Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

CHOREA HUNGTINTON

OLEH:
ILVILIA SAPTAHANI
(1110312087)

PRESEPTOR:
Prof.Dr.dr. DARWIN AMIR, Sp.S (K)

dr. Syarif Indra, Sp. S

dr. Restu Susanti, Sp. S. M, Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD DR M DJAMIL
PADANG
2015

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji dan syukur penulis ucapkan pada Tuhan, berkat


rahmat-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai laporan
kasus Chorea Huntington. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu
syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. DR. dr. Darwin Amir,
Sp.S (K) selaku preseptor dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata,
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Padang, 18 November 2015

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………. i


Daftar Isi …………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1


1.1 Latar Belakang …………………………………………………… 1
1.2 Batasan Masalah ……………………………………………………. 2
1.3 Tujuan Penulisan ……………………………………………………. 3
1.4 Metode Penulisan ……………………………………………………. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi ………………………………………………………….…… 4

2.2 Etiologi…. ……………………………………………………………. 4

2.3 Patofisiologi……………………………………………………………. 4

2.4 Manifestasi Klinis……………………………………………. ……… 6

2.5 Diagnosis………. ………………………………………………… 7

2.6 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………… 8

2.7 Tatalaksana …………………………………………………………… 9

2.8 Prognosis …………………………………………………………… 10

BAB III LAPORAN KASUS


Anamnesis ………………………………………………………….… 11
Pemeriksaan Fisik …………………………………………………………. 13
Diagnosa Kerja …………………………………………………………… 17
Terapi ……………… …………………………………………………….. 17
BAB IV DISKUSI……………………………………………………… 18
BAB V KESIMPULAN ………………………………………………. 21

Daftar Pustaka

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Chorea   Huntington   adalah   penyakit   keturunan   neurodegenerative   yang

disebabkan   oleh   mutasi   atau defek gen yang terletak pada lengan pendek

kromosom 4,   dimana   gen   ini   sangan   berperan   dalam   mengontrol   pergerakan,

pemikiran,   dan   tingkah   laku.1  Penyakit   ini   sering   disebut   juga   dengan   istilah

Huntington Disease.2  Penyakit ini awalnya ditemukan oleh George Huntington,

sebagai   penulis   pertama   yang   menjelasankan   secara   rinci   tentang   penyakit   ini

pada   tahun   1872.2 George Huntington pertama kali menjelaskan transmisi

penyakit Huntington pada tahun 1872 di Long Island New York.2,3 Semua orang

yang terkena turun temurun dari nenek moyang yang beremigrasi dari Anglia

Timur ketempat baru pada tahun 1649.1 Kelainan ini sekarang tersebar luas di

seluruh dunia.2

Gerakan involuntary yang dapat dijumpai didalam klinik adalah korea

(chorea), balismus, atetosis, dan distonia, dalam kombinasi keempat gerakan

involuntary itu dapat menjadi simtom Huntington Disease. 1,2 Bahkan beberapa

komponen gerakannya memperlihatkan kesamaan, dan karena itulah mungkin

keempat gerakan ini memiliki substrat anatomic dan fisiologik yang sama. 2 selain

adanya gannguan yang progresif pada motorik, pada penyakit ini juga ditemukan

gannguan koqnitif dan kejiwaan.3

4
Penyakit   ini   digambarkan   sebagai   "penyakit   keturunan"   yang   bernama

chorea   berarti   "tarian"   dalam   bahasa   Yunani   dan   mengacu   pada   gerakan   tak

terkendali begitu umum pada penyakit ini, yang mengingatkan gerakan tari.2

Penyakit Huntington merupakan autosomal dominan. 3 Kelainan penyakit

Huntington diperkirakan 5 sampai 10 per 100.000 orang di USA. Telah

diperkirakan sampai setinggi satu persen, kejadian penyakit hanya 30 per satu juta

orang.2 Penyakit   ini   digambarkan   sebagai   "penyakit   keturunan"   yang   bernama

chorea   berarti   "tarian"   dalam   bahasa   Yunani   dan   mengacu   pada   gerakan   tak

terkendali begitu umum pada penyakit ini, yang mengingatkan gerakan tari.2,3

 Prevalensi penyakit ini bervariasi di seluruh dunia,  di Australia, Amerika

Utara dan Eropa telah diperkirakan bahwa 5 dari 100.000 penduduk. 2  Jika salah

satu orang tua   menderita penyakit ini, keturunannya memiliki kesempatan 50%

untuk menderita penyakit HD.2 Namun, 3­5% dari kasus penyakit HD, ditemukan

bahwa orang tuanya tidak menderita HD sebelumnya. Usia rata­rata gejala adalah

40 tahun, tetapi onset remaja (<20 tahun) dan onset yang lebih tua (> 70 tahun).2,3

1.2 Batasan Masalah

Dalam laporan kasus ini akan dibahas mengenai kasus  Huntington Disease.

