Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH SUHU TERHADAP ENZIM AMILASE PADA

TUMBUHAN
Wahdan Al – Haq Fauzi Malik* 1, Rizal Maulana Hasby*2
1,2
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A.H. Nasution No.105, Cipadung, Cibiru Kota Bandung, Jawa Barat 40614
e-mail:*1 wahdanfauzi5@gmail.com e-mail:*2 rizal.maulana@fst.uinsgd.ac.id

ABSTRAK
Enzim merupakan biokatalisator yang bertindak menguraikan molekul yang nantinya
rantainya akan mengalami pemanjangan menjadi lebih sederhana, serta dapat membantu
mekanisme reaksi yang mana tergantung pada enzimnya. Enzim amilase berperan dalam
proses penguraian amilum atau polisakarida menjadi senyawa maltosa, yakni senyawa
disakarida. Enzim pektinase yang berfungsi menguraikan petin menjadi senyawa asam pektin.
Enzim maltosa yang berfungsi mengurai maltosa menjadi senyawa glukosa. Terdapat
beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi laju kerja enzimatik antara lain adalah suhu ( temperature ). Oleh karenanya
reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang menggunakan katalis enzim dapat
dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh
suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih
tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk
mengetahui dan menentukan dan pengaruh pada suhu terhadap kerja pada enzim amilase.

Kata Kunci : Enzim, Amilum, Amilase, Suhu.

PENDAHULUAN
Enzim merupakan suatu biokatalisator yang dapat bertindak menguraikan molekul
yang nantinya yang rantainya panjang menjadi lebih sederhana, serta dapat juga membantu
mekanisme reaksi yang mana tergantung pada enzimnya. Walaupun enzim ikut serta dalam
reaksi dan mengalami perubahan fisik selama reaksi, enzim akan kembali kepada keadaan
semula bila reaksi telah selesai ( Jawetz, dkk, 2004 ).
Enzim dalam makhluk hidup berfungsi sebagai biokatalisator yang sangat efektif untuk
meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik secara nyata, dimana reaksi ini tanpa enzim akan
berlangsung lambat. Enzim bekerja dengan cara menurunkan energi pengaktifan yang dengan
sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi ( Kurnia, 2010 ).

Enzim amilase yang berperan mengurai amilum atau polisakarida menjadi senyawa
maltosa, yakni senyawa disakarida. Enzim pektinase yang berfungsi menguraikan petin
menjadi senyawa asam pektin. Enzim maltosa yang berfungsi mengurai maltosa menjadi
senyawa glukosa. Enzim sukrosa yakni enzim yang berperan mengubah senyawa laktosa
menjadi senyawa glukosa dan juga galaktosa ( Subuksa, 2009 ).
Terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim. Enzim mampu
mempercepat reaksi kimia paling sedikit 1 juta kali lebih cepat dari reaksi yang tidak
dikatalisis. (Lehninger, 1982). Faktor yang sangat terpenting adalah suhu, pH dan substrat yang
mengandung kadar pati tinggi. Suhu sangat memengaruhi aktivitas enzim karena enzim adalah
rangkaian asam amino yang sistem kerjanya berkaitan erat dengan suhu lingkungan. Aktivitas
enzim juga akan dipengaruhi oleh pH. pH akan berkaitan dengan keberadaan ion hidrogen.
Konsentrasi ion hidrogen sangat memengaruhi aktivitas enzim, karena enzim dapat aktif
apabila asam amino yang merupakan sisi aktif enzim berada dalam keadaan ionisasi yang tepat.
pH terlalu asam atau basa akan menyebabkan enzim terdenaturasi sehingga enzim tidak aktif (
Istia’nah et al., 2020 ).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju kerja enzimatik antara lain adalah suhu
( temperature ). Oleh karena reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang
menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang menggunakan
katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat,
sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Selain itu, karena enzim
merupakan suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses
denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan
dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun
akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan
kecepatan reaksi ( Sutedjo dan Kartasapoetra AG, 2005 ).
Menurut Marinova dan Kolusheva ( 2007 ) hidrolisis dengan enzim amilase dapat
terjadi secara optimum pada range suhu 30 – 40°C, konsentrasi substrat antara 20 – 35 %,
konsentrasi enzim antara 0,03 – 1 %, dan pada range pH 6 – 8. Menurut Winarno ( 1983 )
enzim diastase atau amilase dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan enzim, yaitu α
amilase yang memecah pati secara acak dari tengah atau dari bagian dalam molekul, karenanya
disebut endoamilase. Β amilase, yang menghidrolisis unti – unit gula dari ujung molekul pati,
karena disebut eksoamilasi. Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH
yang optimum, umumnya antara pH 4,5 hingga 8,0.

