ASMA BRONKIAL
Oleh :
1210312058
Preseptor :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
Asma saat ini menjadi penyakit kronik paling umum di dunia. Tahun
2005 diperkirakan penderita asma di seluruh dunia mencapai 400 juta orang,
dengan pertambahan 180.000 penderita setiap tahunnya.1
Total keseluruhan asma di Indonesia menurut Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (Riskesdas) tahun 2013
adalah 4,5%. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%),
sedangkan di Sumatera Barat berkisar 2,7% yang merupakan peringkat keempat
di Sumatera setelah Bangka Belitung (4,3%), Aceh (4%), dan Kepulauan Riau
(3,7%).1
Bidang Yankes (Pelayanan Kesehatan) DKK (Dinas Kesehatan Kota)
Padang tahun 2013 melaporkan bahwa asma termasuk kedalam peringkat
kesepuluh penyebab kematian terbanyak di kota Padang, sedangkan penelitian
di RS.Dr.M.Djamil Padang periode Januari 2001 – Desember 2005, pasien asma
yang dirawat di bagian rawat inap anak berkisar 118 orang.2
Asma merupakan penyakit yang heterogen dengan kharakteristik
adanya inflamasi (peradangan) kronis saluran napas. Hal ini ditandai dengan
adanya riwayat gejala saluran napas berupa wheezing, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu serta intensitasnya, yang
disertai adanya keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi.3
Serangan asma yang terjadi pada anak – anak didiagnosis oleh para ahli
sebagai asma ekstrinsik yang dapat disebabkan oleh faktor pencetus alergen
yang berasal dari lingkungan. Hal ini diperkuat pula oleh hasil penelitian United
State Environmental Protection Agency (US EPA) yang menyatakan bahwa
lingkungan dapat menyebabkan terjadinya serangan asma. Baik lingkungan
indoor atau lingkungan dalam ruangan seperti debu rumah, asap rokok,
makanan, maupun lingkungan outdoor atau luar ruangan seperti asap kendaraan
bermotor, asap pabrik, pembakaran sampah, serta perubahan cuaca dapat
memberikan kontribusi faktor pencetus serangan asma. Hal inilah yang dapat
menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada serangan asma.4
2
Penulisan case report ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami
tentang asma bronchial
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Definisi Asma
Asma merupakan penyakit yang heterogen dengan kharakteristik adanya
inflamasi kronis saluran napas. Hal ini ditandai dengan adanya riwayat gejala
saluran napas berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang
bervariasi dari waktu ke waktu serta intensitasnya, disertai adanya keterbatasan
aliran udara ekspirasi.3
Asma dipandang sebagai penyakit paru obstruktif, difus dengan
hiperreaktivitas saluran napas terhadap berbagai rangsangan dan tingkat
reversibilitas proses obstruktifnya tiinggi yang dapat terjadi spontan atau akibat
pengobatan. Obstruksi jalan napas yang disebabkan perubahan patologis pada asma
ini terjadi pada bronkus ukuran sedang dan bronkiolus berdiameter 1 mm. Pada
asma juga terjadi penyempitan jalan napas yang disebabkan oleh bronkospasme,
hipersekresi mucus yang kental, dan edema mukosa.5
Tabel 2.1 Derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (sebelum pengobatan) berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaa Asma
di Indonesia.
7
Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru
4
1. Intermitten Bulanan <2x sebulan - VEP1 ≥80% nilai
- gejala <1x/minggu prediksi
- tanpa gejala diluar - APE ≥80% nilai
serangan terbaik
- serangan singkat - Variasi APE
≤20%
- APE ≥80%
Tabel 2.2 Klasifikasi berat serangan asma akut berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia.
7
Gejala dan Berat serangan akut Keadaan
Tanda Ringan Sedang Berat mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Bicara Istirahat
Posisi Dapat tidur Duduk Duduk
terlentang membungkuk
Cara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi
berbicara kata
Kesadaran Mungkin Gelisah Gelisah Mengantuk,
gelisah gelisah,kesadaran
menurun
Frekuensi <20/menit 20-30/menit >30/menit
5
napas
Nadi <100/menit 100-200/menit >120/menit Bradikardi
Pulsus - -/+ + -
Paradoksus 10 mmHg 10-20 mmHg >25 mmHg Kelelahan otot
Otot bantu - + + Torakoabdominal
napas dan paradoksal
retraksi
suprasternal
Mengi Akhir Akhir ekspirasi Silent chest
ekspirasi Inspirasi dan
paksa ekspirasi
APE >80% 60-80% <60%
PaO2 >80 mmHg 60-80 mmHg <60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
SaO2 >95% 90-95% <90%
6
laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan, dengan rasio 3:2 pada usia 6-11
tahun.
Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan semakin
sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita suara, dan kemungkinan juga
terjadi peningkatan IgE pada laki-laki yang cenderung membatasi respon
bernapas. Predisposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi pada laki-
laki dimulai ketika masa puber, sehingga prevalensi asma pada anak yang
semula laki-laki lebih tinggi dari perempuan mengalami perubahan yaitu
prevalensi perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
2. Usia
Angka kejadian asma bronkial anak di USA mencapai 10%, dua kali
lipat dibandingkan dengan dewasa dan lebih dari separuhnya mengalami
serangan pertama di usia kecil dari sepuluh tahun. Studi retrospektif yang
dilakukan oleh The UK wide National Asthma Management Study bersama
dengan Tayside Asthma Management Initiative yang melibatkan 12.203
responden menunjukkan serangan asma tersering terjadi pada kelompok anak
usia kecil dari lima tahun (37%).9
3. Riwayat Atopi
Adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma persisten
dan beratnya asma. Menurut laporan dari Inggris, pada anak usia 16 tahun
dengan riwayat asma atau mengi, akan terjadi serangan mengi dua kali lipat
lebih banyak jika anak pernah mengalami hay fever, rhinitis alergi, atau eksema.
Eksema persisten berhubungan pula dengan gejala asma persisten. Predisposisi
keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu
orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko
bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orangtua menderita asma.
4. Ras
Menurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa prevalens
asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada
kulit putih (MMWR, 2000; steyer dkk. 2003). Selain prevalens, kematian anak
akibat asma pada ras kulit hitam juga lebih tinggi, yaitu 3,34 per 1000
berbanding 0,65 per 1000 pada anak kulit putih.
7
5. Berat Badan Lahir
Berat badan lahir rendah berhubungan dengan fungsi pernapasan yang
lebih buruk. Terdapat proses perkembangan inutero yang tidak dapat digantikan
pada lingkungan pasca natal, hal ini menyebabkan fungsi respirasi yang lebih
rendah dan peningkatan kecenderungan asma hingga dewasa. Pada penelitian
analisis multivariate subjek yang memiliki berat badan lahir rendah memiliki
risiko 4,87 kali lebih besar untuk menderita asma dibandingkan subjek yang
lahir dengan berat badan cukup atau lebih.
b. Faktor Pencetus
1. Lingkungan
Adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan risiko penyakit
asma, alergen yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain adalah
serpihan kulit binatang peliharaan, tungau debu rumah, jamur, dan kecoa.
2. Asap rokok
Prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak
yang tidak terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah dimulai sejak
janin dalam kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak dilahirkan,
dan menyebabkan meningkatnya risiko. Pada anak yang terpajan asap rokok,
kejadian eksaserbasi lebih tinggi, anak lebih sering tidak masuk sekolah, dan
umumnya fungsi faal parunya lebih buruk daripada anak yang tidak terpajan.8
8
Infeksi respiratory syncytial virus (RSV) di usia dini yang
mengakibatkan infeksi saluran pernapasan bawah. Infeksi RSV merupakan
faktor risiko yang bermakna untuk terjadinya mengi di usia 6 tahun.10
5. Makanan
Beberapa makanan penyebab alergi seperti susu sapi, ikan laut, kacang,
berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberi, mangga, durian berperan
menjadi penyebab asma. Makanan produk industry dengan pewarna buatan
(misal : tartazine), pengawet (metabisulfit), vetsin (monosodium glutamate-
MSG) juga bisa memicu asma.10
9
Gambar 2.1 Anatomy of Asthma Attack (Encyclopedia Britannica, 2001)
10
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan urutan pemeriksaan berikut:
1. Anamnesis
Secara klinis asma diduga bila ada gejala mengi, batuk, sesak nafas, dan
riwayat pneumonia atau bronkitis yang berulang. Batuk yang menetap dan berulang
terutama sesudah pajanan berbagai zat tertentu, aktivitas, gangguan emosi, dan
infeksi virus. Batuk pada asma menjadi lebih berat pada malam hari. Namun
kadang-kadang gejala asma hanya berupa batuk-batuk kronik. Penting juga
diketahui dalam anamnesis adalah gejala-gejala yang membaik secara spontan atau
dengan bronkodilator dan anti inflamasi, dan faktor-faktor yang dapat mencetuskan
asma dan atopi dalam keluarga.13
2. Pemeriksaan fisik
Hasil yang didapat tergantung stadium serangan, lamanya serangan serta jenis
asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang, tidak ditemukan kelainan fisik di luar
serangan. Kadang-kadang dapat ditemukan penyakit lain sebagai penyakit penyerta
berupa otitis media, konjungtivitis, rinitis, polip hidung, sinusitis atau hiperplasia
tonsil.
