Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN 

          Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan  merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu
aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan
dapat menimbulkan disability(kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta
menurunkan kualiti hidup.
          Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti dengan
kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari  data berbagai negara yang menunjukkan
peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap, kesakitan dan bahkan kematian karena
asma. Berbagai argumentasi diketengahkan seperti perbaikan kolektif data, perbaikan diagnosis
dan deteksi perburukan dan sebagainya. Akan tetapi juga disadari masih banyak permasalahan
akibat keterlambatan penanganan baik karena penderita maupun dokter (medis). Kesepakatan
bagaimana menangani asma dengan benar yang dilakukan oleh National Institute of Heallth
National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) bekerja sama dengan World Health
Organization (WHO) bertujuan memberikan petunjuk bagi para dokter dan tenaga kesehatan
untuk melakukan penatalaksanaan asma yang optimal sehingga menurunkan angka kesakitan dan
kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang telah dibuat dianjurkan dipakai di seluruh dunia
disesuaikan dengan kondisi  dan permasalahan negara masing-masing. Merujuk kepada pedoman
tersebut, disusun pedoman penanggulangan asma di Indonesia. Diharapkan dengan mengikuti
petunjuk ini dokter dapat menatalaksana asma dengan tepat dan benar, baik yang bekerja di
layanan  kesehatan  dengan fasiliti minimal di daerah perifer, maupun di rumah sakit dengan
fasiliti lengkap di pusat-pusat  kota.
          Dewasa ini penatalaksanaan penyakit harus berdasarkan bukti medis (evidence based
medicine).Ada 4 kriteria bukti medis yaitu bukti A, B, C dan D. Bukti A adalah yang paling
tinggi nilainya dan sangat dianjurkan untuk diterapkan, sedangkan bukti D adalah yang paling
rendah. Pada tabel 1 dapat dilihat keempat kriteria tersebut. Petunjuk penatalaksanaan yang
dimuat di buku ini sebagian berdasarkan bukti medis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 
2.1 Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-
batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan
napas yang luas, bervariasi dan seringkali  bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
2.2 Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan
aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan
perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat
pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis sebelum
pengobatan dimulai.
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan;  dan pengobatan yang telah
berlangsung seringkali tidak adekuat.  Dipahami pengobatan akan mengubah gambaran klinis
bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan juga
harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Tabel menunjukkan bagaimana melakukan
penilaian berat asma pada penderita yang sudah dalam pengobatan. Bila pengobatan  yang
sedang dijalani sesuai dengan gambaran klinis yang ada, maka derajat berat asma naik satu
tingkat. Contoh seorang penderita dalam pengobatan asma persisten sedang dan gambaran klinis
sesuai asma persisten sedang, maka sebenarnya berat asma penderita tersebut adalah asma
persisten berat. Demikian pula dengan asma persisten ringan. Akan tetapi berbeda dengan asma
persisten berat dan asma intemiten. Penderita yang gambaran klinis menunjukkan asma persisten
berat maka jenis pengobatan apapun yang sedang dijalani tidak mempengaruhi penilaian berat
asma, dengan kata lain penderita tersebut tetap asma persisten berat. Demikian pula penderita
dengan gambaran klinis asma intermiten yang mendapat pengobatan sesuai dengan asma
intermiten, maka derajat asma adalah intermiten.
 