Pembahasan laporan kasus ini meliputi definisi, epidemiologi, etiologi, gambaran

klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, prognosis, laporan kasus

pasien dan diskusi mengenai kasus.

5
1.3 Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan untuk menambah pengetahuan

pembaca dan memahami tentang Huntington  Disease. Laporan kasus ini juga

sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian neurologi

RSUP DR M Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan laporan kasus ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang

merujuk kepada berbagai literatur.

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

6
2.1 Definisi

Penyakit   Huntington   (HD)   adalah   penyakit   keturunan   yang   melibatkan

degenerasi   progresif   yang   lambat   dari   neuron   di   ganglia   basal   dan   korteks

serebral.3  Ini   adalah   penyakit   autosomal   dominan   disebabkan   oleh   mutasi   gen

pada   kromosom   4.1,3  George Huntington pertama kali menjelaskan transmisi

penyakit Huntington pada tahun 1872 di Long Island New York.2,3 Semua orang

yang terkena turun temurun dari nenek moyang yang beremigrasi dari Anglia

Timur ketempat baru pada tahun 1649.1 Kelainan ini sekarang tersebar luas di

seluruh dunia.2

2.2 Etiologi

Hungtington   merupakan   penyakit   yang   bersifat   autosomal   dominan

disebabkan   oleh   mutasi   gen   pada   kromosom   4. 3,4  Dimana   hasil   dari   perluasan

yang tidak stabil dari trinucleotide ulangi sitosin­adenine­guanin (CAG) dari gen

TI­15 pada kromosom 4p16.3. 8. 3

2.3 Patofisiologi

Fungsi ganglia basalis yaitu membentuk impuls yang bersifat

dopaminergik dan GABAergik dari substansia nigra dan korteks motorik yang

berturut-turut disalurkan sampai ke pallidum di dalam thalamus dan korteks

motoris.4,17 Impuls ini diatur dalam striatum melalui dua segmen yang parallel,

7
jalur langsung dan tidak langsung melalui medial pallidum dan lateral pallidum /

inti-inti subtalamikus.17

Aktifitas inti subtalamikus mengendalikan pallidum medial untuk

menghambat impuls-impuls dari korteks, dengan demikian mempengaruhi

parkinsonisme.18 Kerusakan inti subtalamikus meningkatkan aktifitas motorik

melalui thalamus, sehingga timbul pergerakan involuntary yang abnormal seperti

distonia, korea dan pergerakan tidak sadar. Contoh klasik kerusakan fungsi

penghambat inti subthalamicus adalah balismus.5,6,8

Kehilangan neuron pada striatum berhubungan dengan berkurangnya

hubungan dengan struktur ganglia basalis lainnya. Selain itu juga, ditemukan

hilangnya sel pada korteks frontal dan temporal. Dasar neurokimia dari penyakit

ini adalah defisiensi GABA dan asetilkolin sebagai neuromodulator enkephalin

dan substansi P. 17,18

 MEKANISME DOPAMINERGIK11,12,17

Pada chorea Huntington, komposisi dari striatal dopamine normal,

mengindikasi bahwa kelainan utama yang mengancam jiwa, tetapi sudah terkena

penyakit, ukuran menengah, pada striatal saraf-saraf dopaminergik. 17 Zat-zat

farmakologik yang dapat menurunkan kadar dopamine (seperti reserpine,

tetrabenazine) atau memblok reseptor dopamine (seperti obat-obat neuroleptik)

dapat menimbulkan chorea.11,12 Sejak obat-obatan yang menurunkan komposisi

dopamine striatal dapat menimbulkan chorea, meningkatkan jumlah dopamine

akan menambah buruk seperti pada chorea yang diinduksi levodopa yang terlihat

pada penyakit Parkinson.12

 MEKANISME KOLINERGIK11,17

8
Konsep dari mekanisme ini yaitu menyeimbangkan antara acetylcholine

dan dopamine yang merupakan hal penting bagi fungsi striatum yang normal

memberikan hal yang penting untuk memahami penyakit Parkinson.17 Pada fase

awal penyakit Parkinson obat-obat anti kolinergik digunakan umum, khususnya

saat tremor sebagai gejala predominan. 11,17 Gejala-gejala Parkinson lain seperti