Pada inspeksi terlihat pernafasan yang cepat dan sukar, disertai batuk-batuk
paroksismal, dan ekspirium memanjang. Saat inspirasi terlihat retraksi daerah
supra klavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada asma kronik, terlihat
bentuk toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, dan diameter
anteroposterior toraks bertambah. Saat serangan berat terlihat tanda-tanda
kegelisahan sampai penurunan kesadaran, kesukaran berbicara, takikardi,
penggunaan otot bantu nafas, sianosis, hiperinflasi, dan pulsus paradoksus. Pada
perkusi terdengar hipersonor di seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior.
Daerah pekak jantung dan hati mengecil.13
Pada auskultasi, awalnya terdengar bunyi nafas kasar/mengeras. Bila penyakit
makin berat, mengi dapat terdengar baik saat ekspirasi maupun inspirasi. Dalam
keadaan normal, fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase inspirasi. Saat serangan, fase
ekspirasi memanjang. Terdengar juga ronki kering dan ronki basah serta suara
lendir bila banyak sekresi bronkus.13
3. Uji faal paru
11
Uji faal paru yang paling sederhana adalah pemeriksaan arus puncak ekspirasi
(APE) dengan alat Mini Wright Peak Flow Meter. Pemeriksaan ini memiliki arti
bila dilakukan secara serial. Variabilitas nilai APE sebesar 20% atau lebih antara
pagi dan sore merupakan diagnostik asma. Pemeriksaan paru yang lebih akurat
adalah dengan spirometri, yaitu menentukan volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1/Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) dan rasio VEP1 terhadap kapasitas
vital paksa (KVP). Reversibilitas asma dapat dilihat dengan pengukuran faal paru
(APE atau VEP1) sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator, misalnya inhalasi
agonis β-2. Peningkatan APE atau VEP1 sebesar 15% atau lebih sesudah inhalasi
bronkodilator menunjukkan adanya reversibilitas penyakit.14
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada penderita asma sering ditemukan eosinofilia. Uji kulit dengan alergen
merupakan pemeriksaan diagnostik pada asma alergi. Pemeriksaan IgE spesifik
dalam serum juga berguna dalam diagnostik asma alergi.
5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto toraks tidak begitu penting untuk diagnosis asma.
Pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai
gejala mirip asma atau untuk melihat komplikasi penyakit seperti atelektasis,
pneumotoraks, pneumonia, dan fraktur iga. 7
6. Uji provokasi bronkus
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperlihatkan dan mengukur derajat
hipereaktivitas bronkus yang terdapat pada penderita asma. Selain itu juga
dilakukan bila ada kecurigaan asma namun tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik dan faal paru. Uji provokasi ini dapat dilakukan dengan beban
kerja, hiperventilasi isokapnik, udara dingin, maupun dengan inhalasi spesifik atau
nonspesifik.7
7. Analisa gas darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat.
12
2.7 Diagnosis Asma
Batuk dan/mengi
Riwayat penyakit
Pemeriksaan fisik
Uji Tuberkulin
Berhasil
14
3. Turunkan level pengobatan bila tercapai kondisi terkontrol yang stabil paling
tidak 3 bulan, secara bertahap diturunkan sampai tercapai pengobatan level
serendah mungkin yang menghasilkan kondisi terkontrol seoptimal mungkin.
4. Setelah asma terkontrol tetap evaluasi pengobatan berkala (3-6 bulan sekali)
5. Pada kasus asma berat dengan penyakit penyerta atau dengan komplikasi maka
selayaknya dirujuk kepada ahli paru.
