I. PENDAHULUAN
Perkebunan dapat dianggap sebagai satu masyarakat tertutup, sehingga usahausaha kesehatanpun harus disesuaikan dengan sifat-sifat masyarakat tersebut,
dalam arti menyelenggarakan sendiri untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Dan hal
ini sesuai pula dengan luas daerah perkebunan, yang sudah sepatutnya ada usahausaha tersendiri. Usaha-usaha ini meliputi bidang preventif dan kuratif, baik
mengenai penyakit-penyakit umum, maupun kecelakaan, ataupun penyakit penyakit akibat kerja. Pokok-pokok pikiran ini berlaku pula untuk pertanian dan
kehutanan yang dilakukan secara besar-besaran seperti perkebunan.
Proses produksi perkebunan tebu dan pabrik gula PT.Gunung Madu ini terdiri dari
land preparation, crop maintenance, harvesting dan workshop. Bagian 1.Land
preparation adalah menyiapkan lahan agar siap dan sesuai untuk ditanami tebu,
misalnya dengan cara pembajakan dan penggaruan untuk memusnahkan alangalang. 2.Crop maintenance prosesnya terdiri dari pengairan, pemupukan,
penyulaman, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit serta
penggemburan. 3.Harvesting terdiri dari pembakaran tebu, dilanjutkan dengan
tebang manual kemudian mengangkut tebu dari kebun ke pabrik gula dalam
keadaan segar, lancar, aman dan tepat waktu. 4.Workshop adalah tempat
perawatan alat dan mesin pertanian agar mekanisasi pertanian dapat berjalan
dengan lancar.
Proses crop maintenance salah satunya adalah penyemprotan hama atau pestisida.
Penggunaan pestisida dipertanian, perkebunan dan kehutanan sangat penting
untuk mencegah atau memberantas pengaruh-pengaruh buruk dari berbagai hama,
sehingga dapat dicapai hasil semaksimal mungkin, baik kwalitas maupun
kuantitas. Pada bagian ini PT Gunung Madu memperkerjakan 8 orang pegawai
yang menggunakan alat berat dan 250 orang melakukan penyemprotan pestisida
secara manual. Resiko yang mungkin dimiliki para pekerja tersebut adalah
terpaparnya residu pestisida yang bersifat akut maupun kronik didalam tubuh
manusia. Senyawa pestisida tersebut antara lain DDT, aminotriazol, aldrin,
dieldrin, dan PCNB ( Sastroutomo. Sutikno S, 1992).
Selain itu untuk menghindari terjadinya masalah kesehatan dan kecelakaan kerja
terhadap para pekerja, diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai cara
penggunaan pestisida, cara perlindungan diri, langkah-langkah keamanan yang
perlu diambil, maupun cara-cara penyimpanannya.
1. Apa sajakah faktor risiko terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja yang
ada di tempat kerja crop maintanance khususnya pekerja penyemprot
pestisida?
2. Gangguan kesehatan apasajakah yang mungkin timbul dengan adanya
faktor risiko ?
3. Sejauh manakah upaya perlindungan atau pencegahan yang telah dilakukan
oleh perusahaan PT Gunung Madu tersebut ?
I.3. Tujuan
1. Bagi Mahasiswa
a. Meningkatkan pengetahuan tentang kedokteran kerja,
b. Mengetahui tentang masalah paparan debu di lingkungan kerja dan akibat
yang ditimbulkannya,
2. Bagi Perusahaan
a. Memperoleh masukan identifikasi bahaya paparan debu di lingkungan
kerja,
b. Memperoleh masukan yang dapat dimanfaatkan bagi program pencegah
paparan debu di lingkungan kerja.
I.1. Metodologi
Data yang didapat merupakan data primer dan data sekunder yang diperoleh saat
kunjungan perusahaan.
GMP, pekerja, serta survey lingkungan kerja. Data sekunder didapatkan dari profil
perusahaan dan presentasi mengenai pelayanan kesehatan yang disampaikan oleh
pimpinan klinik perusahaan.
