Anda di halaman 1dari 25

Case Report Fome 3

ASMA BRONKIAL

Oleh :

WESTI PERMATA WATI

1210312058

NOVITA ELVISTIA 1210311002

ERVIN MAULANA 1210313047

Preseptor :

dr. Haviz Yuad, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS

KEPANITERAAN KLINIK FOME 3


PUSKESMAS BUNGUS
PADANG
2018

BAB 1
PENDAHULUAN

1
1.1 Latar Belakang
Asma saat ini menjadi penyakit kronik paling umum di dunia. Tahun
2005 diperkirakan penderita asma di seluruh dunia mencapai 400 juta orang,
dengan pertambahan 180.000 penderita setiap tahunnya.1
Total keseluruhan asma di Indonesia menurut Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (Riskesdas) tahun 2013
adalah 4,5%. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%),
sedangkan di Sumatera Barat berkisar 2,7% yang merupakan peringkat keempat
di Sumatera setelah Bangka Belitung (4,3%), Aceh (4%), dan Kepulauan Riau
(3,7%).1
Bidang Yankes (Pelayanan Kesehatan) DKK (Dinas Kesehatan Kota)
Padang tahun 2013 melaporkan bahwa asma termasuk kedalam peringkat
kesepuluh penyebab kematian terbanyak di kota Padang, sedangkan penelitian
di RS.Dr.M.Djamil Padang periode Januari 2001 – Desember 2005, pasien asma
yang dirawat di bagian rawat inap anak berkisar 118 orang.2
Asma merupakan penyakit yang heterogen dengan kharakteristik
adanya inflamasi (peradangan) kronis saluran napas. Hal ini ditandai dengan
adanya riwayat gejala saluran napas berupa wheezing, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu serta intensitasnya, yang
disertai adanya keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi.3
Serangan asma yang terjadi pada anak – anak didiagnosis oleh para ahli
sebagai asma ekstrinsik yang dapat disebabkan oleh faktor pencetus alergen
yang berasal dari lingkungan. Hal ini diperkuat pula oleh hasil penelitian United
State Environmental Protection Agency (US EPA) yang menyatakan bahwa
lingkungan dapat menyebabkan terjadinya serangan asma. Baik lingkungan
indoor atau lingkungan dalam ruangan seperti debu rumah, asap rokok,
makanan, maupun lingkungan outdoor atau luar ruangan seperti asap kendaraan
bermotor, asap pabrik, pembakaran sampah, serta perubahan cuaca dapat
memberikan kontribusi faktor pencetus serangan asma. Hal inilah yang dapat
menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada serangan asma.4

1.2 Tujuan Penulisan

2
Penulisan case report ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami
tentang asma bronchial

1.3 Metode Penulisan


Penulisan case report ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang
merujuk kepada beberapa literatur.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Definisi Asma
Asma merupakan penyakit yang heterogen dengan kharakteristik adanya
inflamasi kronis saluran napas. Hal ini ditandai dengan adanya riwayat gejala
saluran napas berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang
bervariasi dari waktu ke waktu serta intensitasnya, disertai adanya keterbatasan
aliran udara ekspirasi.3
Asma dipandang sebagai penyakit paru obstruktif, difus dengan
hiperreaktivitas saluran napas terhadap berbagai rangsangan dan tingkat
reversibilitas proses obstruktifnya tiinggi yang dapat terjadi spontan atau akibat
pengobatan. Obstruksi jalan napas yang disebabkan perubahan patologis pada asma
ini terjadi pada bronkus ukuran sedang dan bronkiolus berdiameter 1 mm. Pada
asma juga terjadi penyempitan jalan napas yang disebabkan oleh bronkospasme,
hipersekresi mucus yang kental, dan edema mukosa.5

2.2 Prevalensi Asma


Prevalensi maupun mortalitas asma meningkat selama dua dekade terakhir
baik pada anak maupun dewasa. Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2%
yaitu 6% pada dewasa dan 10% pada anak. Prevalensi ini sangat bervariasi karena
terdapat perbedaan prevalensi antar negara bahkan juga didapat perbedaan antar
daerah dalam suatu Negara.6
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
tahun 2013 melaporkan bahwa total keseluruhan asma di Indonesia adalah 4,5%.
Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), sedangkan di
Sumatera Barat berkisar 2,7% yang merupakan peringkat keempat di Sumatera
setelah Bangka Belitung (4,3%), Aceh (4%), dan Kepulauan Riau (3,7%).1

2.3 Klasifikasi Asma


Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI, 2003) membagi klasifikasi
asma berdasarkan gambaran klinis dan juga berat serangan akut (tabel 2.2 dan tabel
2.3).

