Anda di halaman 1dari 20

Case Report Session

EPILEPSI GRANDMAL

Oleh:
Azhiimil Akbar - BP : 0810312120

Pembimbing:
Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp, S (K)
dr. Syarif Indra, Sp. S
dr. Restu Susanti, Sp. S, M. Biomed

BAGIAN ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RS. DR. M. DJAMIL
0
PADANG - 2015
BAB I
PENDAHULUAN

Epilepsi diartikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adanya bangkitan epileptik

berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi oleh karena lepas muatan

listrik abnormal neuron-neuron secara paroksismal akibat berbagai etiologi. Bangkitan epilepsi

adalah manifestasi klinis dari bangkitan sama (stereotipik) yang berlebihan dan abnormal,

berlangsung secara mendadak dan sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran,

disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh

suatu penyakit otak akut (unprovoked). Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda

klinis epilepsi yang terjadi bersama-sama meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis

serangan, faktor pencetus, kronisitas.1,2

Epilepsi diderita lebih dari 2 juta penduduk di daerah Amerika Serikat, dan

diperkirakan sekitar 44 kasus baru per 100.000 populasi menderita epilepsi terjadi setiap

tahunnya.2 Insiden epilepsi tinggi pada negara-negara berkembang karena faktor risiko untuk

terkena kondisi maupun penyakit yang akan mengarahkan pada cedera otak lebih tinggi

dibandingkan dengan negara maju. Pria sedikit lebih berisiko terkena epilepsi dibandingkan

dengan wanita.3

Kejang epilepsy dibagi menjadi beberapa jenis dimana secara garis besar dapat dibagi

menjadi generalized seizure, partial seizure, dan special epileptic syndrome. Kejadian paling

banyak yang ditemukan adalah jenis generalized seizure tonik-klonik atau disebut juga

dengan epilepsy Grandmal dimana kejang terjadi diseluruh tubuh dengan pola kejang

tertentu.4, 5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Seizure berasal dari kata Yunani yang artinya adalah suatu kejadian yang hebat dan
paroksismal.2 Seizure merupakan nama lain dari bangkitan dimana dibagi menjadi 2 tipe yaitu
bangkitan non epilepsi dan bangkitan epilepsi. Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinik
disebabkan oleh aktifitas listrik yang abnormal dan berlebihan dari sel-sel otak, sedangkan
bangkitan non epilepsy adalah suatu manifestasi klinik yang tidak disebabkan oleh aktifitas
listrik yang abnormal dan berlebihan pada sel-sel otak. Manifestasi klinis dari bangkitan
epilepsy yang dapat ditemukan sangat bervariasi, mulai dari hilangnya kesadaran dan/disertai
kejang umum, kejang fokal, penurunan kesadaran, gangguan tingkah laku, motoric, sensorik,
emosi, dan persepsi.2,5
Manifestasi gejala klinis dari gangguan lepas muatan listrik yang berlebihan
(abnormal) dari sel-sel neuron di otak, yang mendadak paroksismal, dan reversible, dapat
mengakibatkan terganggunya kesadaran, sistem motorik, sensorik, vegetatif (otonom) dan
psikik.4

2.2 Etiologi8
Penyebab epilepsi terbagi dalam 3 golongan:
1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabnya.
Diduga gangguan keseimbangan zat kimiawi sel-sel saraf pada area otak yang abnormal,
hingga menimbulkan muatan listrik yang abnormal.
2. Epilepsi sekunder yaitu yang penyebabnya diketahui
a. Kelainan yang terjadi waktu kehamilan / perkembangan janin
b. Kongenital kromosom, radiasi, obat-obat, teratogenik, infeksi, alkohol, trauma,
persalinan. Contoh: hipoxia, partus patologik, trauma pada otak.
c. Kelainan metabolisme: hipoglikemi, hipokalsemi.
d. Pada anak-anak prasekolah/ kejang demam, trauma, intoksikasi, infeksi meningitis,
SSPE (Subacute Sclerosis Panencephalitis)
e. Pada dewasa
1. Tumor otak
2. Infeksi serebral
3. Penyakit bawaan
2
4. Gangguan pembuluh darah otak
5. Cedera kepala
f. Kecendrungan diturunkan oleh orang tua
3. Kriptogenik, dianggap simtomatik tetapi penyebab belum diketahui. Termasuk disini
adalah sindrom West, sindrom Lennox Gastaut, dan epilepsy mioklonik. Gambaran
klinis sesuai dengan ensefalopati difus.