Dari data yang ada diidentifikasi faktor risiko penyakit dan kecelakaan akibat
kerja ditiap bagian produksi dengan metode matriks.
Status pemegang saham PT. GMP terdiri dari Kuok Investment, yang merupakan
perusahaan penanam modal asing dan pemegang saham 45%, dan pemegang
saham lokal terdiri dari dua kepemilikan yaitu PT. Pipit Indah 27,5% dan P.T.
Rejosari Bumi 27.5%. Proses produksi PT. GMP untuk pertama kali pada tahun
1978. Produksi utama adalah penanaman tebu dan pengolahan hingga menjadi
gula putih dikhususkan untuk memenuhi produksi dalam negeri, sedangkan
produk sampingan berupa molases yaitu sisa-sisa produksi yang kemudian diolah
lagi menjadi alkohol, MSG, dan makanan ternak dipasarkan ke dalam negeri dan
ke luar negeri.
Perusahaan GMP ini mempekerjakan 100-200 ribu pekerja. Pada mulanya tenaga
kerja di GMP masih mempekerjakan tenaga asing, namun mulai tahun 1998
tenaga kerja asing sudah tidak dipekerjakan lagi. Dengan banyaknya tenaga kerja
di perusahaan ini maka GMP telah berhasil menjadi salah satu penggerak ekonomi
di provinsi Lampung tepatnya di Lampung Tengah.
Tahun
1985
1987
1989
1991
1993
1995
1997
1999
2000
2001
2002
2003
Pekerja
1.640
1.598
1.519
1.627
1.723
1.745
1.654
1.553
1.526
1.549
1.542
1.553
Total
1.760
1.723
1.643
1.758
1.856
1.887
1.801
1.706
1.679
1.701
1.693
1.700
Pekerja Harian
10.000
10.500
8.000
8.500
8.500
8.500
7.500
8.500
8.500
8.500
8.500
8.500
Data mengenai jumlah pekerja yang diperoleh dari PT. GMP adalah data sampai
tahun 2003, sedangkan untuk tahun 2006 tidak didapatkan data mengenai jumlah
pekerja dari perusahaan.
Area PT.GMP ini terdiri dari 7 divisi. Total area PT. GMP seluas 35 ribu hektar
yang dibagi dalam dimana 25 ribu hektar sebagai area penanaman tebu dan
sisanya sebagai sarana dan prasarana perusahaan.
V
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
5
5
1
6
4
1
5
4
6
5
7
2
4
6
1
2
1
1
2
1
1
2
1
7
14
10
Badminton
Lapangan basket
1
1
Kolam renang
1
AKTIVITAS UTAMA ALUR PRODUKSI DI PT. GMP
2
1
Cultivation
Steam Generating
1
2
-
1
2
1
Total
IV
1
1
1
sepakbola
Lapangan tennis
Lapangan volli
Lapangan
I
1
1
1
1
1
1
1
1
2
Lokasi
II
1
1
1
1
1
1
III
1
1
1
1
1
1
1
1
1
TK
SD
SMP
Masjid
Gereja
RS
Poliklinik
Kantin
Mini market
Club House
Lapangan
Site A
1
1
1
1
1
Crop Maintenance
Harvesting
Processing
Milling
Waste Management
Water Treatment
PRODUK GULA
Workshop
Research
Health service
Cultivation
Crop
Maintenance
Product
Harvesting
Milling
Steam
Generating
Processing
Waste
MILLING
BAGASSE
MIXED JUICE
MILK LIME
CLARIFICATION
SO2 GAS
SO2 GAS
FILTER MUD
CLEAR JUICE
EVAPORATION
SYRUP
BOILING
MASSECUITE
WATER
CURING
MOLASSES
SUGAR
B.
Penanganan bahaya yang dilakukan oleh PT. GMP dengan cara perlindungan,
modifikasi dan improvement pada proses, dan mengeliminasi atau meminimalkan
sumber bahaya.