bradikinesia dan rigiditas juga dapat terjadi.17

Dalam ganglia basalis pasien dengan penyakit Huntington terjadi

pengurangan kolin asetil transferase yaitu enzim yang mengkatalisator sintesis

asetil kolin.17 Berkurangnya reseptor kolinergik muskarinik juga telah ditemukan.

Dua pengamatan ini dapat menjelaskan bermacam-macam respon terhadap

visostigmin dan efek terbatas dari precursor asetilkolin, seperti kolin dan

lesitin.11,12,17

2.4 Manifestasi Klinik16,18,19

Gejala klinis ditandai dengan gerakan chorea, gejala psikiatri, dan demensia.

Gerakan chorea ini terjadi secara tiba-tiba, singkat, asimetri, tersendat-sendat yang

melibatkan wajah, lidah, dan ekstremitas.19 Gerakan ini muncul secara spontan

selama melakukan kegiatan volunter yang lama-kelamaan dapat menyebabkan

gangguan cara berjalan yang berat, gangguan berbicara, dan gangguan

menelan.16,19

Gejala chorea dan dementia dapat terjadi tidak berurutan, namun pada

umumnya bila gejala chorea dan dementia sudah muncul, rata-rata dalam 10 – 15

tahun pasien akan memasuki fase vegetatif dan kemudian meninggal karena

infeksi atau keadaan medis lainnya.13,14 Gejala psikiatri dapat bervariasi, termasuk

di antaranya gangguan tingkah laku dan gangguan kepribadian, mood, dan afektif,

9
utamanya depresi, dan psikotik yang sering menjadi skizofrenia. 14 Gejala-gejala

ini diikuti dengan penurunan fungsi kognitif yang lambat laun menjadi

demensia.14

2.5   Diangnosis 8,10,14

2.5.1 Anamnesa 

Pada pasien dengan gejala chorea dan didapatkan riwayat keluarga, singkirkan

dari penyakit benign hereditary chorea di mana terdapat intelektual pada penyakit

tersebut.8 Pada Huntington’s Choreal biasnya intelektual terganggu.10 Bedakan

dengan chorea senilis dimana terjadi biasanya pada usia yang lebih tua dan

terdapat demensia. Singkirkan juga berbagai penyebab chorea yang lain seperti

chorea syndenam, chorea gravidarum, dan chorea akibat obat-obatan.11,14

2.5.2 Pemeriksaan fisik

Sejak penyakit Huntington merupakan penyakit koreatik yang paling jelas

ditemukan tanda-tanda fisik sebagai berikut :10,14,16

o Korea secara umum ditandai adanya kedutan pada jari-jari dan pada wajah.

Seiring waktu, amplitudo meningkat, pergerakan seperti menari

mengganggu pergerakan voluntary dari ekstremitas dan berlawanan

dengan gaya berjalan. Berbicara menjadi tidak teratur.14

o Tanda khas, pasien hipotonus meskipun demikian reflek-refleks mungkin

bertambah dan mungkin ditemukan klonus.10

o Gerakan volunteer terganggu paling awal. Khususnya pergerakan mungkin

tidak teratur.10

10
o Hilangnya optokinetik nistagmus adalah tanda karakteristik setelah

perkembangan penyakit. Kelainan kognitif dalam manifestasi awal dengan

kehilangan memori baru dan pertimbangan melemah. Apraksia dapat juga

terjadi10

o Kelainan perilaku neurologi berubah secara khas terdiri dari perubahan

kepribadian, apatis, penarikan sosial, impulsif, depresi, mania, paranoia,

delusi, halusinasi, atau psikosis.9

o Varian Westphal didominasi oleh rigiditas, bradikinesia dan distoni.

Kejang umum dan mioklonus dapat juga terlihat11

o Ataksia dan demensia dapat juga terjadi14

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan MRI otak dilakukan untuk evaluasi lebih lanjut dari pasien

HD.7 Pada potongan MRI secara aksial  gambaran otak menunjukkan pengurangan

ukuran putamen dan nucleus caudatus bilateral. 7,8  Tampilan pada MRI penyakit

Huntington ini (Gbr. 1a dan b). 

