Anda di halaman 1dari 4

1. A.

- subjek : wanita berumur 17 tahun,  didiagnosa mengalami asma intermitten (gejalanya


jarang dan biasanya tidak lebih dari 2 kali seminggu), mengeluhkan gejala asmanya
semakin sering muncul, dan hampir selalu membutuhkan inhalasi salbutamol. Dia juga
mengeluhkan dalam 6 bulan terakhir dia sudah 2 kali ke IGD karena sesak dan dari IGD
diberikan terapi prednisone tablet. 
- objek : Hasil pemeriksaan spirometri FVC 60%, FEV1/FVC 60%. Dari hasil anamnesa
dan pemeriksaan, pasien didiagnosa asma persisten ringan
- assessment : DRP : penggunaan salbutamol kurang tepat ( Dipiro, 825), terdapat
duplikasi kortikosteroid (Dipiro, 829 dan 831).
- planning : 1. Disarankan menggunakan formeterol inhalasi S 2 dd 1 puff (Dipiro, 823
dan DIH, 3200), 2. Disarankan menggunakan busenoside inhalasi (Dipiro, 825)
B. DRP : penggunaan salbutamol kurang tepat ( Dipiro, 825), terdapat duplikasi
kortikosteroid (Dipiro, 829 dan 831).
2. Diperlukan bila terjadi serangan akut yang membutuhkan perawatan medis, hal inilah
yang menunjukkkan bahwa ada peningkatan resiko serangan akut dikemudian hari dan
bisa menjadi obat pengendalian/pengontrol asma.
Pasien yang membutuhkan kombinasi LABA dan kortikosteroid yaitu pasien dnegan
kondisi gejala asma hampir setiap hari atau asma kambuh seminggu sekali atau lebih atau
gejala yang memiliki fungsi paru-paru rendah. (GINA, 2020)
3. oral : Nama Obat : Prednisone
Bentuk Sediaan : Tablet
Dosis :
Dewasa : 5-60mg dalam 2-4 dosis terbagi
Anak-anak : 0,14-2mg/kgbb setiap hari dalam 4 dosis terbagi

inhalasi : Nama Obat : Budesonid


Bentuk Sediaan : Serbuk dan Suspensi untuk inhalasi
Dosis :
Dewasa : Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan bronkodilator saja :
200 – 400 mcg sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan
kortikosteroid inhalasi : 200–400 mcg sehari. Pasien yang
sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid oral 200 – 400 mcg
sehari.

Anak >6 tahun : Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan bronkodilator
saja : 200 mcg dua kali sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan
kortikosteroid inhalasi:200 mcg sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma
dengan kortikosteroid oral , dosis maksimum 400 mcg dua kali sehari
Sumber : Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik DITJEN Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Departemen
Kesehatan RI