II.3.1 Program Kesehatan Kerja
PT.GMP melakukan control dan monitoring perusahaan yang memiliki
sasaran terhadap pekerjanya dan lingkungan. Kontrol dan monitoring
terhadap pekerja pada tahap awal mencakup :
a. Pre-employment medical check up
b. Secara periodic medical check up
c. Pre-replacement medical check up
terutama pada bagian Plantation ini sangat tinggi, sehingga pekerja sangat
membutuhkan air minum yang cukup agar tidak mengalami dehidrasi. Saat
ini pekerja diminta untuk membawa sendiri air minum dari rumah masingmasing untuk memenuhi kebutuhannya di tempat kerja.
Penanganan limbah
a. Penanganan limbah padat yang mencakup :
(1) Mengurangi sumber limbah padat dengan cara menggunakan
limbah padat sebagai sumber pembangkit listrik yang disebut
bagas
(2) Limbah padat digunakan lagi (recycling and reusing), contoh :
Bagase untuk bahan bakar dan dijual untuk membuat kertas
dan makanan ternak
(3) Utilization
alam,
dimana
pada
kolam
paling
ujung
pergantian
shift
karyawan
untuk
menghindari
Dari kunjungan plant survey ke PT. GMP yang dilakukan pada hari selasa tanggal
9 Mei 2006, didapatkan berbagai faktor resiko keselamatan dan kesehatan kerja.
Salah satu faktor resiko yang dirasakan cukup penting adalah pemakaian pestisida.
Faktor resiko pestisida di perusahaan GMP ditemukan di proses crop maintenance
(pemeliharaan tanaman). Jenis pestisida yang digunakan adalah Gesapax 80 WP,
Gramaxone, Bimaron 80 WP, 2, 4-D dan Sencor 70 WP. Semua pestisida yang
digunakan di bagian Crop Maintenance (pemeliharaan tanaman) pada PT. GMP
ini termasuk ke dalam golongan herbisida. Herbisida yang disemprotkan pada
tanaman merupakan campuran dari 2,4-D Amin (1,5 L/ha) dan Gesapax 80 WP (1
L/ha) yang kemudian dilarutkan dalam 400 L air, untuk diseprotkan pada lahan
seluas 1 ha. Namun pada pelaksanaannya, jika Gesapax 80 WP tak tersedia dapat
digantikan dengan Bimaron 80 WP.
Upaya yang telah dilakukan untuk menghindari gangguan kesehatan pada pekerja
akibat pestisida oleh PT. GMP adalah pemeriksaan kadar kolinesterase dalam
mengenai hasil pemeriksaan kadar cholinesterase pada pekerja tidak dapat kami
peroleh.
III.1.
Kedokteran Okupasi
Ilmu Kedokteran Okupasi adalah disiplin ilmu kedokteran yang bertujuan agar
pekerja/komunitas pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik
fisik, mental maupun sosial dengan usaha-usaha promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja.
Penetapan diagnosis :
1). Penyakit akibat kerja,
2).
3).
2). Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan,
3). Penyakit yang diperberat oleh pekerjaan,
4). Penyakit bukan akibat kerja.
Specific Protection:
Pengendalian melalui per-undang2 an
Pengendalian administratif/organisasi:
Rotasi/pembatasan jam kerja
Pengendalian teknis: Substitusi, isolasi, ventilasi, APD
Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi
Disability Limitation:
Evaluasi kembali bekerja (Fit to work)
Rehabilitation:
Evaluasi kecacadan
Menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi pekerja
Mengganti pekerjaan sesuai dengan kemampuan pekerja
III.2.
Hubungan kerja :
Kecelakaan terjadi akibat langsung pekerjaan,
Kecelakaan terjadi pada saat melakukan pekerjaan,
Kerugian akibat kecelakaan kerja yang sering dialami adalah Kerusakan dan
kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan cacat bahkan
kematian. Diukur dg besarnya biaya yg dikeluarkan, tdd: Biaya langsung
( pengobatan, perawatan, rumah sakit, transportasi, upah selama tak mampu
bekerja dll), Biaya tersembunyi (terhentinya proses produksi dll).