Tabel 2.1 Derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (sebelum pengobatan) berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaa Asma

di Indonesia.
7
Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru
4
1. Intermitten Bulanan <2x sebulan - VEP1 ≥80% nilai
- gejala <1x/minggu prediksi
- tanpa gejala diluar - APE ≥80% nilai
serangan terbaik
- serangan singkat - Variasi APE
≤20%
- APE ≥80%

2. Persisten Mingguan ≥2x sebulan - VEP1 ≥80% nilai


ringan - gejala >1x/minggu prediksi
- serangan dapat - APE ≥80% nilai
mengganggu terbaik
aktivitas dan tidur - Variasi APE 20-
30%
- APE 60-80%

3. Persisten Harian >1x seminggu - VEP1 60-80%


sedang - gejala setiap hari nilai prediksi
- serangan - APE 60-80% nilai
mengganggu terbaik
aktivitas dan tidur - Variasi APE
- membutuhkan >30%
bronkodilator - APE 60-80%
setiap hari

4. Persisten kontinyu Sering - VEP1 ≤60% nilai


Berat - gejala terus prediksi
menerus - APE ≤60% nilai
- sering kambuh terbaik
- aktivitas fisik - Variasi APE
terbatas >30%
- APE ≤30%

Tabel 2.2 Klasifikasi berat serangan asma akut berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia.
7
Gejala dan Berat serangan akut Keadaan
Tanda Ringan Sedang Berat mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Bicara Istirahat
Posisi Dapat tidur Duduk Duduk
terlentang membungkuk
Cara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi
berbicara kata
Kesadaran Mungkin Gelisah Gelisah Mengantuk,
gelisah gelisah,kesadaran
menurun
Frekuensi <20/menit 20-30/menit >30/menit

5
napas
Nadi <100/menit 100-200/menit >120/menit Bradikardi
Pulsus - -/+ + -
Paradoksus 10 mmHg 10-20 mmHg >25 mmHg Kelelahan otot
Otot bantu - + + Torakoabdominal
napas dan paradoksal
retraksi
suprasternal
Mengi Akhir Akhir ekspirasi Silent chest
ekspirasi Inspirasi dan
paksa ekspirasi
APE >80% 60-80% <60%
PaO2 >80 mmHg 60-80 mmHg <60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
SaO2 >95% 90-95% <90%

Maitra dan Kumar (2007) membagi asma menjadi 2 kategori utama


berdasarkan ada atau tidaknya penyakit imun penyebab :8
1. Asma ekstrinsik
Disebabkan reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang dipicu oleh pajanan suatu
antigen. Biasanya berkaitan dengan manifestasi alergi lain pada pasien serta
keluarga dan terjadi peningkatan IgE serum serta eosinofil darah.
2. Asma instrinsik
Mekanisme pemicu bersifat nonimun. Biasanya tidak terdapat manifestasi alergi
pada pasien atau keluarganya, serta kadar IgE serum yang normal. Penyakit
infeksi dan rangsangan psikis sering menimbulkan serangan.
2.4 Etiologi Asma
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian
asma, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma. Beberapa
faktor tersebut sudah disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih
dalam penelitian.6
a. Faktor Risiko
1. Jenis Kelamin
Menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalens
asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali lipat
anak perempuan. Menurut laporan MMM (2001), prevalens asma pada anak

6
laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan, dengan rasio 3:2 pada usia 6-11
tahun.
Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan semakin
sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita suara, dan kemungkinan juga
terjadi peningkatan IgE pada laki-laki yang cenderung membatasi respon
bernapas. Predisposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi pada laki-
laki dimulai ketika masa puber, sehingga prevalensi asma pada anak yang
semula laki-laki lebih tinggi dari perempuan mengalami perubahan yaitu
prevalensi perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
2. Usia
Angka kejadian asma bronkial anak di USA mencapai 10%, dua kali
lipat dibandingkan dengan dewasa dan lebih dari separuhnya mengalami
serangan pertama di usia kecil dari sepuluh tahun. Studi retrospektif yang
dilakukan oleh The UK wide National Asthma Management Study bersama
dengan Tayside Asthma Management Initiative yang melibatkan 12.203
responden menunjukkan serangan asma tersering terjadi pada kelompok anak
usia kecil dari lima tahun (37%).9
3. Riwayat Atopi
Adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma persisten
dan beratnya asma. Menurut laporan dari Inggris, pada anak usia 16 tahun
dengan riwayat asma atau mengi, akan terjadi serangan mengi dua kali lipat
lebih banyak jika anak pernah mengalami hay fever, rhinitis alergi, atau eksema.
Eksema persisten berhubungan pula dengan gejala asma persisten. Predisposisi
keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu
orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko
bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orangtua menderita asma.
4. Ras
Menurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa prevalens
asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada
kulit putih (MMWR, 2000; steyer dkk. 2003). Selain prevalens, kematian anak
akibat asma pada ras kulit hitam juga lebih tinggi, yaitu 3,34 per 1000
berbanding 0,65 per 1000 pada anak kulit putih.