11
Gambar. 1 atrofi simetris pada nucleus caudatus dan putamen. (a) Axial T1W dan
(b) Axial T2W gambar pasien pada tingkat basal ganglia.7

2.7 Tatalaksana

Terapi  yang paling umum digunakan  pada pasien HD yang terapi  obat

simptomatik.6,10  Terapi   simptomatik   yaitu   dari   golongan   tetrabenazine   dimana

obat ini yang mengurangi neurotransmitter dopamine, serotonin, dan noradrenalin

dalam sel­sel saraf di otak, sehingga mengubah transmisi sinyal listrik dari otak

yang   mengontrol   gerakan   dengan   menghambat   secara   reversible   transporter

2monoamin vesikular (VMAT2).15

Asam valproat dapat diberikan untuk mekanisme kerja yang terkait dengan

tingkat GABA di otak meningkat.15  Pada golongan obat ini tidak ada uji klinis

yang bermakan untuk gangguan gerak hyperkinetic.11 

12
Terapi  simptomatik  untuk   mengatasi  emosi   dan  chorea   dapat   diberikan

obat golongan dopamin antagonis yaitu haloperidol, dalam dosis harian 2 sampai

10   mg,   Haloperidol   dapat   menekan   gangguan   dalam   gerakan   dan   membantu

meringankan   kelainan   perilaku   atau   emosi   labil,   tetapi   tidak   mengubah

perkembangan penyakit.15  Levodopa dan agonis dopamin lainnya memperburuk

penyakit dan biasanya pasien lebih banyak menjadi kaku setelah meminum obat

ini.14,15 

2.8 Prognosis

Prognosis tergantung pada penyebab dari korea. HD mempunyai prognosa

yang buruk, dimana pasien akan meninggal diakibatkan oleh adanya komplikasi.

HD   merupakan   penyakit   dengan   perjalan   progresif.16  Usia   rata­rata   pada   saat

kematian   berkisar   51­57   tahun.3,12  Kebanyakan   pasien   bertahan   selama   10­25

tahun setelah onset penyakit.3 Dalam sebuah studi besar, penyakit penyerta yaitu

pneumonia dan penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian paling

umum yang terjadi pada pasien HD.11,12

13
BAB III
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. AA 
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 47 tahun
MR : 558970
Suku bangsa : Jawa
Alamat  : Sitiung
Pekerjaan  : Wiraswasta

Alloanamnesis :
Seorang pasien wanita berumur 47 tahun datang ke Poli Saraf RSUP DR.

M. Djamil Padang pada tanggal 16 September 2015
Keluhan Utama : 
Gerakan pada kedua tangan yang semakin tidak terkontrol.
Riwayat Penyakit Sekarang :

 Gerakan pada kedua tangan sejak 1 tahun yang lalu. Gerakannya semakin

meningkat dan tidak terkontrol sehingga sangat mengganggu pasien. Rasa ini

dirasakan secara tiba­tiba dan berlebihan dengan waktu kejadian dan tempat

14
predileksi yang tidak menentu, gerakan ini juga dirasakan saat pasien sedang

beraktivitas maupun sedang beristirahat dan menghilang saat tidur.
 Selain pada tangan pasien gerakan ini juga dirasakan pasien pada kaki, kepala

dan badan, gerakan ini terasa seperti menjalar dan pasien sadar saat gerakan

terjadi. pasien mengeluhkan anggota geraknya bergerak­gerak seperti orang

sedang menari. 
 Pasien   mengeluhkan   langkah   kaki   menjadi   lambat   dan   goyang   sehingga

pasien sulit untuk melangkah sejak 3 bulan ini. Pasien tidak bisa menahan

gerakan agar tetap diam.
 Pasien   sulit   melakukan   aktivitas   sehari­hari   seperti   mengancingkan   baju,

memasak, dan memegang benda, 
 Pasien mudah lupa, berbicara agak pelo dan sedikit ngawur.
 Pasien sering bertingkah laku seperti anak kecil

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat trauma/ kecelakaan/ jatuh terduduk sebelumnya tidak ada
 Tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya
 Riwayat pemakaian obat­obatan tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini.

Riwayat Pribadi dan Sosial :

 Pasien seorang ibu rumah tangga.

15
PEMERIKSAAN FISIK

Umum 

Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Kooperatif : Kooperatif
Nadi/ irama : 70x/menit, irama regular, sama kiri dan kanan, pulsus deficit ­
Pernafasan : 16x/menit, pola abdominotorakalis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36,8oC
Keadaan gizi : Baik
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 53 kg
Turgor kulit : Baik 
Kulit dan kuku : Pucat (­), sianosis (­)

Kelenjar getah bening
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Aksila  : Tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal  : Tidak teraba pembesaran KGB

Torak 
 Paru 
Inspeksi  : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi  : Sonor diseluruh lapangan paru
Auskultasi  : Suara nafas vesikular, ronkhi ­/­, wheezing ­/­
 Jantung 
Inspeksi  : Iktus tidak terlihat
Palpasi  : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi  : Batas atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi  : Bunyi jantug murni, rama regular, bising (­)
 Abdomen 
Inspeksi  : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi  : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi  : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) N

16
 Korpus vertebrae
Inspeksi  : Deformitas (­)
Palpasi  : Gibus (­)

Status neurologikus

1. GCS 15 E4M6V5
2. Tanda Rangsangan Selaput Otak
 Kaku kuduk : (­)
 Brudzinsky I : (­)
 Brudzinsky II : (­)
 Tanda Kernig : (­)

3. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial (­)
 Pupil isokor, diameter 3m/3mm , reflek cahaya +/+, papil edema (­)
4. Pemeriksaan Nervus Kranialis
N. I (Olfaktorius)  : Penciuman baik
N. II (Optikus) : Penglihatan baik
N. III (Okulomotorius), N. IV (Trokhlearis), N VI (Abdusen) : Bola mata

bebas bergerak ke segala arah, pupil isokor, diameter

3mm/3mm.RC +/+
N. V (Trigeminus) : Mengunyah baik, sensorik baik.
N. VII (Fasialis) :   Bisa   menutup   mata,   mengerutkan   dahi,

mencibir,
                                     bersiul, dan perasaan 2/3 lidah depan

normal, plika  nasolabialis simetris.
N. VIII (Vestibularis) : Reflek occuloauditorik baik
N. IX (Glossopharyngeus)  : Perasaan 1/3 belakang lidah baik

N. X (Vagus) : Bisa menelan

N. XI (Asesorius) :   Menoleh   dan   mengangkat   bahu   kiri   dan

kanan  baik

17
N. XII (Hipoglosus) :Lidah   bisa   dikeluarkan,   tidak   ada   deviasi,

tremor     (­)
5. Koordinasi : 

6. Motorik :

Ekstremitas superior Dekstra Sinistra


Pergerakan aktif aktif
Kekuatan 5/5/5 5/5/5
Tonus eutonus eutronus
Trofi eutrofi eutrofi

Ekstremitas inferior Dekstra Sinistra


Pergerakan aktif aktif
Kekuatan 5/5/5 5/5/5
Tonus eutonus eutonus
Trofi eutrofi eutrofi

7. Sensorik : Proproseptif dan eksopriseptif dalam keadaan baik
8. Fungsi otonom; neurogenik bladder (­)
9. Reflek fisiologis
    Dekstra Sinistra
Biseps : ++   ++
Triseps : ++   ++
APR : ++   ++
KPR : ++   ++
10. Reflek patologis
Babinski­ : ­/­
Chaddock : ­/­
Oppenheim : ­/­
Gordon : ­/­
Schaffer : ­/­
Hoffman Trommer : ­/­
11. Fungsi luhur : Reaksi bicara, fungsi intelek, dan reaksi emosi baik

18
12. Tanda­tanda   Hungtington’s   Chorea   Syndrome   :   Gerakan   involunter   (+),

koreotik (+), atetotik (+), tremor (­), rigiditas (­), akinesia (­), wajah parkinson

(­), langkah menjadi goyang (+), bicara melambat (­), dimensia (­)

Diagnosis :

Diagnosis Klinis    : Hungtington Chorea

Diagnosis Topik : Ganglia Basalis 
Diagnosis Etiologi : Idiopatik
Diagnosis Banding: ­
Terapi :

Umum  : Fisioterapi

 Khusus  : Haloperidol 2x2 mg

  Amitripilin 2x5 mg

  Tetrabenazine (Xenazine) 1x12,5 mg

Prognosis :
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam

BAB IV

19
DISKUSI

Telah   dilaporkan   seorang   pasien,  Ny   AA,  perempuan,  umur  47  tahun

berobat   ke   Poli   Neurologi   RSUP   Dr.   M.   Djamil   Padang  pada   tanggal   16

September  2015  dengan diagnosis klinis Chorea Huntington, diagnosis topik di

ganglia   basalis,   dan   diagnosis   etiologi   idiopatik.  Diagnosis   ini   ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan   anamnesis   diketahui   bahwa   pasien   datang   berobat   dengan

keluhan utama  gerakan pada kedua tangan. Gerakan pada kedua tangan sejak 1

tahun yang lalu. Gerakannya semakin meningkat dan tidak terkontrol sehingga

sangat mengganggu pasien. Rasa ini dirasakan secara tiba-tiba dan berlebihan

dengan waktu kejadian dan tempat predileksi yang tidak menentu, gerakan ini

juga dirasakan saat pasien sedang beraktivitas maupun sedang beristirahat dan

menghilang saat tidur. Selain pada tangan pasien gerakan ini juga dirasakan pasien

pada kaki, kepala dan badan, gerakan ini terasa seperti menjalar dan pasien sadar

saat gerakan terjadi.


Pasien mengeluhkan anggota geraknya bergerak-gerak seperti orang

sedang menari. Pasien mengeluhkan langkah kaki menjadi lambat dan goyang

sehingga pasien sulit untuk melangkah sejak 3 bulan ini. Pasien tidak bisa

menahan gerakan agar tetap diam. Pasien sulit melakukan aktivitas sehari-hari

seperti mengancingkan baju, memasak, dan memegang benda. Pasien mudah lupa,

berbicara agak pelo dan sedikit ngawur. Pasien sering bertingkah laku seperti anak

kecil

20
  Gerakan pada kedua tangan sejak 1 tahun yang lalu. Dirasakan secara

tiba­tiba dan berlebihan dengan waktu kejadian dan tempat predileksi yang tidak

menentu,   gerakan   ini   juga   dirasakan   saat   pasien   sedang   beraktivitas   maupun

sedang beristirahat dan menghilang saat tidur. Gerakan ini juga dirasakan pasien

pada kaki, kepala dan badan, gerakan ini terasa seperti menjalar dan pasien sadar

saat   gerakan   terjadi.   Pasien   mengeluhkan   langkah   kaki   menjadi   lambat   dan

goyang sehingga pasien sulit untuk melangkah sejak 3 bulan ini. Pasien tidak bisa

menahan  gerakan  agar tetap diam. Pasien sulit melakukan  aktivitas  sehari­hari

seperti mengancingkan baju, memasak, dan memegang benda, Pasien mudah lupa,

dan berbicara pelo.

Dari   pemeriksaan   fisik   didapatkan   kesadaran   pasien   compos   mentis

kooperatif   dengan   GCS   15   (E4M6V5).  Pada   status   neurologi   ditemukan   tidak

ditemukan   kelainan.   Tanda­tanda   Hungtington’s   Chorea   Syndrome   yaitu

ditemukan   gerakan   involunter   (+),   koreotik   (+),   atetotik   (+),   langkah   menjadi

goyang (+), dimensia (­). 

Berdasarkan   literatur   pada   pasien   dengan  chorea   ditemuka   gerakan   yang

lambat, menggeliat, dan kadang kala gerakan berliku­liku yang disebut athetosis.

Gerakan ini digambarkan sebagai choreoathetosis.10,11  Tanda­tanda parkinsonian

lainnya, seperti kekakuan dan ketidakstabilan postural, dapat dijumpai pada pasien

ini.4 

21
Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan penunjang

yaitu MRI sebagai standar untuk menegakkan diagnosis dan akan ditemukan

atrofi pada korteks cerebri, nuucleus kaudatus, dan putamen, serta flattening pada

ventrikel lateralis.7,10 Selain itu koreksi gen juga dapat dilakukan, khususnya pada

pasien yang memiliki riwayat menderita penyakit yang sama dalam keluarga serta

untuk menyingkirkan penyakit – penyakit defek gen yang memliki manifestasi

klinis yang sama.3,10

Penatalaksanaa pada pasien ini diberikan  haloperidol 2x2 mg, amitripilin

2x5 mg, dan tetrabenazine (Xenazine) 1x12,5 mg.15,16  Terapi simptomatik yaitu

dari   golongan   tetrabenazine   berguna   mengurangi   neurotransmitter   dopamine,

