: Yunus ( SF16131 ) A. DEFINISI Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan kronik otak yang menunjukkan gejala-gejala berupa serangan-serangan yang berulang-ulang yang terjadi akibat adanya ketidak normalan kerja sementara sebagian atau seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron (sel saraf) peka rangsang yang berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan motorik, sensorik, otonom atau psikis yang timbul tiba-tiba dan sesaat disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel otak. Di dalam otak manusia terdapat neuron atau sel-sel saraf yang merupakan bagian dari sistem saraf. Tiap sel saraf saling berkomunikasi dengan menggunakan impuls listrik. Pada kasus epilepsi, kejang terjadi ketika impuls listrik tersebut dihasilkan secara berlebihan sehingga menyebabkan perilaku atau gerakan tubuh yang tidak terkendali. B. ETIOLOGI 1. Idiopatik; sebagian besar epilepsi pada anak Penyebab penyakit tidak diketahui 2. Factor herediter,ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia. 3. Factor genetic; pada kejang demem 4. Kelainan congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum 5. Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia 6. Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak, Neoplasma otak dan selaputnya 7. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen 8. Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air Penyebab epilepsi Epilepsi dapat mulai diderita seseorang pada usia kapan saja, meski umumnya kondisi ini terjadi sejak masa kanak-kanak. Berdasarkan penyebabnya, epilepsi dibagi dua, yaitu idiopatik dan simptomatik. Epilepsi idiopatik (disebut juga sebagai epilepsi primer) merupakan jenis epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui. Sejumlah ahli menduga bahwa kondisi ini disebabkan oleh faktor genetik (keturunan). Sedangkan epilepsi simptomatik (disebut juga epilepsi sekunder) merupakan jenis epilepsi yang penyebabnya bisa diketahui. Sejumlah faktor, seperti luka berat di kepala, tumor otak, dan stroke diduga bisa menyebabkan epilepsi sekunder. C. PATOFISIOLOGI 1. Patofisiologi Epilepsi Umum Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara lengkap adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum, onset dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan pasien bengong dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal dari thalamus, hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara thalamus dan korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada korteks terjadi pada saat tidur. 2. Patofisiologi Anatomi Seluler Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Dari sudut pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidak seimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik di otak. D. MANIFESTASI KLINIS 1. Epilepsi Umum Major Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder Epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya. Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah mengguncang- guncang dan membanting-banting tubuh si sakit ke tanah. Kejang tonik- klonik berlangsung 2 -- 3 menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat, mulut berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 45 menit kemudian penderita bangun, termenung dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun sekali. 2. Epilepsi parsial ( 20% dari seluruh kasus epilepsi). Bangkitan sensorik adalah bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang. E. PRINSIP UTAMA OBAT ANTI-EPILEPSI Penggunaan obat anti-epilepsi merupakan metode terapi yang paling penting dalam penanganan pasien epilepsi. Sebanyak 70% dari semua pasien epilepsi, kejang dapat dikendalikan secara menyeluruh/hampir menyeluruh dengan menggunakan obat. Sedangkan 20-25% sisanya mengalami penurunan frekuensi dan keparahan setelah menggunakan obat anti-epilepsi. Umumnya hanya dengan penggunaan 1/2 jenis obat anti-epilepsi dapat mengatasi kejang yang timbul pada pasien epilepsi. Obat-obat anti-epilepsi sendiri memiliki berabagai macam variasi. Berdasarkan ketersediaannya obat epilepsi terbagi menjadi 2. Obat dengan half- lives yang panjang seperti fenitoin, fenobarbital, dan ethosuximide sehingga obat- obat ini cukup dikonsumsi 1 kali sehari. Sedangkan Asam Valproate dan carbamazepine memilik half-lives yang lebih pendek sehingga konsumsinya pun lebih dari 1 kali sehari. Walau sama-sama disebut obat anti-epilepsi akan tetapi setiap obat anti-epilepsi memiliki efektifitas yang berebeda-beda pada tipe kejang tertentu. Penggunaan obat anti-epilepsi pun harus hati-hati dan tidak asal dalam penghentikan konsumsi obat tersebut. Karena penghentian konsumsi obat anti- epilepsi secara tiba-tiba dapat menyebabkan peningkatan frekuensi kejang/status epileptikus. Berikut ini adalah nama-nama obat yang dipakai untuk menyembuhkan ayan. Semua obat harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke dokter. Carbamazepine, Carbatrol, Clobazam, Clonazepam, Depakene, Depakote, Depakote ER, Diastat, Dilantin, Felbatol, Frisium, Gabapentin, Gabitril, Keppra, Klonopin, Lamictal, Lyrica, Mysoline, Neurontin, Phenobarbital, Phenytek, Phenytoin, Sabril, Tegretol, Tegretol XR, Topamax, Trileptal, Valproic Acid, Zarontin, Zonegran, Zonisamide.