DISUSUN OLEH:
NAMA : DJUNAIDDIN
NIM : F201701072
KELAS : K2
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKES MANDALA WALUYA KENDARI
2019
1. ANTIEPILEPSI
Definisi Epilepsi
Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit
susunan saraf pusat yang timbul spontan dan berulang dengan episode singkat
(disebut bangkitan berulang atau recurrent seizure) dengan gejala utama kesadaran
menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanaya disertai kejang (konvulsi),
hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikik dan disertai gambaran
letupan EEG (abnormal dan eksesif).
Gejala Epilepsi antara lain:
1. Mata yang terbuka saat kejang.
2. Tubuh yang menjadi kaku selama beberapa detik. Ini bisa diikuti dengan
gerakangerakan ritmis pada lengan dan kaki atau tidak sama sekali.
3. Otototot pada tubuh terutama lengan, kaki, dan badan bagian atas berkedut.
4. Otot tubuh tibatiba menjadi relaks sehingga penderita jatuh tanpa kendali.
5. Gerakan ritmis berangsurangsur lambat sebelum akhirnya berhenti.
6. Penderita epilepsi kadangkadang mengeluarkan suarasuara atau berteriak
saat mengalami kejangkejang.
7. Mengompol.
8. Kesulitan bernapas untuk beberapa saat, sehingga badannya terlihat pucat
atau bahkan membiru.
9. Dalam sebagian kasus, kejang menyeluruh membuat penderita benarbenar
tidak sadarkan diri.
10. Setelah sadar, penderita terlihat bingung selama beberapa menit atau jam
Klasifikasi Bangkitan Epilepsi
1. Bangkitan umum toknik klonik (grand mal)
Merupakan jenis bangkitan yang paling dramatis, terjadi pada 10%
populasi epilepsi. Terdiri atas 3 fase : fase toknik, fase klonik dan fase pasca
kejang.
2. Bangkitan lena (petitmal) / abscence
Bangkitan lena terjadi secara mendadak (1045 detik). Manifestasi
klinis: berupa kesadaran menurun sementara, namun kendali atas fostur
tubuhmasih baik(pasien tidak jatuh), biasanya disertai automatisme (geraka
gerakan berulang), maka berkedip gerakangerakan eksteremitas berulang,
gerakan mengunyah. Terjadi sejak masa kanakkanak (48 tahun). Remisi
spontan 6070% pasien pada masa remaja. Seringkali disertai oleh bangkiatan
sekunder.
3. Bangkitan lena aptikal
Manifestasi klinisnya berupa perubahan postural terjadi lebih lambat
dan lebih lama, biasanya disertai retardasi mental. Lebih refrakter terhadap
terapi.
4. Bangkitan mioklonik
Berupa kontraksi otot sebagian/seluruh tubuh yang terjadi secara cepat
dan mendadak . mioklonik dapat terlihat pada berbagai jenis bangkitan seperti :
bangkitan umum tonikklonik, bangkitan parsial, bangkitan umum tipe abscence
dan spasme infantil.
5. Bangkitan atonik
Klinis : tibatiba kehilanagan tonus otot postural sehingga seringkali jatuh
tibatiba. Sering terjadi pada anakanak.
6. Spasme infantil
Terjadi pada usia 48 bulan. Manifestasi klinisnya berupa kontraksi
leher, batang tubuh dan ekstremitas simetris bilateral; ada frakmentasi serangan
kejang/terputus.faktor pencetus: infeksi , tbc, hiperglikemia, hipoglikemia,
kelainan metabolisme. Sebagian besar tidak responsif terhadap terapi, dan
retardasi mental tidak dapat dicegah dengan terapi.
7. Bangkitan parsial sederhana
Dapat menyebabkan gejalagejala motorik, sensorik, otonom dan psikis
tergantung korteks serebri yang aktivasi, namun kesadaran tidak terganggu:
penyebaran cetusan listrik abnomal minimal, pasien masih sadar.
8. Bangkitan parsial kompleks
Penyebaran cetusan listrik yang abnormal lebih banyak. Biasanya terjadi
pada lobus temporal karena lobus ini rentan terhadap hipoksia/infeksi. Klinis:
ada tanda peringatan/”aura” yang disertai oleh perubahan kesadaran ; diikuti oleh
“automatisme, yakni gerakan otomatis yang tidak disadari seperti menjilat bibir,
menelan, menggaruk, berjalan, yang biasanya berlangsung selam 30120 detik.
Kemudian, biasanya pasien kembali norma yang disertai kelelahan selama
beberapa jam.
9. Kejang deman pada neonatus
Adalah kejang pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun tanpa disertai
kelainan neurologis, bersifat umum dan singkat (< 15 menit) terjadi bersamaan
dengan demam, hanya terjadi 1x 24 jam,. Anakanak dengan infeksi susunan
saraf pusat atau kejang tanpa demam sebelumnya tidak dapat disebut menderita
kejang demem.
10. Status epileptikus
Yaitu suatu bangkitan yang etrjadi berulangulang. Pasien belum sadar
setelah epesode pertama , serangan berikutnya sudah di mulai. Merupakan suatu
kegawat daruratan. Ada berbagai jenis status epileptikus, tapi yang paling sering
adalah jenis status epileptikus umum, tonikklonik. Dapat disebabkan
penghentian terapi yang mendadak, terapi yang tidak memadai, penyakit
penyakit dalam otak (ensefalitis, tumor dalam otak, kelainan serebrovaskular),
keracunan alkohol. Efek yang ringan dengan gangguan kesadaran yang singkat.
Mekanisme Terjadinya Bangkitan Epilepsi
2) Saluran Cerna Dan Gusi.
Nyeri ulu hati, anoreksia, mual dan muntah terjadi karena fenitoin bersifat alkali.
Ploriferasi epitel dan jaringan ikat gusi dapat terjadi pada penggunaan kronik, dan
menyebabkan hyperplasia pada 20% pasien .
3) kulit
Efek samping pada kulit terjadi pada 25% pasien, lebih sering pada anak dan
remaja yaitu berupa ruam morbiliform. Beberapa kasus diantaranya disertai hiperpireksia,
eosinofilia, dan terjadi ruam kulit sebaiknya pemberian obat dihentikan, dan diteruskan
kembali dengan berhatihati bila kelainan kulit telah hilang. Pada wanita muda, pengobatan
fenitoin secara kronik menyebabkan keratosis dan hirsutisme, karena meningkatnya
aktivitas korteks suprarenalis.
4) LainLain.
Bila timbul gejala hepatotoksisitas berupa ikterus atau hepatitis, anemia
megaloblastik (antara lain akibat defisiensi folat) atau kelainan darah jenis lain,pengobatan
perlu dihentikan. Fenitoin bersifat teratogenik.kemungkinan melahirkan bayi dengan cacat
kongnital meningkat menjadi 3 kali, bila ibunya mendapatkan terapi fenitoin selama trimester
pertama kehamilan. Cacat congenital yang menonjol ialah keiloskisis dan palatoskisis. Pada
kehamilan lanjut, fenitoin menyebabkan abnormalitas tulang pada neonatus. Pengunaan
fenitoin pada wanita hamil tetap diteruskan berdasarkan pertimbangan bahwa bangkitan
epilepsi sendiri dapat menyebabkan cacat pada anak sedangkan tidak semua ibu yang minum
fenitoin mendapat anak cacat.
b. Indikasi,
Fenitoin di indikasikan terutama untuk bangkitan tonikklonik dan bangkitan
persial atau fokal. Banyak ahli penyakit saraf di Indonesia lebih menyukai penggunaan
fenobarbital karena batas keamanan yang sempit, efek samping dan efek toksik, sekalipun
ringantetapi cukup mengganggu terutama pada anak.Indikasi lain fenitoin ialah untuk
neuralgia trigerminal dan aritmia jantung. Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik
(ECT) untuk meringankan konvulsinya dan bermanfaat pula terhadap kelainan ekstra
piramidal iatrogenic.
c. Sediaan Dan Posologi.
Fenitoin atau difenilhidantoin tersedia sebagai garam Nadalam bentuk kapsul 100 mg
dan tablet kunyah 30 mg untuk pemberian oral, sedangkan sediaan suntik 100mg/2ml.
Disamping itu juga tersedia bentuk sirup dengan takaran 125mg/5ml.Harus diperhatikan agar
kadar plasma optimal, yaitu berkisar antara 1020µg/ml. kadardibawahnya kurang efektif untuk
pengendalian konvulsi, sedangkan jika kadar lebih tinggi akan bersifat toksik. Dosis fenitoin
selalu harus disesuaikan untuk masingmasing individu, patokan kadar terapi antara 10
20µg/ml bukan merupakan angka mutlak karena beberapa pasien menunjukan efektivitas
fenitoin yang baik pada kadar 8µg/ml, sedangkan pada pasien lain,nistagmus sudah terjadi pada
kadar 15µg/ml. Untuk pemberian oral, dosis awal untuk dewasa 300 mg, dilanjutkan dengan
dosis penunjang antara 300400mg, maksimum 600mg sehari. Anak diatas 6 tahun, dosis awal
sama dengan dosis dewasa, sedangkan untuk anak dibawah 6 tahun, dosis awal 1/3 dosis
dewasa, dosis penunjang ialah 48 mg/kgBB sehari, maksimum 300mg. Dosis awal dibagi
dalam 23 kali pemberian.
2. Golongan Barbiturat
Disamping sebagai hipnotiksedatif, golongan barbiturate efektif sebagai obat antikonvulsidan yang
biasa digunakan adalah barbiturate kerja lama (long acting barbiturates). Disini dibicarakan efek
antiepilepsi prototip barbiturate yaitu fenobarbital dan pirimidon yang strukturkimia nya mirip dengan
barbiturate.Sebagai antiepilepsi fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsy. Barbiturat menghambattahap
akhir oksidasi mitokondria,sehingga mengurangi pembentukan fosfat berenergi tinggi.Senyawa fosfat ini perlu
untuk sintesis neurotransmitor misalnya Ach, dan untuk repolarisasimembrane sel neuron setelah depolarisasi.
a. Fenobarbital
Fenobarbital, asam 5,5feniletil barbiturate, merupakan senyawa organik pertama yang digunakan
dalam pengobatan antiepilepsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan
ambang rangsang. Dosis efektifnya relatif rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap sebagai efek
samping, dapat diatasi dengan pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi efek antikonvulsinya.
Dosis dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali 100mg sehari. Untuk mengendalikan epilepsy
disarankan kadar plasma optimal. Berkisar antara 1040µg/ml. Kadar plasma diatas 40µg/ml sering
disertai gejala toksik yang nyata. Penghentian pemberian fenobarbital harus secara bertahap guna
mencegah kemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali, atau malahan bangkitan status
epileptikus. Interaksi fenobarbital dengan obat lain umumnya terjadi karena frnobrbital meningkatkan
aktivitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan asam valproat akan menyebabkan kadar fenobarbital
meningkat 40%.
3. Golongan Oksazolidindion
a. Trimetadion
Trimetadion ( 3,5,5 trimetiloksazolidin 2,4,dion), sekalipun telah terdesak oleh
suksinimid,merupakan prototip obat bangkitan lena. Trimetadion juga bersifat analgetik dan hipnotik.
b. Farmakodinamik Trimetadion
Trimetadion memperkuat depresi pascatransmisi,sehingga transmisi impuls berurutan dihambat,
transmisi impuls satu per satu tidak terganggu.Trimetadion memulihkan EEG abnormal pada bagkitan
lena.
c. Farmakokinetik Trimetadion
Trimetadion per oral mudah di absorbsi dari saluran cerna dan didistribusi ke berbagai cairan badan.
Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati dengan demetilasi yang menghasilkan didion (5,5,
dimetiloksazolidin ,2,4, dion ). Senyawa ini masihaktif masih aktif terhadap bangkitan lena, tetapi efek
antikonvulsi nya lebih lemah.
d. Intoksikasi dan efek samping
Intoksikasi dan efek samping trimetadion yangbersifat ringan berupa sedasi hemeralopia, sedang
yang bersifat lebih berat berupa gejala pada kulit, darah, ginjal dan hati. Gejala intoksikasi lebih sering
ttimbul pada pengobatan kronik. Sedasi berat dapat diatasi dengan amfetamin tanpa mengurangi efek
antiepilepsinya, bahkan sesekali amfetamin dapat menekan bangkitan lena. Efek samping pada kulit
berupa ruam morbiliform dan kelainan akneform, lebih berat lagi berupa dermatitis eksfoliatif atau
eritema multiformis. Kelainan darah berupa neutropenia ringan, tetapi anemia aplastik dapat bersifat fatal.
Gangguan fungsi ginjal dan hati, berupa syndromenefrotik dan hepatitis, dapat menyebabkan kematian.
e. Indikasi
Indikasi utama trimetadion ialah bangkitan lena murni (tidak disertai komponenbangkitan bentuk
lain). Trimetadion dapat menormalkan gambaran EEG dan meniadakankelainan EEG akibat
hiperventilasi maksimal pada 70% pasien. Bangkitan lena yang timbul padaanak umumnya sembuh
menjelang dewasa. Dalam kombinasi dengan trimetadion, efek sedasifenobarbital dan primidon dapat
memberat. Sebaiknya jangan dikombinasikan denganmefenitoin, sebab gangguan pada darah dapat
bertambah berat.Penghentian terapi trimetadion harus secara bertahap karena bahaya eksaserbasi
bangkitandalam bentuk epileptikus, demikian pula obat lain yang terlebih dulu diberikan.
f. Kontraindikasi
Trimetadion di kontraindikasikan pada pasien anemia, leucopenia, penyakit hati, ginjal dan
kelainan n.opticus.
4. Golongan Suksinimid
Karbamazepin pertamatama digunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia,kemudian ternyata bahwa
obat ini efektif terhadap bangkitan tonikklonik. Saat ini,karbamazepin merupakan antiepilepsi utama di
Amerika Serikat.Karbamazepin memperlihatkan efek analgesic selektif, misalnya pada tabes dorsalis
danneuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Atas perhitungan untungrugikarbamazepin
tidak dianjurkan untuk nyeri ringan.Efek samping dari karbamazepin dalam pemberian obat jangka lama ialah
pusing,vertigo, ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi baangkitan dapat meningkat akibat dosis
berlebih. Karena potensinya untuk menimbulkan efek samping sangat luas, makapada pengobatan dengan
karbamazepin dianjurkan pemeriksaan nilai basal dari darah danmelakukan pemeriksaan ulangan selama
pengobatan.Fenobarbital dan fenitoin dapat meningkatkan kadar karbamazepin, dan
biotransformasikarbamazepin dapat dihambat oleh eritromisin. Konversi primidon menjadi fenobarbital
ditingkatkan oleh karbamazepin,sedangkan pemberian karbamazepin bersama asam valproatakan
menurunkan kadar asam valproat.
Dosis anak di bawah 6 tahun, 100mg sehari, 612 tahun, 2 kali 100mgsehari. Dosis dewasa : dosis awal 2
kali 200 mg hari pertama selanjutnya dosis di tingkatkan secara bertahap. Dosis penunjang berkisar antara 800
1200 mg sehari untuk dewasa atau 2030 mg/kgBB untuk anak. Dengan dosis ini umumnya tercapai kadar
terapi dalam serum 68µg/ml.
6. Golongan Benzodiazepin
a. Diazepam
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7kloro1,3dihidro1metil
5fenil2H1,4benzodiazepin2on. Merupakan senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan
yang tidak larut dalam air. Secara umum , senyawa aktif benzodiazepine dibagikedalam empat kategori
berdasarkan waktu paruh eliminasinya, yaitu :
1) Benzodiazepin ultra shortacting
2) Benzodiazepin shortacting, dengan waktu paruh kurang dari 6 jam. Termasuk didalamnya
triazolam, zolpidem dan zopiclone.
3) Benzodiazepin intermediateacting, dengan waktu paruh 6 hingga 24 jam. Termasuk didalamnya
estazolam dan temazepam.
4) Benzodiazepin longacting, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam. Termasuk didalamnya
flurazepam, diazepam dan quazepam.
Dipasaran, diazepam tersedia dalam bentuk tablet, injeksi dan gel rectal, dalam berbagaidosis
sediaan. Beberapa nama dagang diazepam dipasaran yaitu Stesolid®,Valium®, Validex® dan
Valisanbe®, untuk sediaan tunggal dan Neurodial®, Metaneuron®dan Danalgin®, untuk sediaan
kombinasi dengan metampiron dalam bentuk sediaan tablet.
b. Mekanisme kerja
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA.Reseptor
Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggiterutama dalam
korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Padareseptor ini, benzodiazepin
akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin
dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanyainteraksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap
reseptornya akan meningkat, dan dengan inikerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor
GABA, saluran ion klorida akan terbukasehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke
dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan
dan sebagai akibatnya,kemampuan sel untuk dirangsang berkurang. Akibatnya,
c. Profil farmakokinetika
1) Waktu paroh Diazepam 2040 jam, DMDZ 40100 jam. Tergantung pada variasi subyek. Waktu
paroh meningkat pada mereka yang lanjut usia dan bayi neonatus serta penderita gangguan liver.
Perbedaan jenis kelamin juga harus dipertimbangkan.
2) Volume Distribusi : Diazepam dan DMDZ 0,30,5 mL/menit/Kg. Juga meningkat padamereka
yang lanjut usia.
3) Waktu untuk mencapai plasma puncak : 0,5 – 2 jam.
4) Distribusi dalam Darah : Plasma (perbandingan dalam darah) Diazepam 1,8 danDMDZ 1,7.Ikatan
Protein : Diazepam 98 – 99% dan DMDZ 97%. Didistribusi secaraluas. Menembus sawar darah
otak. Menembus plasenta dan memasuki ASI.
5) Jalur metabolisme : Oksidasi Dimetabolisme terutama oleh hati. Beberapa produk
metabolismenya bersifat aktif sebagai depresan SSP.
6) Metabolit klinis yang signifikan : Desmetildiazepam (DMDZ) , temazepam dan oksazepam.
7. Antiepilepsi lain
a. asetazolamid
b. vigabatrin
c. lamotrigin
d. gabapentin
e. tiagabin
f. zonisamid
g. levetirasetam
A. Mekanisme kerja obat antiepilepsi
Pada prinsipnya, obat antiepilepsi bekerja untuk menghambat proses inisiasi dan penyebaran
kejang. Namun, umumnya obat antiepilepsi lebih cenderng bersifat membatasi proses
penyebaran kejang daripada mencegah prosesinisiasi. Dengan demikian secara umum ada dua
mekanisme kerja, yakni : peningkatan inhibisi dan penurunan eksitasi yang kemudian
memodifikasi konduksi ion : Na+,Ca2+,K+, dan Cl atau aktivitas neuroransmitor, meliputi :
1. Inhibisi kanal Na+ pada membran sel akson.
Contoh : fenition dan karbamazepin (pada dosis terapi), fenobarbital dan asam valproat (dosis
tinggi), lamotrigin topiramat, zonisamid.
2. Inhibisi kanal Ca2+ tipe T pada neuron talamus (yang berperan sebagai pacemaker untuk
membangkitkan cetusan listrik umum di korteks).
Contoh : etosuksimid, asam valproat, dan clonazepam.
3. Peningkatan inhibisi GABA
4. Penurunan Ekssitasi glutamat
1. HIPNOTIKSEDATIF
a. Definisi
Sedatif adalah zatzat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat menekan aktivitas
mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan.
Hipnotik adalah Zatzat dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan untuk
tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan syaraf pusat (SSP).
Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk,
menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesia, koma dan mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap
rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah
tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.
Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang tidak
termasuk obat golongan depresab SSP. Walaupun obat tersebut memperkuat penekanan SSP,
secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan efek yang lebih spesifik pada dosis yang jauh lebih
kecil daripada dosis yang dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum.
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan benzodiazepin
diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas (anticemas), dan sebagai
penginduksi anestesia.
2. Contoh obat
a. Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin yang stabil dalam larutan
dan metabolisme yang cepat. Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat disbanding
diazepam. Efek amnesia pada obat ini ebih kuat dibandingkan efek sedasi sehingga pasien dapat
terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam.
b. Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan memiliki durasi kerja yang lebih
panjang dibandingkan midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol,
sodium benzoat) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,66,9.
c. Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda pada adanya klorida ekstra
pada posisi orto 5pheynil moiety. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi dan amnesia disbanding
midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya sama.
d. Flurazepam
Flurazepam diindikasikan sebagai obat untuk mengatasi insomnia. Hasil dari uji klinik terkontrol telah
menunjukkan bahwa Flurazepam menguarangi secara bermakna waktu induksi tidur, jumlah dan lama
terbangun selama tidur , maupun lamanya tidur. Mula efek hipnotik ratarata 17 menit setelah
pemberian obat secara oral dan berakhir hingga 8 jam.
Efek residu sedasi di siang hari terjadi pada sebagian besar penderita,oleh metabolit aktifnya yang
masa kerjanya panjang, karena itu obat Fluarazepam cocok untuk pengobatan insomia jangka panjang
dan insomnia jangka pendek yang disertai gejala ansietas di siang hari.
e. Nitrazepam
Nitrazepam juga termasuk golongan Benzodiazepine. Nitrazepam bekerja pada reseptor di otak
(reseptor GABA) yang menyebabkan pelepasan senyawa kimia GABA (gamma amino butyric acid).
GABA adalah suatu senyawa kimia penghambat utama di otak yang menyebabkan rasa kantuk dan
mengontrol kecemasan.
Nitrazepam bekerja dengan meningkatkan aktivitas GABA, sehingga mengurangi fungsi otak pada
area tertentu. Dimana menimbulkan rasa kantuk, menghilangka rasa cemas, dan membuat otot
relaksasi.
Nitrazepam biasanya digunakan untuk mengobati insomnia. Nitrazepam mengurangi waktu terjaga
sebelum tidur dan terbangun di malam hari, juga meningkatkan panjangnnya waktu tidur. Seperti
Nitrazepam ada dalam tubuh beberapa jam, rasa kantuk bisa tetap terjadi sehari kemudian.
f. Estazolam
Estazolam digunakan jangka pendek untuk membantu agar mudah tidur dan tetap tidur sepanjang
malam. Estazolam tersedia dalam bentuk tablet digunakan secara oral diminum sebelum atau sesudah
makan. Estazolam biasanya digunakan sebelum tidur bila diperlukan. Penggunaannya harus sesuai
dengan resep yang dibuat oleh dokter anda.
Estazolam dapat menyebabkan kecanduan. Jangan minum lebih dari dosis yang diberikan, lebih
sering, atau untuk waktu yang lebih lama daripada petunjuk resep. Toleransi bisa terjad pada
pemakaian jangka panjang dan berlebihan.
Jangan digunakan lebih dari 12 minggu atau berhenti menggunakannnya tanpa konsultasi dengan
dokter. Dokter akan mengurangi dosis secara bertahap. Pengguna akan mengalami sulit tidur satu atau
dua hari setelah berhenti menggunakan obat ini.
g. Zolpidem Tartrate
Zolpidem Tartrate bukan Hipnotika dari golongan Benzodiazepin tetapi merupakan turunan dari
Imidazopyridine. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 10 mg. Zolpidem disetujui untuk penggunaan
jangka pendek (biasanya dua minggu) untuk mengobati insomnia. Pengurangan waktu jaga dan
peningkatan waktu tidur hingga 5 minggu telah dilakukan melalui uji klinik yang terkontrol. Insomnia
yang bertahan setelah 7 hingga 10 hari pengobatan menandakan adanya gangguan jiwa atau penyakit.
Insomnia bertambah buruk atau tingkah laku dan pikiran yang tidak normal secara tibatiba
merupakan konsekwensi pada penderita dengan gangguan kejiwaan yang tidak diketahui atau
gangguan fisik.
NAMA OBAT, CARA PEMBERIAN & DOSIS BEBERAPA BENZODIAZEPIN
Nama Obat
Cara Pemberian Dosis
(Nama Dagang)
Alprazolam (XANAX) Oral
Klordiazepoksid (LIBRIUM,
Oral, intramuscular, intravena 5,0 – 100,0 ; 13x/hari
DLL)
Klonazepam (KLONOPIN) Oral
Korazepat (TRANXENE, dll) Oral 3,75 – 20,00 ; 24x/hari
Oral, intramuscular, intravena,
Diazepam (VALIUM, dll) 5 – 10 ; 34x/hari
rectal
Estazoyam (PROZOM) Oral 1,0 – 2,0
Flurazepam (DALMANE) Oral 15,0 – 30,0
Halazepam (PAXIPAM) Oral
Lorazepam (ATIVAN) Oral, intramuscular, intravena, 2,0 – 4,0
Midazolam (VERSED) intramuscular, intravena
Oksazepam (SERAX) Oral 15,0 – 30,0 ; 3 4x/hari
Quazepam (DORAL) Oral 7,5 – 15,0
Temazepam (RESTORIL) Oral 0,75 – 30,0
Triazolam (HALCION) Oral 0,125 – 0,25
2.2.2 BARBITURAT
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan
sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturate telah banyak
digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti
konvulsi yang masih sama banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate (2,4,4
trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari
sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas barbiturate berhubungan dengan
tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 2060 menit
dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu.
Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk
anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh barbiturate yang mengandung
substitusi 5 fenil misalnya fenobarbital. Fase tidur REM dipersingkat. Barbiturat sedikit
menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar.
Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian obat
barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan
ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak dipengaruhi. Pada beberapa individu dan
dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan
malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi
pusat penghambatan.
Farmakokinetik
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital, setelah
pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya
dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital
dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada
kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital
diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (2030%) pada
manusia.
Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati atau ginjal,
hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik
tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.
NAMA OBAT, BENTUK SEDIAAN & DOSIS BEBERAPA OBAT BARBITURAT
Nama Obat Bentuk Sediaan Dosis Dewasa (mg)
Amobarbital Kapsul,tablet,injeksi,bubuk 3050; 3x
Aprobarbital Eliksir 40; 3x
Butabarbital Kapsul,tablet,eliksir 1530 ; 34x
Pentobarbital Kapsul,eliksir,injeksi,supositoria 20 ; 34x
Sekobarbital Kapsul,tablet,injeksi 3050 ; 34x
Fenobarbital Kapsul,tablet, eliksir,injeksi 1540 ; 3x
2.2.3 LAIN LAIN
1) Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena sebagai 1%
larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2%
purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedativehipnotik yang
digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,52,5 mg/kg BB (atau setara dengan
thiopental 45 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15 detik)
menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih cepat dan sempurna
mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain yang disuntikkan secra cepat. Selain
cepat mengembalikan kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri
pada tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil.
Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar
dan penggunaan lidokain 1%.
Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak mengatur
ligandgate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedative hipnotik melalui
interaksinya denghan reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat di SSP.
Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat dan menimbulkan
hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi
propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor GABA
menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi pembukaan GABA
yang teraktifasi melalui chloride channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh cytochrome P450.
Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism
hepatic lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara
metabolism asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4hydroxypropofol
oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif
dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat
diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah 0,51,5 jam.
2) Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative anesthesia yang ditandai
dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana
tidak seperti propofol dan etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada
dosis subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium.
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat nonkompetitif phenycyclidine di reseptor NMethyl D Aspartat (NMDA).
Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor
monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan
etomide, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan local
melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi aliran darah.
Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai mediator radang dan peningkatan aliran darah.
Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang menimbulkan efek analgesia.
Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja singkat, memiliki
aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik.
Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit
setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun
secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 45 kali dari pada
konsentrasi di plasma.
3) Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang paling sering
digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan
kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak
menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euphoria
sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah hipertensi sistemik,
takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot, kejang, koma, penurunan suhu tubuh.
Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang mendapat DMP dan asetaminofen.
4) Paraldelhyd
ParaldehYd merupakan polimer dari asetaldehid. Secara oral, paraldehid diabsorbsi cepat dan
didistribusi secara meluas; tidur dapat dicapai 10 – 15 menit setelah pemberian dosis hipnotik. Cara
pemberiannya oral dan rectal. Nama dagang Paral untuk pengobatan delirium tremens pada pasien
yang dirawat di rumah sakit; eliminasi lewat metabolisme di hati (75%) dan lewat pernafasan (25%),
gejala toksik meliputi asidosis, hepatitis, dan nefrosis.
5) Kloralhidrat
Kloralhidrat merupakan derivat monohidrat dari kloral. Trokloroetanol terutama dikonjugasi
oleh asam glukuronat dan konjugatnya(asam uroklorat) di ekskresikan sebagian besar lewat urin. Cara
pemberiannya oral, rectal. Cepat diubah jadi trikloroetanol oleh alcohol dehidrogenase di hati.
Penggunaan kronik menyebabkan kerusakan di hati, gejala putus obatnya berat. Efek samping dan
intoksikasi, kloralhidrat mengiritasi kulit dan mukosa membrane. Efek iritasi ini menimbulkan rasa
tidak enak, nyeri epigantrik, mual, dan kadang – kadang muntah. Efek samping pada SSP meliputi
pusing, lesu, ataksia, dan mimpi buruk. Hang over juga dapat terjadi, keracunan akut obat ini dapat
menyebabkan ikterus. Penghentian mendadak dari penggunaan kronik dpat mengakibatkan delirium
dan bangkitan, yang sering fatal.
6) Etklorvinol
Digunakan sebagai hipnotik jangka pendek, untuk mengatasi insomnia. Secara oral,
diabsorbsi cepat (bekerja dalam waktu 15 30 menit), kadar puncak dalam darah dicapai dalam 1 1,5
jam, dan didistribusi secra meluas. Waktu paruh eliminasi 10 20 jm. Sekitar 90% obat dirusak di hati.
Etklorfvinol dapat memacu metabolism hati obat – obat seperti antikoagulan oral. Efek samping yang
paling umum adalah aftertaste sperti mint, pusing, mual, mntah, hipotensi, dan rasa kebal (numbness)
di daerah muka. Reaksi idiosinkrasi dpat merupakan rangsangan ringan hingga sampai kuat, dan
hysteria. Reaksi hipersensitifitas meliputi urikaria. Intoksikasi akut menyerupai barbiturate.
7) Meprobamat
Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagai antiansietas, namun saat ini juga dipakai sebgai
hipnotik sedative, dan digunakan pada pasien insomnia usia lanjut. Sifat farmakologi obat ini dlam
bebrapa hal menyerupai benzodiazepine. Tidak dpat menimbulkan anestesi umum. Konsumsi obat ini
secra tunggal dengan dosis yang sangat besar dapat menyebabkan depresi nafas yang berat hingga
fatal, hipetensi, syok, dan gagal jamtung.
Meprobamat tampaknya memiliki efek analgesic ringan pada pasien nyeri tulang otot, dan
meningkatkan efek obat analgetik yang lain. Absorbsi peroral baik. Kadar puncak dalam plasma,
tercapai 1 3 jam. Sedikit terikat protein plasma. Sebagian besar dimetabolisme di hati, terutama
secra hidroksilasi, kinetika eliminasi, dapat bergantung kepada dosis. Waktu paro miprobamat dapat
diperpanjang selama penggunaaan kronis, sebagian kecil obat diekskreikan lewat urin. Pada dosis
sedatif, efek samping utama ialah ngantuk dan ataksia. Pada dosis yang lebih besar, sangat
mengurangi kemampuan belajar dan koordinasi gerak, dan memperlambat waktu reaksi. Miprobamat
meningkatkan efek depresi depresan SSP lain. Gejala efek samping lain yang mugkin timbul antara
lain : hipotensi, alergi pada kulit, purpura nontrombositopenik akut, angioedema, dan bronkospasme.
2.1 Saraf Otonom
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem
saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan.
1. Sistem saraf simpatis
Terlibat dalam aktifitas yang berhubungan dengan pengeluaran energi dari tubuh.
Meningkatnya aliran darah ke otot, sekresi epinefrin (meningkatkan denyut jantung dankadar
gula dalam darah) dan piloereksi (tegaknya bulu roma pada mamalia) karena kerja sistem
saraf simpatis selama periode peningkatan aktifitas.
2. Sistem saraf parasimpatis
Mendukung aktifitas tubuh yang berkaitan dengan peningkatan penyimpanan energy
dalam tubuh. Memberikan efek salvias, sekresi kelenjar pencernaan, peningkatan aliran darah
ke sisitem gastrointestinal. Mensekresi asetilkolin.
2.2 Efek stimulasi Saraf Simpatis dan Saraf Parasimpatik
S. Adrenergik S. Kolinergik
: daya kontraksi
Jantung Β diperkuat, denyutan Diperlemah
dipercepat
Diperlambat
Vena ∞ : konstriksi
Dilatasi
Lambungusus
(peristaltik dan ∞ β : dikurangi relaksasi
sekresi)
Diperbesar
Kantong kemih dan
∞ : relaksasi Konstriksi
empedu, rahim
Berubah berubah
Rahim yang Β
: konstriksi
mengandung,
∞
: konstriksi
Kulit, otototot
Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa stimulasi S. adrenergik menimbulkan reaksi yang berguna
meningkatkan penggunaan zatzat oleh tubuh, seperti bila kita berada dalam keadaan aktif dan
memerlukan energi. Sebaliknya, bila saraf S. kolinergik dirangsang, maka akan timbul efek dengan
tujuan menghemat penggunaan zatzat dan mengumpulkan energi. Hal ini terjadi bila tubuh berada
dalam keadaan istirahat atau tidur. Dalam tubuh yang sehat terdapat keseimbangan antara kedua
kelompok saraf tersebut
2.3 Adrenergik
Adrenergik atau simpatomimetika adalah zatzat yang dapat menimbulkan (sebagian)
efek yang sama dengan stimulasi susunan simpaticus (SS) dan melepaskan noradrenarlin
(NA) di ujungujung sarafnya.
1. Reseptor Alfa dan Beta
Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan menurut efek fisiologinya, yaitu dalam alfa
1 dan alfa2, serta beta1 dan beta2. Pada umumnya, stimulasi dari masingmasing reseptor
itu menghasilkan efekefek sebagai berikut:
- Alfa1 : menimbulkan vasokonstriksi dari otot polos dan menstimulasi selsel kelenjar
dengan bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat.
- Alfa2 : menghambat pelepasan NA pada sarafsaraf adrenergis dengan turunnya tekanan
darah. Mungkin pelepasan ACh dan saraf kolinergis dalam usus pun terhambat sehingga
antara lain menurunnya peristaltik.
- Beta1 : memperkuat daya dan frekuensi konstraksi jantung (efek inotrop dan kronotrop).
- Beta2 : bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.
Lokasi reseptor ini umumnya adalah sebagai berikut:
Alfa1 dan beta1 : postsinaptis, artinya sinaps di organ efektor.
Alfa2 dan beta2 : presinaptis dan ekstrasinaptis, yaitu di muka sinaps atau diluarnya, antara
lain di kulit otak, rahim, dan pelatpelat darah. Reseptora1 juga terdapat presinaptis.
Zatzat yang termasuk golongan adrenergik antara lain:
1. Epinefrin
2. Isoprenalin
3. Fenilefrin
4. 1Efedrin (F.I)
5. Derivat Imidazolin
6. Amfetamin
2.4 Antiadrenergic
Penghambat adrenergik ialah golongan obat yang menghambat perangsangan
adrenergik. Berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi :
1. Antagonis adrenoseptor ( Alfa Bloker)
Alfa bloker menduduki adrenoseptor alfa sehingga menghalangi untuk berinteraksi dengan
obat adrenergik atau rangsangan adrenergik.
Alfa Blocker di bagi 2 :
Alfa blocker Non selektif
Alfa bloker Nonselektif ada 3 kelompok yaitu :
1. Derivat haloalkilamin
2. Derivat imidazolin
3. Alkaloid ergot
Alfa blocker Selektif
1. Prazosin
2. Terazosin
3. Doksazosin
2. Antagonis adrenoseptor ( Beta Bloker)
Menghambat secara kompetitif obat adrenergik NE dan Epi (eksogen dan endogen) pada
adrenosptor beta. Asebutolol, metoprolol, atenolol dan bisoprolol → beta bloker
kardioselektif (afinitas lebih tinggi pada reseptor beta1 daripada beta2). Efek: denyut dan
kontraksi jantung ↓, TD ↓.
Berdasarkan Farmakonetik Terbagi atas 3 golongan :
1. βbloker yang mudah larut dalam lemak
Semuanya diabsorbsi dengan baik disaluran cerna, tetapi memiliki bioavailabilitas
rendah(>50%). Eliminasinya melalui metabolisme di hati dan diekresikan di gnijal dalam
jumlah yang sedikit (10%). Contohnya propranolol,metoprolol,oksprenolol,labetalol dan
karvedilol.
2. βbloker yang mudah larut dalam air.
Contohnya sotalol,nadolol dan atenolol.sotanol diabsorbsi dengan baik di saluran
cerna dan memiliki bioavaibilitas tinggi.sedangkan nadolol dan atenolol kurang baik di
absorbs di saluran cerna dan memiliki bioavaibilitas rendah.ketiga obat ini tidak mengalami
metabolism sehingga seluruhnya dieksresi utuk melalui ginjal.
3. βbloker yang kelarutannya terletak diantara golongan 1 dan 2.
Di absorbsi baik disaluran cerna.eliminasi melalui hati dan ginjal.contohnya timolol,
bisoprolol, betaksolol, pindolol dan karteolol.
3. Penghambat Saraf Adrenergik
Yaitu obat yang mengurangi respons sel efektor terhadap perangsangan saraf
adrenergik. Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis, penyimpanan, dan
pelepasan neurotransmitter. Obat yang termasuk penghambat saraf adrenergik adalah
guanetidinbetanidin, guanadrel, bretilium, dan reserpin. Semua obat golongan ini
umumnya dipakai sebagai antihipertensi.
Contoh obat penghambat saraf adrenergik :
1. Reserpin (Serpasil)
Mekanisme Kerja : Mendeplesi simpanan katekolamin dan 5hidroksitriptamin pada
berbagai organ seperti pada otak dan medula adrenal.
Indikasi : Hipertensi esensial ringan,juga digunakan sebagai terapi tambahan dengan obat
hipertensi lain pada kasus hipertensi yang lebih berat.
Kontraindikasi : Riwayat depresi mental, ulkus peptikum aktif, kolitis ulseratif, hamil,
menyusui.
Efek Samping : infeksi saluran cerna dan infeksi saluran nafas.
Dosis : 0,250,5 mg sehari dibagi dalam 23 dosis.
2. Guanetidin
Mekanisme kerja : Menghambat respons terhadap stimulasi saraf adrenergik dan obat
adrenergik yang bekerja tidak langsung.
Indikasi :Penggunaan utama satusatunya untuk hipertensi.
Efek samping: hipotensi ortotatik
2.5 Efek rangsangan
Bila di suatu organ terdapat kedua jenis reseptor, maka responsnya terhadap stimulasi
oleh katecholamin (adrenalin, NA, dopamin, serotonin) agar tergantung dari pembagian dan
jumlah reseptoralfa dan reseptorbeta di jaringan tersebut. Sebagai contoh dapat disebutkan
bronchi, dimana terdapat banyak reseptor beta2; disini NA hanya berefek ringan sedangkan
adrenalin dan isoprenalin menimbulkan bronchodilatasi kuat.
Dalam tabel di bawah ini diikhtisarkan efek adrenergis yang terpenting.
Stimulasi SSP
Napas Konstriksi mukosa Bronco >
hidung dan mata
Kewaspadaan Aktiv.psikomotor ↑
pupil >, nafsu makan ↓
Stimulasi Glikogenolise ↑ Sekresi insulin &
metabolism pelepasan asam lemak ↑ renin ↑
3. ANTIHISTAMIN
Obat antihistamin berkhasiat untuk mengurangi efek histamin pada peristiwa hipersensitivitas
sehingga gejala alergi muncul lebih ringan. Hipersensitivitas terjadi akibat reaksi berlebih antara
antigen yang masuk dalam tubuh dengan antibody sehingga merangsang pelepasan histamin dari sel
sel jaringan.
Histamin adalah suatu amin nabati yang di temukan oleh dr.Paul Ehrich (1878) dan
merupakan produk normal dari pertukaran zat histidin. Asam amino ini masuk kedalam tubuh
terutama lewat daging dan di jaringan (juga di usus halus) diubah secara enzimatis menjadi histamin
(dekarboksilasi).
Hampir semua organ dan jaringan memiliki histamin dalam keadaan terikat dan inaktif, yang
terutama terdapat di selsel Tertentu. Mast cells’ atau Mastocyt ini (ing. Mast = menimbun)
menyerupai balonbalon kecil yang penuh dengan gelembung yang di timbun dengan histamin dan
zatzat mediator lain. Selsel ini dapat di temukan tepat di bagian tubuh yang bersentuhan dengan
dunia luar, yakni di kulit, mukosa dari mata, hidung, saluran nafas, (bronchia, paruparu) dan usus,
juga dalam leukosit basofil darah. Dalam keadaan bebas aktif juga terdapat dalam darah dan otak,
dimana histamin bekerja sebagai neurotransmitter. Di luar tubuh manusia , histamin terdapat dalam
bakteri, tanaman (bayam,tomat) dan makanan (keju tua).
Histamin dapat dibebaskan dari mastcells oleh bermacammacam faktor, misalnya oleh
suatu reaksi alergi (penggabungan antigenantibody), kecelakaan dengan cedera serius dan sinar UV
dari matahari. Selain itu, dikenal pula zatzat kimia dengan daya membebaskan histamin (‘Histamine
liberators’), Seperti racun ular dan tawon, enzim proteolitis dan obatobatan tertentu (morfin dan
koderin, tubokurarin, klordiazepoksida).
Histamin memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem daya tangkis.
Kerjanya berlangsung melalui dua jenis reseptor, yakni reseptor H1, dan H2. Reseptor H1 secara
selektif di blok oleh antihistaminika (H1blockers), dan reseptor H2 oleh penghambat asam lambung
(H2Blockers).
Aktifitas terpenting Histamin adalah :
Kontraksi otot polos bronchi , usus dan rahim.
Vasodilatasi semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah .
Memperbesar permiabilitas kapilar untuk cairan dan protein , dengan akibat oedema ,dan
pengembangan mukosa.
Hipersekresi ingus dan air mata, ludah,dahak dan asam lambung.
Stimulasi ujung saraf dengan erytema dan gatalgatal.
Dalam keadaan normal keadaan histamin dalam darah hanya rendah, 50 mg/l sehingga tidak
menimbulkan efek baru bila mastcells di rusak membrannya sebagai akibat dari salah satu faktor
tersebut diatas, maka dibebaskanlah banyak histamin sehingga efek itu menjadi nyata. Setelah
melakukan kegiatannya, kelebihan histamin di uraikan oleh enzim Histaminase dan juga terdapat
dalam jaringan. (Tjay T.H & Raharja K., 2002)
Antihistaminika adalah zatzat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
terhadap tubuh dengan jalan memblokir reseptor histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya,
hanya dikenal 1 jenis antihistaminikum tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun
1972, yang disebut reseptorH2, maka secara farmakologis reseptor histamin dapat dibagi dalam 2
tipe, yaitu reseptorH1 dan reseptorH2.
Berdasarkan penemuan antihistaminika juga dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yakni
antagonis reseptorH1 (singkatnya disebut H1blokers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor
H2 (H2blokers, zat penghambat asam).
1. H1blokers (‘antihistaminika’) memblokir reseptorH1 dengan menyaingi histamin pada
reseptornya di otot licin dinding pembuluh dan dengan demikian menghindarkan timbulnya
reaksi alergi. Khasiat lainnya menciutkan bronchi, saluran cerna, kandung kemih dan rahim,
terhadap ujung saraf (gatalgatal, flare reaction) serta terhadap efek histamin pada kapiler.
Kebanyakan antihistaminka termasuk dalam kelompok ini.
2. H2blokers (penghambat asam). Obatobat dari kelompok ini menghambat secara selektif
efek histamin terhadap reseptorH2 dilambung dengan jalan persaingan. Efeknya adalah
berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan turunya tekanan
darah. Sejauh ini khusus digunakan pada terapi tukak lambung dan usus guna mengurangi
sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai tambahan pada terapi dengan prednison. Pengahambat
asam yang banyak digunakan adalah simetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin dan
roxatidin (Roxan, Roxit) (Tjay T.H & Raharja K., 2002)
Sifat antikolinergik pada kebanyakan antihistamin menyebabkan mulut kering dan
pengurangan sekresi, membuat zat ini berguna untuk mengobati rinitis yang ditimbulkan oleh flu.
Antihistamin juga mengurangi Rasa gatal pada hidung yang menyebabkan penderita bersin. Banyak
obatobat flu yang dapat di beli bebas, mengandung antihistamin, yang dapat menimbulkan rasa
mengantuk. Klien harus menyadari hal ini dan tidak mengendarai mobil atau menjalankan mesin yang
bisa membahayakan jika memakai obat yang mengandung antihistamin. (Kee & Hayes, 1996)
DIFENHIDRAMIN (BENADRYL)
Nama & Struktur kimia : Diphenhydramine Hydrochloride C19H21NO.HCL
Sifat Fisikokimia : Difenhidramin berbentuk mikrokristalin berwarna putih yang tidak
berbau. Adanya cahaya akan mengubah warna menjadi kecoklatan,
mudah larut dalam air, dalam etanol dan dalam kloroform; agak
sukar larut dalam aseton; sangat sukar larut dalam benzene dan
dalam eter.
FARMAKOKINETIK
Zat ini mudah diabsorbsi oleh usus, tetapi absorbsi sistemik dari pemberian topikal sangat
kecil. Zat ini memiliki waktu paruh dari 2 sampai 7 jam. Difenhidramin dimetabolisasi oleh hati dan
di ekskresi dalam urin.
FARMAKODINAMIK
Difenhidramin menghambat efek histamin dengan menempati lokasi reseptor H1. Zat ini
memiliki efek antikolinergik dan harus dihindari oleh Klien yang menderita Glaukoma sudut sempit.
Rasa ngantuk adalah efek samping yang paling utama, dan dipakai juga sebagai salah satu komponen
adalah Obatobatan untuk membantu tidur. Obat ini juga dipakai sebagai antitusif (untuk batuk).
Difenhidramin dapat mengurangi efek antikoagulan oral dan dapat menekan sistem saraf pusat bila
diminum bersama Alkohol, narkotik , Hipnotik atau barbiturat.
Mula kerjanya dapat timbul dalam 15 menit bila diberikan oral dan intramuskular. Pada
pemberian secara intravena mula kerjanya segera. Lama kerja 48 jam.
INDIKASI
Meringankan kondisi alergik, rhinitis (flu); mencegah mabuk kendaraan, mual, muntah, dan
pusing, mengurangi kekakuan dan tremor pada penyakit Parkinson, meredakan batuk karena alergi.
KONTRAINDIKASI
Serangan asma akut, penyakit hati berat, penyakit saluran pernapasan bawah, neonates.
HATIHATI bila diberikan pada glaukoma sudut sempit, hipertrofi prostat jinak, kehamilan.
INTERAKSI
Zat ini sangat mudah berikatan dengan protein, Alkohol, narkotik, hipnotik, barbiturat,
antikoagulan oral.
DOSIS
Dewasa dan remaja: Per oral: 2550 mg, 34 kali sehari, setiap 46 jam Dosis maksimal 300
mg/hr.
Usia lanjut (usila) : Mulai dengan dosis dewasa serendah mungkin. Usia lanjut lebih sensitif
terhadap efek antikolinergik
Anakanak 612 tahun 12,525 mg, 34 kali sehari setiap 46 jam. Dosis maksimal 150 mg/hr.
Anakanak 46 tahun 6,2512,5 mg 34 kali sehari setiap 46 jam. Dosis maksimal 150 mg/hr.
Bayi4 tahun penggunaan tidak dianjurkan
Dewasa dan remaja : 1050 mg IM atau IV setiap 46 jam, bila perlu. Dosis tunggal 100 mg
dapat diberikan bila perlu. Dosis maksimal 400 mg/hr.
Usila : Mulai dengan dosis dewasa terkecil. Usila lebih sensitif terhadap efek antikolinergik.
Anakanak : 5 mg/kg/hr IM atau IV, terbagi dalam 34 dosis.
(Sumber: http://dinkes.tasikmalayakota.go.id)
SEDIAAN YANG ADA DI PASARAN
Sediaan yang ada di pasaran yaitu dalam bentuk tablet, kapsul, syrup, gel, spray, dan injeksi
CARA PEMBERIAN
Difenhidramin dapat diberikan secara oral, intramuskular, atau intravena.
EFEK SAMPING DAN REAKSI YANG MERUGIKAN
Efek samping yang paling sering adalah rasa ngantuk, pusing, letih, dan gangguan koordinasi.
Bisa juga timbul ruang kulit dan gejalagejala antikolinergik, seperti mulut kering, retensi urin,
konstipasi, pandangan kabur dan mengi. (Kee & Hayes, 1996)
4. ANTIKOLINERGIK
Antikolinergik adalah sekelompok obat yang menstimulasi saraf parasimpatik dengan
melepaskan neurohormon asetilkolin. Obat golongan ini menghambat golongan reseptor
muskarinik sehingga efeknya berlawanan dengan obat kolinergik baik yang bekerja langsung
atau tidak langsung. Antikolinergik digunakan untuk mestimulasi peristaltis, meningkatkan
sekresi kelenjar ludah, getah lambung dan air mata, dan memperkuat sirkulasi dengan
mengurangi lendir dan mengendurkan otototot saluran napas.
A. Obat Antimuskarinik
Obat golongan ini bekerja menyekat reseptor muskarinik yang menyebabkan hambatan
semua fungsi muskarinik. Selain itu, obat ini menyekat sedikit perkecualian neuron simpatis
yang juga kolinergik, seperti saraf simpatis yang menuju ke kelenjar keringat. Obat ini sangat
menguntungkan dalam sejumlah besar situasi klinis. Karena obat ini tidak menyekat reseptor
nikotinik, maka obat antimuskarinik ini sedikit atau tidak mempengaruhi sambungan saraf
otot rangka atau ganglion otonom.
1. ALKALOID BELADONA
a. Atropin
Atropin (hiosiamin) ditemukan dalam tumbuhan Atropa Belladonna, atau Tirai
Malam Pembunuh, dan dalam Datura Stramonium, atau dikenal sebagai biji jimson
(biji Jamestown) atau apel berduri. Anggota tersier kelas atropine sering dimanfaatkan
efeknya untuk mata dan system syaraf pusat. Atropin, memiliki afinitas kuat reseptor
muskarinik, dimana obat ini terikat secara kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin
terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik. Atropin menyekat reseptor muskinik
baik disentral maupun disaraf tepi. Kerja obat ini secara umum berlangsung secara 4
jam kecuali diteteskan ke dalam mata, maka kerjanya bahkan sampai berharihari.
1) Mekanisme Kerja
a. Mata
Atropin menyekat semua aktivitas kolinergik pada mata, sehingga
menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata menjadi tidak bereaksi terhadap
cahaya dan siklopegia (ketidakmampuan memfokus untuk penglihatan dekat).
Pada pasien dengan glaukoma, tekanan intraokular akan meninggi secara
membahayakan.
b. Gastrointestinal (GI)
Atropin digunakan sebagai obat antispasmodik untuk mengurangi aktifitas
saluran cerna atropin dan skopolamin mungkin merupakan obat terkuat sebagai
penghambat saluran cerna. Waulaupun motilitas (gerakan usus) dikurangi,
tetapi produksi asam hidroklorat tidak jelas dipengaruhi. Oleh karena itu, obat
ini tidak efektif untuk mempercepat penyembuhan ulkus peptikum.
c. Sistem kemih
Atropin digunakan pula untuk mengurangi keadaan hipermotilitas kandung
kemih. Obat ini kadangkadang masih dipakai untuk kasus enuresis (buang air
seni tanpa disadari/ngompol) di antara anakanak, tetapi obat antikolinergik alfa
mungkin jauh lebih efektif dengan efek samping yang sedikit.
d. Kardiovaskuler
Atropin menimbulkan efek divergen pada sistem kardiovaskuler, tergantung
pada dosisnya. Pada dosis rendah, efek yang menonjol adalah penurunan
denyut jantung (bradikardia). Pangkalnya mungkin disebabkan oleh aktivasi
sentral dari keluaran eferen vagal, tidak banyak data menunjukkan bahwa efek
akibat dari penyekatan reseptor M1 pada neuron hambatan sebelum
sambungan, yang berarti memungkinkan peningkatan pelepasan asetilkolin.
Pada dosis tinggi, reseptor jantung pada nodus SA disekat, dan denyut jantung
sedikit bertambah (takikardia). Dosis sampai timbul efek ini sedikitnya 1mg
atropin, yang berarti sudah termasuk dosis tinggi dari pemberian biasanya.
Tekanan darah arterial tidak dipengaruhi tetapi pada tingkat toksik, atropin
akan mendilatasi pembuluh darah dikulit.
e. Sekresi
Atropin menyekat kelenjar saliva sehingga timbul efek pengeringan pada
lapisan mukosa mulut (serostomia). Kelenjar saliva air mata juga terganggu.
Hambatan sekresi pada kelenjar keringat menyebabkan suhu tubuh meninggi.
f. Kelenjar Keringat
Termoregulasi keringat di tekan pula oleh atropine. Reseptor muskarinik pada
kelenjar keringat ekrin dipersarafi oleh serabut kolinergik simpatetik dan dapat
dipengaruhi oleh obat antimuskarinik. Hanya pada dosis tinggi efek
antimuskarinik pada orang dewasa akan menimbulkan peninggian suhu tubuh.
Sedangkan pada bayi dan anakanak maka dalam dosis biasapun sudah
menimbulkan demam atropine (atropine fever).
g. Sistem Pernafasan
Obat anti muskurarinik sanat berguna pada pasien asma atau penyakit paru
obstruktif menahun. Obat antimuskarinik sering digunakan sebelum anastesi
inhalasi untuk mengurangi akumulasi sekresi di trakea dan kemungkinan spasme
laring.
2) Penggunaan terapi
a. Optalmik : pada mata, salep mata atropin menyebabkan efek midriatik dan
sikloplegik dan memungkinkan untuk pengukuran kelainan refraksi tanpa
gangguan oleh kapasitas akomodatif mata. Atau obat adrenergik alfa yang
sejenis, lebih baik untuk mendilatasi pupil bila efek siklopegik tidak
diperlukan. Demikian pula pada individu berusia 40 tahun atau lebih tua
dengan kemampuan untuk mengakomodasi sudah menurun, maka obatobatan
tidak begitu penting untuk refraksi yang akurat. Atropin mungkin
menimbulkan suatu serangan pada individu yang menderita glaukoma sudut
sempit.
b. Obat antispasmodik : Atropin digunakan sebagai obat antispasmodik untuk
melemaskan saluran cerna dan kandung kemih.
c. Antidotum untuk kolinergik : Atropin digunakan untuk mengobati kelebihan
dosis organofosfat (yang mengandung insektisida tertentu) dan beberapa
keracunan jenis jamur (jamur tertentu yang mengandung substansi kolinergik).
Kemampuan obat ini termasuk dalam SSP sangat penting sekali. Atropin
menyekat efek asetilkolin yang berlebihan akibat dari hambatan terhadap
asetilesterase oleh obatobatan seperti fisostigmin.
d. Obat antisekretori : Atropin digunakan sebagai obat antispasmodik untuk
melemaskan saluran cerna dan kandung kemih.
3) Farmakokinetik
a. Absorbsi : Alkaloid alam dan kebanyakan obatobat antimuskarinik tersier
diserap dengan baik dari usus dan dapat menembus membrane konjuktiva.
Reabsobsinya diusus cepat dan lengkap, seperti alkaloida alamiah lainnya,
begitu pula dari mukosa. Reabsorbsinya melalui kulit dan mata tidak mudah.
b. Distribusi : Atropin dan senyawa tersier lainnya didistribusikan meluas
kedalam tubuh setelah penyerapan kadar tertentu dalam susunan saraf pusat
(SSP) dicapai dalam 30 menit sampai 1 jam, dan mungkin membatasi
toleransi dosis bila obat digunakan untuk memperoleh efek perifernya.
Didistribusikan keseluruh tubuh dengan baik.
c. Metabolisme dan Ekskresi : Atropin cepat menghilang dari darah setelah
diberikan dengan massa paruh sekitar 2 jam kirakira 60% dari dosis
diekskresikan kedalam urine dalam bentuk utuh. Sisanya dalam urine
kebanyakan sebahagian metabolit hidrolisa dan konjugasi. Efeknya pada
fungsi parasimpatis pada semua organ cepat menghilang kecuali pada mata.
Efek pada iris dan otot siliaris dapat bertahan sampai 72 jam atau lebih.
Ekskresinya melalui ginjal, yang separuhnya dalam keadaan utuh. Plasma
t1/2 nya 24 jam.
4) Efek Samping
Tergantung pada dosis, atropin dapat menyebabkan mulut kering, penglihatan
kabur, mata rasa berpasir, takikardia, dan konstipasi. Efeknya terhadap SSP
termasuk rasa capek, bingung, halusinasi, delirium, yang mungkin berlanjut
menjadi depresi, kolaps sirkulasi dan sistem pernapasan dan kematian. Ada
individu yang lebih tua, pemakaian atropin dapat menimbulkan midriasis dan
sikloplegi dan keadaan ini cukup gawat karena dapat menyebabkan serangan
glaukoma berulang setelah menjalani kondisi tenang.