METODE
Praktikum dilaksanakan secara mandiri di rumah masing – masing secara daring pada
02 Desember 2021. Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan pada praktikum ini adalah beras,
Tauge, Betadine, gelas plastik, air, blender, piring, sendok, panci, kompor, dan saringan.

Pertama disiapkan alat dan bahan yang telah disebutkan tadi, lalu dimasukan ¼ kg tauge
ke dalam blender dan tambahkan air secukupnya blender hingga halus, kemudian tauge
disaring untuk dipisahkan antara filtrat dan ampas. Selanjutnya ampas di masukan kembali ke
dalam blander dan di tambah air kembali, ulangi langkah tersebut hingga tiga kali perasan. Jika
sudah , satukan filtrat pertama, kedua, dan ketiga. Selanjutnya siapkan beras lalu cuci beras,
ditampung air cucian beras pertama, ulangi langkah sebanyak tiga kali pengulangan, lalu air
cucian beras disatukan kedalam wadah. Kemudian di panaskan Sebagian filtrat tauge dan air
cucian beras pada panci yang berbeda hingga mendidih, lalu siapkan dua piring dan beri label
satu untuk perlakuan dingin dan perlakuan panas, selanjutnya diambil 1 sendok air filtrat tauge
tanpa proses pemanasan dan tuangkan pada piring label dingin, kemudian diambil 1 sendok
filtrat tauge yang dipanaskan, dan tuangkan pada piring label panas, lalu diteteskan sebanyak
dua tetes betadine pada kedua cairan, dan tunggu selam 2 menit, amati perubahan yang terjadi.
Ulangi langkah yang sama untuk air cucian beras.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh suhu terhadap aktivitas
enzim amilase. Semakin tinggi suhu, maka laju reaksinya semakin naik karena adanya proses
inaktivasi enzim yang meningkat karena proses denaturasi. Proses denaturasi ini terjadi karena
enzim adalah protein. Lamanya waktu pemanasan mempunyai pengaruh terhadap aktivitas dan
intensitas warna enzim. Semakin lama waktu pemanasan, maka intensitas warnanya akan
semakin gelap karena aktivitas enzim akan semakin turun dan enzim akan memecah sehingga
aktivitas enzim akan berhenti yang ditandai dengan warna pada larutan yang semakin gelap
yang pada percobaan ini ditunjukan dengan warna hitam pekat. Menurut (Musta, 2018), enzim
amilase bekerja pada suhu optimum 37°C.

Tabel Hasil Praktikum

No Nama Cairan Perlakuan Uji iodin

Air Beras Dingin Biru keunguan


1
Panas Biru Keunguan
2 Air perasan tauge Dingin Bening
Panas Bening

Gambar Air cucian beras setelah ditetesi iodine

Dari hasil pengamatan pada air beras dan air tauge yang diberi perlakuan temperatur
berbeda, terlihat perubahan warna pada air beras ketika diuji menggunakan betadine (iodine).
Pada uji iodine piring pertama berisi air beras dengan perlakuan suhu panas mengalami
perubahan warna yaitu biru sedikit keunguan, lalu pada piring kedua yang berisi air beras
dengan suhu dingin, ketika diuji dengan iodine terjadi perubahan warna menjadi biru pekat (
keunguan ) hanya saja lebih pekat bila dibandingkan dengan air cucian beras pada perlakuan
yang dipanaskan. Perubahan warna yang terjadi pada air cucian beras dikarenakan dalam
larutan tersebut terdapat unit-unit glukosa yang membentuk rantai heliks karena adanya ikatan
dengan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini yang menyebabkan pati dapat
membentuk kompleks dengan molekul yodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya. Prinsip
dari pengujian iodin yang dilakukan dalam praktikum yaitu karbohidrat golongan polisakarida
akan memberikan reaksi dengan larutan iodin sehingga memberikan warna spesifik bergantung
pada jenis karbohidratnya, reaksi amilosa dan iodin akan memunculkan warna biru. Amilum
akan berubah oligisakarida, maltosa dan sejumlah kecil glukosa dengan bantuan enzim α-
amilase pada kedua bahan tersebut akan bereaksi dengan betadine. Betadine merupakan obat
antiseptik dengan kandungan aktif povidone iodine 10%. Adapun persamaan reaksi kimianya
sebagai berikut:

C6H12O6 + I2 → C6H10O6 + 2I- + 2H+


Glukosa + Diiodine = Gluconolactone + Iodide Ion + Deuteron

Reaksi tersebut akan menghasilakn cairan berwarna biru keunguan yang disebabkan oleh reaksi
glukosa dengan iodine yang terkandung pada betadine.

Perubahan warna yang muncul dalam pada air cucian beras merupakan tanda
terdapatnya kerja enzim amilase yang efektif berjalan pada suhu berkisar 38 – 40 °C,
kebanyakan dari enzim tidak mampu bekerja jika suhu menurun hingga 0°C, tetapi enzim –
enzim tersebut tidak binasa. Jika suhu dikembalikan pada temperatur yang tepat maka kegiatan
atau aktivitas enzim akan kembali berjalan. Sebaliknya jika pemanasan yang terlalu tinggi akan
berakibat jauh lebih buruk terhadap aktivitas enzim apabila dibandingkan dengan penurunan
suhu.

Gambar air perasan tauge setelah ditetesi iodine

Lalu uji iodine pada piring berisi air tauge dengan suhu panas mengalami perubahan
warna yang semula memiliki warna iodin lalu setelah didiamkan beberapa saat, airnya berubah
menjadi bening. Hal yang sama juga terjadi pada piring berisi air tauge dengan suhu dingin
ketika diuji dengan betadine (iodine ) mengalami perubahan warna dan memunculkan warna
bening seperti air tauge dengan perlakuan sebelumnya. Hal demikian dapat terjadi karena
enzim amilase diketahui dapat bekerja secara optimum pada suhu 38 – 40°C. Kebanyakan
enzim tidak akan menunjukkan kegiatan lagi jika temperatur menurun hingga 0°C. Apabila
suhu berada di bawah 38°C, suhu tersebut dapat menghidrolisis secara lambat, sedangkan jika
temperaturnya melebihi 40°C dapat merusak struktur pada larutan.

Berdasarkan hasil praktikum maka dapat kita ketahui kedua cairan yang diujikan
memilki kandungan amilum yang berbeda, amilum pada kedua cairan dipengaruhi oleh adanya
enzim α-amilase, di mana pada cairan tauge dengan perlakuan panas enzim α-amilase telah
terjadi denaturasi karena melebihi suhu optimum, hal ini sesuai dengan penelitian Suarni dan
Patong di mana bahwa α-amilase dari kacang hijau mempunyai temperatur optimum 30℃,
karena pemanasan di atas suhu 30 ℃ maka enzim mengalami denaturasi dan mengakibatkan
tidak dapat mengubah amilum menjadi oligisakarida, maltosa dan sejumlah kecil glukosa.
Betadine digunakan untuk uji amilum karena mengandung iodine. Apabila betadine diteteskan
pada makanan yang mengandung amilum maka akan terjadi perubahan warna. Perubahan
warna ini dikarenakan adanya reaksi amilum dengan iodine berupa senyawa kompleks
amanium iodida yang menghasilkan warna biru keunguan.

