 10-20 detik, anak sadar setelah kejang dan menangis. Kejang timbul
apabila ada rangsangan cahaya dan suara. Ketika kejang badan membentuk
busur.
16
Anak tidak pernah diberikan imunisasi
Demam tidak ada , muntah tidak ada, mual tidak ada, perdarahan tidak ada
suspek tetanus. Telah diberikan terapi binasal 1 lt/mnt dan IVFD RL 10 tpm
dan telah dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil GDS 107 g.dl, Hb 12,8
Anak telah dibawa berobat ke klinik umum saat hari ketiga keluar cairan dari
Tidak ada anggota keluarga yang menderita kejang dengan atau tanpa demam.
17
Mustafa/laki-laki/7 tahun/lahir normal/BBL 3200 gr/PB 42
imunisasi
imunisasi
Bayi
Anak
- Daging 1x/minggu
18
- Buah 3x/ minggu
Kesan : Cukup
- Membaca usia -
Kesan : Normal
Riwayat keluarga
Ayah Ibu
Nama Edrol candra Herlininsyah
Umur 39 tahun 38 tahun
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Tidak bekerja Wiraswasta
Penghasilan - Rp. 2.200.000
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah Tidak ada Riwayat Fam sinistra
19
diderita
Rumah tempat tinggal permanen, sumber air minum sumur bor, buang air
besar di WC dalam rumah, pekarangan ada (cukup luas), dan sampah dibuang
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Tekanan darah : 105/70 mmHg
Nadi : 84x / menit
Nafas : 16x / menit
Suhu : 36,5o C
Berat Badan : 14 kg
Tinggi Badan : 99 cm
BB/U : 87,5%
TB/U : 97%
BB/TB : 93,3%
Status Gizi : Gizi baik
Edema : Tidak Ada
Ikterus : Tidak Ada
Anemia : Tidak Ada
Sianosis : Tidak Ada
20
PEMERIKSAAN KHUSUS
Kulit : kulit teraba hangat
Kelenjar getah bening : tidak ada teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala : Simetris, bulat, wajah Risus Sardonicus (+)
Rambut : Rambut hitam, tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva pucat -/- , sklera ikterik -/-
Telinga : Aurikula Dextra :
liang telinga lap, tidak hiperemis, membran timpani utuh, sekret tidak ada.
Aurikula Sinistra :
liang telinga lap, tidak hiperemis, membran timpani utuh, sekret tidak ada.
21
batas jantung kanan : LSD
batas jantung kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : irama teratur, bising (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), defent muskular (+)
Palpasi : opistotonus (+)
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < detik, refleks fisiologis +/+, refleks
HASIL LABORATORIUM
Hb : 11,9 gr/dl
Leukosit :10, 250 /mm3
Hitung jenis : 0/0/2/65/29/4
Hematokrit : 37%
Trombosit : 579.000 /mm3
Kesan : Trombositosis
PEMERIKSAAN KHUSUS
Philips score : masa inkubasi : 3
Lokasi leher :4
22
Imunisasi (-) : 10
Penyakit ringan : 2
Total : 19
DIAGNOSIS KERJA
Tetanus dalam pengobatan
TATALAKSANA
Tatalaksana Medikamentosa
Tetagram 3000 IU IM
Diazepam 6 x 1,5 mg IV
Edukasi
Jika ada luka terbuka segera dibersihkan, obati, dan tutup luka.
23
Follow Up 21 juni 2017
S/ Kaku masih ada, namun sudah berkurang. Trismus (+) . Opistotonus ada. Demam
tidak ada. Sesak nafas tidak ada, batuk ada sekali-sekali, batuk berdahak.
Kesadaran : sadar
Nafas : 27x/menit
Suhu : 367o C
Thorak : retraksi dinding dada tidak ada, paru dan jantung dalam batas
normal
A/ Tetanus
P/ MC 6x100 cc
Metronidazole 4x100 mg IV
Diazepam 6x 1,5 mg IV
24
S/ Kaku (+) Trismus (+) 0,3 cm.. Demam tidak ada. Sesak nafas tidak ada, batuk ada
sekali-sekali, batuk berdahak. Intake makanan melalui sonde. Nyeri saat menelan
ada.