2.3 Klasifikasi Epilepsi


Menurut klasifikasi Internasional League Againts Epilepsy terdiri dari 2 klasifikasi
yaitu menurut jenis bangkitan epilepsy dan menurut sindrom epilepsi.

Gambar 2.1 Klasifikasi dari Penyakit Epilepsi berdasarkan ILAE 19813

Klasifikasi ILAE 1989 untuk Epilepsi dan Sindrom Epilepsi yaitu : 7


1. Fokal/partial (localized related)
1.1 Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1.2 Simptomatik
3
1.3 Kriptogenik
2. Epilepsi umum
2.1 Idiopatik
2.2 Kriptogenik/simtomatik
2.2.1 Sindrom West (spasme infantile)
2.2.2 Sindrom Lennox Gastaut
2.2.3 Epilepsi mioklonik astatic
2.2.4 Epilepsi mioklonik lena
2.3 Simtomatik
2.3.1 Etiologi non spesifik
2.3.2 Sindrom spesifik
2.3.3 Bangkitan epilepsy sebagai komplikasi penyakit lain.
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
4. Sindrom khusus.

2.5 Epidemiologi
Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsi. Pada kondisi tanpa serangan, pasien
terlihat normal dan semua data lab juga normal, selain itu ada stigma tertentu pada penderita
epilepsi sehingga cenderung malu/enggan mengakui. Epilepsi diderita lebih dari 2 juta
penduduk di daerah Amerika Serikat, dan diperkirakan sekitar 44 kasus baru per 100.000
populasi menderita epilepsi terjadi setiap tahunnya.3 Insiden epilepsy tinggi pada negara-
negara berkembang karena faktor risiko untuk terkena kondisi maupun penyakit yang akan
mengarahkan pada cedera otak lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju. Pria sedikit
lebih berisiko terkena epilepsi dibandingkan dengan wanita. 4