7
5. Berat Badan Lahir
Berat badan lahir rendah berhubungan dengan fungsi pernapasan yang
lebih buruk. Terdapat proses perkembangan inutero yang tidak dapat digantikan
pada lingkungan pasca natal, hal ini menyebabkan fungsi respirasi yang lebih
rendah dan peningkatan kecenderungan asma hingga dewasa. Pada penelitian
analisis multivariate subjek yang memiliki berat badan lahir rendah memiliki
risiko 4,87 kali lebih besar untuk menderita asma dibandingkan subjek yang
lahir dengan berat badan cukup atau lebih.

b. Faktor Pencetus
1. Lingkungan
Adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan risiko penyakit
asma, alergen yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain adalah
serpihan kulit binatang peliharaan, tungau debu rumah, jamur, dan kecoa.
2. Asap rokok
Prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak
yang tidak terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah dimulai sejak
janin dalam kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak dilahirkan,
dan menyebabkan meningkatnya risiko. Pada anak yang terpajan asap rokok,
kejadian eksaserbasi lebih tinggi, anak lebih sering tidak masuk sekolah, dan
umumnya fungsi faal parunya lebih buruk daripada anak yang tidak terpajan.8

3. Outdoor air pollution


Beberapa partikel halus di udara seperti debu jalan raya, nitrat dioksida,
karbon monoksida, atau SO2, diduga berperan pada penyakit asma,
meningkatnya gejala asma, tetapi belum didapatkan bukti yang disepakati.
Secara teoritis, diduga bahwa adanya pajanan terhadap endotoksin sebagai
komponen bakteri dalam jumlah banyak dan waktu yang dini mengakibatkan
system imun anak terangsang melalui jejak Th1. Saat ini, teori tersebut dikenal
sebagai hygiene hypothesis.10
4. Infeksi respiratorik

8
Infeksi respiratory syncytial virus (RSV) di usia dini yang
mengakibatkan infeksi saluran pernapasan bawah. Infeksi RSV merupakan
faktor risiko yang bermakna untuk terjadinya mengi di usia 6 tahun.10
5. Makanan
Beberapa makanan penyebab alergi seperti susu sapi, ikan laut, kacang,
berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberi, mangga, durian berperan
menjadi penyebab asma. Makanan produk industry dengan pewarna buatan
(misal : tartazine), pengawet (metabisulfit), vetsin (monosodium glutamate-
MSG) juga bisa memicu asma.10

2.5 Patogenesis Asma


Asma ditandai dengan 3 kelainan utama pada bronkus yaitu
bronkokonstriksi otot bronkus, inflamasi mukosa, dan bertambahnya sekret yang
berada di jalan nafas.
Pada asma ekstrinsik, alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa
bronkus yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia, serta sekresi lendir
yang tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, walaupun
sangat rumit. Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang
spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini
merupakan imunoglobulin jenis IgE.11
Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Bila
satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul
alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan
yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contohnya yaitu histamin dan
prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor β-2 adrenergik, yang
bila dirangsang dengan obat anti asma salbutamol β-2 mimetik akan menghambat
pelepasan histamin. Aminofilin juga dapat menghalangi pembebasan histamin. Pada
mukosa bronkus, darah tepi, dan sputum terdapat sangat banyak eosinofil.11

9
Gambar 2.1 Anatomy of Asthma Attack (Encyclopedia Britannica, 2001)

Asma intrinsik memiliki patogenesa yang berbeda dengan asma ekstrinsik.


Mungkin diawali oleh kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-
serabut nervus vagus yang akan merangsang bahan-bahan iritan dalam bronkus
sehingga timbul refleks batuk dan sekresi lendir. Serabut nervus vagus ini demikian
sensitifnya hingga langsung menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Selain itu,
lendir yang sangat lengket akan disekresi sehingga pada kasus-kasus berat dapat
menimbulkan sumbatan saluran nafas yang hampir total, sehingga menimbulkan
status asmatikus, gagal nafas, dan kematian. Rangsangan yang paling penting untuk
refleks ini ialah infeksi saluran pernafasan oleh flu (common cold), adenovirus, dan
juga oleh bakteri seperti Haemophilus influenzae. Selain itu, polusi udara oleh gas
iritatif asal industri, asap, dan udara dingin juga dapat berperanan. Faktor emosi
juga memiliki peran penting pada semua jenis asma.12

