Anda di halaman 1dari 34

1

F
A EPILEPSI
R KELMPOK 3:
M
Apdil Dwi Putra Azri (1601005)
A Bestari Resky (1601091)
Elsa Natia Rindiana (1601099)
K Intan Purmalatiwi (1601133)
O Richa Gustiana (1601114)
Roby Feriansyah (1601115)
T Sri Rahayu Suprapto (1601120)
Sri Raudoh Rezki MR (1601121)
E
R
Dosen Pengampu:
A Fina Aryani ,M.Sc,a.Pt.
P
I
P Epilepsi didefinisikan sebagai kondisi
E neurologis yang dikarakteristik sebagai
kondisi neurologis yang dikarakterisasi
N dengan kekambuhan kejang tak
beralasan yang dapat dipicu oleh
G berbagai penyebab tertentu.
E
R
Kejang adalah suatu manifestasi umum dan tidak spesifik dari
T adanya cedera neurologis, dan hal ini tidak mengherankan
karena fungsi utama dari otak adalah transmisis implus listrik.
I Kemungkinan seseorang dalam seumur hidupnya mengalami
A kejang minimal 1 kali sekitar 9% dan kemungkinan seumur
hidup menerima diagnosis epilepsy hampir 3%. Namun
N demikian, prevalensi epilepsy hanya sekitar 0,8% .
SEJARAH

Pemahaman patofisiologi dasar serangan epilepsy telah


disimpulkan pada abad ke 19 oleh dokter John Hughlings
Jakson, yang hanya didasarkan pada pengamatan klinis.Namun
demikian, kontribusinya terhadap bidang epilepsy terus diakui
oleh ilmu kedokteran modern.Jakson mengatakan bahwa
serangan epilepsy memiliki berbagai bentuk dan banyak
penyebab.Gambaran pertama yang diketahui tentang epilepsy
muncul dalam teks hipocrates 350 SM dan epilepsy pada waktu
itu disebut sebagai “penyakit Hipocrstes.”
Selanjutnya international Langue Against Epilepsy(ILAE)
pada tahun 1969 mengusulkan klasifikasi baru jenis kejang
berdasarkan hasil electroenchephalography (EEG) dan manifestasi
klinik dari serangan epilepsy.

Pada tahun 1980, klasifikasi internasional direvisi, dan


beberapa jenis kejang yang dibagi dan dipindahkan. Perbaikan ini
dimungkinkan terutama karena tekhnologi yang semakin canggih.
Meskipun perbadaan pendapat tentang beberapa jenis kejang
masih ada namun mengingat manfaatnya, system klasifikasi telah
diterima se cara universal.
EPIDEMIOLOGI

Kasus epilesi di indonesia sulit diperkirakan


karena beberapa hal seperti :
 pada kondisi tanpa serangan
pasien terlihat normal dan semua data laboratorium
juga normal
ada stigma tertentu pada penderita epilepsy sehingga
malu atau enggan mengakui.
Ada studi yang melaporkan bahwa prevalensi epilepsy di Indonesia
berkisar 0,5 sampai 2% dari jumlah penduduk. Insiden paling tinggi
pada umur 20 tahun pertama, menurun sampai umur 50 tahun, dan
menigkat lagi setelahnya terkait dengan kemungkinan terjadinya
penyakit serebrovaskular, pada 75% pasien, epilepsy terjadi sebelum
umur 18 tahun.