SISTEM MANAJEMEN K3
2).
3).
Pembinaan
dan
pengawasan
atas
penyesuaian
pekerjaan
terhadap
pengawasan
atas
penyesuaian
pekerjaan
terhadap
atas
penyesuaian
pekerjaan
terhadap
lingkungan kerja
4).
Pembinaan
dan
perlengkapan saniter
5).
Pembinaan
dan
pengawasan
7).
8).
Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas PPPK
9).
alat
pelindung
diri
yang
dibutuhkan,
gizi
serta
III.3.
III.4.
Pestisida
Pestisida berasal dari kata Pest berarti hama, sedangkan cide artinya membunuh.
Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengkontrol, menolak, atau
menarik atau membunuh pes, contohnya serangga, rumput liar, burung, mamalia,
ikan, atau mikroba, yang dianggap mengganggu.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida)
Dalam praktek, pestisida digunakan bersama-sama dengan bahan lain
misalnya dicampur minyak untuk melarutkannya, air pengencer, tepung untuk
mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya,
bubuk yang dicampur sebagai pengencer (dalam formulasi dust), atraktan
(misalnya bahan feromon) untuk pengumpan, bahan yang bersifat sinergis
untuk penambah daya racun, dsb.
Karena pestisida merupakan bahan racun maka penggunaanya perlu kehatihatian, dengan memperhatikan keamanan operator, bahan yang diberi
pestisida dan lingkungan sekitar. Perhatikan petunjuk pemakaian yang
tercantum dalam label dan peraturan-pearturan yang berkaitan dengan
penggunaan bahan racun, khususnya pestisida.
Penggolongan pestisida menurut jasad sasaran :
Organik :
Organo khlorin : DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll.
Heterosiklik : Kepone, mirex dll.
Organofosfat : malathion, biothion dll.
Karbamat : Furadan, Sevin dll.
Dinitrofenol : Dinex dll.
Thiosianat : lethane dll.
Sulfonat, sulfida, sulfon.
Lain-lain : methylbromida dll.
2). Racun kontak, langsung dapat menyerap melalui kulit pada saat
pemberian insektisida atau dapat pula serangga target kemudian kena
sisa
insektisida
penyemprotan.
Formulasi Pestisida
(residu)
insektisida
beberapa
waktu
setelah
dahulu.
Formulasi
pestisida
merupakan
pengolahan
Umpan (baits)
Paling banyak adalah 1000 liter/ha sedang paling kecil 1 liter/ha seperti
dalam ULV.
2). Dusting (lihat penjelasan terdahulu) : untuk hama rayap kayu kering
Cryptotermes, dusting sangat efisien bila dapat mencapai koloni karena
racun dapat menyebar sendiri melalui efek perilaku trofalaksis.
3). Penuangan atau penyiraman (pour on) misalnya untuk membunuh sarang
(koloni) semut, rayap, serangga tanah di persemaian dsb.
a. Injeksi batang : dengan insektisida sistemik bagi hama batang, daun,
penggerek dll.
b. Dipping : perendaman / pencelupan seperti untuk biji / benih, kayu.
c. Fumigasi : penguapan, misalnya pada hama gudang atau hama kayu.
d. Impregnasi : metode dengan tekanan (pressure) misalnya dalam
pengawetan kayu.
(Tarumingkeng, Rudy C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan
Dampak Penggunaannya. UKRIDA Press. 250 p.)
Dosis (Dosage), Konsentrasi, dan Aplikasi
Dosis (dosage) adalah banyaknya (volume) racun (bahan aktif,
walaupun dalam praktek yang dimaksud adalah product formulation) yang
diaplikasikan pada suatu satuan luas atau volume, misalnya : 1 liter / ha
luasan, 100 cc / m3 kayu dst. Dosis pestisida untuk suatu keperluan biasanya
tetap, walaupun kensentrasi dapat berubah-ubah. Dose adalah banyaknya
racun (biasanya dinyatakan dalam berat, mg) yang diperlukan untuk masuk
dalam tubuh organisme dan dapat mematikannya, misalnya lethal dose (LD)
dinyatakan dalam mg/kg (mg bahan aktif per kg berat tubuh organisme
sasaran).Konsentrasi adalah perbandingan (persentase, precentage) antara
bahan aktif dengan bahan pengencer, pelarut dan/atau pembawa.
