Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glukosa merupakan substansi metabolisme penting bagi tubuh untuk
menjalankan fungsinya. Rendahnya kadar glukosa pada kondisi hipoglikemia pada
pasien dapat menimbulkan manifestasi klinis yang beragam pada pasien yang
mempengaruhi beberapa sistem, mulai dari gejala ringan sampai dapat menimbulkan
kematian.

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah < 60 mg/dL, atau kadar
glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis. Hipoglikemia sering terjadi pada
pasien dengan diabetes mellitus yang mendapat terapi, namun dapat juga terjadi pada
orang normal pada kondisi tertentu, seperti akibat mengkonsumsi alkohol atau obat
golongan tertentu, atau dengan keadaan klinis lain seperti kegagalan organ, sepsis,
gangguan endokrin, insulinoma, dan gangguan metabolik yang diturunkan secara
genetik. 1,2

Pentingnya pengenalan dan penanganan yang tepat dapat mencegah akibat yang fatal
pada kondisi hipoglikemia. Pengenalan penyebab hipoglikemia pada pasien dan
penatalaksanaan yang tepat dapat menghindarkan pasien hipoglikemia dari dampak
yang fatal, bahkan dari kematian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah < 60 mg/dL, atau
kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis. Kasus hipoglikemia paling
banyak dijumpai pada penderita diabetes. Hipoglikemia pada penderita diabetes dapat
terjadi karena1:
 Kelebihan obat atau dosis obat: terutama insulin, atau obat hipoglikemia oral
 Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun: gagal ginjal kronik, pasca
persalinan
 Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat
 Kegiatan jasmani berlebihan

Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat
dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien.
Perbaikan kesadaran pada penderita diabetes melitus (DM) usia lanjut sering
lebih lamban dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.

2.2 Etiologi
Sindroma hipoglikemia yang diinduksi obat adalah tersering dijumpai
disebabkan oleh kelebihan insulin dan pemakaian OHO, terutama glibenklamid. Dosis
insulin yang tidak bijaksana pada diabetisi, sama seperti penggunaan insulin tanpa
setahu dokter, terutama oleh personal medik, bisa mengindus hipoglikemia berat.
Keadaan diatas, serangan berulang-ulang bisa mengakibatkan kerusakan otak
permanen. Indikasi yang baik pemberian insulin eksogen adalah deteksi antibodi
insulin dalam plasma. Obat hipoglikemik oral (OHO) bisa menjadi penyebab
hipoglikemia berat dan berkepanjangan, terutama pasien dewasa yang sakit atau
berpuasa namun terus minum obat.3

Terdapat beberapa obat-obat selain obat antidiabetik oral yang dapat menyebabkan
hipoglikemia (Tabel 2.1). Obat-obat ini dibedakan berdasarkan potensi menurunkan
gula darah menjadi 3 jenis, sesuai dengan terbukti sedang, lemah, atau sangat lemah.
Obat dengan risiko sedang antara lain cibenzoline, gatifloxacin, pentamidin, kuinin,
indometasin, glukagon (saat endoskopi). Obat dengan risiko ringan antara lain
klorokuineoksalin sulfonamid, artesunat/artemisin/artemeter, IGF-I, litium,
propoksifen/dekstropropoksifen. Obat dengan risiko sangat lemah antara lain ACE-I,
ARB, levofloksasin, mifeprison, disopramid, trimetoprim-sulfametoksasol, heparin,
6-merkaptopurin.
Tabel 2.1 Etiologi hipoglikemia2
Pada pasien DM Pada pasien non-DM
Defisiensi insulin endogen  Pasien yang sakit atau dalam pengobatan
penurunan respon glukagon
Terapi DM agresif
Riwayat hipoglikemia Penyakit kritis (gagal hati, ginjal atau
jantung, sepsis)
Latihan jasmani intensitas menengah Defisiensi hormon kortisol, glukagon
hingga berat dan epinefrin
Tidur Tumor non-sel islet
Gagal ginjal Hiperinsulinisme endogen
Gagal hati • Insulinoma
Pasca persalinan pada ibu yang • Gangguan sel-B fungsional
menggunakan terapi insulin saat hamil • Hipoglikemia akibat insulin
Asupan makan tidak adekuat autoimun
• Insulin sekretagog
Gambar 2.2 Penyebab hipoglikemia pada orang dewasa4