Prognosis umumnya baik. 70- 80 % pasien yang mengalami epilepsy


akan sembuhn dan kurang lebih separoh pasien akan terbebas dari obat.
Sementara 20-30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsy kronis,
dimana pengobatannya akan semakin sulit, dan 5% di antaranya akan
tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari hari. Pasien dengan
lebih dari satu jenis epilepsy, mengalami retardasi mental, dan gangguan
psikiatri dan neurologic prognosisnya tidak begitu baik.
ETIOLOGI

Terdapat dua katagori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang
umum. Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu:

KEJANG FOKAL : KEJANG UMUM :

Penyakit Metabolik.
Trauma kepala.
Reaksi Obat
Stroke. Idiopatik.
Infeksi. Faktor genetik.
Malformasi Vaskuler. Kejang fotosensitif.
Tumor.
Displasia.
Mesial Temporal Sclerosis.
PAT O F I S I O L O G I
Kejang adalah manifestasi paroksimal dari sifat listrik
di bagian korteks otak. Kejang dapat terjadi ketika
terjadi ketidakseimbangan yang tiba-tiba antara
kekuatan eksitatori/pemicuan dan
inhibisi/penghambatan dalam jaringan neuron kortikal.
Ketidak seimbangan bisa terjadi karena kurangnya
t r a n s m i s i i n h i b i t o r, m i s a l n y a t e r j a d i p a d a k e a d d a a n
setelah pemberian antagonis GABA atau selama
penghentian pemberian agonis GABA (alcohol,
benzodiazepine) atau meningkatnya aksi eksitatori ,
misalnya meningkatkannya aksi glutamate atau
aspartat.
KLASIFIKASI
Berdasarkan tanda klinik dan data EEG (Electroencephalography) kejang
dibagi menjadi :

Kejang umum (generalized seizure), yaitu kejang yang


terjadi jika aktivitas terjadi pada kedua hemisfere
otaksecara bersama-sama, terdiri dari tonic-clonic,
absence, myoclonic, atonic, clonoc, tonic, dan infatile
spasm.

Kejang parsial/focal, adalah kejang yang terjadi


jika aktivitas dimulai dari daerah tertentdari otak.

Unclassified seizures.

Status epilepticus.
Kejang Umum

Tonic-clonik convulsion (grand mal).

Kejang jenis inimerupakan bentuk


kejang yang paling banyak terjadi. Abscense attacks (petit mal).
Pada jenis kejang ini, pasien bisa tiba-
tiba kehilangan kesadaran, diikuti Kejang jenis ini termasuk jenis
dengan kejang yang disebut fase yang jarang. Umumnya hanya
“tonik” selama 30-60 detik, kemudian terjadi pada masa anak-anak
kejang “klonik” selama 30-60 detik. Hal atau awal remaja. Penderita
initerjadi beberapamenit, kemudian tiba-tiba melotot dengan
diikuti lemah, kebingungan, sakit pandangan kosong, atau
kepala atau tertidur. Selama terjadi matanya berkdip-kedip, dengan
kejang tonik-klonik,bisa terjadi kepala terkulai. Kejadiannya
sianosis, inkontinensis urin, atau Cuma beberapa detik, dapat
menggigit lidah. terjadi beberapa kali sehari, dan
bahkan sering tidak disadari
oleh penderita sendiri.
Kejang Umum
Myclonic seizure.

Kejang ini biasanya terjadi Atonic seizure.


pada pagi hari setelah
bangun tidur, yang terjadi dari Kejang jenis ini jarang terjadi. Pasien bisa
sentakantiba-tiba, umumnya mengalami kehilangan kekuatan otot,
terjadi pad sisi tubuh. terutama lengan dan kaki, sehingga bisa
Penderita kadang jatuh.
menggambarkan sentakkan
itu seperti terkena sengatan
listrik. Jika terjadi, pasien Tonic seizure.
mungkin secara tidak sadar
akan menjatuhkan atau Pada kondisi kejang ini, kekuatan otot meningkat
membuang bendayang sehingga tubuh, lengan dan kaki pasien
dipegangnya.jenis yang sama menegang/mengencang secara tiba-tiba. Hal ini
dengan non-epileptik bisa sering terjadi pada pasien tidur dan melibatkan
terjadi pada orang normal. seluruh bagian otak sehingga mempengaruhi
seluruh tubuh. Jika pasien berdiri saat kejang ini
terjadi maka pasien akan terjatuh.
Kejang Umum
Infantile spasms