Kesadaran : sadar
Nafas : 24x/menit
Suhu : 37o C
Thorak : retraksi dinding dada tidak ada, paru dan jantung dalam batas
normal
P/ terapi lanjut
S/ Kaku ada. Kejang tidak ada. Trismus tidak ada Demam tidak ada. Sesak nafas
tidak ada, batuk ada sekali-sekali, batuk berdahak. Sonde sudah di lepas. Nyeri
Kesadaran : sadar
25
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,8o C
Thorak : retraksi dinding dada tidak ada, paru dan jantung dalam batas
normal
P/ terapi lanjut
BAB 4
DISKUSI
Seorang anak laki-laki usia 4 tahun dirawat di bangsal akut Ilmu Kesehatan
Anak RSUP Dr. M Djamil Padang hari rawatan ke tiga dengan diagnosis tetanus
26
dalam pengobatan dengan keluhan utama Leher tampak kaku sejak 3 hari sebelum
pemeriksaan fisik, karena sesuai dengan teori bahwa penegakkan diagnosis dari
tetanus pada dasarnya berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
pasien ini berdasarkan anamnesis yang dilakukan kepada ibu kandung pasien
didapatkan data yang dapat mengarahkan diagnosis kearah tetanus, yaitu Gigi anak
kehitaman sejak usia dua tahun. Dan semakin banyak sejak usia 3 tahun, riwayat
telinga kanan berair 1 tahun yang lalu tidak diobati ,l eher kaku dan sukar digerakkan
sejak 5 hari yang lalu,mulut sukar dibuka sejak 5 hari yang lalu, leher kaku dan sukar
digerakkan sejak 3 hari yang lalu, wajah menyeringai sejak 3 hari yang lalu ,
riwayat kejang sejak 3 hari yang lalu , seluruh tubuh, frekuensi 3x, lama kejang
10-20 detik, anak sadar setelah kejang dan menangis. Kejang timbul apabila ada
(spasme) tanpa disertai adanya gangguan kesadaran. Kekakuan dimulai pada otot
setempat (trismus) yang kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Selain itu, kekakuan
pada tetanus sangat khas, yaitu fleksi kedua lengan dan ekstensi pda kedua
tungkai, dan fleksi pada telapak kaki, dan tubuh kaku melengkung seperti busur
kekakuan otot yang menunjang tubuh, seperti otot punggung, otot leher, otot
27
badan, dan otot anggota gerak. Apabila kekakuan yang terjadi sangat berat, maka
dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.3 Pada pasien ini ditemukan
gejala trismus dan opistotonus yang dapat mengarahkan diagnosis kepada tetanus.
koordinasi dari impuls yang berdampak kepada terjadinya peningkatan tonus otot
Selain hal diatas, riwayat kejang sejak 3 hari yang lalu , seluruh tubuh,
frekuensi 3x, lama kejang 10-20 detik, anak sadar setelah kejang dan menangis.
Kejang timbul apabila ada rangsangan cahaya dan suara.. Keluhan ini juga sesuai
dengan gejala dari tetanus. Kejang umum dapat terjadi apabila kekakuan yang
terjadi semakin berat. Awalnya, kejang terjadi setelah diberikan suatu rangsangan
seperti dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena cahaya dan adanya suara.
Perlahan masa istirahat kejang akan semakin pendek sehingga anak akan jatuh
kepada status konvulsivus. Kejang pada tetanus dapat terjadi sebagai dampak dari
toksin C. tetani pada otak. Toksin akan menempel pada cerebral gangliosides dan
hal ini diduga menjadi penyebab terjadinya kekakuan dan kejang yang khas pada
tetanus.3
keterangan dari ibu pasien, bahwa pasien tidak pernah mendapatkan imunisasi,
termasuk imunisasi tetanus. Secara teori, seorang anak akan dicurigai menderita
28
tetanus jika tidak mendapatkan imunisasi. Meskipun tetanus merupakan penyakit
yang dapat dicegah dengan adanya pemberian vaksin, namun kasus tetanus masih
imunisasi yang masih belum berjalan dengan baik dan faktor masyarakat yang
Untuk port dentre dari pasien ini belum bisa diketahui dengan pasti. Karena
berdasakan dari hasil anamnesis anak memiliki riwayat Otitis Media, namun tidak
terbukti adanya perforasi mebran timpani. Hal ini perlu ditanyakan untuk mencari
sumber infeksinya, karena berdasarkan teori tetanus tidak ditularkan dari manusia
ke manusia. Akan tetapi, infeksi terjadi apabila spora C. tetani masuk melalui luka
atau trauma, proses operasi atau injeksi, atau dari lesi kulit yang bersifat kronik.