2.6 Diagnosis Asma

10
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan urutan pemeriksaan berikut:
1. Anamnesis
Secara klinis asma diduga bila ada gejala mengi, batuk, sesak nafas, dan
riwayat pneumonia atau bronkitis yang berulang. Batuk yang menetap dan berulang
terutama sesudah pajanan berbagai zat tertentu, aktivitas, gangguan emosi, dan
infeksi virus. Batuk pada asma menjadi lebih berat pada malam hari. Namun
kadang-kadang gejala asma hanya berupa batuk-batuk kronik. Penting juga
diketahui dalam anamnesis adalah gejala-gejala yang membaik secara spontan atau
dengan bronkodilator dan anti inflamasi, dan faktor-faktor yang dapat mencetuskan
asma dan atopi dalam keluarga.13
2. Pemeriksaan fisik
Hasil yang didapat tergantung stadium serangan, lamanya serangan serta jenis
asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang, tidak ditemukan kelainan fisik di luar
serangan. Kadang-kadang dapat ditemukan penyakit lain sebagai penyakit penyerta
berupa otitis media, konjungtivitis, rinitis, polip hidung, sinusitis atau hiperplasia
tonsil.
Pada inspeksi terlihat pernafasan yang cepat dan sukar, disertai batuk-batuk
paroksismal, dan ekspirium memanjang. Saat inspirasi terlihat retraksi daerah
supra klavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada asma kronik, terlihat
bentuk toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, dan diameter
anteroposterior toraks bertambah. Saat serangan berat terlihat tanda-tanda
kegelisahan sampai penurunan kesadaran, kesukaran berbicara, takikardi,
penggunaan otot bantu nafas, sianosis, hiperinflasi, dan pulsus paradoksus. Pada
perkusi terdengar hipersonor di seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior.
Daerah pekak jantung dan hati mengecil.13
Pada auskultasi, awalnya terdengar bunyi nafas kasar/mengeras. Bila penyakit
makin berat, mengi dapat terdengar baik saat ekspirasi maupun inspirasi. Dalam
keadaan normal, fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase inspirasi. Saat serangan, fase
ekspirasi memanjang. Terdengar juga ronki kering dan ronki basah serta suara
lendir bila banyak sekresi bronkus.13
3. Uji faal paru

11
Uji faal paru yang paling sederhana adalah pemeriksaan arus puncak ekspirasi
(APE) dengan alat Mini Wright Peak Flow Meter. Pemeriksaan ini memiliki arti
bila dilakukan secara serial. Variabilitas nilai APE sebesar 20% atau lebih antara
pagi dan sore merupakan diagnostik asma. Pemeriksaan paru yang lebih akurat
adalah dengan spirometri, yaitu menentukan volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1/Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) dan rasio VEP1 terhadap kapasitas
vital paksa (KVP). Reversibilitas asma dapat dilihat dengan pengukuran faal paru
(APE atau VEP1) sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator, misalnya inhalasi
agonis β-2. Peningkatan APE atau VEP1 sebesar 15% atau lebih sesudah inhalasi
bronkodilator menunjukkan adanya reversibilitas penyakit.14
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada penderita asma sering ditemukan eosinofilia. Uji kulit dengan alergen
merupakan pemeriksaan diagnostik pada asma alergi. Pemeriksaan IgE spesifik
dalam serum juga berguna dalam diagnostik asma alergi.
5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto toraks tidak begitu penting untuk diagnosis asma.
Pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai
gejala mirip asma atau untuk melihat komplikasi penyakit seperti atelektasis,
pneumotoraks, pneumonia, dan fraktur iga. 7
6. Uji provokasi bronkus
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperlihatkan dan mengukur derajat
hipereaktivitas bronkus yang terdapat pada penderita asma. Selain itu juga
dilakukan bila ada kecurigaan asma namun tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik dan faal paru. Uji provokasi ini dapat dilakukan dengan beban
kerja, hiperventilasi isokapnik, udara dingin, maupun dengan inhalasi spesifik atau
nonspesifik.7
7. Analisa gas darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat.