2
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paru

I. Intermiten      

Bulanan APE   80%

  * Gejala < 1x/minggu *  2 kali sebulan * VEP1  80% nilai prediksi

* Tanpa gejala di luar    APE  80% nilai   terbaik


    serangan *  Variabiliti APE < 20%
* Serangan singkat

II. Persisten      
Ringan
Mingguan APE > 80%

  * Gejala > 1x/minggu,  * > 2 kali sebulan * VEP1  80% nilai prediksi

    tetapi < 1x/ hari      APE  80% nilai terbaik


* Serangan dapat * Variabiliti APE 20-30%
   mengganggu aktiviti  
   dan tidur

III. Persisten      
Sedang
Harian APE 60 – 80%

  * Gejala setiap hari * > 1x / seminggu * VEP1  60-80% nilai prediksi

* Serangan mengganggu    APE 60-80% nilai terbaik

   aktiviti dan tidur * Variabiliti APE  > 30%

*Membutuhkan     

   bronkodilator  

3
   setiap hari

IV. Persisten      
Berat
Kontinyu APE  60%

  * Gejala terus menerus * Sering * VEP1  60% nilai prediksi

* Sering kambuh     APE  60% nilai terbaik


* Aktiviti  fisik terbatas * Variabiliti APE > 30%

Tabel 2. Klasifikasi derajat asma berdasarkan derajat serangan

DS0

4
2.3 Etiologi
Terdapat tiga proses yang menyebabkan pasien mengalami asma yaitu sensitisasi, inflamasi dan
serangan asma. Ketiga proses ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan :
a. Sensitisasi, yaitu individu dengan risiko genetik (alergik/atopi, hipereaktivitas bronkus, jenis
kelamin dan ras) dan lingkungan (alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara,
infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga) apabila terpajan
dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan menimbulkan sensitisasi pada dirinya. Faktor
pemicu tersebut adalah alergen dalam ruangan: tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing,
kucing, tikus), jamur, ragi dan pajanan asap rokok.
b. Inflamasi, yaitu individu yang telah mengalami sensitisasi, belum tentu menjadi asma.
Apabila telah terpajan dengan pemacu (enhancer) akan terjadi proses inflamasi pada saluran
napas. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis
berhubungan dengan hipereaktivitas. Faktor pemacu tersebut adalah rinovirus, ozon dan
pemakaian β2 agonis.
c. Serangan asma, yaitu setelah mengalami inflamasi maka bila individu terpajan oleh pencetus
(trigger) maka akan terjadi serangan asma. Faktor pencetus asma adalah semua faktor pemicu
dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin .
Secara umum faktor pencetus serangan asma adalah:
1.Alergen
Alergen merupakan zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan
asma seperti debu rumah, tungau, spora jamur, bulu binatang, tepung sari, beberapa makanan
laut. Makanan lain yang dapat menjadi faktor pencetus adalah telur, kacang, bahan penyedap,
pengawet, pewarna makanan dan susu sapi .
2) Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran napas terutama disebabkan oleh virus. Diperkirakan dua pertiga pasien asma
dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan. Asma yang muncul pada
saat dewasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti adanya sinusitis, polip hidung,
sensitivitas terhadap aspirin atau obat-obat Anti-Inflamasi Non Steroid (AINS), atau dapat juga
terjadi karena mendapatkan pemicu seperti debu dan bulu binatang di tempat kerja yang

5
mengakibatkan infeksi saluran pernapasan atas yang berulang. Ini disebut dengan occupational
asthma yaitu asma yang disebabkan karena pekerjaan.
3) Tekanan jiwa
Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil
kepribadiannya, ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak. Ekspresi emosi yang
dimunculkan secara berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus asma.
4) Olahraga/kegiatan jasmani yang berat
Serangan asma karena exercise (Exercise Induced Asthma/EIA) terjadi segera setelah olahraga
atau aktivitas fisik yang cukup berat. Lari cepat dan bersepeda merupakan dua jenis kegiatan
paling mudah menimbulkan serangan asma.
5) Obat-obatan
Pasien asma biasanya sensitif atau alergi terhadap obat tertentu. Obat tersebut misalnya golongan
aspirin, NSAID, beta bloker, dan lain-lain.
6) Polusi udara
Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau kendaraan, asap rokok, asap
yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal serta bau yang tajam.
2.4 Epidemiologi
SURVEI KESEHATAN RUMAH TANGGA (SKRT)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu
tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan
ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan
emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian
(mortaliti) ke-4  di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh
Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru 2/ 1000. 
PENELITIAN LAIN
          Berbagai penelitian menunjukkan bervariasinya prevalensi asma , bergantung kepada
populasi target studi, kondisi wilayah, metodologi yang digunakan dan sebagainya.
Asma pada anak
Woolcock dan Konthen pada tahun 1990 di Bali mendapatkan prevalensi asma pada anak
dengan hipereaktiviti bronkus 2,4% dan hipereaktiviti bronkus serta gangguan faal paru adalah

