Disusun Oleh :
Amanda J. Rumalatu(2011-83-010)
Fadhlah A. Ruhuputty(2011-83-020)
Griselda Tomasila ( 2011-83-042)
PEMBIMBING :
dr.Hj.A.Rismawati, Sp.A, M.kes
DEFINISI
1. Epilepsi
10-20% penderita epilepsi setidaknya akan mengalami satu kali episode status epileptikus dalam
perjalanan sakitnya
Pasien yang mengalami ensefalopati hipoksik-iskemik (EHI), trauma kepala, infeksi SSP, penyakit
kardiovaskular, penyakit jantung bawaan (terutama post-operatif ), dan ensefalopati hipertensi.
Morton LD, Pellock JM. Status epilepticus. Dalam : Swaiman, KF, Ashwal S,
Ferriero DM, Schor NF, penyunting. Swaimans Pediatric neurology principles
and practice. Edisi ke-5. China: Elsevier Saunders, 2012. h. 798-810 (Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak LXIV)
GEJALA KLINIS
A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik
tonic-clonic Status Epileptikus) (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)
Paling sering dihadapi dan potensial dalam
mengakibatkan kerusakan. Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas
klonik umum mendahului fase tonik dan diikuti oleh
Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau kejang
parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. aktivitas klonik pada periode kedua.
ANAMNESIS
Diskripsi kejang (bentuk, fokal atau umum, lama, frekuensi, kesadaran saat kejang, dengan/tanpa
demam, interval, kesadaran pasca kejang, dan kelumpuhan pasca kejang)
Anamnesis untuk mencari etiologi kejang: demam, trauma kepala, sesak napas, diare, muntah, riwayat
ada tidaknya kejang/epilepsi. Jika ada epilepsi, apakah minum obat secara teratur.
Riwayat kejang/epilepsi dalam keluarga
Penilaian kesadaran, pemeriksaan fisik umum yang menunjang ke arah etiologi kejang seperti ada
tidaknya demam, hemodinamik, tanda-tanda dehidrasi maupun tanda-tanda hipoksia.
Pemeriksaan neurologi meliputi ada tidaknya kelainan bentuk kepala, ubun-ubun besar, tanda
rangsang meningeal, nervus kranial, motorik, refleks fisiologis dan patologis.
Darah perifer -- lengkap, cairan serebrospinal, gula darah, elektrolit darah, dan analisis gas darah.
Elektroensefalografi (EEG)
Computed tomography (CT-Scan)/ magnetic resonance imaging (MRI) kepala.
UKK Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.2015. Rekomendasi Penatalaksanaan Status Epileptikus
KOMPLIKASI
PRIMER
Kejang dan status epileptikus menyGoldstein JA, Chung MG. Pediatric neurocritical care. 2013.ebabkan kerusakan
pada neuron dan memicu reaksi inflamasi, calcium related injury, jejas sitotoksik, perubahan reseptor glutamat dan
GABA, serta perubahan lingkungan sel neuron lainnya.
Proses kontraksi dan relaksasi otot menyebabkan kerusakan otot, demam, rabdomiolisis, bahkan gagal ginjal
Hipoksia metabolisme anaerob dan memicu asidosis.
Kejang perubahan fungsi saraf otonom dan fungsi jantung (hipertensi, hipotensi, gagal jantung, atau aritmia).
Metabolisme otak pun terpengaruh; mulanya terjadi hiperglikemia akibat pelepasan katekolamin, namun 30-40
menit kemudian kadar glukosa akan turun
Seiring dengan berlangsungnya kejang, kebutuhan otak akan oksigen tetap tinggi, dan bila tidak terpenuhi akan
memperberat kerusakan otak
Edema otak proses inflamasi, peningkatan vaskularitas, atau gangguan sawar darah-otak.
Akibat pemakaian obat anti-konvulsan adalah depresi napas serta hipotensi, terutama golongan
benzodiazepin dan fenobarbital.
Efek samping propofol yang harus diwaspadai adalah propofol infusion syndrome yang ditandai dengan
rabdomiolisis, hiperkalemia, gagal ginjal, gagal hati, gagal jantung, serta asidosis metabolik.
Pada sebagian anak, asam valproat dapat memicu ensefalopati hepatik dan hiperamonia
Goldstein JA, Chung MG. Pediatric neurocritical care. dalam Rekomendasi Penatalaksanaan
Status epilepticus 2016
PROGNOSIS
Gejala sisa lebih sering terjadi pada SE simptomatis; 37% menderita deficit neurologis permanen, 48% disabilitas
intelektual.
Sekitar 3-56% pasien yang mengalami SE akan mengalami kembali kejang yang lama atau status epileptikus yang
terjadi dalam 2 tahun pertama.
Angka kematian terkait SE pada 30 hari perawatan dilaporkan kurang dari 10%. Kematian tersebut lebih
disebabkan oleh komorbiditas atau penyakit yang mendasarinya, bukan akibat langsung dari status epileptikus.
Raspall-Chaure M, Chin RF, Neville BG, Scott RC. Lancet Neurol.2006;5:769-79 dalam UKK Neurologi Ikatan Dokter
Indonesia 2015