2.6 Mekanisme Epilepsi


Dasar serangan epilepsy adalah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi
pada sinaps. Neuron adalah suatu tempat terjadinya kegiatan listrik dengan adanya potensial
membran. Potensial membrane neuron tergantung pada permeabilitas selektif membrane
neuron, yaitu membrane sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler
dan kurang sekali ion Ca, Na, dan Cl sehingga di dalam sel terdapat konsentrasi tinggi ion K
dan konsentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl. Perbedaan konsentrasi dari ion-ion inilah yang
menimbulkan potensial membrane. Ujung terminal dari neuron-neuron berhubungan dengan
dendrit-dendrit dan badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi
4
membrane neuron berikutnya. Ada 2 jenis neurotransmitter yaitu neurotransmitter eksitasi
seperti aspartate, glutamate, dan asetilkolin, lalu neurotransmitter inhibisi seperti gamma
amino butyric acid dan glisin. Aksi potensial akan mencetus depolarisasi membrane neuron
dan seluruh sel akan melepas muatan listrik. Berbagai faktor dapat merubah atau
mengganggu fungsi membrane neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion Ca dan
Na dari ruang ekstrasel ke intrasel. Influks Ca tersebut akan membuat adanya letupan
depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur, dan terkendali.
Lepas muatan listrik tersebut secara sinkron oleh sejumlah besar neuron merupakan dasar
dari suatu serangan epilepsy. 5,6
2.7 Gejala Klinik
1. Epilepsi fokal sederhana ( serangan parsial sederhana)2,3
a. Fokal motor: kesadaran normal
Serangan motorik, tonik klonik pada 1 anggota badan bisa berupa spasmus daerah
lengan menjalar ke bahu, badan, disebut epilepsi Jackson (Jacksonian March).
b. Serangan Adversif yaitu serangan ini dapat berubah dimana kepala berpaling ke arah
yang terkena kejang. Lengan memutar mata melirik ke kontralateral lesi, disebabkan
menyebarnya cetusan abnormal ke neuron yang berdekatan (fokus di frontalis).
c. Fokal sensorik kesadaran utuh timbul kesemutan, kebal, parestesi pada satu anggota
badan dapat meluas. Cetusan epileptik ini di daerah rolandik otak yang berperan
dalam sensasi. Bisa serangan pucat atau pelebaran pupil (terkena pusat otonom)
d. Epilepsi fokal lain yaitu epilepsi ekuivalent dimana kesadaran utuh dengan gejala
sakit kepala, sakit perut, pusing secara paroksismal. Bisa kelainan fisik, vegetatif
ngompol.
e. Epilepsi parsialis kontinua. Kesadaran utuh muncul serangan motorik yang kontinue
(status berjam-jam, berhari pada satu anggota) dapat diikuti oleh paralise anggota
yang kejang disebut Todd Paralise.
2. Epilepsi umum sekunder, serangan parsial yang berlanjut menjadi serangan umum
sekunder. Serangan fokal pada satu anggota badan atau epilepsi fokal kompleks berlanjut
menjadi epilepsi umum dengan kesadaran menurun seperti Grand mal. 2, 3, 6, 7
4. Epilepsi fokal kompleks (Epilepsi lobus temporalis, epilepsi psikomotor)
Serangan fokal disertai gangguan kesadaran (absence), kelainan fungsi luhur. Waktu
absence pasien memandang kosong, pucat, gangguan daya ingat dikenal dengan feomena
dejavu-jamesvu. Bisa seolah-olah mendengar bunyi-bunyian, bau-bauan, melihat yang
aneh. Kelainan motorik: gerakan automatismus pada jari, mulut, mata, mengunyah,
5
berjalan keliling, menggapai tanpa tujuan berlangsung beberapa detik, berulang.
Automatismus bisa terkoordinasi, berlangsung lebih lama kemudian amnesia.3
5. Epilepsi Umum
a. Grand mall (generalized tonic clonic seizure)
Epilepsi jenis grandmal merupakan jenis yang umum terjadi. Banyak penderita yang
mengalami gejala prodromal non spesifik sebelum kejang seperti irritable, kesulitan
berkonsentrasi, mungkin timbul jeritan (epileptic cry), dan ansietas. Kejang muncul
setelah tiba-tiba penderita tidak sadarkan diri. Kejang tonik lebih kurang 10-30 detik
(fase tonik), kaku, opistotonus,lalu jatuh, sianosis (spasme otot-otot pernafasan).
Disusul fase klonik 30-60 detik ,bunyi nafas mendengkur (stertorous). Mulut berbuih
(bercampur darah karena lidah tergigit ), mungkin inkontinensia disusul fase tidur
beberapa menit sampai jam fase lemas dan pasien kecapean lupa pada kejadian
4, 10
(amnesia).

Gambar 2.2 Kejang umum tonik klonik 10


b. Petit mal
Gangguan kesadaran mendadak (absence) 3-10 detik. Bengong, kegiatan motorik
terhenti (makan, bicara, jalan) pasien diam tak bereaksi. Apa yang dipegang telepas.
Kadang-kadang kelopak mata berkedip 3 kali perdetik disusul amnesia.

6
c. Serangan mioklonik
Kontraksi kelompok otot anggota gerak,singkat. Bisa serangan tunggal atau berulang.
Mulai gerakan halus sampai sentakan hebat. Biasa pasien mendadak jatuh, benda
yang dipegang terlontar (flying saucer syndrome). Bisa lateral, sinkron berulang.
d. Serangan atonik
Sangat jarang kesadaran menurun, terjatuh karena kehilangan tonus otot tidak diikuti
gerakan atau serangan tonik klonik, bisa kepala terkulai tiba-tiba.
e. Spasmus infantile, sindrome west
Serangan fleksi atau ekstensi kelompok otot secara mendadak dapat terjadi berurutan,
disertai teriakan, umumnya pada bayi usia 3-12 bulan, kepala, badan, tangan dan
tungkai kiri kanan serentak terfleksi (seolah-olah seperti sakit perut), biasanya
serangan waktu ngantuk. Berulang banyak kali sehari, disertai gejala sklerosis
tuberosa, kelainan metabolik, dll. Mortalitas lebih dari 50% sisanya 50% diikuti
dengan mental retardasi, speech gejala sisa neurologi, 50% lagi menjadi epilepsi
kronik. Dengan tanda khas berupa gambaran EEG hipsaritmia.

f. Kejang demam11
Epilepsi timbul waktu anak demam > 390C pada umur 4 bulan sampai 5 tahun
Kejang singkat
Kejang < 15 menit
Tidak berulang Kejang demam sederhana
Tanpa defisit neurologi
EEG normal
Bila diluar tanda-tanda diatas berarti gejala demam maligna, bisa menjadi epilepsi
(5% kejang demam akan menjadi epilepsi).