12
2.7 Diagnosis Asma
Batuk dan/mengi

Riwayat penyakit
Pemeriksaan fisik
Uji Tuberkulin

Patut diduga asma: Tidak jelas asma:


- Episodik - Timbul pada masa neonatus
- Nokturnal/morning drip - Gagal tumbuh
- Musiman - Infeksi kronik
- Pasca-aktivitas fisik berat - Muntah/tersedak
- Riwayat atopi pasien/keluarga - Kelainan fokal paru
- Kelainan sistem kardiovaskular

Jika ada fasilitas, periksa dengan Pertimbangkan pemeriksaan:


peak flow meter atau spirometer - Foto Ro toraks dan sinus
untuk menilai: - Uji fungsi paru
- Reversibilitas (≥15%) - Uji respon terhadap bronkodilator
- Variabilitas (≥15%) - Uji provokasi bronkus
- Hiperreaktivitas (≥20%) - Uji imunologik
- Pemeriksaan motilitas silia
Tidak - Pemeriksaan refluks
Berikan bronkodilator gastroesofagus (RGE)
Berhasil

Berhasil

Diagnosis kerja : ASMA Tidak mendukung mendukung


diagnosis lain diagnosis lain

Tentukan derajat dan pencetusnya


Bila asma episodic sering/persisten:foto rontgen
Diagnosis dan
pengobatan sesuai
diagnosis kerja
Berikan obat anti asma:
Bila tidak berhasil nilai 13
ulang
Diagnosis dan ketaatan
berobat
Pertimbangkan asma Bukan
sebagai penyakit penyerta asma

Gambar 2.4 Alur diagnosis asma anak


2.8 Diagnosis Banding
 Bronkitis kronis
 Emfisema paru
 Gagal jantung kiri akut (asma kardial)
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma :13
 Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
 Mencegah eksaserbasi / serangan akut
 Meningkatkan fungsi paru mendekati normal dan mempertahankan keadaan
tersebut
 Mengupayakan tercapainya tingkat aktivitas normal termasuk exercise
 Menghindari efek samping karena obat
 Mencegah terjadinya aliran udara yang irreversibel
 Mencegah kematian karena asma
Pada prinsipnya obat anti asma untuk mengontrol penyakit terdiri dari
pengobatan pencegahan yang bersifat jangka panjang terutama antiinflamasi, serta
pengobatan yang bersifat mengatasi serangan, efeknya segera dan waktu bekerjanya
singkat dikenal sebagai bronkodilator.
Pengobatan asma jangka panjang didasarkan pada beratnya penyakit dan
modifikasi dapat dilakukan sesuai kondisi. Beberapa hal perlu diperhatikan yaitu:15
1. Untuk mencapai kondisi terkontrol, pengobatan dapat dimulai dari level
maksimal sesuai berat penyakit, dan bila tercapai kondisi terkontrol diturunkan
secara bertahap. Atau sebaliknya dimulai dengan pengobatan sesuai berat
penyakit dan dinaikkan bila dibutuhkan.
2. Naikkan level pengobatan, bila tidak tercapai kondisi terkontrol atau keadaan
asma menetap atau tidak ada perbaikan.

