Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji Syukur, Kami persembahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Penyertaan serta tuntunan-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.
Laporan ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Dokter Pulau 2. Kami
menyadari betul bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saran
dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi kesempuranaan laporan ini ke depan.
Dalam kesempatan ini juga kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang berperan dalam pembuatan laporan ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat
membalas semuanya itu.

Ambon, 28 maret 2011

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
a. Latar belakang
b. Tujuan
BAB II. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB III. PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat kita bergerak, otot yang bekerja memerlukan pasokan oksigen untuk mengolah
energi yang didapat dari makanan. Udara yang dihirup oleh paru-paru, dihantarkan darah
menuju jantung, kemudian oleh jantung dipompakan keseluruh tubuh, terutama pada otot
yang bekerja terutama anggota gerak tubuh, bisa kita kendalikan. Makin banyak otot yang
bekerja, makin banyak kebutuhan oksigen, makin besar kekerapan denyut jantung kita
perlukan.
Denyut jantung biasanya mengacu pada jumlah waktu yang dibutuhkan oleh detak
jantung per satuan waktu, secara umum direpresentasikan sebagai bpm (beats per minute).
Denyut jantung yang optimal untuk setiap individu berbeda-beda tergantung pada kapan
waktu mengukur detak jantung tersebut (saat istirahat atau setelah berolahraga). Variasi
dalam detak jantung sesuai dengan jumlah oksigen yang diperlukan oleh tubuh saat itu.
Detak jantung atau juga dikenal dengan denyut nadi adalah tanda penting dalam
bidang medis yang bermanfaat untuk mengevaluasi dengan cepat kesehatan atau mengetahui
kebugaran seseorang secara umum. Pada orang dewasa yang sehat, saat sedang istirahat
maka denyut jantung yang normal adalah sekitar 60-100 denyut per menit (bpm). Jika
didapatkan denyut jantung yang lebih rendah saat sedang istirahat, pada umumnya
menunjukkan fungsi jantung yang lebih efisien dan lebih baik kebugaran kardiovaskularnya
(Edward R. Laskowski, M.D).
Laskowski menambahkan ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi jumlah
denyut jantung seseorang, yaitu aktivitas fisik atau tingkat kebugaran seseorang, suhu udara
disekitar, posisi tubuh (berbaring atau berdiri), tingkat emosi, ukuran tubuh serta obat yang
sedang dikonsumsi. Meskipun jumlah denyut bervariasi, tapi denyut yang terlalu tinggi atau
rendah dapat menunjukkan adanya masalah yang mendasar. Misalnya jika denyut secara
konsisten di atas 100 bpm (tachycardia) atau di bawah 60 bpm (bradycardia), terutama jika
disertai gejala lain seperti pusing, sesak napas atau sering pingsan.
Aktivitas tubuh dapat mempengaruhi fisiologi kardiovaskular dan respirasi
seseorang. Misalnya saat berenang, air yang digunakan untuk berenang biasanya akan lebih
dingin dibanding udara di sekitar. Merendamkan tubuh dalam air akan menurunkan suhu
tubuh seseorang sehingga saat keluar dari kolam renang atau ke udara yang bersuhu lebih
panas tubuh akan berusaha menormalitaskannya. Berenang atau menyelam pada suhu air
yang lebih rendah dari suhu tubuh dapat membuat pembuluh darah arteri berkontraksi dan
perluasan vena kecil, yang dapat menyebabkan darah di pembuluh darah berhenti. Dengan
kondisi ini denyut jantung dan aliran darah akan terganggu dan menyebabkan defisit
oksigen.

B. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui denyut jantung pada saat beristirahat, maupun melakukan aktivitas saat
menyelam.
2. Mengetahui durasi tahan napas saat beristirahat, maupun melakukan aktivitas saat
menyelam.
3. Mengetahui pengaruh hiperventilasi terhadap durasi menahan napas sebelum
menyelam.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Pengukuran Denyut Nadi
DENYUT NADI/MENIT
NO NAMA SEBELUM SAAT MASUK SAAT
MASUK AIR AIR MENYELAM
1. Anggun L. Husein 88 kali 80 kali 48 kali
2. Linda Ohoirat 76 kali 60 kali 44 kali
3. Moren Sahertian 84 kali 60 kali 40 kali
4. Nurul A.R. Hukom 90 kali 90 kali 48 kali
5. Rahel Laritmas 96 kali 60 kali 44 kali
6. Chrisye L. Baura 92 kali 64 kali 48 kali
7. Novita Tilukay 98 kali 60 kali 40 kali
8. Jasica Siauta 68 kali 88 kali 60 kali
9. Titi N. Pune 56 kali 48 kali 28 kali
10. Stanly P. Thenu 90 kali 88 kali 60 kali

