Anda di halaman 1dari 5

PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan


homeostasis selama mungkin, penatalaksaan dengan kasus CKD menurut
Margareth(2012) antara lain :
a. Optimilisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam biasanya
diusahakan hingga tekanan vena juglaris meningkat dan terdapat edema betis
ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan pencatatan
keseimbangan cairan. Pemberian cairan disesuaikan dengan produksi urin. Yaitu
produksi urin 24 jam ditambah 500 ml. Asupan garam tergantung evaluasi
elektroolit, umumnya dibatasi 40-120 mEq (920-2760 mg). Diet normal
mengandung rata-rata 150 mEq. Furosemide dosis tinggi masih dapat digunakan
pada awal PGK, akan tetapi pada fase lanjut tidak lagi bermanfaat dan pada
obstruksi merupakan kontraindikasi. Penimbangan berat badan, pemantauan
produksi

urin

serta

pencatatan

keseimbangan

cairan

akan

membantu

pengelolaan keseimbanagn cairan dan garam


b. diit tinggi kalori dan rendah protein
Diit rendah protein (20-40 gram/hari) dan tinggi kalori menghilangkan
gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureania dan
menyebabkan

penurunan ureum dan perbaikan gejala. Kebutuhan kalori

minimal 35 kcal/kgBB/hari. Diet rendah protein tinggi kalori akan memperbaiki


keluhan mual, menurunkan BUN dan akan memperbaiki gejala. Selain itu diet
rendah protein akan menghambat progresivitas penurunan faal ginjal Hidari
masukan dari kalium dan garam.
c. kontrol hipertensi
ada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan
cairan di atur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan
diuretic Loop , selain obat antihipertensi. Pemantauan faal ginjal secara serial
perlu dilakukan pada awal pengobatan hipertensi jika digunakan penghambat
ACE dan ARB. Apabila dicurigai adanya stenosis arteria renal, penghambat ACE
merupakan kontraindikasi
d. control keseimbangan elektrolit

yang sering ditemukan adalah hyperkalemia dan asidosis berat. Untuk


mencegah hyperkalemia, hindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60
mmol/hari), diuretic hemat kalium (misalnya, penghambat ACE dan obat
antiinflamasi

nonsteroid),

asidosis

berat,

atau

kekurangan

garam

yang

meneybabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi
melalui kadar plasma dan EKG. Perubahan gambaran EKG kadang baru terlihat
setelah hyperkalemia membahayakan jiwa. Pencegahan meliputi : Diet rendah
kalium : menghindari buah (pisang, jeruk, tomat) serta sayuran berlebih dan
Menghindari penggunaan diuretic K-sparring : furosemide, spironolactone
e. mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti
alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg)
pada setiap makan
f. deteksi dini dan terapi infeksi
pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi
lebih ketat.
g. modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolit
toksik dan dikeluarkan oleh ginjal
h. persiapan dialysis
segera persiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan
dialysis biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski telah
dilakukan terapi konservatif, atau terjadi komplikasi. Menurut Pedoman Diagnosis
dan Terapi Bag/ SMF Ilmu Penyakit Dalam (2008) bahwa dialysis dapat diberikan
pada pasien gagal ginjal dengan stadium 5 yaitu GFR < 15 dan jika ada uremia.
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanankan
proses tersebut (Smeltzer, 2008)
Pemberian dialysis juga diklasifikasikan oleh Smeltzer (2008) menurut
waktu pemberiannya yaitu dialysis akut dan dialysis kronik.
1) Dialysis akut

akut diperlukan bila kadar kalium yang tinggi atau yang meningkat
(kalium serum > 6 mEq/L), klebihan muatan cairan atau edema pulmoner
yang mengancam, asidosis yang meningkat, perikarditis atau konfusi
berat. Tindakan ini juga digunakan

untuk menghilangkan obat-obat

tertentu atau toksin lain (keracunan atau dosis obat yang berlebihan).

2) Dialysis Kronik
Sedangkan dialysis kronik dibutuhkan pada GGK (penyakit ginjal
stadium terminal) dalam keadaan sebagai berikut : terjadinya tanda-tanda
dan gejala uremia (ureum darah > 200 mg/L) yang mengenai seluruh
sistem tubuh (mual, serta muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi,
konfusi mental), kadar kalium serum meningkat (> 6 mEq/L), muatan
cairan berlebih yang tidak responsif terhadap terapi diuretik serta
pembatasan cairan, dan penurunan status kesehatan yang umum.
Disamping itu terdengarnya pericardial friction rub mealalui auskultasi
merupakan indikasi yang mendesak untuk dilakukan dialisis.
Berdasarkan metode, dialysis dibagi menjadi dua yaitu (smeltzer, 2008) :
1) Hemodialysis (HD)
Hemodialisis adalah sebuah terapi yang menghilangkan sampah
dan cairan berlebih dari darah. Selama hemodialisis, darah dipompa
melalui selang lembut ke mesin dialisis yang akan menuju fliter
khusus yang disebut dialyzer (juga disebut ginjal buatan). Saat
darah difiltrasi, darah akan dikembalikan ke aliran darah. Untuk
dapat

disambungkan

dengan

mesin

dialisis,

pasien

harus

mempunyai akses atau pintu masuk ke aliran darah. Terapi ini


biasanya dilakukan 3 kali seminggu. Tiap terapi berlangsung selama
3-5 jam. Hemiodialisis dapat dilakukan di rumah atau di pusat HD.
Pusat HD berlokasi di dalam rumah sakir atau layanan kesehatan.
Syarat melakukan HD di rumah antara lain pasien harus memiliki
cukup ruangan untuk peralatan dan cukup air dan listrik untuk
mengoperasikan mesin dialisis dan mesin purifikasi. Pasien juga
membutuhkan pendamping saat dialysis.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia
(2006) umumnya indikasi dialisa pada GGK adalah bila laju filtrasi

glomerulus (LFG < 15 ml/ menit) sehingga dialisis baru dianggap


perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal di bawah ini :
a) Keadaan umum buruk dan gejala klinin nyata
b) Kalium serum > 6 mEq/L
c) Ureum darah > 200 mg/L
d) Ph darah < 7,1
e) Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
f) Fluid overloaded
2) Peritoneal Dialisis (PD)
Dalam Updates Clinical Practice Guidelines for Hemodialysis
Adequacy (2006) pada peritoneal dialisis (PD), darah dibersihkan di
daam tubuh bukan di luar tubuh pasien. Peritoneum bekerja sebagai
filter alami. Cairan pembersih yang disebut dialisat, dialirkan ke
dalam abdomen melalui selang lembut yang dinamakan kateter PD.
Kateter

dipasang

melalui

pembedahan

minor.

Sampah

dan

kelebihan cairan keluar dari darah ke dalam cairan dialisar. Setelah


bebera

jam,

digunakan

pasien

dari

mengalirkan

abdomen

dan

cairan

mengisi

dialisat
ulang

yang

sudah

dengan

cairan

pembersih yang baru untuk memulai proses kembali. Mengeluarkan


cairan yang telah digunakan dan mengisi cairan baru membutuhkan
waktu setengah jam dan hal ini disebut exchange. Peritoneal
dialisis dapat dilakukan di rumah, saat bekerja, di sekolah atau
selama perjalanan. Peritoneal dialisis merupakan terapi rumahan.
Banyak pasien yang memilih terapi ini merasa diberi fleksibilitas.
Indikasi dilakukannya Peritoneal Dialisis (PD) menurut Smeltzer
(2008) antara lain :
a)

Pasien

yang

menjalani

hemodialisis

maintenance

yang

mempunyai masalah seperti : gangguan fungsi atau kegagalan alat


untuk akses vaskuler, rasa haus yang berlebihan, hipertensi berat,
sakit kepala pascadialisis, dan anemia berat yang memerlukan
transfusi.
b) Pasien yang menunggu operasi cangkok ginjal.
c) Penyakit ginjal stadium akhir akibat DM
d) Lansia
i. Program transplantasi ginjal
transplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien
dengan penyakit renal tahap akhir. Pasien memilih transplantasi ginjal dengan

berbagai alasan, seperti keinginan untuk menghindari dialisis atau untuk


memperbaiki perasaan sejahtera dan harapan hidup untuk hidup secara normal.
Selain itu, biaya transplantasi ginjal yang sukses dibandingkan dialisis adalah
sepertiganya. Transplantasi ginjal melibatkan menanamkan ginjal dari donor
hidup yang sesuai dan cocok bagi pasien (mereka dengan antigen ABO dan HLA
yang cocok) akan lebih baik daripada transplan yang berasal dari donor kadaver.
Nefrektomi terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk transplantasi. Ginjal
transplan diletakkan di fosa iliaka anterior sampai krista iliaka pasien.

Sumber :
Rendy & margareth. 2012.

Asuhan Keperawatan medical bedah dan penyakit

dalam. Nuha Medika: Yogyakarta


Smeltzer, Susanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah. EGC : Jakarta
Firmansyah, Adi. 2010. Usaha Memperlambat Perburukan Penyakit Ginjal Kronik
ke Penyakit Ginjal Stadium Akhir. PPDS Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai