Anda di halaman 1dari 4

PATOFISIOLOGI EPILEPSI

Oleh : Edy Chandra Irawan ( SF16026 )


: Yunus ( SF16131 )
A. DEFINISI
Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan
kronik otak yang menunjukkan gejala-gejala berupa serangan-serangan yang
berulang-ulang yang terjadi akibat adanya ketidak normalan kerja sementara
sebagian atau seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron (sel saraf)
peka rangsang yang berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan motorik,
sensorik, otonom atau psikis yang timbul tiba-tiba dan sesaat disebabkan lepasnya
muatan listrik abnormal sel-sel otak. Di dalam otak manusia terdapat neuron atau
sel-sel saraf yang merupakan bagian dari sistem saraf. Tiap sel saraf saling
berkomunikasi dengan menggunakan impuls listrik. Pada kasus epilepsi, kejang
terjadi ketika impuls listrik tersebut dihasilkan secara berlebihan sehingga
menyebabkan perilaku atau gerakan tubuh yang tidak terkendali.
B. ETIOLOGI
1. Idiopatik; sebagian besar epilepsi pada anak
Penyebab penyakit tidak diketahui
2. Factor herediter,ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai
bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis
ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3. Factor genetic; pada kejang demem
4. Kelainan congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum
5. Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia
6. Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak, Neoplasma otak
dan selaputnya
7. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
8. Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air
Penyebab epilepsi
Epilepsi dapat mulai diderita seseorang pada usia kapan saja, meski umumnya
kondisi ini terjadi sejak masa kanak-kanak. Berdasarkan penyebabnya, epilepsi
dibagi dua, yaitu idiopatik dan simptomatik. Epilepsi idiopatik (disebut juga
sebagai epilepsi primer) merupakan jenis epilepsi yang penyebabnya tidak
diketahui. Sejumlah ahli menduga bahwa kondisi ini disebabkan oleh faktor
genetik (keturunan). Sedangkan epilepsi simptomatik (disebut juga epilepsi
sekunder) merupakan jenis epilepsi yang penyebabnya bisa diketahui. Sejumlah
faktor, seperti luka berat di kepala, tumor otak, dan stroke diduga bisa
menyebabkan epilepsi sekunder.
C. PATOFISIOLOGI
1. Patofisiologi Epilepsi Umum
Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara
lengkap adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum,
onset dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan
pasien bengong dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa
detik kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat
beberapa hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal dari
thalamus, hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa
penelitian menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada
sirkuit antara thalamus dan korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit
abnormal pada jaras thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium
sehingga menyebabkan aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara
normal aktivitas ritmik pada korteks terjadi pada saat tidur.
2. Patofisiologi Anatomi Seluler
Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera
kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan
jarigan saraf yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh
genetik yang mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel
secara fisik pada cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan
perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang
mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Dari
sudut pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidak
seimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik
di otak.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Epilepsi Umum
Major Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer
dan sekunder Epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan
bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand
mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala
pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi
grand mal simtomatik selalu didahului aura yang dapat berupa perasaan
tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara
gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya. Bangkitan
sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas penderita
terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot
berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai
ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga
terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini
kemudian disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah mengguncang-
guncang dan membanting-banting tubuh si sakit ke tanah. Kejang tonik-
klonik berlangsung 2 -- 3 menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas
vegetatif seperti berkeringat, mulut berbuih dan sianosis. Kejang berhenti
secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor sampai koma.
Kira-kira 45 menit kemudian penderita bangun, termenung dan kalau tak
diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam
sampai setahun sekali.
2. Epilepsi parsial ( 20% dari seluruh kasus epilepsi).
Bangkitan sensorik adalah bangkitan yang terjadi tergantung dari
letak fokus epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik
dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan,
nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan
kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini
dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik
sehingga terjadi kejang-kejang.
E. PRINSIP UTAMA OBAT ANTI-EPILEPSI
Penggunaan obat anti-epilepsi merupakan metode terapi yang paling
penting dalam penanganan pasien epilepsi. Sebanyak 70% dari semua pasien
epilepsi, kejang dapat dikendalikan secara menyeluruh/hampir menyeluruh dengan
menggunakan obat. Sedangkan 20-25% sisanya mengalami penurunan frekuensi
dan keparahan setelah menggunakan obat anti-epilepsi. Umumnya hanya dengan
penggunaan 1/2 jenis obat anti-epilepsi dapat mengatasi kejang yang timbul pada
pasien epilepsi. Obat-obat anti-epilepsi sendiri memiliki berabagai macam variasi.
Berdasarkan ketersediaannya obat epilepsi terbagi menjadi 2. Obat dengan half-
lives yang panjang seperti fenitoin, fenobarbital, dan ethosuximide sehingga obat-
obat ini cukup dikonsumsi 1 kali sehari. Sedangkan Asam Valproate dan
carbamazepine memilik half-lives yang lebih pendek sehingga konsumsinya pun
lebih dari 1 kali sehari. Walau sama-sama disebut obat anti-epilepsi akan tetapi
setiap obat anti-epilepsi memiliki efektifitas yang berebeda-beda pada tipe kejang
tertentu. Penggunaan obat anti-epilepsi pun harus hati-hati dan tidak asal dalam
penghentikan konsumsi obat tersebut. Karena penghentian konsumsi obat anti-
epilepsi secara tiba-tiba dapat menyebabkan peningkatan frekuensi kejang/status
epileptikus. Berikut ini adalah nama-nama obat yang dipakai untuk
menyembuhkan ayan. Semua obat harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke dokter.
Carbamazepine, Carbatrol, Clobazam, Clonazepam, Depakene, Depakote,
Depakote ER, Diastat, Dilantin, Felbatol, Frisium, Gabapentin, Gabitril, Keppra,
Klonopin, Lamictal, Lyrica, Mysoline, Neurontin, Phenobarbital, Phenytek,
Phenytoin, Sabril, Tegretol, Tegretol XR, Topamax, Trileptal, Valproic Acid,
Zarontin, Zonegran, Zonisamide.

Anda mungkin juga menyukai