Infantile spasms yang juga dikenal dengan West syndrome (yang pertama kali di
perkenalkan oleh Dr. William James West pada tahun 1840) ditandai dengan sentakan
tiba-tiba yang di ikuti dengan penegangan. Seringkali lengan tangan terentang kan
dengan cepat, lutut tertarik keatas dan tubuh membungkuk ke depan (“jack knife
seizures”). Infantile spasms sering terjadi setelah bangun tidur dan jarang terjadi pada
kondisi tidur. Infantile spasms mulai terjadi pada usia antara 3 sampai 12 bulan dan
umum nya berhenti pada usia 2 sampai 4 tahun. Persentase kejadiannya 1 dari sekian
ribu kasus. Sekitar 60% kejadian dipengaruhi dari gangguan di otak atau kerusakan otak
sebelum kejang tersebut terjadi tetapi beberapa kasus tidak ditemukan kerusakan otak
bahkan berkembang normal. Tidak ada bukti yang menyebutkan ahwa silsilah keluarga,
jeniskelamin bayi ata faktor lain seperti imunisasi dapat menyebabkan Infantile spasms.

Clonic seizure

Kejang ini terdiri dari gerakan sentakan ritmik dari tangan dan kaki,
terkadang terjadi di kedua sisi tubuh pasien. Kejang jenis ini jarang
terjadi.
KEJANG PARSIAL

kejang yang terjadi jika aktivitas dimulai dari


daerah tertentdari otak.

KEJANG PARSIAL TERBAGI ATAS :

1. Simple parsial seizures

2. Complex parsial seizures


SIMPLE PARSIAL SEIZURES
Simple parsial seizures dimanesfestasikan dengan gejala motorik focal
(lokal) atau gejala somatosensorik (seperti parestia atau perasaan geli)
yang Menyebar pada bagian tubuh yang berbeda dan tergantung pada
representasi kortikal. Pasien tidak kehilangan kesadaran ketika terjadi
sentakan-sentakan pada bagian tertentu tubuh.

COMPLEX PARSIAL SEIZURES


Ketidak sadaran pasien di ikuti dengan gejala fisik. Pasien melakukan
gerakangerakan tak terkendali antara lain gerakan-gerakan mengunyah
dan meringis tanpa kesadaran.
GEJALA DAN TANDA
Kejang kaku bersama kejutan –kejutan
ritmis

penurunan kesadaran ringan tanpa


kejang-kejang

kesadaran dapat menurun tanpa


kehilangan ingatan

Kejang kaku bersama kejutan –kejutan ritmis dari anggota badan


dan hilangnya kesadaran untuk sementara.penderita kadang-
kadang menggigit lidahnya sendiri dan juga dapat terjadi
inkontensia urin dan feses.
Serangan yang singkat seperti pada
petimal,biasanya antara beberapa smapai
setengah menit dengan penurunan kesadaran
ringan tanpa kejang-kejang.gejalanya berupa
keadaan termangu –mangu (pikiran
kosong,kehilangan respon sesaat),muka pucat
,pembicaraan terpotong-potong atau mendadak
berhenti mendadak

Pada serangan parsial,kesadaran dapat menurun


hanya untuk sebagaimana tanpa diikuti hilangnya
ingatan. penderita memeperlihatkan kelakuan tidak
sengaja tertentu seperti gerakan menelan atau
berjalan dalam lingkaran
TATALAKSANA TERAPI

Farmakoterapi epilepsi sangat individual dan membutuhkan titrasi dosis


untuk mengoptimalisasi terapi obat antiepilepsi (maksimal dalam
mengontrol

kejang dengan efek samping yang minimal). Sekitar 50-7-% pasien


dapat dirapi dengan bat antiepilepsi tunggal.
Tujuan Terapi
Tujuan terapi epilepsi adalah untuk mengontrol atau mengurangi frekuensi kejaang dan
memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan, dan memungknkan apsien dapat hidup
dengan normal. Khusus untuk status epileptikus, terapi sangat penting untuk menghindarkan
ppasien dari kegawatan akibat serangan kejang yang berlangsung lama.