5) Indikasi
a) Pada trauma mata, salep mata atropin meyebabkan efek midriatik dan
sikloplegik dan memungkinkan untuk pengukuran kelainan refraksi tanpa
gangguan oleh kapasitas akomodatif mata.
b) Sebagai obat antispasmodik untuk melemaskan saluran cerna dan kandung
kemih.
c) Mengobati kelebihan dosis organofosfat (yang mengandung insektisida
tertentu) dan beberapa jenis keracunan jamur (jamur tertentu yang
mengandung substansi kolinergik). Kemampuan obat ini masuk kedalam
SSP sangat penting sekali.
d) Mengurangi sekresi lendir sal nafas (rinitis), medikasi preanestetik
(mengurangi lendir saluran pernafasan)
b. Skopolamin
Skopolamin, dapat menimbulkan efek terapi yang sama dengan efek atropin. Tetapi
efek skopolamin lebih nyata pada SSP dan masa kerjanya lebih lama dibandingkan
atropin. Efek skopolamin merupakan salah satu obat anti mabuk perjalanan yang
paling efektif. Obat ini menimbulkan pula efek penumpulan daya ingat jangka
pendek. Bertolak belakang dengan atropin, obat ini menyebabkan sedasi, rasa
mengatuk, tetapi pada dosis yang lebuh tinggi bahkan menimbulkan kegelisahan /
kegaduhan.
1) Mekanisme kerja:
Derivatepoksi dari atripin bekerja lebih kuat.Efek sentralnya kirakira 3 kali
lebih kuat dapat menimbulkan efek tepi yang sama dengan efek atropin, tetapi
efek skopolamin lebih nyata pada SSP dan masa kerjanya lebih lama
dibandingkan atropin.
2) Indikasi
a) Digunakan sebagai obat mabuk jalan dalam bentuk plester
b) Digunakan sebagai mediatrikum
c) Digunakan sebagai obat anti kejang lambungusus
d) Digunakan sebagai premedikasi anestesi
2. ZAT AMMONIUM KWATERNER
a. Propantein
Dosis tinggi→efek kurare (mengendurkan otototot lurik rangka)
- Banyak digunakan pada tukak lambung,gastritis dan kejangkejang lambung
usus
- Dosis →oral 3 dd 15 mg(HBr)
b. Ipratropium
Digunakan sebagai inhalasi pada asma dan bronchitis
- Khasiat→bronkhodilatasi dengan mengurangi hipersekresi dahak
c. Tiotropium
- Digunakan sebagai inhalasi pada asma dan bronchitis
- Khasiat →bronkhodilatasinya lebih lama dari pada ipratropium
- Dosis 1x sehari.
3. ZAT AMIN TERSIER
a. Pirenzepin
- Pada dosis tinggi menghambat reseptor di organ organ (jantung, mata, lambung
usus, urogenital)
- Pada dosis rendah menghambat secara selektif reseptor muscarinM dalam sel
sel parietal lambung yang membentuk Hcl
- Digunakan dalam tukak lambungusus dan gastritis
- Dosis →oral 2 dd 50 mg pada pagi hari.
b. Flovoxat
- Berkhasiat merelaksasi langsung terhadap otot kandung kemih
- Berdaya lokal anestetis dan analgetis
- Kontra indikasi→tidak boleh digunakan pada pasien glaukoma dan pada
gangguan fungsi ginjal
- Dosis→pada urgeinkontinensi 3 dd 200400 mg (garam HCl).
c. Oksibutinin
- Khasiat→spasmolitis pada otot polos kandung kemih
- Digunakan khusus pada urgeinkontinensi urin untuk mengurangi hasrat
berkemih,juga pada kejangkejang kandung kemih akibat iritasi oleh kateter
- Dosis→oral 3 dd 2,5 mg(HCl), bila perlu 34 dd 5 mg
d. Tolterodin
- Khasiatnya anti kolinergis sedang
- Digunakan pada urgeinkontinensi kemih
- Dosis →oral 3dd 2,55 mg (tartrat)
e. Tropicamida
- Khasiat →anti kolinergis kuat
- Digunakan sebagai midriatikum untuk diagnose
- Pada dosis lebih besar(larutan 1%) berefek cycloplegis→ melumpuhkan
akomodasi
- Dosis →untuk midriasis 12 tetes larutan 0,5% minimal 15mnt sebelum
pemeriksaan mata
B. Bloker ganglionik
Bloker ganglonik (ganglionic blocking agent) atau obat blockade ganglionik atau obat
antinikotinik adalah obat yang secara spesifik bekerja pada reseptor nikotik di ganglion
simpatik ataupun parasimpatik. Obat ini bekerja pada semua reseptor nikotinik dan tidak
selektif pada ganglion simpatik ataupun parasimpatik saja. Obat ini tidak efektif sebagai
antagonis neuromuscular. Respons yang terjadi sangat kompleks dan sulit diduga sehingga
tidak mungkin memperoleh kerja yang selektif. Oleh karena itu, penyekat ganglionic ini
sangat jarang digunakan dalam terapi dan hanya digunakan untuk eksperimen farmakologi.
1. Nikotin
Nikotin merupakan salah satu komponen rokok. Besar efeknya bergantung pada dosis.
Pada awalnya nikotin memacu ganglion, kemudian diikuti oleh kelemahan dan paralisis
semua ganglia. Macammacam efek pacunya kompleks, termasuk peningkatan tekanan
darah, peningkatan denyut jantung (akibat/pengaruh pelepasan transmiter dimedula
adrenal) serta peningkatan peristaltik dan sekresi saluran cerna. Pada dosis yang lebih
tinggi, tekanan darah akan menurun karena penyekatan ganglionik, serta aktivasi
saluran cerna dan otot kandung kemih terhenti.
2. Trimetafan
Trimetafan adalah penyekat ganglionik yang bekerja singkat dan bersifat kompetitif.
Pemberiannya harus IV. Dewasa ini, trimetafan digunakan untuk menurunkan tekanan
darah dalam keadaan gawat darurat, seperti hipertensi akibat udema paru atau pecahnya
aneurisma aorta. Hal ini dilakukan bila obat lain tidak dapat digunakan.
3. Mekamilamin
Mekamilamin bekerja sebagai kompetitif antagonis pada ganglion nikotik. Lama kerja
pada dosis tunggal adalah sekitar 10 jam. Berbeda dengan trimetafan, absorpsi
mekamilin yang baik pada pemberian per oral.
C. Bloker Neuromuskular
Bloker neuromuscular atau neuromuscular blocking agent (NMBA) ini menghambat
transmisi kolinergik diantara ujung saraf motorik reseptor nikotinik pada reseptor nikotinik.
1. Sifatsifat Farmakologis
Hubungan struktur dan fungsi
a. Struktur NMBA berkaitan dengan ACh.
b. NMBA berisi nitrogen kuarterner (biasanya suatu amin) ang menyebabkan obat ini
bersifat hidrofilik, mencegah penetrasi kedalam sawar darah otak dan plasenta. Obat
ini aman untuk digunakan pada anestesi umum untuk sectio caesaria.
2. Mekanisme kerja
a. Blockade nondepolarisasi bekerja dengan penghambatan kompetitif, berikatan dengan
reseptor nikotinik, dan mencegah ACh berkombinasi dengan reseptor.
b. Blockade depolarisasi berikatan dengan reseptor ACh dan menyebabkan
depolarisasi.
1) Fase I (depolarizing) block – berikatan lebih lama dengan reseptor
menghasilkan depolarisasi yang persisten sehingga membrane tidak
memberikan respons lagi terhadap impulsimpuls baru.
2) Fase II (desensitizing) block – membrane menjadi repolarisasi, tetapi tidak
memberikan respons terhadap impuls baru, mekanisme yang tepat belum
diketahui. Hal ini terlihat dengan dosis berlebihan dari nondepolarizing
blocker.
3. Indikasi penggunaan
Obat ini digunakan untuk merelaksasi otot skelet, sebagai obat tambahan pada anestesi
pembedahan dan pada pasien dengan kelemahan respirasi berat pada ventilator mekanik.
5. ANTIADRENERGIK
2.3 Saraf Otonom
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem
saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan.
3. Sistem saraf simpatis
Terlibat dalam aktifitas yang berhubungan dengan pengeluaran energi dari tubuh.
Meningkatnya aliran darah ke otot, sekresi epinefrin (meningkatkan denyut jantung dankadar
gula dalam darah) dan piloereksi (tegaknya bulu roma pada mamalia) karena kerja sistem
saraf simpatis selama periode peningkatan aktifitas.
4. Sistem saraf parasimpatis
Mendukung aktifitas tubuh yang berkaitan dengan peningkatan penyimpanan energy
dalam tubuh. Memberikan efek salvias, sekresi kelenjar pencernaan, peningkatan aliran darah
ke sisitem gastrointestinal. Mensekresi asetilkolin.
2.4 Efek stimulasi Saraf Simpatis dan Saraf Parasimpatik
S. Adrenergik S. Kolinergik
Mata (pupil) ∞ : diperbesar Diperkecil
: daya kontraksi
Jantung Β diperkuat, denyutan Diperlemah
dipercepat
Diperlambat
Vena ∞ : konstriksi
Dilatasi
Lambungusus
(peristaltik dan ∞ β : dikurangi relaksasi
sekresi)
Diperbesar
Kantong kemih dan
∞ : relaksasi Konstriksi
empedu, rahim
Berubah berubah
Rahim yang Β
: konstriksi
mengandung,
∞
: konstriksi
Kulit, otototot
Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa stimulasi S. adrenergik menimbulkan reaksi yang berguna
meningkatkan penggunaan zatzat oleh tubuh, seperti bila kita berada dalam keadaan aktif dan
memerlukan energi. Sebaliknya, bila saraf S. kolinergik dirangsang, maka akan timbul efek dengan
tujuan menghemat penggunaan zatzat dan mengumpulkan energi. Hal ini terjadi bila tubuh berada
dalam keadaan istirahat atau tidur. Dalam tubuh yang sehat terdapat keseimbangan antara kedua
kelompok saraf tersebut.
2.3 Adrenergik
Adrenergik atau simpatomimetika adalah zatzat yang dapat menimbulkan (sebagian)
efek yang sama dengan stimulasi susunan simpaticus (SS) dan melepaskan noradrenarlin
(NA) di ujungujung sarafnya.
2. Reseptor Alfa dan Beta
Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan menurut efek fisiologinya, yaitu dalam alfa
1 dan alfa2, serta beta1 dan beta2. Pada umumnya, stimulasi dari masingmasing reseptor
itu menghasilkan efekefek sebagai berikut:
- Alfa1 : menimbulkan vasokonstriksi dari otot polos dan menstimulasi selsel kelenjar
dengan bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat.
- Alfa2 : menghambat pelepasan NA pada sarafsaraf adrenergis dengan turunnya tekanan
darah. Mungkin pelepasan ACh dan saraf kolinergis dalam usus pun terhambat sehingga
antara lain menurunnya peristaltik.
- Beta1 : memperkuat daya dan frekuensi konstraksi jantung (efek inotrop dan kronotrop).
- Beta2 : bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.
Lokasi reseptor ini umumnya adalah sebagai berikut:
Alfa1 dan beta1 : postsinaptis, artinya sinaps di organ efektor.
Alfa2 dan beta2 : presinaptis dan ekstrasinaptis, yaitu di muka sinaps atau diluarnya, antara
lain di kulit otak, rahim, dan pelatpelat darah. Reseptora1 juga terdapat presinaptis.
Zatzat yang termasuk golongan adrenergik antara lain:
7. Epinefrin
8. Isoprenalin
9. Fenilefrin
10. 1Efedrin (F.I)
11. Derivat Imidazolin
12. Amfetamin
2.6 Antiadrenergic
Penghambat adrenergik ialah golongan obat yang menghambat perangsangan
adrenergik. Berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi :
4. Antagonis adrenoseptor ( Alfa Bloker)
Alfa bloker menduduki adrenoseptor alfa sehingga menghalangi untuk berinteraksi dengan
obat adrenergik atau rangsangan adrenergik.