Pengobatan yang tepat sesuai berat penyakit disusun pula oleh NHLBI,
GINA dan WHO dengan maksud tercapainya pengamanan yang adekuat , hal ini
berdasarkan data yang menunjukkan kekerapan serangan atau eksaserbasi asma
yang membutuhkan perawatan rumah sakit atau pertolongan gawat darurat,
walaupun telah terjadi perkembangan dalam pengetahuan patogenesis, diagnosis
dan berbagai jenis pengobatan asma.5
Berikut ini telah disusun tuntunan (guideline) pengobatan yang relatif
dipakai diseluruh negara menurut NHLBI, GINA dan WHO 1998:
Berat Penyakit Pencegahan jangka panjang Pengobatan mengatasi
serangan
Asma Persisten Pengobatan setiap hari Inhalasi bronkodilator
berat Inhalasi steroid kerja singkat
MDI+spacer >1mg/hr atau Agonis beta-2 atau
Steroid nebulasi>1mg, 2x/hr ipratropium bromida atao
Bila perlu steroid oral, dosis oral agonis beta-2 3-4x/hr
kecil, selang sehari,pagi hari
Asma Persisten Pengobatan setiap hari Inhalasi bronkodilator
Sedang Inhalasi steroid kerja singkat
MDI+spacer 400-800mcg/hr Agonis beta-2 atau
atao Steroid nebulisasi <1mg/hr ipratropium bromida
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida oral
agonis beta-2, 3-4x/hr
Asma persisten Pengobatan setiap hari Inhalasi bronkodilator
Ringan Inhalasi steroid kerja singkat
MDI+spacer 200-400mcg/hr Agonis beta-2 atau
Kromoglikat (gunakan ipratropium bromida
MDI+spacer atau secara Agonis beta-2 atau
nebulisasi ipratropium bromida oral
agonis beta-2, 3-4x/hr
Asma Tidak dibutuhkan Inhalasi bronkodilator
Intermitten kerja singkat.
Agonis B2 atau
ipratropium bromid bila
dibutuhkan.
15
Tuntunan pengobatan tersebut tidak sepenuhnya dapat dilakukan di
Indonesia, mengingat bervariasinya tingkat kemampuan penderita, baik
kemampuan pengetahuan/ pendidikan maupun kemampuan ekonomi, serta
kemampuan pemberi jasa dalam hal ini fasilitas layanan kesehatan Maka dipikirkan
modifikasi dari tuntunan tersebut dengan mengindahkan kondisi di Indonesia.
Terjadinya eksaserbasi pada asma disebabkan oleh faktor pencetus yang
bervariasi dari satu penderita dengan penderita lainnya, dengan kata lain faktor
pencetus bersifat individual. Faktor pencetus dapat dibagi atas dua bagian yaitu
inciter, yang dapat mengakibatkan terjadinya bronkospasme tanpa meningkatkan
hipereaktivitas bronkus (HBR), contohnya asap rokok, bau-bauan merangsang,
exercise dan inducer, yang dapat menimbulkan inflamasi sehingga meningkatkan
HBR, contohnya alergen, infeksi pernafasan, bahan kimia.5
Identifikasi faktor pencetus dapat dilakukan oleh penderita, keluarga
penderita dengan bantuan dokter. Untuk pencetus berupa alergen dapat dilakukan
uji kulit (prick test). Identifikasi pencetus mutlak dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah serangan dan mengurangi pemakaian obat-obatan.
2.9 Prognosa
Asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi asma dapat dikontrol dan
penatalaksanaan asma bermaksud untuk memperbaiki kualitas hidup penderita
seoptimal mungkin sehingga penderita dapat hidup normal dalam menjalankan
kehidupannya sehari-hari.
16
DAFTAR PUSTAKA
2. Dinas Kesehatan Kota Padang. 2014. Profil Kesehatan Tahun 2013. Diakses
dari www.dinkeskotapadang1.wordpress.com pada tanggal 20 Januari 2018
pukul 20.00 WIB
3. GINA. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. 2014 Diakses
dari www.ginasthma.org/local/uploads/files/GINA_Report_2014_Aug12.pdf
tanggal 20 Januari 2018 pukul 21.00
5. National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI). Guidelines for the
Diagnosis and Management of Asthma. 2007. hlm 213-252. Diakses dari
http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/asthgdln.pdf pada tanggal 20
Januari 2018 pukul 20.25 WIB
8. Maitra, A & Kumar, V. Dalam (Kumar,V., Cotran, RS., Robbins, SL. Eds.) Paru
dan Saluran Napas Atas. Dalam: Buku Ajar Patologi Robbins vol 2. Edisi 7.
