Laporan Kasus
EPILEPSI
Oleh:
ALVIN HADISAPUTRA
1408465584
Pembimbing :
dr. HARRY MANGUNSONG Sp.A
merupakan
suatu
keadaan
yang
ditandai
oleh
terjadi dan penting di masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi
medis tetapi juga sosial dan ekonomi yang menimpa penderita maupun
keluarganya. Dalam kehidupan sehari-hari, epilepsi merupakan stigma bagi
masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi penderita epilepsi. 1-3
Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan
mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan
psikososial yang merugikan baik bagi penderita maupun keluarganya.
1,2
Pada
makalah ini akan dibahas mengenai dasar teori dan laporan kasus kejang fokal e.c
Epilepsi pada anak laki-laki usia 13 bulan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Epilepsi merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten yang
disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron
secara paroksismal, didasari oleh berbagai faktor etiologi.1
Definisi terbaru menurut pedoman tatalaksana epilepsi tahun 2014 oleh
International League Against Epilepsy (ILAE) yaitu epilepsi adalah suatu
penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut: 2,3
1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks
dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24
jam.
2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan
kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan
2.2 Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju
ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai
100/100,000.4
Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan
pengobatan apapun.5 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di
bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan usia lanjut di atas 65 tahun (81/100.000
kasus). 6
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy
(ILAE) terdiri dari dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan
epilepsi dan klasifikasi untuk sindroma epilepsi.1-3
Klasifikasi ILAE untuk jenis bangkitan epilepsi1-3
1. Bangkitan Parsial
1.1 Bangkitan parsial sederhana
1.1.1 Motorik
1.1.2 Sensorik
1.1.3 Otonom
1.1.4 Psikis
1.2 Bangkitan parsial kompleks
1.2.1 Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
1.2.2 Bangkitan parsial sederhana yang disertai gangguan kesadaran saat
awal bagkitan
1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
1.3.1 Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik
1.3.2 Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
1.3.3 Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum
tonik klonik
2. Bangkitan Umum
2.1 Lena (absence)
2.2 Mioklonik
2.3 Klonik
2.4 Tonik
2.5 Tonik-klonik
2.6 Atonik
3. Tak tergolongkan
2.4 Patofisiologi
2.5 Diagnosis
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik
didukung oleh hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. 1,3,7
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh.
Anamnesis menanyakan tentang riwayat
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold standard
untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis.
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi
struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG
dikatakan abnormal jika
1. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
2. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
3. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang
timbul secara paroksimal.
b. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita
yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis
dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan
hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan
untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal
ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui
secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter.
Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat
diperlukan pada persiapan operasi.
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan
untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan
dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan
tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus
kanan dan kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.
2.7 Terapi
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien.
Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma
ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
10
Pemilihan OAE pada pasien anak berdasarkan bentuk bangkitan dan sindrom
11
12
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
13
Nama
: An. ZJ
RM
: 8982XX
Umur
: 13 bulan
Jenis kelamin
: laki-laki
Alamat
Tgl. Masuk
ALLOANAMNESIS
Diberikan oleh
Keluhan utama
: Anak kejang
tegang)
Lama kejang sekitar 15 menit,
Didahului muntah tidak menyembur isi makanan dan cairan jernih
14
Riwayat kehamilan
-
Anak pertama
Gravida 38 minggu, ANC rutin 4x selama kehamilan, lahir dengan SC atas
indikasi Janin letak sungsang tunggal hidup, BBL 2800 gr, lahir langsung
menangis, tidak ada cacat lahir dan jejas persalinan
Riwayat perkembangan
-
PEMERIKSAAN FISIK
-
: 110/90 mmHg
: 140x/i
15
: 37,00 C,
: 26 x/menit
Suhu
Napas
Gizi
-
TB
BB
LILA
LK
: 76 cm
: 11 kg
: 14 cm
: 48 cm
Status gizi
: Normal
Kepala
: Normocephali
Rambut
Mata
Konjungtiva
Sklera
Pupil
Refleks cahaya
: anemis (-/-)
: ikterik (-/-)
: isokor 2mm/2mm
: (+/+) langsung dan tidak langsung
Telinga
Hidung
Mulut
Bibir
Selaput lendir
Palatum
Lidah
Gigi
: basah
: basah
: utuh
: kotor (-)
: karies (-)
Leher :
-
KGB
Kaku kuduk
Dada :
-
Inspeksi
teraba di SIK V
LMCS
Perkusi
: sonor, jantung DBN
Auskultasi
: vesikuler (+/+), rhonki (-), wheezing (-). BJ I dan II
reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
-
Inspeksi
Palpasi
16
Perkusi
Auskultasi
: timpani
: BU (+) normal
Genitalia
Ekstremitas
Status neurologis
-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah (11/8/2015)
-
HB
HT
Leukosit
Trombosit
: 12,1 g/dl
: 36 %
: 9.300 /mm
: 327.000 /mm
HB
HT
Leukosit
Trombosit
: 12,1 g/dl
: 36 %
: 9300
: 327.000 /mm
DIAGNOSIS KERJA
-
DIAGNOSA DIFERENSIAL
17
Epilepsi Fokal
DIAGNOSA GIZI
-
Normal
PEMERIKSAAN ANJURAN
-
Elektroensefalogram (EEG)
CT-Scan Kepala
TERAPI AWAL
Medikamentosa
-
Gizi :
RDA x BBI = 100 x 11 = 1100 kkal/hari
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad Bonam
18
FOLLOW UP
HARI / TGL
12/8/2015
(07.00 WIB)
SUBJEKTIF
Demam (-),
kejang (-)
Aktivitas
anak kurang
OBJEKTIF
ASSESMENT
KU:
Tampak Epilepsi Fokal
sakit sedang
Kesadaran
somnolen,
TD: 100/80
RR: 24 x/menit,
T : 36.6 oC,
HR : 144 x/menit
TERAPI
- IVFD D5% NS
- Carbamazepin 3x20 mg
-
Mata : CA (-/-),
SI (-/-)
Thorak:
dalam
batas normal
Abdomen :
dalam
batas
normal
Ekstremitas:
akral
hangat,
CRT 2, udem (-)
13/8/2015
(9.00 WIB)
Demam (-),
Kejang (-)
Aktivitas
anak aktif
KU:
Tampak Epilepsi fokal
sakit sedang
Kesadaran
composmentis,
RR: 22 x/menit,
T : 36.5 oC,
HR : 123 x/menit
TD:110/80mmHg
Mata : KA (-/-),
SI (-/-)
Thorak:
dalam
batas normal
Abdomen :
dalam
batas
- IVFD D5% NS
- Carbamazepin 3x20 mg
Pasien rencana pulang
-
19
normal
Ekstremitas:
akral
hangat,
CRT <2, udem
(-)
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah dilaporkan seorang pasien anak laki-laki umur 13 bulan dengan
diagnosis kerja Kejang Demam Kompleks. Diagnosis kerja ditegakkan di IGD
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium.
Data yang diperoleh dari anamnesa yaitu kejang sejak 6 jam SMRS,
kejang digambarkan hanya pada satu sisi tubuh durasi 15 menit, kejang disertai
muntah tidak menymprot isi makanan dan cairan volume sekitar gelas air
mineral jumlah 1 kali. Saat kejang ibu pasien langsung mengukur suhu pasien
hasil 36 0C, pasien berobat ke syafira suhu tetap afebris diberikan diazepam 5 mg
per rectal dirujuk ke RSUD AA kaena ruangan penuh. Pasien memiliki riwayat
kejang yang sama namun didahului demam 38 0C 1 bulan SMRS, durasi kejang 15
menit, pasien berobat ke dokter umum diberi obat penurun panas keluhan tidak
muncul lagi demam berkurang. Sehabis kejang pasien sadar. Total sampai saat ini
pasien sudah dua kali kejang. Riwayat keluarga tidak ada riwayat kejang. Pasien
tidak memiliki riwayat trauma kepala. Dari anamnesis dapat disimpulkan kejang
pertama bukan status epilepticus, suspek kejang demam kompleks.
Dari pemeriksaan fisik di ruang rawat didapatkan kesadaran somnolen,
suhu afebris, tidak ditemukan parese nervus facialis, saraf motoric mamupun
sensorik, thoraks dan abdomen dalam batas normal, ekstremitas normal, selama di
ruangan tidak ada kejang. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ini Diagnosa
20
akhir menjadi epilepsy fokal karena pada saat timbul bangkitan suhu pasien
afebris dan bangkitan terjadi secara parsial (fokal). Terapi awal di IGD diberikan
Phenobarbital dan infus Paracetamol dirasakan kurang tepat karena suhu masuk
pasien afebris, Phenobarbital sebagai obat lini ketiga. Di ruangan terapi diganti
dengan Carbamazepin 3x20 mg sudah tepat karena merupakan lini pertama terapi
epilepsy fokal dimulai dosis awal rendah adalah 10mg/kgBB/24 jam dapat
dinaikkan 20-30mg/kgBB sampai efek yang diinginkan terpenuhi.
Pasien dipulangkan pada hari ke-3 perawatan dengan kriteria telah bebas
kejang 24 jam tanpa obat antipiretik , tampak perbaikan klinis, diagnosa akhir
adalah Epilepsi fokal. Pasien dipulangkan dengan rencana kontrol rutin ke dokter
spesialis anak, rencana pemeriksaan EEG dan CT Scan. EEG dan CT Scan kepala
tidak dilakukan karena keterbatasan alat di RSUD AA. Rencana penghentian obat
anti epilepsy jika pasien 2 tahun bebas kejang dengan prinsip tapering off.
21
DAFTAR PUSTAKA