2.3 Faktor Predisposisi


Faktor-faktor predisposisi yang dapat menyebabkan hipoglikemia antara lain3,4:
1. Kadar insulin berlebihan
a. Dosis yang berlebihan
b. Peningkatan bioavailabilitas insulin: absorpsi cepat oleh karena latihan
jasmani, penyuntikan insulin di perut, perubahan ke human insulin, penurunan
clearance insulin
2. Peningkatan sensitivitas insulin
a. Penyakit Addison, hipopituarisme
b. Penurunan berat badan
c. Latihan jasmani, post partum
3. Asupan karbohidrat berkurang
a. Makan tertunda, porsi makan kurang
b. Anorexia nervosa
c. Muntah, gastroparesis
4. Lain-lain
Alkohol, obat-obatan yang meningkatkan kerja sulfonilurea

2.4 Klasifikasi
Hipoglikemia tidak selalu menunjukkan gejala yang sama untuk setiap orang.
Berdasarkan beratnya gejala, hipoglikemia dapat dibedakan menjadi5:
 Hipoglikemia ringan (gejala ringan atau tidak ada gejala)
 Hipoglikemia sedang (terdapat gejala tetapi dapat diatasi oleh pasien sendiri)
 Hipoglikemia berat (gejala yang timbul sangat berat sehingga membutuhkan
bantuan orang lain untuk mengatasinya)

Hipoglikemia juga dapat terjadi pada pasien yang bukan penderita diabetes.
Hipoglikemia pada kondisi ini terbagi menjadi4:
 Hipoglikemia puasa (fasting hypoglycemia)
Terjadi pada beberapa gangguan endokrin, seperti hipopituitarisme, penyakit
Addison, atau miksedema, juga pada gangguan fungsi hati seperti alkoholisme
akut atau gagal hati, pada gagal ginjal kronik terutama pada pasien yang
membutuhkan hemodialisis. Kejadian hipoglikemia pada kasus-kasus tersebut
umumnya terlihat jelas sebagai manifestasi sekunder. Hipoglikemia puasa juga
dapat menjadi manifestasi primer pada pasien dewasa dengan gangguan
endokrin yang tidak jelas atau gangguan metabolik sejak lahir, contohnya
hiperinsulinisme karena tumor sel B pankreas atau tumor ekstrapankreas.
 Hipoglikemia postprandial/reaktif
Dapat terjadi pada pasien post-operasi gastrointestinal, terutama dumpling
syndrome post-gastrektomi dan operasi Roux-en-Y gastric bypass. Kondisi ini
juga dapat terjadi pada sindrom hipoglikemia pankreatogenik noninsulinoma
(hiperplasia sel islet) namun angka kejadiannya jarang.
 Hipoglikemia terkait alkohol
Disebabkan oleh deplesi glikogen hepatik dan inhibisi glukoneogenesis yang
diinduksi oleh alkohol. Hal ini paling sering terjadi pada peminum alkohol
dengan malnutrisi.
 Hipoglikemia imunopatologik
Kejadian yang sangat jarang, dimana antibodi anti-insulin atau antibodi
terhadap reseptor insulin terbentuk secara spontan.

2.5 Patofisiologi
Tubuh memiliki mekanisme mempertahankan konsentrasi glukosa darah yang
adekuat untuk digunakan organ-organ tubuh, terutama otak. Kadar glukosa plasma
dalam darah dipertahankan dalam rentang 80 – 150 mg/dL, walaupun asupan makanan
dan tingkat aktivitas berbeda-beda. Hal ini memerlukan pengaturan antara kadar
glukosa yang dilepaskan ke dalam sirkulasi dengan tingkat pemakaiannya dalam
jaringan yang perubahannya terjadi sangat cepat. Sumber glukosa umumnya berasal
dari asupan makanan, namun pada periode antara makan dengan puasa, gula darah
dipertahankan umumnya melalui mekanisme pemecahan glikogen dan
glukoneogenesis. Umumnya pada tiap orang, deposit glikogen dapat mencukupi
kebutuhan untuk mempertahankan kadar gula darah selama 8 jam sampai 12 jam, dan
periode ini dipersingkat jika kebutuhan glukosa meningkat karena aktivitas atau jika
penyimpanan glikogen berkurang karena lapar atau penyakit. Keseimbangan produksi
glukosa dan pemakaiannya pada jaringan perifer diatur oleh kerja hormon, sistem
saraf, dan sinyal metabolik. Diantara kontrol tersebut, insulin berperan secara
dominan. Pada kondisi puasa, kadar insulin ditekan, mengakibatkan peningkatan
proses glukoneogenesis di hati dan ginjal dan meningkatkan pembentukan glukosa
melalui pemecahan glikogen di hati.3,4

Menurunnya konsentrasi glukosa darah secara fisiologis akan diikuti oleh penurunan
sekresi insulin endogen yang diikuti oleh pelepasan hormon-hormon
counterregulatory, seperti glukagon dan epinefrin. Kadar insulin yang rendah juga
mengurangi pemakaian glukosa oleh jaringan perifer sehingga memicu lipolisis dan
proteolisis, pelepasan prekursor glukoneogenesis, dan penyediaan sumber energi
alternatif. Hormon lain seperti glukagon, epinefrin, growth hormone (GH), dan
kortisol memainkan peran yang kecil dalam pengaturan glukosa dalam kondisi
fisiologis. Namun, hormon ini berperan penting dalam kondisi hipoglikemia.

Jika kadar glukosa mencapai level hipoglikemia, maka tubuh akan meresponnya
melalui mekanisme hormonal. Glukagon adalah mekanisme pertama dan terpenting
dalam respon ini. Glukagon mengaktifkan mekanisme glikogenolisis dan
glukoneogenesis. Epinefrin juga berperan pada hipoglikemia akut melalui mekanisme
yang serupa. Jika hipoglikemia berkepanjangan, maka GH dan kortisol akan
mengurangi pemakaian glukosa dan membantu proses produksinya. Respon pertama
pada saat kadar glukosa turun di bawah normal adalah peningkatan akut sekresi
hormone caunter-regulatory (glukosa dan epinefrin). Lepasnya epinefrin
menunjukkan aktivasi sistem simpatoadrenal. Bila kadar glukosa tetap turun, gejala
aktivasi otonomik mulai tampak

Gejala hipoglikemik berhubungan dengan aktivasi simpatis dan disfungsi otak akibat
penurunan kadar glukosa. Stimulasi sistem saraf simpatoadrenal menyebabkan
berkeringat, jantung berdebar, gemetaran, gelisah, dan lapar. Pengurangan
ketersediaan glukosa otak (yaitu, neuroglikopenia) dapat bermanifestasi sebagai
kebingungan, kesulitan dengan konsentrasi, lekas marah, halusinasi, gangguan fokus
(misalnya, hemiplegia), dan, akhirnya, koma dan kematian.

Gejala adrenergik sering mendahului gejala neuroglikopenik dan, dengan demikian,


menyediakan sistem peringatan dini untuk pasien. Penelitian telah menunjukkan
bahwa stimulus utama untuk melepaskan katekolamin adalah tingkat absolut glukosa
plasma; laju penurunan glukosa kurang penting. Kadar gula darah sebelumnya dapat
memengaruhi respons seseorang terhadap kadar gula darah tertentu.8

2.6 Manifestasi Klinis


Secara umum, manifestasi hipoglikemia berhubungan dengan penurunan
kadar glukosa darah.2
86mg/dl
Insulin sekresi
insulin endogen

68 mg/dl 50-58 mg/dl


Pelepasan hormon Awitan gejala 50 mg/dl
54 mg/dl
counter-regulatory - Otonom 43-54mg/dl
- Glukagon - Neuroglikope Perubahan Gangguan kognitif
- Epinefrin Disfungsi luas pada - tidak dapat
nik (mual, neurofisiologis EEG melakukan
keringat - evoked
dingin, lapar, tugas yang
response
<27 mg/dl gemetar, kompleks
penurunan missal
Neuroglikopenia berat berhitung
- Penurunan Kesadaran tekanan darah)
- Kejang
- Koma

Gambar 2.1 Patofisiologi hipoglikemia seiring turunnya konsentrasi glukosa darah

Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala otonom dan neuroglikopenik, seperti yang
tertera di Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Neurogenik (otonom) Neuroglikopenik
Gemetar Kesulitan Berkonsentrasi
Palpitasi Kebingungan
Berkeringat Kelemahan
Kegelisahan Kantuk
Kelaparan Gangguan penglihatan
Mual Kesulitan berbicara
Perasaan Tersengat Sakit kepala
Pusing

2.6.1 Hypoglycemic unawareness


Hypoglycemic unawareness atau ketidaksadaran hipoglikemik paling sering
terjadi pada pasien dengan insulinoma. Kondisi tersebut beradaptasi terhadap
hipoglikemia kronik dengan meningkatkan efisiensi transportasi glukosa lewat sawar
darah otak, yang menutupi kesadaran bahwa gula darah tubuh menuju kadar sangat
rendah. Respon hormonal counterregulatory juga gejala neurogenik seperti tremot,
keringat, palpitasi maka tidak terlihat pada hipoglikemia. Jika warning signs ini tidak
diperhatikan dengan jelas, pasien dapat jatuh pada kondisi koma hipoglikemia berat.4

2.7 Diagnosis
Diagnosis hipoglikemia dilakukan berdasarkan trias Whipple yaitu1,5:
1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia
2. Kadar glukosa plasma rendah
3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat

2.7.1 Anamnesis
Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis:

1. Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral: dosis terakhir,


waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis

2. Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi

3. Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya

4. Lama menderita DM, komplikasi DM

5. Penyakit penyerta: ginjal, hati, dll

6. Penggunaan obat sistemik lainnya: penghambat adrenergik beta, dll.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan5:

1. Pucat
2. Diaforesis
3. Tekanan darah
4. Frekuensi denyut jantung meningkat
5. Penurunan kesadaran
6. Defisit neurologis fokal transien
7. Penurunan kesadaran
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien curiga
hipoglikemia meliputi5:

1. Kadar gula darah


2. Tes fungsi ginjal
3. Tes fungsi hati
4. C-Peptide

2.8 Diagnosis Banding

Hipoglikemia karena penyebab lain, seperti5:

1. Obat: sering: alkohol; kadang: kinin, pentamidine; jarang: salisilat, sulfonamid

2. Hiperinsulinisme endogen: insulinoma, autoimun, sekresi insulin ektopik

3. Gagal ginjal, sepsis, starvasi, gagal hati, gagal jantung

4. Defisiensi endokrin: kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin

5. Tumor non-sel: sarkoma, tumor adenokortikal, hepatoma, leukemia, limfoma,


melanoma

6. Pasca-prandial: reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol

2.9 Tatalaksana1,5

Stadium permulaan (sadar)

• Gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirup/permen atau gula murni (bukan
pemanas pengganti gula atau gula diet/gula diabetes), dan makanan yang
mengandung karbohidrat

• Hentikan obat hipoglikemik sementara

• Pantau glukosa darah sewaktu

• Pertahankan GD diatas 100 mg/dl (bila sebelumnya tidak sadar)

• Cari penyebab

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia)
1. Diberikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (= 50 mL) bolus intravena

2. Diberikan cairan dekstrosa 10% per infus, 8 jam per kolf bila tanpa penyulit lain

3. Periksa GD sewaktu (GDS), kalau memungkinkan dengan glukometer:

 Bila GDS < 50 mg/dL: bolus dekstrosa 40% 50 mL IV

 Bila GDS < 100 mg/dL: bolus dekstrosa 40% 25 mL IV

4. Periksa GDS setiap 15 menit setelah pemberian dekstrosa 40%:

 Bila GDS < 50 mg/dL: bolus dekstrosa 40% 50 mL IV

 Bila GDS < 100 mg/dL: bolus dekstrosa 40% 25 mL IV

 Bila GDS 100-200 mg/dL: tanpa bolus dekstrosa 40%

 Bila GDS > 200 mg/dL: pertimbangkan menurunkan kecepatan drip dekstrosa
10%

5. Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS setiap 2
jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila GDS > 200 mg/dL: pertimbangkan
mengganti infus dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%

6. Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut masing-masing selang 2
jam, pemantauan GDS setiap 4 jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila GDS >
200 mg/dL: pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%

7. Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut masing-masing selang 4
jam, pemeriksaan GDS dapat diperpanjang sesuai kebutuhan sampai efek obat
penyebab hipoglikemia diperkirakan sudah habis dan pasien sudah dapat makan
seperti biasa

8. Bila hipoglikemi belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin,


seperti: glukagon 0,5-1 mg IV/IM atau kortison, adrenal
Bila pasien belum sadar, sementara hipoglikemia sudah teratasi, maka cari penyebab
lain atau sudah terjadi brain damage akibat hipoglikemia berkepanjangan.

2.10 Komplikasi
Risiko jangka pendek dari hipoglikemia meliputi situasi berbahaya yang dapat
timbul ketika seorang mengalami hipoglikemia, baik saat di rumah atau di tempat
kerja (misalnya mengemudi, mengoperasikan mesin). Selain itu, koma
berkepanjangan kadang-kadang dikaitkan dengan gejala neurologis sementara, seperti
paresis, kejang-kejang dan encephalopathy. Komplikasi jangka panjang parah
hipoglikemia adalah gangguan intelektual ringan dan permanen sekuele neurologis,
seperti hemiparesis.6,7
Hipoglikemia berulang dapat mengganggu individu merasakan hipoglikemia
berikutnya. Keseimbangan counterregulatory neurohormonal seperti glukagon dan
epinefrin terhadap hipoglikemia mungkin menjadi tumpul, namun ini bersifat
reversibel. Penelitian retrospektif telah menyatakan adanya hubungan antara sering
hipoglikemia berat (> 5 episode sejak diagnosis) dengan penurunan dalam kinerja
intelektual. Perubahan yang kecil ini tergantung pada pekerjaan individu, bisa
bermakna secara klinis atau tidak. Pada pasien dengan diabetes tipe 2, sangat tinggi
risiko penyakit kardiovaskular, hipoglikemia simtomatik (<2,8 mmol/L) dikaitkan
dengan peningkatan mortalitas. Mekanisme untuk peningkatan ini tidak pasti, namun
hipoglikemia akut merupakan proinflamasi dan mungkin dapat mempengaruhi
konduksi jantung (depolarisasi, Perpanjangan QT).8

2.11 Pencegahan
Pada pasien DM:
- Memberikan penjelasan kepada pasien bagaimana mereka mendapatkan
pengobatan. Untuk penanganan diabetes yang baik, harus direkomendasikan dosis
dan waktu pemberian obat yang tepat.
- Perencanan makan dengan cara mengatur pola makan dan gaya hidup. Orang
dengan diabetes harus makan secaa teratur dan cukup tiap makan, tidak mencoba
untuk melewatkan jadwal makan. Makanan ringan penting untuk beberapa orang
sebelum pergi tidur atau bekerja untuk mencegah hipoglikemi ditengah malam.1

2.12 Prognosis
Prognosis hipoglikemia tergantung pada penyebab kondisi ini, tingkat
keparahan, dan durasi. Hipoglikemia meningkatkan angka mortalitas pada pasien
dalam kondisi kritis. Pada 22% pasien mengalami episode hipoglikemia lebih dari 1
kali. Angka mortalitas meningkat sesuai dengan parahnya derajat hipoglikemia. Jika
penyebab hipoglikemia puasa diidentifikasi dan diobati dini, prognosis yang sangat
baik. Jika masalah ini tidak dapat disembuhkan, seperti tumor ganas dioperasi,
prognosis jangka panjang buruk. Namun, perlu diketahui bahwa tumor ini dapat
berkembang agak lambat.3,5

Hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat mengancam kehidupan dan


mungkin terkait dengan peningkatan kematian pada pasien dengan diabetes. Jika
pasien memiliki hipoglikemia reaktif, gejala sering spontan meningkatkan dari waktu
ke waktu, dan prognosis jangka panjang sangat baik. Hipoglikemia reaktif sering
diperlakukan berhasil dengan perubahan pola makan dan berhubungan dengan
morbiditas minimal. Hipoglikemia reaktif yang tidak diobati dapat menyebabkan
ketidaknyamanan yang signifikan untuk pasien, namun gejala sisa jangka panjang
tidak didapati.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. INS
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dawan, Klungkung
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Hindu
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Kawin

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Lemas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Klungkung jam 03.15 pagi dalam keadaan sadar dengan
keluhan lemas sejak 1 jam SMRS. Lemas timbul mendadak, sebelumnya pasien
beraktivitas seperti biasa. Pasien juga mengeluh gemetar dan berkeringat dingin pada
seluruh tubuh. Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Keluhan
demam, mual dan muntah disangkal. Sebelumnya pasien makan seperti biasa,
kebiasaan makan pasien sedikit tapi sering, sehari-hari pasien makan bubur beberapa
sendok per kali makan. Pasien makan terakhir pukul 22.00 WITA sebanyak 2 sendok
bubur. Pasien memiliki riwayat kencing manis dan darah tinggi sejak lama,
sebelumnya pasien mengonsumsi obat Glibenclamide 5 mg 1 tablet jam 06.00 dan
Metformin 500 mg 2 kali dan Captopril 25 mg 2 kali pada pagi hari jam 06.00 dan
sore jam 18.00.

Riwayat Penyakit Terdahulu:


 Riwayat keluhan serupa sebelumnya (-)
 Riwayat HT (+) sejak lama, riwayat TD tertinggi 170/100, pasien rutin minum obat
Captopril 2 x 25 mg per hari
 Riwayat DM (+) sejak lama, riwayat GD tertinggi pasien tidak ingat, pasien rutin
minum obat Glibenclamide 1 x 5 mg dan Metformin 2 x 500 mg per hari
 Riwayat asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:

 Riwayat keluhan serupa dialami oleh keluarga (-)


 Riwayat DM pada keluarga (-)
 Riwayat HT pada keluarga (-)

3.3 Pemeriksaan Fisik


 Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
GCS : E4V3M6
Tekanan Darah : 130/60 mmHg
Nadi : 68x/menit, reguler
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36˚C
SpO2 : 99%

 Status General
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya langsung +/+
pupil isokor 3 mm
THT : faring hiperemis (-), atrofi papil lidah (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
JVP meningkat (-)
Thorax :
Pulmo : Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : fremitus normal/normal
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas atas PSL ICS 2 (S)
batas kiri 2 cm IC 5 medial MCL (S)
batas kanan SL ICS 4 (D)
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : distensi (-), caput meducae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Kuku tangan: koilonychia -/-
Telapak tangan: eritema palmaris -/-
Dingin + +
+ +

Edema - -
- -

CRT < 2 detik

3.4 Pemeriksaan Penunjang


 Laboratorium Darah Lengkap (22/11/2018)
Parameter Hasil Unit Kategori Nilai
Normal
3
Leukosit 7,6 10 /μL N 4,60 - 10,20
6
Eritrosit 4,00 N 3,80 – 6,50
10 /Μl
Hemoglobin 10,5 g/dL L 11,5 – 18,0
Hematokrit 32,1 % L 37,0 – 54,0
MCV 80,3 fL N 80,0 – 100,0
MCH 26,3 pg L 27,0 – 32,0
MCHC 32,7 % N 31-36
RDW-CV 13,8 % N 11,5 - 14,5
3
Trombosit 431 H 150 – 400
10 /μL
MPV 7,1 fL L 7,8 - 11,0
Lymph % 26,1 % N 20,0 – 40,0
MID% 8,1 % N 1,7 - 9,3
Gran % 66 % L 77,0 – 100,0
GDS 42 mg/dL L 80 - 200
Ureum 48 mg/dL N 10 - 50
Creatinin 2,33 mg/dL H 0,62 - 1,2

3.5 Diagnosis
Hipoglikemia et causa OAD

3.6 Tatalaksana
 MRS
 Dekstrose 40% 2 flakon (50 mL) bolus IV
 Maintenance IVFD D10% 20 tpm
 Tunda Glibenclamide dan Metformin
 Evaluasi GDS

3.7 Follow Up

22 November 2018 pukul 03.45

S : Pasien mengatakan masih lemas, namun sudah membaik

O : KU: baik, kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6

TD: 130/70 mmHg, N: 78x/menit, R: 20x/menit, S: 36,3C

GDS: 99 mg/dl

A : Hipoglikemia et causa OAD

p : Maintenance IVFD D10% 20 tpm

22 November 2018 pukul 08.00

S : Pasien mengatakan masih lemas namun sudah membaik

O : KU: baik, kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6

TD: 120/70 mmHg, N: 74x/menit, R: 20x/menit, S: 36,4C

GDS: 67 mg/dl
A : Hipoglikemia et causa OAD

p : Bolus D40% 1 flakon, cek GDS ulang

22 November 2018 pukul 12.00

S : Pasien mengatakan tidak ada keluhan

O : KU: baik, kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6

TD: 130/80 mmHg, N: 80x/menit, R: 20x/menit, S: 36,3C

GDS: 109 mg/dl

A : Hipoglikemia et causa OAD

p : Maintenance IVFD D10% 20 tpm


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis
Pasien perempuan usia 57 tahun, menggunakan jaminan BPJS datang ke UGD
RSUD Klungkung lalu didiagnosis dengan hipoglikemia et causa obat antidiabetik
oral. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis, pasien datang dengan keluhan lemas sejak 1 jam SMRS. Lemas
timbul mendadak, sebelumnya pasien beraktivitas seperti biasa. Pasien juga mengeluh
gemetar dan berkeringat dingin pada seluruh tubuh. Pasien belum pernah mengalami
keluhan serupa sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penurunan kesadaran
pada pasien dengan GCS E4V3M6, dan akral dingin pada ke-empat ekstremitas. Pada
pemeriksaan penunjang gula darah sewaktu (GDS), didapatkan kadar GDS pasien 42
mg/dL.

Pada pasien didapatkan gejala yang serupa dengan teori gejala hipoglikemia yaitu
lemas, gemetar, keringat dingin dan penurunan kesadaran. Begitu pula dengan hasil
pemeriksaan penunjang GDS 42 mg/dL yang sesuai dengan teori definisi
hipoglikemia yaitu kadar gula darah dibawah 60 mg/dL atau dibawah 80 mg/dL
dengan gejala klinis. Berdasarkan teori, hipoglikemia paling sering terjadi pada
penderita diabetes dan paling sering disebabkan oleh obat antidiabetik. Hal ini sesuai
dengan kasus ini, dimana berdasarkan anamnesis, pasien adalah penderita diabetes
melitus yang rutin mengonsumi obat antidiabetik Glibenclamide 1 x 5 mg dan
Metformin 2 x 500 mg per hari, namun konsumsi makan pasien sangat sedikit, hanya
2 sendok bubur, sehingga menyebabkan kadar gula darah yang sangat rendah setelah
penggunaan obat antidiabetik.
BAB VI
KESIMPULAN

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah < 60 mg/dL, atau
kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis. Kasus hipoglikemia paling
banyak dijumpai pada penderita diabetes.

Hipoglikemia dapat terjadi secara tiba-tiba. Biasanya bersifat ringan, tidak


membahayakan dan bisa ditangani dengan cepat dan mudah hanya dengan makan atau
minum makanan yang kaya akan glukosa. Namun jika tidak ditangani, hipoglikemia
bisa memburuk dan menyebabkan penderitanya mengalami perasaan bingung,
canggung, hingga pingsan. Bahkan hipoglikemia berat dapat menyebabkan kejang,
koma dan bahkan kematian.
Pada orang dewasa dan anak-anak diatas usia 10 tahun, hipoglikemia
sebenarnya jarang terjadi kecuali sebagai akibat efek samping dari pengobatan
diabetes. Di luar itu, hipoglikemia juga bisa terjadi karena penggunaan obat lain,
kekurangan hormon atau enzim, atau karena adanya kondisi kesehatan lain seperti
tumor.
DAFTAR PUSTAKA

1. Budianto A. KONSENSUS Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia. 2011. Jakarta. PB PERKENI.
2. Prianonto D, Sulistianingsih DP. Hipoglikemia. Kapita Selekta Kedokteran
Essentials of Medicine. 2016;790-2.
3. Cryer PE. Hypoglycemia. Harrison's Principle of Internal Medicine. 18th
edition. New York: McGraw-Hill; 200.
4. Masharani U. Diabetes Mellitus and Hypoglycemia. CURRENT Medical
Diagnosis and Treatment. 54th Edition. 2015;1229-35.
5. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapany DL. Hipoglikemia.
Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Panduan Penyakit Dalam: Panduan Praktik
Klinis. Interna Publishing 2015;73-6.
6. Arsana PM, Purnamasari D. Hipoglikemia dan Hiperglikemia. EIMED PAPDI
Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in Internal Medicine). Jakarta:
Interna Publishing. 2011;305-13.
7. Sudoyo, A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Internal
Publishing 2009.
8. Hamdy O, Khardori R. Hypoglycemia. Medscape 2019 [Internet]. Tersedia:
https://emedicine.medscape.com/article/122122-overview [2019 Mar 17].

Anda mungkin juga menyukai