6
0,7%. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International
Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan hasil dari 402 kuesioner yang
kembali dengan rata-rata umur 13,8  0,8 tahun didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12
bulan terakhir/ recent asthma) 6,2% yang 64% di antaranya mempunyai gejala klasik. Bagian
Anak FKUI/ RSCM melakukan studi prevalensi asma pada anak usia SLTP di Jakarta Pusat pada
1995-1996 dengan menggunakan kuesioner modifikasi dari ATS 1978, ISAAC dan Robertson,
serta melakukan uji provokasi bronkus secara acak. Seluruhnya 1296 siswa dengan usia 11 tahun
5 bulan – 18 tahun 4 bulan,  didapatkan 14,7% dengan riwayat asma dan 5,8% dengan recent
asthma. Tahun 2001, Yunus dkk melakukan studi prevalensi asma pada siswa SLTP se Jakarta
Timur, sebanyak 2234 anak usia 13-14 tahun melalui kuesioner ISAAC (International Study of
Asthma and Allergies in Childhood), dan pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus pada
sebagian subjek yang dipilih secara acak. Dari studi tersebut didapatkan prevalensi asma (recent
asthma )  8,9% dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%.
Asma pada dewasa
Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan penelitian di lingkungan
37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS yaitu Proyek
Pneumobile Indonesia dan Respiratory symptoms questioner of Institute of Respiratory
Medicine, New South Wales, dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan
alat peak flow meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-
rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan rincian laki-kali 9,2% dan
perempuan 6,6%.
2.5 Gejala Klinis
Gejala asma bersifat episodik, berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada.
Gejala biasanya timbul atau memburuk terutama malam atau dini hari. Setelah pasien asma
terpajan alergen penyebab maka akan timbul dispnea, pasien merasa seperti tercekik dan harus
berdiri atau duduk dan berusaha mengerahkan tenaga lebih kuat untuk bernapas. Kesulitan utama
terletak saat ekspirasi, percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi
namun sulit untuk memaksa udara keluar dari bronkiolus yang sempit karena mengalami edema
dan terisi mukus. Akan timbul mengi yang merupakan ciri khas asma saat pasien berusaha
memaksakan udara keluar. Biasanya juga diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna
keputih-putihan.
Tanda selanjutnya dapat berupa sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat dan gejala-
gejala retensi karbon dioksida (berkeringat, takikardi dan pelebaran tekanan nadi). Pada pasien
asma kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat dan mengancam nyawa, dikenal dengan
istilah “status asmatikus”. Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak
berespon terhadap terapi konvensional, dan serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam . Asma

7
dapat bersifat fluktuatif (hilang timbul) yang berarti dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu
aktivitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan
kematian . Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan seperti perubahan temperatur,
terpapar bulu binatang, uap kimia, debu, serbuk, obat-obatan, olahraga berat, infeksi saluran
pernapasan, asap rokok dan stres.
Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, pada asma alergik
biasanya disertai pilek atau bersin. Meski pada mulanya batuk tidak disertai sekret, namun dalam
perkembangannya pasien asma akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih dan
terkadang purulen. Terdapat sebagian kecil pasien asma yang hanya mengalami gejala batuk
tanpa disertai mengi, yang dikenal dengan istilah cough variant asthma .
2.6 Faktor Resiko
Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Atopi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hiperreaktivitas bronkus
Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.
c. Jenis Kelamin
Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia
remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.
d. Ras
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma.
Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas,
penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala
fungsi paru, morbiditas dan status ksehatan.
2.7 Faktor Pencetus
Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh, tetapi
sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan
dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila
penderita terpajan oleh alergen tertentu.

8
Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi
kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi
pencetus serangan asma adalah :
1. Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah
b. Alergen luar rumah
2. Faktor Lain
a. Alergen makanan
b. Alergen obat – obat tertentu
c. Bahan yang mengiritasi
d. Ekspresi emosi berlebih
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif
f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan
2.8 Patogenesis Asma
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas
saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T,
makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan
leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi,
kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma
merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel
inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.
Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas
sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari.
Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus
akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.
Inflamasi Akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus,
iritan  yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat
dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.
Reaksi Asma Tipe Cepat :
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast
tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan
newly generated mediator seperti leukotrien, prostaglandin dan PAF (Platelet Activating Factor)
yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.