14
3. Turunkan level pengobatan bila tercapai kondisi terkontrol yang stabil paling
tidak 3 bulan, secara bertahap diturunkan sampai tercapai pengobatan level
serendah mungkin yang menghasilkan kondisi terkontrol seoptimal mungkin.
4. Setelah asma terkontrol tetap evaluasi pengobatan berkala (3-6 bulan sekali)
5. Pada kasus asma berat dengan penyakit penyerta atau dengan komplikasi maka
selayaknya dirujuk kepada ahli paru.
Pengobatan yang tepat sesuai berat penyakit disusun pula oleh NHLBI,
GINA dan WHO dengan maksud tercapainya pengamanan yang adekuat , hal ini
berdasarkan data yang menunjukkan kekerapan serangan atau eksaserbasi asma
yang membutuhkan perawatan rumah sakit atau pertolongan gawat darurat,
walaupun telah terjadi perkembangan dalam pengetahuan patogenesis, diagnosis
dan berbagai jenis pengobatan asma.5
Berikut ini telah disusun tuntunan (guideline) pengobatan yang relatif
dipakai diseluruh negara menurut NHLBI, GINA dan WHO 1998:
Berat Penyakit Pencegahan jangka panjang Pengobatan mengatasi
serangan
Asma Persisten Pengobatan setiap hari Inhalasi bronkodilator
berat Inhalasi steroid kerja singkat
MDI+spacer >1mg/hr atau Agonis beta-2 atau
Steroid nebulasi>1mg, 2x/hr ipratropium bromida atao
Bila perlu steroid oral, dosis oral agonis beta-2 3-4x/hr
kecil, selang sehari,pagi hari
Asma Persisten Pengobatan setiap hari Inhalasi bronkodilator
Sedang Inhalasi steroid kerja singkat
MDI+spacer 400-800mcg/hr Agonis beta-2 atau
atao Steroid nebulisasi <1mg/hr ipratropium bromida
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida oral
agonis beta-2, 3-4x/hr
Asma persisten Pengobatan setiap hari Inhalasi bronkodilator
Ringan Inhalasi steroid kerja singkat
MDI+spacer 200-400mcg/hr Agonis beta-2 atau
Kromoglikat (gunakan ipratropium bromida
MDI+spacer atau secara Agonis beta-2 atau
nebulisasi ipratropium bromida oral
agonis beta-2, 3-4x/hr
Asma Tidak dibutuhkan Inhalasi bronkodilator
Intermitten kerja singkat.
Agonis B2 atau
ipratropium bromid bila
dibutuhkan.
15
Tuntunan pengobatan tersebut tidak sepenuhnya dapat dilakukan di
Indonesia, mengingat bervariasinya tingkat kemampuan penderita, baik
kemampuan pengetahuan/ pendidikan maupun kemampuan ekonomi, serta
kemampuan pemberi jasa dalam hal ini fasilitas layanan kesehatan Maka dipikirkan
modifikasi dari tuntunan tersebut dengan mengindahkan kondisi di Indonesia.
Terjadinya eksaserbasi pada asma disebabkan oleh faktor pencetus yang
bervariasi dari satu penderita dengan penderita lainnya, dengan kata lain faktor
pencetus bersifat individual. Faktor pencetus dapat dibagi atas dua bagian yaitu
inciter, yang dapat mengakibatkan terjadinya bronkospasme tanpa meningkatkan
hipereaktivitas bronkus (HBR), contohnya asap rokok, bau-bauan merangsang,
exercise dan inducer, yang dapat menimbulkan inflamasi sehingga meningkatkan
HBR, contohnya alergen, infeksi pernafasan, bahan kimia.5
Identifikasi faktor pencetus dapat dilakukan oleh penderita, keluarga
penderita dengan bantuan dokter. Untuk pencetus berupa alergen dapat dilakukan
uji kulit (prick test). Identifikasi pencetus mutlak dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah serangan dan mengurangi pemakaian obat-obatan.

2.9 Prognosa
Asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi asma dapat dikontrol dan
penatalaksanaan asma bermaksud untuk memperbaiki kualitas hidup penderita
seoptimal mungkin sehingga penderita dapat hidup normal dalam menjalankan
kehidupannya sehari-hari.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Riset Kesehatan Dasar. RISKESDAS. 2013 Diakses dari


www.litbang.depkes.go.id tanggal 20 Januari 2018 pukul 20.00 WIB

2. Dinas Kesehatan Kota Padang. 2014. Profil Kesehatan Tahun 2013. Diakses
dari www.dinkeskotapadang1.wordpress.com pada tanggal 20 Januari 2018
pukul 20.00 WIB

3. GINA. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. 2014 Diakses
dari www.ginasthma.org/local/uploads/files/GINA_Report_2014_Aug12.pdf
tanggal 20 Januari 2018 pukul 21.00

4. US. Environmental Protection Agency. Indoor Environmental Asthma Trigger –


Mold. 2005 Diakses dari www.epa.gov/mold pada tanggal 20 Januari 2018
pukul 20.30 WIB

5. National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI). Guidelines for the
Diagnosis and Management of Asthma. 2007. hlm 213-252. Diakses dari
http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/asthgdln.pdf pada tanggal 20
Januari 2018 pukul 20.25 WIB

6. Kartasasmita, CB. Epidemiologi Asma Anak. Dalam: Buku Ajar Respirologi


Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2013. hlm 71-84

7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma, Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia. 2003 Diakses dari www.klikpdpi.com tanggal
20 Januari 2018 pukul 19.45 WIB

8. Maitra, A & Kumar, V. Dalam (Kumar,V., Cotran, RS., Robbins, SL. Eds.) Paru
dan Saluran Napas Atas. Dalam: Buku Ajar Patologi Robbins vol 2. Edisi 7.
Jakarta: ECG, 2007. hlm 511-514

9. Mitchell, RN & Kumar, V. Dalam: (Kumar,V., Cotran, RS., Robbin, SL. Eds.)
Penyakit Imunitas. Dalam: Buku Ajar Patologi Robbins. Vol.1. Edisi 7. Jakarta:
ECG. 2007. hlm 123-126

17
10. Global Burden of Disease Study (GBD). Global Burden Of Disease Due To
Asthma. 2014. Diakses dari www.globalasthmareport.org pada tanggal 20
Januari 2018 pukul 16.45 WIB

11. Busse,W & Lemanske, RF. Asthma. In: The New England Journal of Medicine.
Vol.344. No.5, 350-362. 2001. Diakses dari www.nejm.org tanggal 10 Januari
2015 pukul 17.15 WIB