serotonin,   dan   noradrenalin   dalam   sel­sel   saraf   di   otak,   sehingga   mengubah

transmisi sinyal listrik dari otak yang mengontrol gerakan dengan menghambat

secara   reversible   transporter   2monoamin   vesikular   (VMAT2).14,15  Kemudian

untuk   mengatasi  emosi  dan   chorea   dapat   diberikan   obat   golongan   dopamin

antagonis   yaitu   haloperidol,   dalam   dosis   harian   2   sampai   10   mg,   Haloperidol

dapat  menekan  gangguan dalam gerakan dan membantu  meringankan  kelainan

perilaku atau emosi labil, tetapi tidak mengubah perkembangan penyakit.10,15

Dilihat   dari   keadaan   umum   prognosis   pada   pasien   dengan   chorea

huntington ini mengarah ke arah baik, karena pada pasien ini belum ada gangguan

kejiwaan seperti rasa depresi ingin bunuh diri yang dapat memperburuk penyakit.8

22
BAB V

KESIMPULAN 

Huntington disease merupakan suatu penyakit genetik yang tidak bisa

disembuhkan dan  bersifat   autosomal   dominan  Letak gen huntington ada pada

kromosom ke 4. Karakterisitik dari penyakit ini berupa dominasi genetik, chorea,

dan dementia. Pasien secara perlahan akan kehilangan kemampuan motoriknya

dan mengalami gangguan mental. Diagnosa pasti ditegakkan dengan pemeriksaan

gen darah. Terapi yang diberikan hanyalah bersifat simptomatik, suportif, dan

berupa konseling. Prognosis untuk pasien yang terdiagnosa dengan Huntington

disease adalah buruk.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Novak   MJU,   Tabrizi   SJ.   2010.   Huntington’s   disease.  BMJ

2010;340:c3109 
2. World Health Organisation. The world health report 1997. Conquering
suffering, enriching humanity. Geneva: WHO Office of Information,
1997.
3. Wright S, 2004.  Genetic Screening for Huntington’s Disease. BioTeach

Journal. Vol. 2. Di akses dari www.bioteach.ubc.ca

4.   HK, Nand N, Bharti K, Makkar V, Seghal R. 2004. Huntington’s Chorea

–A Case Report with Typical Family Tree . JIACM. 5(4): 359­62 

6.  Sharma V, Sharma P, Deshmukh R, 2012. Huntington’s Disease: Clinical

Complexities and Therapeutic Strategies. J Adv Scient Res, 2012, 3(2):

30­36.

7 . Negi RS, Manchada KL, Sanga S. 2014. Imaging of Huntington’s disease.

24
medical journal armed forces india 70. 386­388 
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Dalam : Buku Ajar
Neurologi Klinis, edisi pertama. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta 1996 : 161-68, 181-87
9. Groot J & Chusid J. G. Alih bahasa Munandar A. Diskusi Kasus. Dalam :
Neuroanatomi Korelatif , edisi 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta 1997 : 266
10. Nanche, Martha, et all. 2011. A Physician’s Guide to the Management of
Huntington’s Disease. Edisi ke 3. California: Huntington’s Disease
Society of America. Hal 39 – 43
11. Mayo Clinic, 2014. Huntington’s Disease. Diakses melalui
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/huntingtons-
disease/basics/definition/con-20030685 tanggal 16 November 2015.

1. 12. Sung V, 2014. HD Chorea Symptoms. Diakses melalui


http://www.xenazineusa.com/HD-chorea-symptoms tanggal 14
November 2015.

13. Harsono, Neurologi klinik. Jakarta.PERDOSSI dan Gajah Mada press


14. Tonam, 2004. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Ilmu Penyakit
Syaraf. FKUI. Jakarta.
15. Fauci A BE, Kesper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, Loscalzo J.
Manual of Medicine. New York.2009. Mc Graw Hill.
16. Mahar M. Priguna S, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian
Rakyat14. Robins, Kumar, Cotran. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002
17. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi. Volume 2. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005
18. Mansjoer, Arif, et all, 2007. Ilmu Penyakit Saraf dalam Kapita Selekta
Kedokteran, edisi III, jilid kedua, cetakan keenam. Media Aesculapius :
Jakarta.
19. Mardjono M, Sidharta P. 1989. Neurologi Klinis Dasar, ed 5. PT. Dian
Rakyat. Jakarta.

25
26

Anda mungkin juga menyukai