9
Reaksi Fase Lambat :
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta
aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T,
eosinofil, makrofag  , sel mast,  sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.

Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas

pemicu

Hiperreaktivitas

Banyak Sel : Melepas MEDIATOR :


Sel Mast Histamin
Eosinofil Prostaglandin (PG)
Netrofil Leukotrien (L)
Platelet Activating Factor (PAF), dll
Limfosit

Bronkokonstriksi, hipersekresi mukus, edema saluran napas

Obstruksi difus saluran napas

10
BATUK, MENGI, SESAK
Bagan 1. Patogenesis Asma

Tabel 3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya Terhadap Asma

Mediator Pengaruh terhadap asma

 Histamin
 LTC4, D4,E4
 Prostaglandin dan Thromboksan
A2 Kontruksi otot polos
 Bradikinin
 Platelet-activating factor (PAF)

 Histamin
 LTC4, D4,E4
 Prostaglandin dan Thromboksan
E2
Udema mukosa
 Bradikinin
 Platelet-activating factor (PAF)
Chymase
 Radikal oksigen

 Histamin
 LTC4, D4,E4
Sekresi mukus
 Prostaglandin
 Hidroxyeicosatetraenoic acid

 Radikal oksigen
 Enzim proteolitik Deskuamasi epitel bronkial
 Faktor inflamasi dan sitokin

11
2.9 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,


dan pemeriksaan penunjang.
 Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas,
mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor – faktor
yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.
 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas.
Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga
meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.
 Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot
Leyden).   
PEMERIKSAAN JASMANI
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal.
Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada
sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal
paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan,  kontraksi otot polos
saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai
kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya
saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa
sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu
ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan
yang sangat berat, tetapi biasanya disertai  gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara,
takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.
 Pemeriksaan Penunjang
o Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat
dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau
kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.
o Arus Puncak Ekspirasi (APE)

12
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang
lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang
relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di
berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat
darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/ dipahami baik oleh dokter
maupun penderita, sebaiknya  digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk
memantau kondisi asmanya.Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa
membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.

o Uji Provokasi Bronkus


Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita
dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi
bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan
secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji
provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja
(exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan
histamin.
o Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.
o Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit
atau pengukuran IgE spesifik serum.  Uji tersebut mempunyai nilai kecil untuk
mendiagnosis asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor risiko/ pencetus
sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan.
Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi,  umumnya
dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk
diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif  maupun negatif
palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan
hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik
dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain
dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan
lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis
alergi/ atopi.

2.10 Diagnosis Banding

13
 Penyakit Paru Obstruksi Kronik
 Bronkitis kronik
 Gagal Jantung Kongestif
 Disfungsi larings
 Obstruksi mekanis (misal tumor)
 Emboli Paru

2.11 Penatalaksanaan

Terapi farmakologi merupakan salah satu bagian dari penanganan asma yang  bertujuan
mengurangi dampak penyakit dan kualiti hidup; yang dikenal dengan tujuan pengelolaan
asma.  Pemahaman bahwa asma bukan hanya suatu episodik penyakit tetapi asma adalah suatu
penyakit kronik menyebabkan pergeseran fokus penanganan dari pengobatan hanya untuk
serangan akut menjadi pengobatan jangka panjang dengan tujuan mencegah serangan,
mengontrol atau mengubah perjalanan penyakit.

          Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi 2 golongan yaitu  antiinflamasi


merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan
dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan untuk
mengatasi eksaserbasi/ serangan, dikenal dengan pelega.

Tabel 4. Pengobatan Sesuai Derajat Asma

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Medikasi Alternatif / Pilihan lain Alternatif lain
Asma pengontrol
harian
Asma Tidak perlu -------- -------
Intermiten
Asma Glukokortikoste  Teofilin lepas lambat ------
Persisten roid inhalasi  Kromolin
Ringan (200-400 ug  Leukotriene modifiers
BD/hari atau
ekivalennya)
Asma Kombinasi  Glukokortikosteroid inhalasi (400-800  Ditambah
Persisten inhalasi ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2
Sedang glukokortikoster Teofilin lepas lambat ,atau kerja lama
 Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 oral, atau