Perbedaan :
• Kortikosteroid inhalasi adalah terapi kontrol jangka panjang yang disukai untuk asma
persisten karena potensi dan efektivitasnya yang konsisten; mereka adalah satu-satunya
terapi yang terbukti mengurangi risiko kematian akibat asma. Dosis komparatif termasuk
dalam Tabel 77–3. Kebanyakan pasien dengan penyakit sedang dapat dikontrol dengan
dosis dua kali sehari; beberapa produk memiliki indikasi dosis sekali sehari. Pasien
dengan penyakit yang lebih parah memerlukan beberapa dosis harian. Karena peradangan
menghambat pengikatan reseptor steroid, pasien harus dimulai dengan dosis yang lebih
tinggi dan lebih sering dan kemudian dikurangi secara bertahap setelah kontrol tercapai.
Respon terhadap kortikosteroid yang dihirup tertunda; gejala membaik pada kebanyakan
pasien dalam 1 sampai 2 minggu pertama dan mencapai perbaikan maksimal dalam 4
sampai 8 minggu. Peningkatan maksimum pada tingkat FEV1 dan PEF mungkin
memerlukan 3 hingga 6 minggu.
• Toksisitas sistemik dari kortikosteroid inhalasi minimal dengan dosis rendah sampai
sedang, tetapi risiko efek sistemik meningkat dengan dosis tinggi. Efek samping lokal
termasuk kandidiasis orofaringeal tergantung dosis dan disfonia, yang dapat dikurangi
dengan menggunakan alat pengatur jarak.
• Kortikosteroid sistemik (Tabel 77–4) diindikasikan pada semua pasien dengan asma
berat akut yang tidak merespons sepenuhnya terhadap pemberian β2-agonis inhalasi awal
(setiap 20 menit untuk 3 atau 4 dosis). Prednison, 1 sampai 2 mg / kg / hari (sampai 40-60
mg / hari), diberikan secara oral dalam dua dosis terbagi selama 3 sampai 10 hari. Karena
steroid sistemik dosis tinggi dalam jangka pendek (1-2 minggu) tidak menghasilkan
toksisitas yang serius, metode yang ideal adalah menggunakan ledakan singkat dan
kemudian mempertahankan terapi kontrol jangka panjang yang sesuai dengan
kortikosteroid inhalasi.
• Pada pasien yang membutuhkan kortikosteroid sistemik kronis untuk pengendalian
asma, dosis serendah mungkin harus digunakan. Toksisitas dapat dikurangi dengan terapi
alternatif hari atau kortikosteroid inhalasi dosis tinggi.
Sumber : dipiro 2015 hal 830

4.
Derajat Asma Gejala Fungsi Paru
Siang hari < 2 kali per minggu
Malam hari < 2 kali per bulan
Variabilitas APE < 20% VEP1 >
Serangan singkat
I. Intermiten 80% nilai prediksi APE > 80% nilai
Tidak ada gejala antar
terbaik
serangan
Intensitas serangan bervariasi
Siang hari > 2 kali per minggu,
Variabilitas APE 20 - 30% VEP1 >
tetapi < 1 kali per hari Malam hari >
I. Persisten Ringan 80% nilai prediksi APE > 80% nilai
2 kali per bulan Serangan dapat
terbaik
mempengaruhi aktifitas
Siang hari ada gejala Malam hari > 1
kali per minggu Serangan
mempengaruhi aktifitas Serangan > Variabilitas APE > 30% VEP1 60-
II. Persisten Sedang 2 kali per minggu Serangan 80% nilai prediksi APE 60-80%
berlangsung berhari-hari Sehari- nilai terbaik
hari menggunakan inhalasi β2-
agonis short acting
Siang hari terus menerus ada gejala
Variabilitas APE > 30% VEP1 <
Setiap malam hari sering timbul
III. Persisten Berat 60% nilai prediksi APE < 60% nilai
gejala Aktifitas fisik terbatas Sering
terbaik
timbul serangan

Literature : Depkes RI. 2007. Pharmaceutical Care Untuk penyakit Asma

Parameter :

- Tes spirometri direkomendasikan pada penilaian awal, setelah pengobatan dimulai, dan kemudian
setiap 1 sampai 2 tahun. Peak flow monitoring direkomendasikan pada asma persisten sedang sampai
berat.

- penurunan peak expiratory flow (PEF) untuk pasien > 5 tahun

- penurunan forced expiratory volume in 1 second (FEV1).

- peningkatan frekwensi gejala asma merupakan parameter yang lebih sensitif untuk menentukan onset
eksaserbasi dibandingkan dengan pengukuran PEF

- Pengukuran pulse oximetry (saturasi O2 < 90 % memberikan petunjuk perlunya terapi yang agresif)

- penurunan BHR yang diukur dengan PEF pagi hari, variabilitas PEF, dan toleransi olahraga mungkin
membutuhkan waktu lebih lama dan meningkat selama 1 sampai 3 bulan.

Literature : Dipiro 2008 halaman 211

Anda mungkin juga menyukai