Jakarta: ECG, 2007. hlm 511-514
9. Mitchell, RN & Kumar, V. Dalam: (Kumar,V., Cotran, RS., Robbin, SL. Eds.)
Penyakit Imunitas. Dalam: Buku Ajar Patologi Robbins. Vol.1. Edisi 7. Jakarta:
ECG. 2007. hlm 123-126
17
10. Global Burden of Disease Study (GBD). Global Burden Of Disease Due To
Asthma. 2014. Diakses dari www.globalasthmareport.org pada tanggal 20
Januari 2018 pukul 16.45 WIB
11. Busse,W & Lemanske, RF. Asthma. In: The New England Journal of Medicine.
Vol.344. No.5, 350-362. 2001. Diakses dari www.nejm.org tanggal 10 Januari
2015 pukul 17.15 WIB
12. Centers for Disease Control and Prevention’s (CDC’s) National Asthma Control
Program (NACP). An Investment in America’s Health. 2013. Diakses dari
www.cdc.gov/asthma/pdfs/investment_americas_health.pdf tanggal 20 Januari
2015 pukul 16.00 WIB
14. Fishman, AP., Elias, JA., Fishman, JA., Grippi, MA., Senior, RM., & Pack, AI.
Fishman’s Pulmonary Diseases and Dissorders. Vol.1. 4th Ed. China: The
McGraw-Hill Companies,Inc. 2008.
15. Holgate,S & Riccardo, P. Treatment strategies for allergy and asthma. In:
Nature Reviews Immunology 8, 218-230. 2008. Diakses dari
www.nature.com/nri/journal/v8/n3/fig_tab/nri2262_F1.html pada tanggal 20
Januari 2018 pukul 20.35 WIB
18
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK FOME 3
19
Sesak napas tidak dirasakan setiap hari. Sesak napas terutama pada
malam hari. Dalam waktu sebulan ini telah 2x pasien merasakan
sesak napas pada malam hari.
Riwayat demam tidak ada
Batuk ada sejak 2 hari yang lalu, berdahak dan berwarna putih
kental.
Riwayat nyeri dada tidak ada
Riwayat sering berkeringat pada malam hari tidak ada
Riwayat alergi kulit, kulit merah dan eksim (-)
Riwayat sering pilek, flu yang dipengaruhi cuaca dingin, disertai
bersin-bersin lebih dari 5x
6. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga
-
Riwayat menderita penyakit asma sejak berusia 4 tahun tetapi tidak
terlalu menggangu aktivitas harian
-
Ibu pasien menderita penyakit asma seperti yang dialami pasien
7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : CMC
Nadi : 90 x/ menit
Nafas : 24 x/menit
Suhu : 36,7 0C
BB : 14 kg
TB : 120 cm
Status Internus
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Kulit : Turgor kulit normal
Dada :
Paru
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kiri = kanan saat statis dan
dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
20
Kanan : LSD
Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Nyeri tekan (-). Nyeri lepas (-), Hati dan lien tidak teraba,
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N
Punggung
Inspeksi : gerakan dinding punggung simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-)
Anggota gerak : reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/-, Oedem tungkai -/-
12. Manajemen
a.Preventif :
-
Hindari faktor pencetus, seperti cuaca dingin, debu, dan makanan yang
manis-manis seperti coklat.
-
Meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terserang flu dengan
cara makan makanan yang bergizi secara teratur dan cukup istirahat.
-
Mencuci sarung bantal, sprei 1 minggu sekali. Di anjurkan untuk memakai
kasur busa. Jika tetap memakai kasur kapuk, di bungkus dengan plastik dan
di rekatkan dengan selotip seperti membungkus kado.
-
Membersihkan lantai dengan lap basah satu kali sehari
-
Hindari berdekatan dengan orang yang sedang merokok
b. Promotif :
- Edukasi kepada orang tua pasien tentang tata cara menghindari faktor
pencetus
- Edukasi kepada orang tua pasien tentang penyakit dan penatalaksanaan
penyakit apabila dalam serangan.
c. Kuratif :
- Salbutamol tablet 2 mg (3 x 1 tab/hari)
21
- Prednison tablet 5 mg (3x1 tab/hari)
d. Rehabilitatif :
- Jika serangan asma semakin bertambah berat, maka segera konsulkan ke
puskesmas atau RS terdekat.
Pro : Hanifatul
Umur : 5 tahun
Alamat : Lubuk Tarok
22
BAB 4
DISKUSI
24
Pasien diberikan edukasi dalam mengenali faktor pencetus timbulnya
serangan asma. Pada pasien ini kemungkinan faktor pencetusnya adalah debu dan
makanan manis seperti coklat, maka peran dari orang tua adalah menghindari faktor
pencetus tersebut. Meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terserang
flu dengan cara makan makanan yang bergizi secara teratur dan cukup istirahat.
Mencuci sarung bantal, sprei 1 minggu sekali. Di anjurkan untuk memakai kasur
busa, untuk menghindari debu.
25