Fase kejang diketahui ada 4 tahap yaitu: preictal, ictal, interictal, dan postictal dimana
masing-masing tahap dijelaskan sebagai berikut: 14
1. Preictal atau prodromal
Fase ini terjadi sebelum kejang dimulai. Fase ini dapat terjadi dalam beberapa
memit sampai hari dimana membuat penderita bertingkah laku berbeda. Fase ini
tidak dirasakan oleh setiap penderita kejang epilepsy.
2. Ictal

7
Fase dimana terjadi kejang epilepsy, dimana terjadi perubahan aktivitas tubuh.
Apabila seseorang menderita epilepsy, nantinya aka nada perubahan dari sistem
kardiovaskuler, metabolic, dan perubahan dalam pola perekaman aktivitas listrik
di otak.
3. Interictal
Fase ini terjadi diantara waktu selang dari setiap kejang.
4. Postictal
Fase ini adalah fase akhir dari epilepsy, dimana terjadi pemulihan yang lambat
setelah kejang. Fase ini dapat terjadi dalam waktu 1 menit sampai beberapa
jamdan sangat tergantung dari tipe kejang epilepsinya sendiri.Pada fase ini dapat
menyisakan perasaan yang letih pada penderita, dan atau disertai perubahan dari
perilaku.

2.8 Diagnosis2, 12,13


- Anamnesis : keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, jenis dari kejang
- Pemeriksaan Fisik: Neurologik dan psikologik
- Pemeriksaan penunjang:
a. EEG merupakan pemeriksaan penunjang pada kasus epilepsy, namun bukanlah gold
standar dalam menegakkan diagnose epilepsy, karena dibutuhkan bukti klinis untuk
menegakkan diagnose epilepsy. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan adanya lesi
structural di otak. Sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan adanya
kelainan genetic atau metabolik.
Rekaman EEG dikatakan abnormal jika: 5
-
Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama pada kedua hemisfer
otak.
-
Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibandingkan gelombang
seharusnya.
-
Adanya gelombang yang biasanya tidak ada pada normal, dan gelombang lambat yang
muncul paroksimal.5

b. Neuroimaging

2.9 Terapi 8,13


Prinsip pengobatan:
8
a. Tujuan: mengendalikan munculnya serangan
b. Srategi:- diagnosis jelas
- seleksi obat anti epilepsi (OAE) yang tepat sesuai jenis epilepsi
- seawal mungkin dosis minimal optimal yang efektif, efek samping minimal,
mudah didapat, terjangkau.
Obat OAE:
- obat diusahakan tunggal (single drug treatment)
- bila dengan obat I belum efektif ditukar dengan obat II (caranya: obat I diturunkan lalu
distop sambil memberikan obat kedua yang pelan-pelan dinaikkan)
- bila belum efektif gabung 2 macam obat saja.
Kegagalan disebabkan:
a. obat tak cocok
b. tak teratur (non compliance)
c. ada faktor pencetus
d. cari proses aktif di otak
OAE pilihan pertama:
1. Fenobarbital dosis dewasa 2-5mg/kgBB/hr, pemberian 1-2 kali per hari. Untuk grandmall,
fokal (kadang-kadang temporal lobus).
2. Fenitoin atau dilantin. Dosis dewasa 200-400mg/hr. Bisa untuk Grandmall dan fokal,
tidak diberikan pada petit mall dan kejang demam
3. Karbamazepin (tegretol, teryl). Dosis dewasa 300-1200 mg/hr. Untuk temporal lobus,
Grandmall, fokal sederhana.
4. Klonazepam (rivotril, klonopin). Dosis dewasa 3 x 0,5-2 mg/hr.
5. Valproat (leptilan, depakote, epilin). Diberikan untuk Grandmall, fokal petit. Untuk
dewasa 3-10 mg/kgBB/hr.
6. Nitrazepam (mogadon, dumolid, nipam). Dosis dewasa 3x5 mg.
OAE pilihan II13,14
1. Gabapentin: neurontin. Dewasa 300-1200 mg/hr. untuk epilepsi fokal,umum sekunder.
2. Lamotrigin (lamietal). Dosis dewasa 50-400 mg/hr untuk grandmall, fokal, umum
sekunder.
3. Topiramete (topamax). Dosis dewasa 50-400 mg/hr
4. Okskarbazepin (trileptal). Dosis dewasa 300-3000 mg/hr