Pada beberapa kasus, port dentre dari kuman ini memang tidak dapat diketahui
dengan pasti.3,6
Namun pada pasien ditemukan gigi berlubang atau keluhan pada gigi yang
dirasakan sejak usia 2 tahun dan semakin parah dirasakan 1 tahun belakangan ini.
dapat dipikirkan sebagai salah satu tempat masuknya spora dari bakteri penyebab
tetanus ini. Berdasarkan teori, tetanus pada anak sering berhubungan dengan
Dari pemeriksaan fisik pasien ini, yang masih ditemukan adalah gejala sukar
pemeriksaan fisik yang ditemukan pada tetanus adalah trismus, opistotonus, wajah
risus sardonikus, dan otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti
29
Swasta yaitu, pemberian Tetragam, Ceftriakson, Metronidazol,sehingga telah
intravena untuk mengurangi jumlah kuman C. tetani. Dosis yang diberikan adalah
sebanyak 400 mg yang dibagi menjadi 4 dosis yaitu 4x100 mg. Pemberian
Metronidazol akan dilanjutkan selama 10 hari kedepan, Hal ini sesuai dengan
Selain itu pasien juga diberikan tetagram 3000 IU IM yang merupakan human
tetanus immunoglobulin (TIG), dimana akan secepat mungkin jika tersedia untuk
hingga ke tulang belakang, oleh karena itu harus segera diberikan setelah dosis
ditegakkan.
Diet MC 6 x 150 cc diberikan pada hari pertama dimana pada saat tersebut
pasien belum dapat membuka mulut cukup lebar. Infus Ka EN 1B 8 tpm diberikan
sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui seperti pada
kasus emergensi dehidrasi , demam atau kasus pada neonatus. Dosis lazim 500-
30
Pengobatan lain yang diberikan adalah pemberian diazepam 6 x 1,5 mg IV
khusus hal ini dilakukan untuk menghindari rangsangan cahaya dan suara yang
Prognosis pasien ini dapat dinilai dari kriteria Philips Score, yang dinilai dari
masa inkubasi dengan score 3, lokasi leher dengan score 4 , tidak ada riwayat
imnunisasi dengan score 10 , dan penyakit ringan dengan score 2, total score
adalah 19 yang menggambarkan bahwa prognosis penyakit tetanus pada pasien ini
adalah berat.
DAFTAR PUSTAKA
31
1. Arnon SS. Tetanus (Clostridium tetani) dalam Nelson Text Book of Pediatric.
Kleggman RM, Stanton BF, Schor NF, St. Geme JW, dan Behrman RE (Ed).
19th Edition. 991-4. Elsevier. 2011.
2. Ingole KV, Mundhadha SG, dan Powar RM. Tetanus in developing country : a
review and case series. International Journal of Applied Research; 2(6): 556-
60. 2016.
3. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRG, dan Satari HI (Ed). Tetanus dalam
Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Hal :322-9. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2010.
4. Leman MM dan Tumbelaka AR. Penggunaan anti tetanus serum dan human
tetanus immunoglobulin pada tetanus anak. Sari Pediatri; 12(4): 283-8. 2010.
5. Gomes AP, Freitas AC,Rodrigues DC, Silveira L, Tavares W, dan Batista RS.
Clostridium tetani infections in newborn infants: a tetanus neonatorum
review. The Revista Brasileira de Terapia Intensiva; 23 (4): 484-91. 2011.
32