Alfa Blocker di bagi 2 :
Alfa blocker Non selektif
Alfa bloker Nonselektif ada 3 kelompok yaitu :
4. Derivat haloalkilamin
5. Derivat imidazolin
6. Alkaloid ergot
Alfa blocker Selektif
1. Prazosin
2. Terazosin
3. Doksazosin
5. Antagonis adrenoseptor ( Beta Bloker)
Menghambat secara kompetitif obat adrenergik NE dan Epi (eksogen dan endogen) pada
adrenosptor beta. Asebutolol, metoprolol, atenolol dan bisoprolol → beta bloker
kardioselektif (afinitas lebih tinggi pada reseptor beta1 daripada beta2). Efek: denyut dan
kontraksi jantung ↓, TD ↓.
Berdasarkan Farmakonetik Terbagi atas 3 golongan :
2. βbloker yang mudah larut dalam lemak
Semuanya diabsorbsi dengan baik disaluran cerna, tetapi memiliki bioavailabilitas
rendah(>50%). Eliminasinya melalui metabolisme di hati dan diekresikan di gnijal dalam
jumlah yang sedikit (10%). Contohnya propranolol,metoprolol,oksprenolol,labetalol dan
karvedilol.
2. βbloker yang mudah larut dalam air.
Contohnya sotalol,nadolol dan atenolol.sotanol diabsorbsi dengan baik di saluran
cerna dan memiliki bioavaibilitas tinggi.sedangkan nadolol dan atenolol kurang baik di
absorbs di saluran cerna dan memiliki bioavaibilitas rendah.ketiga obat ini tidak mengalami
metabolism sehingga seluruhnya dieksresi utuk melalui ginjal.
3. βbloker yang kelarutannya terletak diantara golongan 1 dan 2.
Di absorbsi baik disaluran cerna.eliminasi melalui hati dan ginjal.contohnya timolol,
bisoprolol, betaksolol, pindolol dan karteolol.
6. Penghambat Saraf Adrenergik
Yaitu obat yang mengurangi respons sel efektor terhadap perangsangan saraf
adrenergik. Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis, penyimpanan, dan
pelepasan neurotransmitter. Obat yang termasuk penghambat saraf adrenergik adalah
guanetidinbetanidin, guanadrel, bretilium, dan reserpin. Semua obat golongan ini
umumnya dipakai sebagai antihipertensi.
Contoh obat penghambat saraf adrenergik :
4. Reserpin (Serpasil)
Mekanisme Kerja : Mendeplesi simpanan katekolamin dan 5hidroksitriptamin pada
berbagai organ seperti pada otak dan medula adrenal.
Indikasi : Hipertensi esensial ringan,juga digunakan sebagai terapi tambahan dengan obat
hipertensi lain pada kasus hipertensi yang lebih berat.
Kontraindikasi : Riwayat depresi mental, ulkus peptikum aktif, kolitis ulseratif, hamil,
menyusui.
Efek Samping : infeksi saluran cerna dan infeksi saluran nafas.
Dosis : 0,250,5 mg sehari dibagi dalam 23 dosis.
5. Guanetidin
Mekanisme kerja : Menghambat respons terhadap stimulasi saraf adrenergik dan obat
adrenergik yang bekerja tidak langsung.
Indikasi :Penggunaan utama satusatunya untuk hipertensi.
Efek samping: hipotensi ortotatik
2.7 Efek rangsangan
Bila di suatu organ terdapat kedua jenis reseptor, maka responsnya terhadap stimulasi
oleh katecholamin (adrenalin, NA, dopamin, serotonin) agar tergantung dari pembagian dan
jumlah reseptoralfa dan reseptorbeta di jaringan tersebut. Sebagai contoh dapat disebutkan
bronchi, dimana terdapat banyak reseptor beta2; disini NA hanya berefek ringan sedangkan
adrenalin dan isoprenalin menimbulkan bronchodilatasi kuat. Begitu pula di otot polos
dinding pembuluh terdapat reseptoralfa dan –beta: sedikit NA sudah bisa merangsang
reseptorbeta2 dengan efek vasodilatasi, sedangkan lebih banyak NA diperlukan untuk
merangsang reseptoralfa dengan efek vasokonstriksi. Pembuluh kulit memiliki banyak
reseptor alfa, maka adrenalin dan NA mengakibatkan vasokonstriksi, sedangkan isoprenalin
hanya berefek ringan sekali.
Dalam tabel di bawah ini diikhtisarkan efek adrenergis yang terpenting.
Kewaspadaan Aktiv.psikomotor ↑
pupil >, nafsu makan ↓
Stimulasi Glikogenolise ↑ Sekresi insulin &
metabolism pelepasan asam lemak ↑ renin ↑
6. ANTIDIARE
1. Definisi Diare
Diare adalahsebuah penyakit dimana penderita mengalami rangsangan buang air
besar yang terusmenerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air
berlebihan yang lebih banyak dari biasanya.
o Penggolonan Diare
a) Diare spesifik
Diare spesifik adalah diare yang disebabakan oleh infeksi baik
bakteri, parasit, maupun virus.
b) Diare non spesifik
Diare non spesifik dapat terjadi akibat salah makan (makanan terlalu
pedas sehingga mempercepat eristaltic usus), ketidakmampuan
lambung dan usus dalam memetabolisme laktosa (terdapat dalam
susu hewan) disebut lactose intolerance, ketidakmamapuan
memetabolisme sayuran atau buah tertentu (kubis, kembang kol,
sawi, nangka, durian), juga infeksi virusvirus noninvasive yang
terjadi pada anak umur di bawah 2 tahun karena rotavirus.
o Mekanisme terjadinya diare
Bakteri atau toksin (racun) masuk → Intestinum
Crassum → Intestinum Crassum yang semula mengabsorbsi air dan
mineral berubah menjadi mensekresi air untuk mengencerkan kadar
toksin yang ada dalam usus besar →feces menjadi cair → colon
sigmoid → recktum → menyentuh Musculus Sphingterani Internus
dan merangsang terjadinya defekasi. Namun Musculus Sphingterani
Eksternus masih dapat menahan sehingga kita dapat menentukan
kapan kita akan buang air besar. Dan ini terjadi terus menerus sampai
toksin dalam Intestinum Crassum habis.
o Gejala diare
Gejala diare atau mencret adalah buang air besar berulang kali dengan
banyak cairan (frekuensi 4x atau lebih dalam sehari ),yang kadang
disertai :
Muntah
Badan lesu atau lemah
Panas
Tidak nafsu makan
Darah dan lendir dalam kotoran
Gejala lain :
Flu
Agak demam
Nyeri Otot atau kejang
Sakit kepala
Dehidrasi
2. Obat obat anti diare
Antidiare adalah Obatobat yang digunakan untuk menanggulangi atau mengobati
penyakit yang disebabkan oleh bakteri / kuman ,virus,cacing atau keracunan makanan.
Loperamide
o mekanisme kerja loperamid
Loperamid berada dalam kelas obat yang disebut agen antidiare. Mekanisme
kerja loperamid dengan cara mengurangi aliran cairan dan elektrolit ke dalam
usus dan dengan memperlambat gerakan usus untuk mengurangi jumlah
buang air besar.
o Efek samping
Efek samping loperamide (Imodium) yang cukup umum terjadi adalah:
Pusing
Mengantuk, rasa lelah
Sembelit
Nyeri perut ringan
Ruam kulit atau gatal ringan
o Dosis
Dosis loperamide (Imodium) untuk diare akut
Imodium tablet, kapsul, dan liquid: Dosis awal 4 mg secara oral
setelah BAB pertama. Dosis tumatan: 2 mg setiap setelah BAB, tidak
lebih dari 16 mg dalam 24 jam. Perbaikan klinis biasanya terjadi
dalam 48 jam.
Loperamide tablet kunyah: Dosis awal 4 mg setelah BAB pertama,
lalu perawatan: 2 mg setiap setelah BAB, tidak lebih dari 8 mg dalam
24 jam.
Dosis loperamide (Imodium) untuk diare akut pada anak:
o 2 6 tahun (1320 kg) – Bentuk liquid hanya digunakan untuk kelompok usia
ini.
Awal: 1 mg secara oral 3 kali sehari untuk hari pertama
Rumatan: 0.1 mg/kg/dosis setiap setelah BAB, tapi tidak lebih dari dosis awal
o 68 tahun (2030 kg) – Tablet, kapsul, dan liquid
Awal: 2 mg secara oral 2 kali sehari untuk hari pertama
Rumatan: 0.1 mg/kg/dosis setiap setelah BAB, tapi tidak lebih dari dosis
awal.
o 68 tahun (2030 kg) – Tablet kunyah
Awal: 2 mg secara oral setelah BAB pertama
Rumatan: 1 mg secara oral setiap setelah BAB, tapi tidak lebih dari 4 mg
dalam 24 jam.
o 812 tahun (lebih dari 30 kg) – Tablet, kapsul, dan liquid
Awal: 2 mg secara oral 3 kali sehari untuk hari pertama
Rumatan: 0.1 mg/kg/dosis setiap setelah BAB, tetapi tidak lebih dari dosis
awal.
o 812 tahun (lebih dari 30 kg) – Tablet kunyah:
Awal: 2 mg secara oral setelah BAB pertama
Rumatan: 1 mg secara oral setiap setelah BAB, namun tidak lebih dari 6 mg
dalam 24 jam.
o 1218 tahun – Tablet, tablet kunyah, kapsul, dan liquid
Awal: 4 mg setelah BAB pertama
Rumatan: 2 mg setiap setelah BAB, namun tidak lebih dari 8 mg dalam 24
jam.
7. LAKSATIF
1. Definisi Laksatif
Laksatif atau pencahar adalah makanan atau obatobatan yang diminum untuk
membantu mengatasi sembelit dengan membuat kotoran bergerak dengan mudah di usus.
Dalam operasi pembedahan, obat ini juga diberikan kepada pasien untuk membersihkan
usus sebelum operasi dilakukan. Laksatif merupakan obat bebas. obat yang biasanya
digunakan untuk mengatasi konstipasi atau sembelit. Biasanya obat ini hanya digunakan
saat mengalami konstipasi atau sembelit saja karena mempunyai efek samping.
o Penggolongan obat pencahar
Golongan obatobat pencahar yang biasa digunakan adalah:
Bulking Agents
Pelunak Tinja
Minyak Mineral
Bahanbahan Osmotik
Pencahar Perangsang.
o Bulking Agents.
Bulking agents (gandum, psilium, kalsium polikarbofil dan metilselulosa)
bisa menambahkan serat pada tinja. Penambahan serat ini akan merangsang
kontraksi alami usus dan tinja yang berserat lebih lunak dan lebih mudah
dikeluarkan. Bulking agents bekerja perlahan dan merupakan obat yang
paling aman untuk merangsang buang air besar yang teratur. Pada mulanya
diberikan dalam jumlah kecil. Dosisnya ditingkatkan secara bertahap, sampai
dicapai keteraturan dalam buang air besar.Orang yang menggunakan bahan
bahan ini harus selalu minum banyak cairan.
o Pelunak Tinja.
Dokusat akan meningkatkan jumlah air yang dapat diserap oleh tinja.
Sebenarnya bahan ini adalah detergen yang menurunkan tegangan permukaan
dari tinja, sehingga memungkinkan air menembus tinja dengan mudah dan
menjadikannya lebih lunak. Peningkatan jumlah serat akan merangsang
kontraksi alami dari usus besar dan membantu melunakkan tinja sehingga
lebih mudah dikeluarkan dari tubuh.
o Minyak Mineral.