9
Gambar 2.3 Pengobatan pada Tipe dari Epilepsi5

Gambar.2.4 Dosis Obat Anti Epilepsi 2

2.10 Komplikasi
Komplikasi dari epilepsy adalah kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental
akibat kejang yang berulang, selain itu dapat timbul depresi dan perasaan cemas. 4

2.11 Prognosis

10
Pasien epilepsy yang berobat teratur, 1/3 nya akan bebas dari serangan paling sedikit
dalam 3 tahun sesudah serangan obat dihentikan. 4

ILUSTRASI KASUS

11
Seorang pasien wanita umur 25 tahun dirawat di bangsal Neurologi RS.M.Djamil
Padang dengan :
Keluhan Utama:
Kejang berulang diseluruh tubuh.
Riwayat Penyakit Sekarang:
 Kejang berulang diseluruh tubuh sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dimana
kejang terjadi sebanyak lebih kurang 20 kali perhari. Kejang diawali dengan mata
mendelik keatas dan diikuti dengan kaku seluruh tubuh selama kurang lebih 15 menit
lalu disertai kelonjotan seluruh tubuh selama kurang lebih 40 detik. Saat kejang mulut
berbuih, lidah tergigit, dan pasien mengompol. Setelah kejang pasien sadar. Kejang ini
terjadi berulang dengan pola yang sama dan jarak antara kejang kurang lebih 15-30
menit. Diantara kejang pasien sadar.
 Pasien sebelumnya telah dirawat di RSUD Pesisir Selatan kurang lebih 1 hari dan
telah diberikan obat yang menggunakan infus namun pasien masih kejang oleh karena
itu pasien dirujuk ke RSUP DR. M Djamil Padang.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Pasien menderita kejang demam saat usia 2 tahun dan mendapatkan obat
kejang selama kurang lebih 6 tahun, nama obat tidak tau. Saat itu pasien tidak lagi
kejang.
 Pasien mengalami kejang lagi saat usia 22 tahun dengan pola seperti saat ini
dan berobat ke spesialis saraf dan diberikan pengobatan obat kejang selama 2
tahun, Nama obat tidak diketahui, namun pasien masih ada kejang kurang lebih 1-2
kali/bulan. Pasien minum obat tidak teratur.
 Riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, dan penyakit stroke tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti pasien.

Riwayat Sosial dan Ekonomi :


Pasien tidak aktif bekerja. Aktivitas harian pasien ringan. Pasien lahir spontan, berat
badan lahir normal, dan riwayat tumbuh kembang terganggu sejak usia 2 tahun.

12
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : sedang Frekuensi nadi : 95 x/mnt
Kesadaran : somnolen Frekuensi nafas : 22 x/mnt
Suhu : 37,8 o C Tekanan Darah :120/80mmHg
Status gizi : kurang
Status Internus:
Torak :Paru : Inspeksi: simetris paru kanan dan kiri
Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama.
Perkusi: Sonor
Auskultasi : vesikular di seluruh lapangan paru, wheezing -/- ronki -/-

Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.


Palpasi : Iktus kordis tidak teraba.
Perkusi : Jantung tidak membesar.
Auskultasi : Suara jantung tambahan (-) Gallop (-)

Status neurologik:
1. Tanda perangsangan selaput otak
Kaku kuduk :- Kernig : -
Brudzinsky I : - Brudzinsky II : -
Laseque :-
2. Tanda peningkatan tekanan intracranial -
3. Nervi Kranialis
N. Olfaktorius : sukar dinilai
N. Optikus : reflek cahaya langsung +/+, bulat, isokor, diameter
3 mm/ 3mm.
N. III, IV dan VI : nistagmus (-), pergerakan bola mata bebas ke segala arah.
N. Trigeminus : reflek kornea (+)
N. Fasialis : diberi rangsangan pada proc. Stylomastoideus, menyeringai
(+)
Plika nasolabialis simetris kiri dan kanan.
N. Vestibularis : sukar dinilai
N. Glossofaringeus : reflek muntah (+) dengan tounge spatel
N. Vagus : nafas baik
13
N. Asesorius : geleng kiri kanan (+)
N. Hipoglosus : deviasi lidah sukar dinilai
4. Koordinasi : Gerakan nistagmus (-)
5. Motorik
Ekstremitas superior kiri kanan
Pergerakan hipoaktif hipoaktif
Tonus hipotonus hipotonus
Trofik hipotrofik hipotrofik
Kekuatan tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Ekstremitas inferior kiri kanan


