Anda di halaman 1dari 7

1.

Rangkuman Topik Praktikum Indera Perasa dan Pembau


Dalam menanggapi rangsang, tubuh kita dilengkapi dengan lima indera. Tiap indera ini memiliki organ dan fungsi khusus dalam menanggapi rangsang dari luar. Pada topic ini, indera yang dibahas adalah indera perasa dan pembau. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa kedua indera ini memiliki hubungan fungsi yang amat erat sehingga seseorang dapat menikmati cita rasa makanan dengan begitu baik. Baik indera perasa maupun indera pembau memiliki organnya masing-masing. Perasa merupakan suatu kemampuan merespon terhadap kelarutan molekul atau ion yang disebut tastants. Organ yang berperan penting sebagai indera perasa atau indera gustatory adalah lidah. Lidah tersusun atas otot rangka (otot ekstrinsik dan intrinsik) yang terlekat pada tulang hyoideus, tulang rahang bawah, dan processus styloideus. Lidah memiliki permukaan yang kasar karena adanya tonjolan-tonjolan yang disebut papilla. Terdapat tiga jenis papilla yang tersebar di permukaan lidah, yakni : Papilla filiformis, yang berbentuk seperti benang halus dan berada di depan. Papila sirkumvalata, yang berbentuk bulat, tersusun seperti huruf v di bagian belakang lidah Papila fungiformis, yang berbentuk seperti jamur (Boron et al, 2003)

Terdapat banyak sel reseptor perasa yang ada di dalam lidah. Reseptor-reseptor tersebut mengelompok di bagian tunas pengecap dan tersebar di area lain di tubuh. Tunas pengecap berada dipinggir papilla. Setiap tunas pengecap memiliki pori yang membuka dan menutup ketika permukaan lidah mengalami kontak dengan suatu molekul atau ion yang masuk ke mulut. Sebuah tunas perasa terdiri atas 50-100 sel perasa yang mewakili 5 sensasi rasa. Setiap sel perasa memiliki reseptor pada permukaan apical. Reseptor-reseptor tersebut merupakan protein transmembrane yang memuat ion-ion yang meningkatkan sensasi rasa asin dan terikat ke molekul yang meningkatkan sensasi rasa manis, pahit, dan umami. Setiap sel perasa hanya menunjukkan satu tipe reseptor, kecuali pada reseptor pahit (Bachmanov, 2007) Secara umum, ada 4 sensasi rasa dasar yang dapat dirasakan oleh reseptor-reseptor di lidah, yakni asin, asam, manis, dan pahit. Namun beberapa ahli juga menambahkan jenis sensasi kelima, yakni umami, yang memberikan sensasi rasa gabungan dari keempat rasa

tersebut. Menurut sumber dari buku-buku lama, dijelaskan bahwa di permukaan lidah, terdapat bagian bagian tertentu yang peka terhadap masing-masing sensasi rasa. Bagian permukaan lidah yang paling peka terhadap rasa manis yakni bagian puncak lidah, untuk rasa asin di bagian tepi lidah yang dekat puncak, untuk rasa asam di bagian tepi lidah belakang, dan untuk rasa pahit berada di pangkal lidah (Zhao et al, 2003) Rasa manis dihasilkan dari keberadaan suatu gula dan beberapa substansi lainnya. Rasa manis sering dikaitkan dengan keberadaan aldehid dan keton yang termasuk dalam gugus karbonil. Rasa manis terdeteksi oleh berbagai macam pasangan reseptor protein G yang berpasangan dengan gustducin protein G yang ditemukan di tunas perasa. Senyawa di otak yang dapat berikatan kuat dengan 2 reseptor rasa manis yang berbeda, yakni T1R2+3 (heterodimer) dan T1R3 (homodimer), yang merupakan akun bagi semua perasa manis yang ada manusia dan hewan (Zhao et al, 2003). Untuk rasa asin, reseptor untuk garam meja atau NaCl adalah ion chanel yang meneruskan ion-ion Na+ untuk masuk secara langsung ke sel yang mendepolarisasinya dan memicu aksi potensial di dekat neuron sensoris. Pada manusia, terdapat hormone yang meningkatkan jumlah reseptor asin/garam, yakni aldosterone (Zhao et al, 2003). Dalam merasakan rasa masam, terjadi suatu proses pelepasan proton (H + ) oleh substansi asam yang kemudian terdeteksi oleh reseptor asam. Hal ini sama dengan chanel transmembrane K+ yang digiring untuk mendepolarisasi sel dan neurotransmitter yang melepas serotonin ke synapsis dengan neuron sensori (Zhao et al, 2003). Sedangkan dalam merasakan rasa pahit ternyata pasangan reseptor protein G juga yang memegang peran. Manusia memiliki gen yang mengkoding 25 reseptor pahit yang berbeda (T2Rs), yang masing-masing responsi sel perasa terhadap rasa pahit menunjukkan sejumlah gen. Dapat disimpulkan, berbeda dengan rasa manis yang mengekspresikan reseptor T1Rs, rasa pahit diekspresikan oleh reseptor T2Rs (Zhao et al, 2003). T2Rs yang merupakan reseptor pahit dapat ditemukan di silia dan sel otot halus pada trakea dan brokus. Sedangkan T1Rs yang merupakan reseptor manis dapat ditemukan di selsel yang ada di duodenum (Boroditsky, 1999). Umami sendiri merupakan respon terhadap asam glutamate. Proses pengikatan asam amino, termasuk asam glutamate, juga mengambil tempat di pasangan reseptor protein G

yang dengan protein sub

berpasangan heterodimer dari unit T1R1 dan

T1R3 (Zhao et

al, 2003).

Gambar 1. Bagian-bagian pada lidah dan tunas perasa (HowStuffWorks, 2007) Pembau merupakan kemampuan untuk merespon keberadaan suatu gas. Indera pembau atau olfaktori pada tubuh manusia atau hewan adalah hidung . Di dalam rongga
hidung bagian atas tersusun atas serabut-serabut saraf pembau dan terdapat sel pembau di ujungujungnya. Serabut-serabut tersebut bergabung menjadi urat saraf pembau yang menuju pusat pembau di otak. Sel pembau memiliki rambut-rambut halus yang diselimuti oleh selaput lender yang berfungsi sebagai pelembab. Sel-sel pembau ini amat peka terhadap keberadaan zat-zat kimia yang beredar di udara, baik berupa gas maupun uap. Segala sesuatu yang tercium baunya, melepaskan suatu molekul. Molekul tersebut secara umum merupakan volatile atau mudah terevaporasi di udara. Molekul tersebut akan tertangkap oleh neuron-neuron yang ada di rongga hidung. Neuron tersebut sangatlah unik karena neuron ini akan keluar ketika mengalami kontak dengan udara. Siliasilia yang ada pada neuron tersebut akan mengikat molekul yang tercium baunya dan meneruskannya ke neuron yang mengakibatkan kita dapat mencium bau tersebut (Boroditsky,

1999)

Menurut suatu buku biologi molekuler, dijelaskan bahwa manusia dapat membau 10.000 bau yang berbeda, yang dapat merangsang reseptor olfaktori yang masing-masing decoding oleh gen yang berbeda dan mengenal bau yang berbeda. Sehingga jika ada DNA yang kehilangan suatu gen, maka dapat menyebabkan gangguan untuk membau suatu gas (USA, 2012)

Gambar 2. Bagian dari Organ Olfaktori (Wikispace, 2013)

2. Metode Praktikum
2.1. Alat dan Bahan Dalam praktikum ini, akan dilakukan 3 uji, yakni uji indera perasa, pembau, dan hubungan pengecap dan pembau. Dalam uji indera perasa, terdapat beberapa alat dan bahan yang akan digunakan selama praktikum berlangsung, yang diantaranya adalah larutan gula pasir, larutan garam dapur, larutan pil kina, larutan bubuk cabe, larutan asam sitrat, cotton bud, kertas tissue, penutup mata, stopwatch, dan air mineral. Sedangkan dalam uji indera pembau, alat dan bahan yang digunakan antara lain spuit/syringe 2,5 ml,

kapas, minyak tawon, minyak gas, minyak wangi/parfum, minyak cengkih dan kertas tissue. Untuk uji yang terakhir, yakni uji hubungan pengecap dan pembau dibutuhkan pisau, kapas, kertas tissue, air putih, bengkoang, pisang, dan apel.

2.2. Cara Kerja Dalam tiap uji untuk praktikum ini memiliki cara kerja yang berbeda. Untuk uji perasa, terdapat 2 tahap cara kerja. Untuk cara kerja tahap pertama, yakni mengetahui lokasi reseptor pengecap. Untuk mengetahui lokasi reseptor pengecap, diawali dengan membersihkan rongga mulut dengan cara berkumur air tawar dan mengeringkan lidah dengan kertas tissue. Setelah itu, mata praktikan ditutup agar tidak mengetahui larutan apa yang dipergunakan. Kemudian cotton bud dicelupkan pada salah satu larutan dan disentuhkan ke lidah bagian ujung, tepi depan, tepi samping kiri kanan, tengah dan pangkal. Apa yang dirasa dan daerah lidah yang paling peka dicatat pada lembar pengamatan. Langkah-langkah tersebut diulang kembali dengan menggunakan larutan lainnya yang berbeda dengan catatan setiap transisi uji larutan, mulut harus dibersihkan dahulu. Cara kerja tahap kedua ialah menghitung waktu sensasi. Dalam menghitung waktu sensasi, diawali dengan membersihkan rongga mulut dengan berkumur air mineral. Setelah itu waktu sensasi pada lidah ditentukan, dengan mengeringkan permukaan lidah menggunakan kertas tissue dan mempertahan agar lidar diluar mulut. Kemudia sedikit larutan gula diletakkan pada lokasi yang sudah diketahui sensitive terhadap larutan gula dan waktu yang diperlukan untuk merasakan larutan gula dihitung dengan stopwatch. Setelah selesai, mulut dibersihkan dengan cara berkumur. Selang 3 menit kemudian, langkah sebelumnya diulangi dengan menggunakan larutan asam sitrat, pil kina, garam dapur, dan bubuk cabe. Untuk uji indera pembau, terdapat beberapa langkah kerja. Dalam uji ini, praktikan yang akan diuji inderanya tidak boleh dalam kondisi flu/pilek. Pertama, mata praktikan ditutup terlebih dahulu. Kemudian salah satu minyak diambil dengan menggunakan jarum suntik. Jarum suntik pada ujung syringe dilepas dan syringe diposisikan dengan keadaan lubang jarum di atas. Lubang jarum yang terbuka tersebut didekatkan menuju lubang hidung pada satu sisi hidung, sedangkan satu sisi hidung lainnya ditutup

menggunakan kapas. Kemudian posisi syringe dibalikkan sehingga hidung menghirup parfum melalui pangkal spuit. Praktikan/probandus ditanyai posisi manakah yang lebih bau. Langkah tersebut diulangi dengan menggunakan bahan yang lainnya. Setelah itu, lubang hidung ditutup salah satu dengan kapas. Bahan yang ada pada spuit dituangkan secukupnya. Syringe dipegang dan didekatkan pada hidung yang terbuka dengan jarak 1,5 cm di depan hidung. Pada saat itu praktikan diminta untuk menghirup dan menghembuskan lewat mulut. Langkah tersebut juga dilakukan hingga tidak lagi membau bahan tersebut. Setelah selesai, OFT (Olfactory Fatigue Times) yang merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ketidakpekaan pembau dihitung. Penghitungan tersebut diulang hingga 3 kali lalu dihitung hasil rata-rata. Setelah OFT dihitung, ORF (Olfactory Recovery Times) juga dihitung. Waktu yang dibutuhkan untuk kesembuhan pembau diulang hingga 3 kali dan dihitung hasil rata-ratanya. Seluruh langkah tersebut dari awal hingga akhir diulangi pada praktikan yang lainnya dan dibandingkan hasilnya. Untuk cara kerja uji yang terakhir, diawali dengan menutup mata dan hidung praktikan. Lidah praktikan dibersihkan menggunakan kapas/tissue. Bahan diletakkan pada lidah praktikan/probandus secara bergantia. Probandus ditanyai apa yang dirasakan setiap kali bahan diletakkan di lidah dan ditanyai juga apakah dapat membau dan mengecap. Langkah tersebut kemudia diulangi namun dengan keadaan hidung terbuka. Percobaan yang sama juga diulangi sebanyak 2 kali pada praktikan yang lainnya kemudian dibandingkan hasil dari keduanya.

3. Daftar Pustaka
Boron, W.F., E.L. Boulpaep. 2003. Medical Physiology. 1st ed. Elsevier Science USA. Bachmanov, A. A., dan G. K. Beauchamp. 2007."Taste receptor genes", Annu Rev Nutr 27: 389414 Zhao, Grace Q.; Yifeng Zhang, Mark A. Hoon, Jayaram Chandrashekar, Isolde Erlenbach, Nicholas J.P. Ryba, Charles S. Zuker. 2003. "The Receptors for Mammalian Sweet and Savory taste" (PDF), Cell 115 (3): 255266 Boroditsky, Lera. 1999. "Taste, Smell, and Touch: Lecture Notes." pp. 1 USA. 2012. "Better Smelling Through Genetics: Mammalian Odor Perception. Ncbi.nlm.nih.gov. Retrieved 2012-12-30. HowStuffWorks. 2007. Diakses di http://science.howstuffworks.com/life/humanbiology/ question139.htm pada 27 September 2013 pukul 20.30 WIB.

Wikispace. 2013. Diakses di http://whsanatomyphysiology.wikispaces.com/Peripheral+Nervous+ System+and+Senses pada 27 September pukul 20.28 WIB.

Anda mungkin juga menyukai