Minyak mineral akan melunakkan tinja dan memudahkannya keluar dari
tubuh. Tetapi bahan ini akan menurunkan penyerapan dari vitamin yang larut
dalam lemak. Dan jika seseorang yang dalam keadaan lemah menghirup
minyak mineral secara tidak sengaja, bisa terjadi iritasi yang serius pada
jaringan paruparu. Selain itu, minyak mineral juga bisa merembes dari
rektum.
o Bahan Osmotik.
Bahanbahan osmotik mendorong sejumlah besar air ke dalam usus besar,
sehingga tinja menjadi lunak dan mudah dilepaskan. Cairan yang berlebihan
juga meregangkan dinding usus besar dan merangsang kontraksi. Pencahar
ini mengandung garamgaram (fosfat, sulfat dan magnesium) atau gula
(laktulosadan sorbitol). Beberapa bahan osmotik mengandung natrium,
menyebabkanretensi (penahanan) cairan pada penderita penyakit ginjal atau
gagal jantung, terutama jika diberikan dalam jumlah besar. Bahan osmotik
yang mengandung magnesium dan fosfat sebagian diserap ke dalam aliran
darah dan berbahaya untuk penderita gagal ginjal. Pencahar ini pada
umumnya bekerja dalam 3 jam dan lebih baik digunakan sebagai pengobatan
daripada untuk pencegahan. Bahan ini juga digunakan untuk mengosongkan
usus sebelum pemeriksaan rontgen pada saluran pencernaan dan sebelum
kolonoskopi.
o Pencahar Perangsang.
Pencahar perangsang secara langsung merangsang dinding usus besar untuk
berkontraksi dan mengeluarkan isinya. Obat ini mengandung substansi yang
dapat mengiritasi seperti senna, kaskara, fenolftalein, bisakodil atau minyak
kastor. Obat ini bekerja setelah 68 jam dan menghasilkan tinja setengah
padat, tapi sering menyebabkan kram perut. Dalam bentuk supositoria (obat
yang dimasukkan melalui lubang dubur), akan bekerja setelah 1560 menit.
Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada usus besar,
juga seseorang bisa menjadi tergantung pada obat ini sehingga usus menjadi
malas berkontraksi (Lazy Bowel Syndromes). Pencahar ini sering digunakan
untuk mengosongkan usus besar sebelum proses diagnostik dan untuk
mencegah atau mengobati konstipasi yang disebabkan karena obat yang
memperlambat kontraksi usus besar (misalnya narkotik).
2. Mekanisme Kerja Laksatif
Mekanisme pencahar yang sepenuhnya masih belum jelas, namun secara umum dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Sifat hidrofilik atau osmotiknya sehingga terjadi penarikan air dengan akibat
massa, konsistensi, dan transit feses bertambah.
Laksatif bekerja secara langsung ataupun tidak langsung pada mukosa kolon
dalam menurunkan absorbs NaCl dan air
Laksatif juga dapat meningkatkan motilitas usus dengan akibat menurunnya
absorbs garam dan air yang selanjutnya mengubah waktu transit feses.
3. Indikasi Laktasif
untuk mengosongkan usus besar sebelum proses diagnostik dan untuk mencegah atau
mengobati konstipasi yang disebabkan karena obat yang memperlambat kontraksi usus
besar (misalnya narkotik).Adapun salah satu contoh dari obat laksatif yang biasa
digunakan oleh masyarakat luas adalah DULCOLAX
Dulcolax
Indikasi:
Digunakan untuk pasien yang menderita konstipasi. Untuk persipan prosedur
diagnostik, terapi sebelum dan sesudah operasi dalam kondisi untuk
mempercepat defeksi.
Kontra Indikasi:
Pada pasien ileus, abstruksi usus, yang baru mengalami pembedahan dibagian
perut seperti usus buntu, penyakit radang usus akut dan hehidrasi parah, dan
juga pada pasien yang diketahui hipersensitif terhadap bisacodyl atau
komponen lain dalam produk
Komposisi:
tablet salut enterik mengandung 5 g:
4,4'diacetoxydiphenyl(pyridyl2)methane (=bisacodil)
Zat tambahan:
laktosa, pti jagung, gliserol, magnesium stearat, sukrosa, talk, akasia,
titanium dioksida, eudragit L100 dan S100, dibutilftalat, polietilen glikol, Fe
oksida kuning, beeswax white, carnauba wax, shellac..
Cara Kerja Obat:
Bisacodyl adalah laksatif yang bekerja lokal dari kelompok turunan difenil
metan. Sebagai laksatif perangsang (hidragogue antiresorptive laxative),
DULCOLAX merangsang gerakan peristaltis usus besar setelah hidrolisis
dalam usus besar, dan meningkatkan akumulasi air dan alektrolit dalam
lumen usus besar.
Dosis dan Cara Pemberian:
Kecuali ditentukan lain oleh dokter dosis yang dianjurkan adalah:
1. Untuk Konstipasi Tablet Salut Enterik
Dewasa dan anakanak di atas 12 tahun:
2 3 tablet (10 15 mg) sekali sehari.
Anakanak 6 12 tahun: 1 tablet (5 mg) sekali sehari.
Anakanak di bawah 6 tahun: konsultasi dengan dokter atau dianjurkan
memakai supositoria anak.
Tablet salut enterik sebaiknya diminum pada malam hari untuk
mendapatkan hasil evakuasi pada esok paginya. Tablet mempunyai
lapisan khusus, oleh karena itu tidak boleh diminum bersamasama
dengan susu atau antasida.
Tablet harus ditelan dalam keadaan utuh dengan air secukupnya.
2. Untuk Persiapan Prosedur Diagnostik dan Sebelum Operasi
Bila DULCOLAK digunakan pada pasien untuk persiapan pemeriksaan
radiografik abdomen atau persiapan sebelum operasi, maka penggunaan
tablet DULCOLAX harus dikombinasi dengan supositoria, agar didapat
evakuasi yang sempurna dari usus.
Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 2 4 tablet pada
malam sebelumnya dan 1 sipositoria pada esok paginya.
Peringatan dan Perhatian:
bagaimana halnya laktasit lainnya, DULCOLAX tidak boleh
diberikan setiap hari dalam waktu yang sama. Jika pasien setiap hari
membutuhkan laktasif, harus diketahui penyebab terjadinya konstipasi.
Penggunaan berlebihan dalam waktu lama dapat
menyebabkanketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan hipokalemia,
dan dapat mengendapkan onset konstipasi balik. Pusing dan/atau syncope
telah dilaporkan pada pasien yang menggunakan DULCOLAX. Detail
yang ada menunjukkan bahwa kejadian tersebut akan terus berlanjut
dengan berkurangnya kekuatan untuk defekasi (defecation syncope), atau
dengan respon vasovagal terhadap sakit perut yang dapat berhubungan
dengan konstipasi yang mendesak pasien tersebut terpaksa menggunakan
laktasif dan tidak perlu menggunakan DULCOLAX. Penggunaan
supositoria dapat menyebabkan sensasi rasa sakit dan iritasi lokal,
kuhusnya pada fisura anus dan proktitis ulserativa.
Anakanak tidak boleh menggunakan DULCOLAX tanpa petunjuk
dokter.
Masa Hamil dan Menyusui
Pengalaman menunjukkan tidak ada bukti efek samping yang
berbahaya selama keh amilan. Namun demikian, seperti halnya obat lain,
penggunaan DULCOLAX selama kehamilan harus dengan petunjuk
medis. Belum diketahui apakah bisacodiyl menembus air susu ibu atau
tidak. Oleh karena itu, penggunaan DULCOLAX selama menyusui tidak
dianjurkan.
Efek Samping:
Sewaktu menggunakan DULCOLAX, dapat terjadi rasa tidak enak
pada perut termasuk kram, sakit perut, dan diare. Reaksi alergi, termasuk
kasuskasus angiooedema dan reaksi anafilaktoid juga dilaporkan terjadi
sehubungan dengan pemberian DULCOLAX.
Interaksi:
Penggunaan bersamaan dengan diuretik atau adrenokortikoid dapat
meningkatkan risiko ketidakseimbangan elektrolit jika DULCOLAX
diberikan dalam dosis berlebihan. Ketidaseimbangan elektrolit dapat
mengakibatkan peningkatan sensitivitas glikosida jantung.
Overdosis:
Gejala
Bila dosis DULCOLAX terlalu tinggi, maka dapat terjadi diare, kram
perut dan berkurangnya kadar kalium serta elektrolit lainnya secara
nyata. Overdosis kronis DULCOLAX dapat menyebabkan diare kronis,
sakit perut, hipokalemia, hiperaldosteronisme dan batu ginjal. Kerusakan
tubulus ginjal, alkalosis metabolik dan kelelahan otot akibat hipokalemia
juga terjadi pada penyalahgunaan laktasif kronis.
Terapi
Dalam waktu yang singkat setelah minum DULCOLAX, penyerapan
DULCOLAX dapat di
kurangi atau dicegah dengan memaksa untuk muntah atau kuras
lambung. Dalam hal ini mungkin diperlukan penggantian cairan dan
perbaikan keseimbangan elektrolit. Ini sangat diperlukan pada pasien usia
lanjut dan muda.Pemberian antipasmodik mungkin ada manfaatnya.
Berikut adalah beberapa efek samping obat pencahar.
1. Kram
Menggunakan obat pencahar stimulan bisa menyebabkan kram di
perut dan saluran pencernaan bawah. Obat pencahar
meringankan sembelit dengan merangsang kontraksi dinding
perut sehingga feses bergerak lancar ke rektum untuk kemudian
dibuang. Selama bekerja, obat pencahar berpotensi menyebabkan
kram akibat perubahan keseimbangan cairan pada usus besar dan
rektum.
2. Anus terasa terbakar
Supositoria gliserin dimasukkan ke dalam anus untuk meredakan
sembelit ringan sampai sedang. Kontak harus terjadi antara
supositoria dengan anus selama penyisipan. Menggunakan
supositoria untuk mengobati sembelit berpotensi menyebabkan
iritasi dan rasa terbakar pada anus (rektum).
Iritasi bisa dikurangi dengan menggunakan pelumas sebelum
memasukkan supositoria ke dalam anus.
3. Kembung
Pembengkakan perut, atau kembung umum terjadi selama
penggunaan obat pencahar.
Kembung terjadi ketika otototot saluran pencernaan
berkontraksi untuk menambah massa feses. Kembung umumnya
akan hilang setelah sembelit reda.
4. Gas berlebih
Mengobati sembelit melaluinpenggunaan obat pecahar yang
mengandung serat akan menyebabkan produksi gas berlebih dan
menyebabakan sering buang gas (kentut).
Gas diproduksi berlebih karena diserat kedalam saluran
pencernaan menambahkan terlalu banyak serat dalam waktu
singkat dapat memperburuk sembelit pada orang yang dengan
sidrom iritasi usus dan megokolon congenital
5. Pendarahan anus
Mengunakan obat pencahar dapat memicu pendarahan anus
pendarahan anus antara lain disebabkan oleh diare yang terkait
dengan pengunaan obat pencahar pengunaan obat pencahar
Konsultasikan dengan dokter jika terjadi pendarahan rectum
selama lebih dari dua tiga hari setelah
6. memburuknya sembelit
Mengobati sembeit degan obat pencahar sebenarnya bisa
menyebabkan konstipasi menjadi lebih buruk
Hal ini disebabkan toleransi tubuh akan terus meningkat dan
menagih dosisi pencahar yang lebih besar gunakan obat pencahar
hanya setelah metode lain tidak menbuahkan hasil.
7. Menyebabkan ketergantungan
Pengunaan obat pencahar dalam jangka penjang misalnya untuk
menurungkan berat badan akan menimbulkan k
etergantungan dan membuat sesorang tidak bisa buang air besar
secara normal tanpa bantuan pencahar.
Pengunaan obat pencahar untuk menurunkan berat badan akan
menyebabkan otototot usus menjadi lemah dan tidak mampu
berfungsi normal