2. Pengukuran Lama Menahan Napas


LAMA MENAHAN NAPAS
SAAT
SEBELUM SAAT
SEBELUM SAAT MASUK
MASUK AIR MENYELAM
NO NAMA MASUK AIR MASUK AIR AIR
Dengan Dengan
Tanpa Tanpa Dengan
hiperventilasi hiperventilasi
hiperventilasi hiperventilasi hiperventila
5 kali 5 kali
si 5 kali
1. Anggun L. Husein 52 det 1 mnt 8 det 19 det 42 det 20 det
2. Linda Ohoirat 1 mnt 46 det 2 mnt 18 det 17 det 55 det 17 det
3. Moren Sahertian 52 det 55 det 20 det 22 det 19 det
4. Nurul A.R. Hukom 30 det 50 det 19 det 17 det 12 det
5. Rahel Laritmas 1 mnt 53 det 1 mnt 39 det 13 det 58 det 11 det
6. Chrisye L. Baura 40 det 51 det 40 det 19 det 16 det
7. Novita Tilukay 34 det 51 det 30 det 18 det 14 det
8. Jasica Siauta 42 det 40 det 40 det 22 det 12 det
9. Titi N. Pune 30 det 40 det 20 det 8 det 5 det
10. Stanly P. Thenu 55 det 1 mnt 20 det 16 det 30 det 23 det

B. Pembahasan
1. Pengukuran Denyut Nadi
Dari hasil pengukuran denyut nadi, dapat dilihat bahwa denyut nadi sebelum
masuk ke dalam air lebih cepat dibandingkan dengan denyut nadi saat seseorang masuk ke
dalam air. Hal ini menunjukkan bahwa suhu luar yang dingin dapat mempengaruhi denyut
nadi. Saat menyelam dimana seluruh tubuh seseorang masuk ke dalam air, terlihat bahwa
denyut nadi menjadi lebih lambat dibandingkan dengan denyut nadi saat hanya sebagian
tubuh yang masuk ke dalam air.
Semua perairan bersuhu lebih dingin dari pada suhu tubuh normal (37'C atau
98'F) dan karenanya seorang penyelam akan kehilangan panas tubuhnya ke air karena
faktor konduksi. Panas dikonduksikan lebih cepat dari permukaan tubuh ke air yang
merupakan konduktor baik sehingga dapat mempengaruhi suhu inti tubuh. Sebagai usaha
untuk mempertahankan suhu inti yang konstan, kapasitas insulatif dan suhu tubuh dapat
diatur dengan mengubah-ubah gradient suhu antara kulit dengan lingkungan eksternal,
sehingga tingkat pengeluaran panas dapat dipengaruhi. Kapasitas insulatif lapisan tersebut
dapat diubah-ubah dengan mengontrol jumlah darah yang mengalir ke kulit. Kulit yang
relatif kurang mendapat darah dan dingin, membentuk isolator yang baik antara bagian
tengah tubuh dan lingkungan. Namun, kulit merupakan isolator yang sempurna, bahkan
dengan vasokonstriksi maksimum. Walaupun aliran darah ke kulit minimal, masih dapat
terjadi pemindahan sebagian panas melalui konduksi dari organ-organ dalam ke
permukaan kulit tempat panas tersebut dapat keluar ke lingkungan. Sehingga penggunaan
baju dengan ketebalan tertentu dapat membantu mengisolasi tubuh dari perpindahan panas
keluar. Hal inilah yang diperlukan seseorang saat masuk ke dalam air bahkan saat ia
menyelam.
Respon vasomotor kulit dikoordinasikan oleh hipotalamus melalui keluaran
sistem saraf simpatis melalui keluaran sistem saraf simpatis.
Vasokonstriksi perifer juga merupakan salah satu mekanisme tubuh untuk
mempertahankan penggunaan oksigen saat seseorang menyelam, disamping mekanisme
lain yakni penggunaan metabolisme anaerob. Vasokonstriksi perifer mengatur pengiriman
oksigen ke organ yang memiliki prioritas tertinggi dalam penggunaan oksigen, seperti
otak, jantung dan kelenjar adrenal. Sementara organ yang lain bertahan dengan
menggunakan oksigen yang tersimpan atau menggunakan metabolisme anaerob.
Vasokonstriksi perifer menyebabkan peningkatan resistensi perifer sehingga untuk
mempertahankan normalnya tekanan darah tubuh berkompensasi dengan mengurangi
Cardiac Output (CO). Berkurangnya Cardiac Output dicapai dengan menurunkan denyut
jantung (bradikardi).
Reflex bradikardi, vasokonstriksi perifer, dan peningkatan suplai darah ke
beberapa organ vital seperti otak dan jantung inilah yang disebut dengan diving reflex.
Beberapa studi menunjukkan bahwa diving reflex dapat terjadi hanya dengan masuknya
wajah kedalam air tanpa membasahi seluruh tubuh dengan air.

2. Pengukuran Lama Menahan Napas


Dari hasil pengukuran lama menahan napas, dapat dilihat bahwa dengan
hiperventilasi, waktu menahan napas dapat menjadi lebih lama dibandingkan dengan
menahan napas tanpa melakukan hiperventilasi sebelumnya. Seperti pada pengukuran
no.1 dimana lama menahan napas meningkat menjadi 1 menit 8 detik, lebih lama
dibandingkan dengan waktu menahan napas tanpa melakukan hiperventilasi sebelumnya
yang hanya 52 detik. Hiperventilasi menyebabkan lebih banyak CO2 yang dikeluarkan ke
atmosfer dibandingkan dengan yang diproduksi di jaringan dan PCO2 arteri menurun.
Tekanan O2 alveolus meningkat selama hiperventilasi karena lebih banyak oksigen segar
yang sampai ke alveolus dari atmosfer daripada yang diekstraksi dari alveolus oleh darah
untuk dikonsumsi jaringan, dan dengan demikian PO2 arteri meningkat. Namun, karena
Hb hampir mengalami saturasi penuh pada PO2 arteri normal, hanya sedikit O2 yang
ditambahkan ke darah. Kecuali sedikit peningkatan jumlah O2 yang larut, kandungan O2
darah pada dasarnya tidak berubah selama hiperventilasi.
PCO2 arteri merupakan masukan yang penting untuk mengatur besarnya ventilasi
pada keadaan istirahat. Peran ini sesuai, karena perubahan ventilasi alveolus menimbulkan
efek yang segera mencolok pada PCO2 arteri, sementara perubahan ventilasi kurang
memberi efek pada % saturasi Hb dan ketersediaan O2 sampai PO2 turun lebih dari 40%.
Bahkan perubahan ringan PCO2 arteri secara refleks akan bermakna pada ventilasi. PCO2
arteri secara refleks merangsang pusat pernapasan (kemoreseptor sentral di medula), yang
peka terhadap perubahan konsentrasi H+ yang diinduksi oleh CO2 dalam cairan ekstrasel
otak yang membasahinya. Sebaliknya penurunan PCO2 secara refleks menurunkan
dorongan untuk bernapas. Hal inilah yang menjelaskan mengapa hiperventilasi sebelum
menahan napas dapat memperlama waktu untuk seseorang untuk kembali menarik napas.
Karena tekanan CO2 yang menurun, menurunkan dorongan untuk bernapas. Selanjutnya
CO2 yang diproduksi melalui metabolisme akan terakumulasi sehingga PCO2 kembali ke
tingkat normal dan mendorong seseorang untuk kembali menarik napas.
Namun hiperventilasi juga memiliki kerugian. Paru-paru yang penuh dengan
udara akan meningkatkan daya apung seseorang sehingga ia sulit untuk masuk lebih
dalam saat menyelam. Selain itu, terdapat masalah tekanan yang berhubungan dengan
menyelam saat paru-paru penuh udara.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Suhu yang rendah mempengaruhi fisiologis pernapasan dan denyut nadi.
2. Diving Reflex membantu tubuh dalam mempertahankan penggunaan oksigen saat
seseorang menyelam.
3. Hiperventilasi sebelum menahan napas dapat memperlama waktu untuk seseorang
untuk kembali menarik napas. Karena tekanan CO2 yang menurun menurunkan
dorongan untuk bernapas. Namun, dapat meningkatkan daya apung penyelam
sehingga sulit masuk lebih dalam saat menyelam, disamping adanya masalah yang
terkait dengan tekanan.
B. Saran
Untuk menghindari terjadinya hipotermia akibat konduksi panas tubuh pada saat
penyelaman, sebaiknya digunakan pakaian dengan ketebalan yang sesuai sebagai
insulator.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://jap.physiology.org/content/23/6/964.extract
2. http://www.iworx.com/LabExercises/lockedexercises/LockedDivingReflex-LS2.pdf
3. http://www.dianahacker.com/pdfs/Hacker-Mart-CBE.pdf

Anda mungkin juga menyukai