Pergerakan hipoaktif hipoaktif
Tonus hipotonus eutonus
Trofik atrofik atrofik
Kekuatan tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

6. Sensorik : eksteroseptif dan propiseptif baik


7. Fungsi otonom
Miksi : menggunakan kateter.
Defekasi : terkontrol
Sekresi keringat : +
8. Reflek fisiologis
Reflek Biseps : ++/++
Reflek Triseps : ++/++
APR : ++/++
KPR : ++/++
9. Reflek patologis :
Babinski -/-
Oppenheim -/-
Gordon -/-
Chaddock -/-
Schaffer -/-
Hofner-Tromner -/-
14
10. Fungsi luhur
Kesadaran : Somnolen
Reaksi emosi : sukar dinilai
Proses berfikir : sukar dinilai

Laboratorium:
Hb : 10,5 g%
Leukosit : 7.100/mm3
Ht : 34%
Trombosit : 354.000/mm3
GDR : 107 mg%
Ureum : 8 mg%
Kesan : OS anemia

Diagnosa:
1. Diagnosa klinik : Kejang tipe tonik klonik (Grandmal)

2. Diagnosa topik : Lobus temporalis anterior sebelah dalam


3. Diagnosa Etiologi : Suspek Epilepsi
4. Diagnosa sekunder: -

Pemeriksaan anjuran :
EEG : hasil normal
Penatalaksanaan
1. Umum :
Breathing : O2 diberikan 4L/i
Blood : kontrol tekanan darah dan frekuensi nadi
Brain : IVFD NaCl 0,9% 12jam/ kolf
Bladder : terpasang kateter
Bowel : MC

2. Khusus :

15
- Diazepam 1x 10 mg (iv) bolus lambat dapat diulang 2x dengan kecepatan
>2menit.
- Fenitoin 3x 100mg (iv)
- Alinamin F 1x25mg (iv)
- Paracetamol 3x 250mg (po)
- Asm Folat 2x 5mg(po)

DISKUSI
16
Telah dilaporkan seorang pasien wanita berumur 49 tahun dirawat pada tanggal 20
Januari 2016 di bangsal penyakit saraf RSUP DR. M. Djamil. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta dibantu oleh pemeriksaan penunjang.
Dari hasil alloanamnesis dengan keluarga pasien, keluhan utama adalah kejang
berulang diseluruh tubuh. Kejang berulang diseluruh tubuh sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit, dimana kejang terjadi sebanyak lebih kurang 20 kali perhari. Kejang diawali
dengan mata mendelik keatas dan diikuti dengan kaku seluruh tubuh selama kurang lebih 15
menit lalu disertai kelonjotan seluruh tubuh selama kurang lebih 40 detik. Saat kejang mulut
berbuih, lidah tergigit, dan pasien mengompol. Saat kejang dan setelah kejang pasien tidak
sadarkan diri. Kejang ini terjadi berulang dengan pola yang sama dan jarak antara kejang
kurang lebih 15-30 menit. Diantara kejang pasien tidak sadarkan diri. Pasien sebelumnya
telah dirawat di RSUD Pesisir Selatan kurang lebih 1 hari dan telah diberikan bat yang
menggunakan infus namun pasien masih kejang oleh karena itu pasien dirujuk ke RSUP DR.
M Djamil Padang. Pasien dikenal menderita epilepsy sejak usia 22 tahun.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sedang, kesadaran somnolen
Tanda vital lainnya ditemukan dalam batas normal. Pada pemeriksaan status neurologis tidak
didapatkan adanya tanda rangsangan meningeal, dan tanda peningkatan tekanan intra kranial.
Pemeriksaan nervus kranialis didapatkan dalam batas normal, pemeriksaan fungsi motorik
dan sensorik tidak ditemukan kelainan.. Pada pemeriksaan refleks fisiologi dalam batas
normal dan refleks patologis tidak ditemukan. Pada fungsi otonom tidak ditemukan kelainan.
Dari pemeriksaan penunjang, laboratorium didapatkan hasil yang normal.
Pada penatalaksanaan secara umum pasien diminta untuk bed rest dialas yang datar
dan mengurangi aktivitas yang berat. Sedangkan untuk penetalaksanaan khusus diberikan
Diazepam 1x 10 mg (iv) bolus lambat dapat diulang 2x dengan kecepatan >2menit, Fenitoin
3x 100mg (iv), Alinamin F 1x25mg (iv), Paracetamol 3x 250mg (po), dan Asam Folat 2x
5mg(po).

KESIMPULAN

17
Epilepsi adalah manifestasi gejala klinis dari gangguan lepas muatan listrik yang
berlebihan (abnormal) dari sel-sel neuron di otak, yang mendadak paroksismal, dan
reversible, dapat mengakibatkan terganggunya kesadaran, sistem motorik, sensorik, vegetatif
(otonom) dan psikik. Penyebab epilepsi dibagi menjadi 3 yaitu primer (idiopatik), sekunder
(simptomatik), dan kriptogenik. Klasifikasi epilepsy berdasarkan ILAE 1981 dibagi menjadi
3 yaitu kejang fokal/parsial, kejang umum, dan kejang yang tidak teridentifikasi, dimana
kejang grandmal atau tonik klonik masuk dalam klasifikasi kejang umum. Mekanisme
terjadinya serangan epilepsy karena adanya ketidakseimbangan ion di otak, dimana terjadi
perbedaan potensial membrane sehingga muncul lecutan listrik. Gejala klinis dari epilepsy
grandmal yaitu penderita yang mengalami gejala prodromal non spesifik sebelum kejang
seperti irritable, kesulitan berkonsentrasi, mungkin timbul jeritan (epileptic cry), dan
ansietas. Kejang muncul setelah tiba-tiba penderita tidak sadarkan diri. Kejang tonik lebih
kurang 10-30 detik (fase tonik), kaku, opistotonus, lalu jatuh, sianosis (spasme otot-otot
pernafasan). Disusul fase klonik 30-60 detik ,bunyi nafas mendengkur (stertorous). Mulut
berbuih (bercampur darah karena lidah tergigit ), mungkin inkontinensia disusul fase tidur
beberapa menit sampai jam fase lemas dan pasien kecapean lupa pada kejadian (amnesia).
Diagnosis dari kejang epilepsy dapat diketahui dari anamnesis yang lengkap
mengenai serangan dan pemeriksaan penunjang seperti EEG dan CT Scan kepala. Untuk
terapi pengobatan pada epilepsy digunakan terapi lini pertama seperti Asam valproate,
carbamazepine, ataupun phenytoin.

DAFTAR PUSTAKA
18
1. Dewanto B, Suwono J, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan
tatalaksana penyakit saraf. 2007. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 73-9
2. Ahmad B, Meiti F, Syarif I, Hendra P, dan Harry PS. 2013. Comprehensive on
Epilepsy Diagnosis, Management dan Rekomendasi Praktis. Andalas University
Press. Padang. Hal. 1-34.
3. Ropper AH. 2005. Adams and Victors Principle of Neurology 8th Edition. Mc-Graw
Hill. USA. Pg. 166-7
4. Husam. 2008. Perbedaan usia dan jenis kelamin pada jenis epilepsy di RSUP DR.
Kariadi. Skripsi. Universitas Diponogoro fakultas Kedokteran Semarang.
5. Mumenthaler M. 2006. Fundamentals of Neurology. Thieme. New York. Pg. 161-5.
6. Wilkinson I. 2005. Essensial Neurology 4th Edition. Black Well. USA. Pg. 192-211.
7. Gorelick PB. 2014. Hankeys Clinical Neurology 2nd Edition. CRC Press. New York.
Pg. 114.
8. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. 2012. Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI. Jakarta.
9. Hauser SL. 2013. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine 3rd Edition. Mc-Graw
Hill, USA.
10. Rohkamm R. 2004. Colour Atlas of Neurology. Thieme. New York. Pg. 192
11. Epilepsy Foundation. 2009. Types of Seizures. America
12. Tobing L. 2011. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
13. Ginsberg L. 2010. Lectures Notes Neurology 9th Edition. Wiley Blackwell. London.
Pg 72.
14. C.M John. 2012. Current Diagnosis and Treatment Neurology 2nd Edition. Mc-Graw
Hill. New York. Pg 47.

19

Anda mungkin juga menyukai