Sasaran Terapi
Kesetimbangan neurotransmitter GABA di otak.

Strategi Terapi
Strategi terapi epilepsi adalah mencegah atau menurunkan lepasnya muatan istrik syaraf
yang berlebihan melalui perubahan pada kanal ion atau mengatur ketersediaan
neurotransmitter, dan atau mengurangi penyebaran pacuan dari fokus serangan dan
mencegah cetusan serta putusnya fungsi agrgegasi normal neuron.
Sesuai dengan jenis epilepsi, adverse effect dari obat antiepilepsi yang spesifik, dan kondisi
pasien
Monoterapi untuk mengurangi potensi adverse effect, karena politerapi tidak lebih baik dari
monoterapi, dan meningkatkan kepatuhan pasien
Menghindari atau meminimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif
Jika mungkin, terapi diinisiasi dengan satu antiepilepsi non-sedatif, jika gagal dapat diberikan
antiepilepsi sedatif atau dengan politerapi
Pemberian obat antiepilepsi diinisiasi dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan sesuai
dengan kondisi klinis pasien
Perlukan pemantauan ketat dan penyesuaian dosis kepada pasien
terhadap respon obat antiepilepsi
Apabila gagal mencapai target terapi yang diharapkan, obat
antiepilepsi dapat dihentikan secara perlahan dan diganti
dengan obat lain
Dapat dilakukan monitoring kadar obat dalam darah jika
memungkinkan
Jika dosis obat yang dapat ditoleransi tidak dapat mengontrol
kejang atau efek samping yang dialami oleh pasien, obat
pertama dapat diganti (disubstitusi dengan obat lini pertama
lainnya dari obat anti epilepsi)
Pembedahan
Jika pasien tetap mengalami kejang meskipun sudah mendapat lebih dari 3 agen
antikonvulsan, adanya abnormalitas fokal, lesi epileptik yang menjadi pusat
abnormalitas epilepsi
Diet ketogenik
Adanya senyawa keton secara kronis akan memodifikasi siklus asam trikarboksilat untuk
meningkatkan sintesis GABA di otak, mengurangi pembentukan reactive oxygene species
(ROS), dan meningkatkan produksi energi dalam jaringan otak. Selain itu, beberapa aksi
penghambatan syaraf lainnya adalah peningkatan asam lemak tak jenh ganda yang
selanjutnya akan menginduksi ekspresi neuronal protein uncoupling (UCPs), meng-up
regulasi banyak gen yang terlibat dalam metabolisme energi dan biogenesis mitokondria.
Efek-efek ini lebih lanjut akan membatasi pembentukan ROS dan meningkatkan produksi
energi, mengaktifkan metabolisme K (ATP) saluran dan hiperpolarisasi syaraf. Berbagai efek
ini secara bersama-sama diduga berkontribusi terhadap peningkatan ketahanan syaraf
terhadap picuan kejang.
Stimulasi nerves vagus (Vagus nerves stimulation, VNS)
Studi klinis pada manusia menunjukkan bahwa VNS mengubah konsentrasi
neurotransmiter inhibisi dan eksitatori pada cairan serebrospinal, dan
mengaktifkan area-area tertentu dari otak yang menghasilkan atau mengatur
aktivitas korteks melalui peningkatan aliran darah. Secara keseluruhan, dalam
penelitian VNS, persentase pasien yang mencapai pengurangan frekuensi kejang
sampai 50% atau lebih berkisar antara 23% sampai 50%.
Obat-obat yang bekerja dengan meningkatkan inaktivasi kanal Na+
Memiliki mekanisme aksi menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan
muatan listrik. Contoh : fentoin, karbamzepin, lamotrigin, okskarbamazepin, asam
valproat.