12. Centers for Disease Control and Prevention’s (CDC’s) National Asthma Control
Program (NACP). An Investment in America’s Health. 2013. Diakses dari
www.cdc.gov/asthma/pdfs/investment_americas_health.pdf tanggal 20 Januari
2015 pukul 16.00 WIB

13. Hardiono,DP., Sri,RSH., Dodi, F dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan


Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbitan IDAI. 2005. hlm 335-347

14. Fishman, AP., Elias, JA., Fishman, JA., Grippi, MA., Senior, RM., & Pack, AI.
Fishman’s Pulmonary Diseases and Dissorders. Vol.1. 4th Ed. China: The
McGraw-Hill Companies,Inc. 2008.

15. Holgate,S & Riccardo, P. Treatment strategies for allergy and asthma. In:
Nature Reviews Immunology 8, 218-230. 2008. Diakses dari
www.nature.com/nri/journal/v8/n3/fig_tab/nri2262_F1.html pada tanggal 20
Januari 2018 pukul 20.35 WIB

18
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK FOME 3

STATUS PASIEN (Tanggal 16 Januari 2018)


1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Hanifatul/Perempuan/5 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan : Belum Bekerja/TK
c. Alamat : Lubuk Tarok
d. Nomor Rekam Medis :06-60
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Belum Menikah
b. Jumlah Saudara : 2 orang bersaudara
c. Status Ekonomi Keluarga : Cukup
d. Kondisi Rumah :
-
Rumah semi permanen, perkarangan cukup luas, luas bangunan 45 m2
-
Ventilasi dan sirkulasi udara baik
-
Listrik ada
-
Sumber air : sumur
-
Kamar mandi/WC ada 1 buah, di dalam rumah
-
Sampah dibuang ke TPA
Kesan : hygiene dan sanitasi cukup baik
e. Kondisi Lingkungan Keluarga
-
Pasien tinggal bersama orang tua.
-
Tinggal di lingkungan pinggiran kota.
3. Aspek Psikologis di keluarga
-
Hubungan dengan keluarga baik
-
Faktor stress dalam keluarga tidak ada
4. Keluhan Utama : Sesak napas sejak 2 hari yang lalu
5. Riwayat Penyakit Sekarang
 Sesak nafas sejak 2 hari yang lalu, berbunyi menciut. sesak nafas
dipengaruhi oleh debu dan makanan yang manis seperti coklat.
Kadang-kadang mempengaruhi aktivitas pasien.

19
 Sesak napas tidak dirasakan setiap hari. Sesak napas terutama pada
malam hari. Dalam waktu sebulan ini telah 2x pasien merasakan
sesak napas pada malam hari.
 Riwayat demam tidak ada
 Batuk ada sejak 2 hari yang lalu, berdahak dan berwarna putih
kental.
 Riwayat nyeri dada tidak ada
 Riwayat sering berkeringat pada malam hari tidak ada
 Riwayat alergi kulit, kulit merah dan eksim (-)
 Riwayat sering pilek, flu yang dipengaruhi cuaca dingin, disertai
bersin-bersin lebih dari 5x
6. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga
-
Riwayat menderita penyakit asma sejak berusia 4 tahun tetapi tidak
terlalu menggangu aktivitas harian
-
Ibu pasien menderita penyakit asma seperti yang dialami pasien
7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : CMC
Nadi : 90 x/ menit
Nafas : 24 x/menit
Suhu : 36,7 0C
BB : 14 kg
TB : 120 cm

Status Internus
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Kulit : Turgor kulit normal
Dada :
Paru
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kiri = kanan saat statis dan
dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

20
Kanan : LSD
Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Nyeri tekan (-). Nyeri lepas (-), Hati dan lien tidak teraba,
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N
Punggung
Inspeksi : gerakan dinding punggung simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-)
Anggota gerak : reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/-, Oedem tungkai -/-

8. Laboratorium Anjuran : darah rutin


9. Pemeriksaan Anjuran : spirometri, APE pagi dan malam
10. Diagnosis Kerja
Asma Bronkial Persisten Ringan
11. Diagnosis Banding : Bronkitis

12. Manajemen
a.Preventif :
-
Hindari faktor pencetus, seperti cuaca dingin, debu, dan makanan yang
manis-manis seperti coklat.
-
Meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terserang flu dengan
cara makan makanan yang bergizi secara teratur dan cukup istirahat.
-
Mencuci sarung bantal, sprei 1 minggu sekali. Di anjurkan untuk memakai
kasur busa. Jika tetap memakai kasur kapuk, di bungkus dengan plastik dan
di rekatkan dengan selotip seperti membungkus kado.
-
Membersihkan lantai dengan lap basah satu kali sehari
-
Hindari berdekatan dengan orang yang sedang merokok
b. Promotif :
- Edukasi kepada orang tua pasien tentang tata cara menghindari faktor
pencetus
- Edukasi kepada orang tua pasien tentang penyakit dan penatalaksanaan
penyakit apabila dalam serangan.
c. Kuratif :
- Salbutamol tablet 2 mg (3 x 1 tab/hari)
21
- Prednison tablet 5 mg (3x1 tab/hari)
d. Rehabilitatif :
- Jika serangan asma semakin bertambah berat, maka segera konsulkan ke
puskesmas atau RS terdekat.