Uji iodin merupakan salah satu metode pengujian yang digunakan untuk membedakan
polisakarida dari disakarida dan monosakarida. Uji iodin juga digunakan untuk
mengidentifikasi amilosa dalam pati atau kanji pada larutan uji. Perubahan warna larutan
terjadi karena dalam larutan pati terdapat unit-unit glukosa yang membentuk rantai heliks
karena adanya ikatan dengan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini yang
menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul yodium yang dapat masuk ke
dalam spiralnya. Prinsip dari pengujian iodin yaitu karbohidrat golongan polisakarida akan
memberikan reaksi dengan larutan iodin akan memberikan warna spesifik bergantung pada
jenis karbohidratnya. Amilosa dan iodin akan berwarna biru, amilopektin dengan iodin akan
berwarna merah violet, glikogen maupun dekstrin dengan iodin akan berwarna merah coklat.
Kelebihan dari metode iodin yaitu proses pengujiannya mudah dan biaya yang dikeluarkan
lebih sedikit dibanding metode yang lain. kelemahan dari meode iodin yaitu hasil yang
diperoleh tidak akurat. Ketidak akuratan pengujian dengan metode iodin disebabkan karena
pengujian bersifat subjektif. (Musta, 2018), menyatakan bahwa uji iodin digunakan untuk
membedakan polisakarida dari disakarida dan monosakarida. Bentuk rantai heliks ini
menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodin yang dapat masuk ke
dalam spiralnya sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut. Uji pati-
iodium berdasarkan pada penambahan iodium pada suatu polisakarida yang menyebabkan
terbentuknya kompleks adsorpsi berwarna spesifik. Amilum atau pati dengan iodium
menghasilkan warna biru.

Amilum merupakan polisakarida yang jumlahnya paling melimpah di alam, yaitu


sebagian besar terdapat pada tumbuhan. Amilum dikenal dengan istilah lain yaitu pati dan
terdapat pada umbi, daun, batang, dan berbagai jenis biji – bijian. Amilum terdiri dari dua
macam polisakarida yang kedua – duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa kira –
kira 20 – 28 % dan sisanya adalah amilopektin. Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan
menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa. Hidrolisis juga dapat dilakukan dengan
bantuan enzim amilase. Dalam ludah manusia serta dalam cairan yang diproduksi oleh
pankreas terdapat amilase yang bekerja terhadapa amilum yang terkandung di dalam makanan.
Oleh enzim amilase, amilum diubah menjadi maltosa dalam bentuk maltosa ( Poedjiadi, 1994).

KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwasanya, pada
percobaan air beras dan air tauge dengan perlakuan suhu yang berbeda ketika diuji dengan
menggunakan iodine terjadi perubahan warna yang berbeda pula, hal tersebut disebabkan
faktor dari perubahan suhu yang dimana semakin tinggi suhu, maka laju reaksinya akan
semakin naik karena proses inaktivasi enzim meningkat karena terjadi denaturasi dan waktu
pemanasan juga mempengaruhi intensitas warna pada enzim yang dimana semakin lama waktu
pemanasan, maka intensitas warnanya akan semakin gelap karena aktivitas enzim akan
semakin turun dan enzim akan memecah sehingga aktivitas enzim akan berhenti yang ditandai
dengan warna pada larutan yang semakin gelap.

DAFTAR PUSTAKA

Musta, R. (2018). Waktu Optimum Hidrolisis Pati Limbah Hasil Olahan Ubi Kayu (Manihot esculenta
Crantz var. Lahumbu) Menjadi Gula Cair Menggunakan Enzim α-Amilase Dan Glukoamilase.
Indonesian Journal of Chemical Research, 5(2), 498–507.

Tiwari, S. S. (2015). Amylases: An Overview with Special Reference to Alpha Amylase. Journal of
Global Bioscience, 4 (1) :1886-1901.

Istia’nah, D., Utami, U., & Barizi, A. (2020). Karakterisasi Enzim Amilase dari Bakteri Bacillus
megaterium pada Variasi Suhu, pH dan Konsentrasi Substrat. Jurnal Riset Biologi Dan
Aplikasinya, 2(1), 11. https://doi.org/10.26740/jrba.v2n1.p11-17

Darin E, Puspitasari J, Wohon N, Adi P, Yuli R, Prasetyaning S, Lestariana S. ( 2013 ). ENZIM.


scribd.com. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Naning D W. ( 2013 ). Pengaruh Kadar Enzim Terhadap Kecepatan Reaksi. pdfcoffee.com.


Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

Idham S A. ( 2014 ). Pengaruh Temperatur Terhadap Keaktifan Suatu Enzim. Makassar :


Universitas Hasanuddin Makassar.

Afria F. ( 2019 ). Biokimia Tanaman Acara IV : Enzim. scribd.com. Yogyakarta : Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta.

DOKUMENTASI PRAKTIKUM

Anda mungkin juga menyukai