Obat yang bekerja dengan meningkatkan transmisi inhibitor GABAergik


• bekerja dengan meningkatkan transmisi inhibitor dengan mengaktifkan kerja
reseptor GABA. Contoh : benzodiazepine dan barbiturate.
• bekerja dengan menghambat GABA transminase sehingga konsentrasi GABA
meningkat. Contoh : vigabtrin.
• bekerja dengan menghambat GABA transpoter sehingga memperlambat aksi
GABA. Contoh : tiagabin
• dapat meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien
(diperkirakan dengan menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesicular pool).
Contoh : gabapentin
Obat-obat yang menurunkan nilai ambang arus ion Ca2+
Memiliki mekanisme aksi dengan menghambat kanal ion Ca2+ tipe T. Arus
Ca2+ kanal tipe T merupakan arus pacemaker dalan neuron thalamus yang
bertanggung jawab terjadinya letupan kortikal ritmik serangan kejang.
Contoh : etosuksimid
1.Kejang parsil
•Simple partial •Karbamazepin •Vigabatrin
•Complex partial •Fenitoin •Klobazam
•secondarily •Lamotrigin •Fenobarbital
•Generalized •Valproat •Asetozolamid
•Gabamapentin
•Topiramat
2.Kejang umum
•Tonic-clonic •Valproat •Vigabatrin
•Tonic •Karbamazepin •Klobazam
•Clonic •Fenitoin •Fenobarbitol
•Lamotrigin
•Absence •Ethosuksimid •Klonazepam
•Valproat •Lamotrigin
•Asetazolamid
•Atypical absence •Valproat
•Atonic •Klonazepam •Lamortigin
•Klobazam •Karbamazepin
•Fenitoin
•Asetazolamid
•Myclonic •Valproat •Fenobarbital
•klonazepam •asetazolamid
Terapi pada status epileptikus

Definisi

Status epileptikus didefinisikan sebagai kondisi dimana


aktivitas epilepsi berlangsung selama 30 menit atau lebih,
menyebabkan spectrum yang luas dari gejala klinis.
Salah satu jenis status epileptikus yaitu jenis
tonik-klonik.

Status epileptikus jenis tonik-klonik adalah keadaan darurat medis


dengan morbiditas yang signifikan dan menyebabkan kematian, yang
dapat disebabkan karena terapi tidak memadai atau tertunda

pengobatan awal yang efektif saat pertama masuk


RS bisa menggunakan obat:
 Lorazepam intravena
 Fenobarbital, dan
 Fenitoin plus diazepam
Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu resiko depresi
pernafasan terhadap penggunaan obat-obat tersebut.

Terapi pemeliharaan selanjutnya perlu diberikan


setelah terapi awal dengan lorazepam, dll.
fosfofenitoin bisa menjadi pilihan sebagai alternatif
karena kurang mengiritasi vena daripada fenitoin, dan
dapat diberikan secara lebih cepat.
Next...