14
oid ug BD atau ekivalennya) ditambah  Ditambah
agonis beta-2 kerja lama oral, atau teofilin lepas
(400-800 ug  Glukokortikosteroid inhalasi dosis lambat
  BD/hari atau tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya)
ekivalennya) atau
dan  Glukokortikosteroid inhalasi (400-800
ug BD atau ekivalennya) ditambah
agonis beta-2 leukotriene modifiers
kerja lama

Asma Kombinasi Prednisolon/ metilprednisolon oral


Persisten inhalasi selang sehari 10 mg
Berat glukokortikoster
oid (> 800 ug ditambah agonis beta-2 kerja lama oral,
  BD atau ditambah teofilin lepas lambat
ekivalennya)
dan agonis beta-
2 kerja lama,
ditambah ³ 1 di
bawah ini:

 teofilin lepas
lambat
 leukotriene
modifiers
 glukokortikost
eroid oral

Tabel  5.  Sediaan dan Dosis Obat Pengontrol Asma


Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Kortikosteroid        
 
sistemik   4-40 mg/ hari, dosis    
tunggal atau terbagi
Metilprednisolon Tablet 0,25 – 2 mg/ kg BB/ Pemakaian jangka panjang dosis 4-
 
hari, dosis tunggal 5mg/ hari atau 8-10 mg selang sehari
4 , 8, 16 mg Short-course :
  atau terbagi untuk mengontrol asma , atau
 20-40 mg /hari sebagai pengganti steroid inhalasi
      pada kasus yang tidak dapat/ mampu
Tablet 5 mg dosis tunggal atau menggunakan steroid inhalasi
Prednison Short-course :
terbagi selama 3-10 hari
 

15
    1-2 mg /kgBB/ hari

Maks. 40 mg/hari,
selama 3-10 hari

Kromolin &        

Nedokromil        

         

Kromolin IDT 1-2 semprot, 1 semprot, - Sebagai alternatif antiinflamasi 

  5mg/ semprot 3-4 x/ hari 3-4x / hari  

        - Sebelum exercise atau pajanan
alergen, profilaksis efektif dalam 1-2
Nedokromil IDT 2 semprot 2 semprot jam

2 mg/ semprot 2-4 x/ hari 2-4 x/ hari  

 Agonis beta-2 kerja        


lama
       
 
       
Salmeterol
IDT 25 mcg/ 2 – 4 semprot, 1-2 semprot, Digunakan bersama/ kombinasi
  semprot dengan steroid inhalasi untuk
2 x / hari 2 x/ hari mengontrol asma
  Rotadisk 50 mcg
     
   
     
  Tablet 10mg
     
Bambuterol  
1 X 10 mg / hari, malam  --  
   
    Tidak dianjurkan untuk mengatasi
  Tablet 25, 50 mcg gejala pada eksaserbasi
2 x 50 mcg/hari  
Prokaterol Sirup 5 mcg/ ml Kecuali formoterol yang mempunyai
  2 x 25 mcg/hari
onset kerja cepat dan berlangsung
   
2 x 5 ml/hari   lama, sehingga dapat digunakan
    mengatasi gejala pada eksaserbasi
  2 x 2,5 ml/hari
  IDT 4,5 ; 9  
mcg/semprot    
 
4,5 – 9 mcg  
Formoterol
1-2x/ hari 2x1 semprot

  (>12 tahun)

16
Metilxantin        

         

Aminofilin lepas Tablet 225 mg 2 x 1 tablet ½ -1 tablet, Atur dosis sampai mencapai kadar
lambat obat
    2 x/ hari
  dalam serum 5-15 mcg/ ml.
    (> 12 tahun)
   
     
Teofilin lepas Lambat Sebaiknya monitoring kadar obat
Tablet 2 x125 – 300 mg 2 x 125 mg dalam
 
125, 250, 300 mg –   (> 6 tahun) serum dilakukan rutin, mengingat
  2 x/ hari; sangat bervariasinya metabolic
 
clearance dari teofilin, sehingga
 
 200-400 mg mencegah efek samping
 400  mg
1x/ hari  

Antileukotrin        

         

Zafirlukast Tablet 20 mg 2 x 20mg/ hari --- Pemberian bersama makanan


mengurangi bioavailabiliti. Sebaiknya
  diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam
setelah makan
 
 

Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Steroid inhalasi        

         
Dosis bergantung kepada
Flutikason propionat IDT 50, 125 mcg/ 125 – 500 mcg/ hari 50-125 mcg/ hari derajat  berat asma
semprot  
     
  Sebaiknya diberikan denganspacer
  100 – 800  
IDT , Turbuhaler  
Budesonide mcg/ hari 100 –200 mcg/ hari
100, 200, 400 mcg  
     
   
     
IDT, rotacap,
  rotahaler, rotadisk    

    100 – 800 100-200 mcg/ hari

Beklometason mcg/ hari


dipropionat

Tabel  6.  Sediaan dan Dosis Obat Pelega Untuk Mengatasi Gejala Asma


                 Medikas Sediaan obat Dosis Dosis anak Keterangan

17
i dewasa

Agonis beta-2 kerja        


singkat
       
 
       
Terbutalin
IDT 0,25 mg/ 0,25-0,5 mg, Inhalasi Penggunaan obat
 
semprot pelega sesuai
3-4 x/ hari 0,25 mg
  kebutuhan, bila
Turbuhaler 0,25 mg
  3-4 x/ hari perlu.
  ; 0,5 mg/  hirup
  (> 12 tahun)  
  Respule/ solutio 5
mg/ 2ml oral 1,5 – 2,5 oral  
 
mg,
Tablet 2,5 mg 0,05 mg/ kg  
 
3- 4 x/ hari BB/ x,
Sirup 1,5 ; 2,5 mg/  
 
5ml   3-4 x/hari
 
 
     
 
Salbutamol
    100 mcg
Untuk  mengatasi
 
  inhalasi 3-4x/ hari eksaserbasi ,
  dosispemeliharaan
IDT 100 200 mcg 0,05 mg/ kg
  mcg/semprot BB/ x, berkisar 3-4x/ hari
3-4 x/ hari
  Nebules/ solutio 3-4x/ hari  
oral  1- 2
  2,5 mg/2ml, mg,    

Fenoterol 5mg/ml 3-4 x/ hari 100 mcg,

  Tablet 2mg, 4 mg   3-4x/ hari

Sirup 1mg, 2mg/

18
  5ml 200 mcg 10 mcg,

    3-4 x/ hari  

Prokaterol IDT 100, 200 mcg/ 10-20 mcg, 2 x/ hari


semprot
    2 x 25
  mcg/hari
2-4 x/ hari
Solutio 100 mcg/ ml 2 x 2,5
2 x 50
ml/hari
  mcg/hari

IDT  10 mcg/ 2 x 5 ml/hari


semprot

Tablet 25, 50 mcg

Sirup 5 mcg/ ml

Antikolinergik        

         

Ipratropium IDT 20 mcg/ 40 mcg, 20 mcg, Diberikan


bromide semprot kombinasi dengan
3-4 x/ hari 3-4x/ hari
agonis beta-2
   
    kerja singkat,
    untuk mengatasi
0,25 mg, 0,25 –0,5
Solutio 0,25 mg/ ml setiap 6 jam mg tiap 6 serangan

(0,025%) jam  

(nebulisasi) Kombinasi
dengan agonis
beta-2 pada
pengobatan

19
jangka panjang,
tidak ada manfaat
tambahan

Kortikosteroid        
sistemik
      Short-course efekt
Metilprednisolon
if
Tablet 4, 8,16 mg Short-course  Short-
 
: course: utk mengontrol
 
  asma pada terapi
 24-40 mg 1-2 mg/ kg
  awal, sampai
Prednison /hari BB/ hari,
Tablet 5 mg tercapai APE
maksimum
  dosis tunggal 80%  terbaik atau
  atau terbagi 40mg/ hari
  gejala mereda,
  selama 3-10 selama 3-10 umumnya
  hari
hari membutuhkan 3-
 
  10 hari
 

Dosis
Medikasi Sediaan obat Dosis anak Keterangan
dewasa

20
Metilsantin        
Teofilin
Tablet 130, 150 mg 3-5 mg/ kg 3-5mg/kgBB Kombinasi
Aminofilin Tablet 200 mg BB/ kali, 3- kali, 3-4 x/ teofilin /aminoflin
4x/ hari hari dengan agonis
 
beta-2 kerja
 
singkat (masing-
  masing dosis
minimal),
meningkatkan
efektiviti  dengan
efek samping
minimal

          Penatalaksanaan asma jangka panjang di dasarkan pada klasifikasi berat penyakit, dengan
mengikuti pedoman pengobatan sesuai berat penyakit diharapkan asma dapat dikontrol. Pada
beberapa keadaan seperti pada penyakit tertentu (hipertensi, diabetes mellitus) atau kondisi
tertentu seperti kehamilan, puasa, menjalani tindakan bedah perlu perhatian khusus atau
perubahan penatalaksanaan dari hal yang sudah digariskan dalam pedoman penatalaksanaan.

2.12 Pencegahan
Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah tersensitisasi  dengan bahan  yang
menyebabkan asma, pencegahan sekunder adalah mencegah yang sudah tersensitisasi untuk
tidak berkembang menjadi asma; dan pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak terjadi
serangan / bermanifestasi klinis asma pada penderita yang sudah menderita asma.
Pencegahan Primer
Perkembangan respons imun jelas menunjukkan bahwa periode prenatal dan perinatal
merupakan periode untuk diintervensi dalam melakukan pencegahan primer penyakit asma.
Banyak faktor terlibat dalam meningkatkan atau menurunkan sensitisasi alergen pada fetus,
tetapi pengaruh faktor-faktor  tersebut sangat kompleks dan bervariasi dengan usia gestasi,

21
sehingga pencegahan primer waktu ini adalah belum mungkin. Walau penelitian ke arah itu terus
berlangsung dan menjanjikan.
Pencegahan sekunder
          Sebagaimana di jelaskan di atas bahwa pencegahan sekunder mencegah yang sudah
tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma. Studi terbaru mengenai pemberian
antihitamin H-1 dalam menurunkan onset mengi pada penderita anak dermatitis atopik. Studi
lain yang sedang berlangsung, mengenai peran imunoterapi dengan alergen spesifik untuk
menurunkan onset asma.
Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan alergen sedini
mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersensitisasi dan sudah dengan gejala asma, adalah
lebih menghasilkan pengurangan /resolusi total dari gejala daripada jika pajanan terus
berlangsung.
Pencegahan Tersier
          Sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang dapat  ditimbulkan oleh berbagai
jenis pencetus. Sehingga menghindari pajanan pencetus akan memperbaiki kondisi asma dan
menurunkan kebutuhan medikasi/ obat.

2.13 Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut yang mungkin timbul adalah :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila
terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang
lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai emfisema
mediastinum adalah suatu kondisi dimana 26 udara hadir di mediastinum. Pertama
dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik
atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke
dalam rongga dada.
3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat
oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi

22
pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai
untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-paru
tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam
sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain
bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa
batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa
sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.

2.14 Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta.
Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali
lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan
usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan
di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan
mengalami serangan ulang.
Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan angka
kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.

23
BAB III

PENUTUP

          Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan  merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu
aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan
dapat menimbulkan disability(kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta
menurunkan kualiti hidup.
          Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan
faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk
berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras.
Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi  asma  untuk berkembang
menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap.
Termasuk dalam faktor lingkungan  yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara,
infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga.

          Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah tersensitisasi  dengan


bahan  yang menyebabkan asma, pencegahan sekunder adalah mencegah yang sudah
tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma; dan pencegahan tersier adalah mencegah
agar tidak terjadi serangan / bermanifestasi klinis asma pada penderita yang sudah menderita
asma.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunnegoro H, Syafiuddin T, Yunus F, Wiyono WH. Upaya menurunkan


hipereaktivitas bronkus pada penderita asma; Perbandingan efek budesonid dan
ketotifen. Paru 1992; 12:10-8.
2. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 – 87.
3. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2. Surabaya :
Airlangga University Press. 2002. h 263 – 300.
4. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall
5. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari – Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. 2006.
6. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit
Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.
7. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal Cermin
Kedokteran. 2003; 141. 5 – 6.
8. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27.
9. Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin G (Igg)
Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam
Malik Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002.
10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 – 82.

25
11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia. 2003. h 73-5
12. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

26

Anda mungkin juga menyukai