Dinas Kesehatan Kodya Padang


Puskesmas Bungus
Dokter : West
Tanggal : 16 Januari 2018

R/ Salbutamol tab 2 mg No. X


S 3 dd tab I £

R/ Prdnison tab 5 mg No. X


S 3 dd tab I £

Pro : Hanifatul
Umur : 5 tahun
Alamat : Lubuk Tarok

22
BAB 4
DISKUSI

Seorang pasien perempuan usia 5 tahun datang ke Puskesmas Bungus pada


tanggal 16 Januari 2018 dengan keluhan utama sesak napas sejak 2 hari yang lalu
berbunyi menciut. sesak nafas dipengaruhi oleh debu dan makanan yang manis
seperti coklat. Kadang-kadang mempengaruhi aktivitas pasien. Ini merupakan
gejala asma. Asma merupakan penyakit yang heterogen dengan kharakteristik
adanya inflamasi kronis saluran napas. Hal ini ditandai dengan adanya riwayat
gejala saluran napas berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk
yang bervariasi dari waktu ke waktu serta intensitasnya, disertai adanya
keterbatasan aliran udara ekspirasi.
Sesak napas tidak dirasakan setiap hari. Sesak napas terutama pada malam
hari. Dalam waktu sebulan ini telah 2x pasien merasakan sesak napas pada malam
hari. Berdasarkan klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis dalam
pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di Indonesia, pasien ini termasuk
kedalam klasifikasi asma persisten ringan. Karena gejala sesak yang timbul pada
malam hari telah berlangsung ≥2x sebulan dan dapat mengganggu tidurnya.
23
Faktor pencetus asma dapat bermacam-macam, pada pasien ini
kemungkinan faktor pencetusnya adalah debu dan makanan yang manis seperti
coklat. Pasien juga tidak terdapat adanya demam, sehingga pada pasien ini
diklasifikasikan sebagai asma ekstrinsik yang dicetuskan oleh alergen dari luar
tubuh. Pada pasien terdapat batuk sejak 2 hari yang lalu. Pada asma ekstrinsik,
alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus yang mengakibatkan
konstriksi otot polos, hiperemia, serta sekresi lendir yang tebal.
Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang
spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini
merupakan imunoglobulin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast
pada mukosa bronkus. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel
mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan
melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu
contohnya yaitu histamin dan prostaglandin. Hal ini juga menyebabkan sekresi
mukus yang berlebihan pada saluran napas. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya
batuk.
Pasien memiliki riwayat sering pilek dan bersin-bersin lebih dari 5 kali
terutama pada cuaca dingin. Pasien juga mengalami sesak napas seperti ini saat usia
4 tahun dan ibu pasien memiliki riwayat asma. Hal ini menandakan pasien memiliki
riwayat atopi. Adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma
persisten dan beratnya asma. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit
asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai risiko
menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orangtua
menderita asma.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan ekspirasi memanjang dan wheezing. Hal
ini diakibatkan karena adanya konstriksi otot polos pada saluran napas yang
memiliki diameter yang kecil seperti bronkus dan bronkiolus dan sekresi lender
yang berlebihan. Untuk memastikan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan
spirometri dan tes bronkodilator. Pasien diberikan pengobatan salbutamol yang
berperan dalam menghambat pelepasan histamin dan berperan sebagai
bronkodilator. Prednisone diberikan sebagai antiinflamasi.

24
Pasien diberikan edukasi dalam mengenali faktor pencetus timbulnya
serangan asma. Pada pasien ini kemungkinan faktor pencetusnya adalah debu dan
makanan manis seperti coklat, maka peran dari orang tua adalah menghindari faktor
pencetus tersebut. Meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terserang
flu dengan cara makan makanan yang bergizi secara teratur dan cukup istirahat.
Mencuci sarung bantal, sprei 1 minggu sekali. Di anjurkan untuk memakai kasur
busa, untuk menghindari debu.

25

Anda mungkin juga menyukai