Hal lain yang juga perlu dilakukan yaitu analisis gas


darah untuk menilai sejauh mana terjadi asidosis,
pastikan penyebabnya terlebih dahulu.
EVALUASI HASIL TERAPI
• Kisaran terapi individu sebaiknya ditentukan untuk setiap pasien. Penentuan
kisaran pasien adalah dengan Theurapeutic Drug Monitoring (TDM) yaitu
dengan pengukuran kadar obat antiepilepsi dalam serum dan ieterpretasi
farmakokinetiknya. Pasien yang diindikasikan untuk melakukan TDM antara lain
pasien yang belum ditentukan baseline onset terapinya, kejang pasien rendah,
dan untuk memonitor interaksi obat. Perubahan teerapi antiepilepsi atau terapi
lain yang mempengaruhi terapi antiepilepsi.
• Pasien sebaiknya dimonitor secara terus menerus mengenai kontrol kejang
pasien, efek samping, interaksi obat, kepatuhan pasien, kualitas hidup dan
toksisitas yang dialami oleh pasien.
• Skrining terhadap gangguan neuropsikiatrik penting karena respon klinik lebih
penting daripada konsentrasi obat dalam serum.
• Pasien disarankan untuk mencatat keparahan dan frekuensi kejang yang
dialami dalam “seizure diary”
Perawatan sebelum ke RS
• Pantau tanda vital (nadi,nafas,dlln)
• Pertimbangkan diazepam per rectum (0,5 Pemeriksaan Laboratorium
mg/kg/dosis sampai 10-20 mg) atau • Darah lengkap dengan hitung jenis
midozolam im (1-0,2 mg/kg) • Profil kimia darah elektrolit,glukosa,
• Bawa ke RS jika kejang terus terjadi fungsi hepar, dan
ginjal,kalsium,magnesium
Perawatan awal di RS • Gas darah arterial
• Kajian dan fungsi kontrol jalan nafas serta • Konsentrasi serum antikonvulsan
jantung pulse oxymetry • Obat urin atau kadar urin kontrol
• 100 % oksigen
• Gunakan kateter
• Jika tidak dapat secara iv dan pasien > 6
tahun. Berikan secara introasseus
• Mulailah pemberian cairan iv
• Tiamin 100 mg (dewasa)
• Piridoksin 50-100 mg (bayi)
• Glukosa (dewasa : 50 ml dan caiaran 50
%, anak-anak: 1 ml/kg dari 25 %
• Nalokson 0,1 mg/kg jika dicurigai
overdosis narkotika
• Antibiotik jika dicurigai infeksi
Status Awal
0 – 10 menit
Lorazepam (4 mg dewasa : 0,03 – 0,1 mg/kg dengan kecepatan 2 mg/menit ) dapat diulang
jika tidak berespon dalam 10 sampai 15 menit
Terapi tambahan tidak diperlukan jika kejang berhenti dan penyebabnya diketahui
10 – 30 menit
Fenitoin iv atau Fosfenitoin ?E®( setara dengan fenitoin) dewasa : 10 – 20 mg/kg dengan
kecepatan 50 mg/menit atau 150 mg/menit PE secara berurutan, bayi/anak-anak :15-20
mg/kg dengan laju 1-3 mg/kg/menit

Tahap status established/ Menetap (30 – 60 menit )


Kejang berlanjut :
• Tambahkan dosis kecil fenitoin ataupun fosfonitoin PE® ( setara dengan fenitoin )
dapat diberikan jika pasien tidak menunjukkan respon
• Fenobarbital iv 20 mg/kg dengan kecepatan 100 mg/menit pada dewasa dan 30
mg/menit pada bayi anak-anak
Tahap Status Refrakter / Membandel ( > 60 menit )
Kejang klinis atau elekrik berlanjut :
• Tambahka Fenobarbital® iv 10 mg/kg dapat diberikan setiap jam sampai kejang
berhenti
• Valpron iv 20 mg/kg diikuti dengan 1 – 4 mg/kg /jam atau
• C. Anestesi umum dengan salah satu dari obat berikut
1. Midazolam iv 2 mg/kg bola diikuti dengan 50 – 500 mcg/kg/jam
2. Pentobarbital iv 15-20 mg/kg bolus selama 1 jam. Lalu 1-3 mg/kg/jam untuk
mempercepat supresi pada EEG. Jika hipotensi, perlambat laju infus atau mulailah
pemberian dopamin profopol iv 1-2 mg/kg bolus diikuti sampai ≤ 4 mg/kg/jam
• Jika kejang terkontrol,turunkan bertahap Midazolam, pentobarbital, propofol dalam
waktu 12 jam ,jika kejang terjadi berulang, mulailah dengan pemberian infus atau
samapai dengan dosis efektif selama 12 jam
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai