Anda di halaman 1dari 32

Epilepsi

DEFINISI
Epilepsi adalah penyakit otak yang ditandai oleh aktivitas
otak abnormal yang menyebabkan kejang atau perilaku
yang tidak biasa, sensasi dan terkadang kehilangan
kesadaran (WHO, 2019).
EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO, lebih dari 65 juta orang di seluruh dunia menderita epilepsi dengan 2,4 juta
orang didiagnosis menderita epilepsi setiap tahun.
Epilepsi adalah penyakit kronis dan dapat muncul pada semua umur. jumlah tertinggi kasus baru
(insidensi) akan terjadi pada masa kanak-kanak dan pada populasi usia lanjut
PATOFISIOLOGI
Epilepsi dapat terjadi ketika terdapat ketidakseimbangan secara
tiba-tiba antara kekuatan eksitatori (pemicu) dan inhibisi
(penghambat) dalam jaringan neuron kortikal.

Ketidakseimbangan bisa terjadi karena kurangnya transmisi


inhibitori, misalnya terjadi pada keadaan setelah pemberian
antagonis GABA atau selama penghentian pemberian agonis
GABA (alkohol, benzodiazepine), atau meningkatnya aksi
eksitatori, misalnya meningkatnya aksi glutamate atau aspartate
(Ikawati, 2011).
Patofisiologi
ETIOLOGI (ILAE 2014)
❑ genetic
❑ structural
❑ infectious
❑ metabolic
❑ immune
❑ unknown
Faktor resiko dan pemicu kejang
Faktor risiko epilepsi meliputi kelahiran prematur dengan berat kehamilan kecil, cedera perinatal
(misalnya, anoksia), riwayat kejang saat ketika berhenti minum alkohol, riwayat kejang demam,
dan riwayat kejang pada keluarga.
Pemicu kejang : hiperventilasi dan fotostimulasi (misalnya, lampu kilat atau gambar yang
berubah atau berganti dengan cepat)
DIAGNOSIS
➢Minta pasien dan keluarga untuk mencirikan
kejang karena frekuensi, durasi, faktor pencetus,
waktu terjadinya, keberadaan aura, aktivitas iktal,
dan status postiktal.
➢Pemeriksaan fisik dan neurologis dan
pemeriksaan laboratorium dapat mengidentifikasi
etiologi.
DIAGNOSIS
Adapun beberapa tes laboratorium yang dapat dilakukan, yaitu:
➢Test darah
➢EEG
➢CT Scan
➢Resonansi Magnetik
Klasifikasi epilepsi
KLASIFIKASI
KEJANG UMUM, terbagi atas: (Ikawati, 2011)
1. Tonik Klonik (Grand Mal). Pada jenis kejang ini, pasien bisa tiba-tiba kehilangan kesadaran,
diikuti dengan kejang yang disebut fase “tonik” selama 30-60 detik, kemudian kejang “klonik”
selama 30-60 detik. Hal ini terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan, sakit
kepala, atau tertidur. Selama terjadi kejang tonik-klonik, bisa terjadi sianosis, inkonensi urin,
atau menggigit lidah
2. Absens (Petit Mal). Umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja. Penderita
tiba-tiba melotot dengan pandangan kosong (melamun), atau matanya berkedip-kedip,
dengan pala terkulai. Kejadiannya cuma beberapa detik, dapat terjadi beberapa kali sehari,
dan bahkan sering tidak disadari oleh penderita sendiri.
3. Mioklonik. Kejang ini biasanya terjadi pada pagi hari setelah bangun tidur, yang terdiri dari
sentakan tiba-tiba, umumnya terjadi pada dua sisi tubuh. Penderita kadang menggambarkan
sentakan itu seperti terkena sengatan listrik. Jika terjadi, pesien mungkin secara tidak sadar
akan menjatuhkan atau membuang benda yang dipegangnya.
KLASIFIKASI
4. Atonik. Pasien bisa mengalami kehilangan kekuatan otot terutama lengan dan kaki,
sehingga bisa terjatuh.
5. Tonik. Pada kondisi kejang ini, kekuatan otot meningkat sehingga tubuh, lengan
dan kaki pasien menegang/mengencang secara tiba-tiba. Hal ini sering terjadi pada
saat pasien tidur dan melibatkan seluruh bagian otak sehingga mempengaruhi
seluruh tubuh. Jika pasien berdiri saat kejang ini terjadi, pasien akan terjatuh.
6. Klonik. Kejang ini terdiri dari gerakan sentakan ritmik tangan dan kaki, terkadang
terjadi kedua sisi tubuh pasien.
7. Spasme Infantil. ditandai dengan sentakan tiba-tiba yang diikuti dengan
penegangan. Sering kali lengan tangan terentangkan dengan cepat, lutut tertarik
keatas dan tubuh membungkuk kedepan. Infantile spasm sering terjadi setelah
bangun tidur dan jarang terjadi dalam kondisi tidur.
KLASIFIKASI
KEJANG PARSIAL, terdiri atas:
1. Parsial Sederhana. Dimanifestasikan dengan gejala motorik focal (lokal) atau
gejala somatosensorik (seperti parestesia atau perasaan geli) yang menyabar pada
bagian tubuh yang berbeda dan tergantung pada representasi kortikal. Pasien
tidak kehilangan kesadaran ketika terjadi sentakan-sentakan pada bagian tertentu
dari tubuh.
2. Parsial Kompleks. Ketidaksadaran pasien diikuti dengan gejala fisik. Pasien
melakukan gerakan-gerakan tak terkendali antara lain gerakan mengunyah dan
meringis tanpa kesadaran.
KLASIFIKASI
Status Epileptikus
kejang yang terjadi terus menerus selama 5 menit atau lebih atau
kejadian kejang 2 kali atau lebih tanpa pemulihan kesadaran di antara
dua kejadian tersebut.
Status epileptikus merupakan kondisi darurat yang memerlukan
pengobatan secara tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik
permanen maupun kematian.
TUJUAN TERAPI
Tujuan farmakoterapi epilepsi adalah bebas kejang dengan efek samping minimal, dan dua
pertiga hingga 80% persen pasien dapat mencapai ini.
Penatalaksanaan epilepsi
❑Farmakoterapi epilepsy sangat bersifat individual dan membutuhkan titrasi dosis untuk
mengoptimalkan terapi obat antiepilepsi (mengontrol kejang dengan maksimal dengan efek
samping ringan atau tidak ada sama sekali)
❑ selain tipe kejang, pemilihan obat didasarkan kepada karakteristik pasien seperti usia, jenis
kelamin, etnis, kerentanan terhadap efek samping, komorbiditas, kemampuan untuk mematuhi
regimen, ada atau tidaknya asuransi dan apakah level terapeutik perlu dicapai dengan cepat.
❑Jika tujuan terapi tidak bisa tercapai dengan monoterapi, antiepilepsi kedua boleh ditambahkan
dengan mekanisme kerja yang berbeda atau antiepilepsi pasien dapat diganti dengan ke obat
tunggal alternatif lainnya.
Penatalaksanaan
❑Terapi non-farmakologi meliputi diet, vagus nerve stimulation dan
pembedahan
A P
L E
O N
G G
A O
R B
I A
T T
M A
A N
Terapi obat untuk epilepsi
Mekanisme Kerja Obat
➢Obat-obat yang bekerja dengan meningkatkan inaktivasi kanal Na+ dengan
mekanisme aksi menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan muatan
listrik. Contoh: Fenitoin, Karbamazepin, Lamotrigin, Okskarbazepin, Asam
Valproat.
➢Inhibisi kanal Ca2+ tipe T pada neuron talamus (yang yang bertanggung jawab
terjadinya letupan kortikal ritmik serangan kejang). Contoh: etosuksimid.
➢Obat-obat yang bekerja menghambat GABA transaminase sehingga
konsentrasi GABA meningkat.. Contoh: Vigabatrin
➢Obat-obat yang merupakan agonis reseptor GABA bekerja dengan
meningkatkan transmisi inhibitor dengan mengaktifkan kerja reseptor GABA.
Contoh: Benzodiazepin dan Barbiturat
Mekanisme Kerja Obat
➢Obat-obat yang bekerja dengan menghambat GABA transporter
sehingga memperlama aksi GABA. Contoh: Tiagabin.

➢Obat-obat yang dapat meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan


cerebrospinal pasien (diperkirakan dengan menstimulasi pelepasan
GABA). Contoh: Gabapentin.
Terapi Epilepsi (PERDOSSI, 2014)
Terapi Epilepsi (PERDOSSI, 2014)
Bahan bacaan untuk informasi tambahan
1. http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-4-sistem-saraf-pusat/48-epilepsi/481-antiepilepsi
2. https://emedicine.medscape.com/article/1184846-treatment
3. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5716109/

Anda mungkin juga menyukai