(Tarumingkeng, Rudy C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak
Penggunaannya. UKRIDA Press. 250 p.)
TOKSIKOLOGI
Senyawa-senyawa OK (organokhlorin, chlorinated hydrocarbons) sebagian
besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen selubung sel syaraf
(Schwann cells) sehingga fungsi syaraf terganggu. Peracunan dapat
menyebabkan kematian atau pulih kembali. Kepulihan bukan disebabkan
karena senyawa OK telah keluar dari tubuh tetapi karena disimpan dalam
lemak tubuh. Semua insektisida OK sukar terurai oleh faktor-faktor
lingkungan dan bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak
dan partikel tanah sehingga dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi,
demikian pula di dalam tanah. Akibat peracunan biasanya terasa setelah waktu
yang lama, terutama bila dose kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal inilah
yang menyebabkan sehingga penggunaan OK pada saat ini semakin berkurang
dan dibatasi. Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu peningkatan peracunan
lingkungan yang terjadi karena efek biomagnifikasi (peningkatan biologis)
yaitu peningkatan daya racun suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup,
karena reaksi hayati tertentu.
Semua senyawa OF
Akibat Pestisida
Mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan
Persatuan Bangsa-bangsa (UNEP), 1-5 juta kasus keracunan pestisida terjadi
pada pekerja yang bekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan
pestisida tersebut terjadi di negara sedang berkembang, yang 20.000 di antaranya
berakibat fatal. Jumlah keracunan yang sebenarnya terjadi diperkirakan lebih
tinggi lagi, mengingat angka tersebut didapati dari kasus yang dilaporkan sendiri
oleh korban, maupun dari angka statistik.
(www.alumni-ipb.or.id/index.php?option=com)
Tapi berbagai hasil penelitian yang sudah dilakukan di luar negeri menunjukkan,
produk pertanian dengan pestisida memicu proses degenerasi kronik. Proses
penuaan dini dan penyakit degeneratif kian meninggi selama 30 tahun terakhir.
Ia menambahkan, pestisida merupakan produk yang tidak ramah lingkungan
karena ia bersifat polutan. Ini dengan sendirinya memunculkan radikal-radikal
bebas yang ketika masuk ke dalam tubuh kita akan menyebabkan terjadinya
kerusakan yang lebih cepat.
Pestisida menyebabkan mutasi gen yang cepat pada semua organ makhluk hidup,
baik itu serangga maupun manusia. Paparan pestisida yang kontinyu untuk jangka
panjang juga bisa memperpendek umur.
''Secara
umum,
pestisida
mengganggu
sususan
syarat
pusat.''
Waktu paruh masing-masing pestisida berbeda. ''Tapi waktu paruh rata-rata antara
5-10 tahun.
(.www. republika.co.id/Koran_detail.)
Tidak ada yang menyangkal bahwa kandungan bahan kimia dalam pestisida
merupakan racun baik itu bagi hama, jamur maupun tanaman pengganggu,
bahkan ditenggarai sisa kandungan kimia setelah aplikasi yang menjadi residu
dapat merusak struktur organik tanah. Istilahnya pestisida adalah identik dengan
racun.
ManifestasiKlinikKeracunan
A.TandadanGejala
Keracunanorganofosfatdapatmenimbulkanvariasireaksikeracunan.Tandadan
gejaladihubungkandenganhiperstimulasiasetilkolinyangpersisten.Tandadan
gejalaawalkeracunanadalahstimulasiberlebihankolinergikpadaototpolosdan
reseptoreksokrinmuskarinikyangmeliputimiosis,gangguanperkemihan,diare,
defekasi, eksitasi, dan salivasi (MUDDLES). Efek yang terutama pada sistem
respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi
bronkus.Dosismenengahsampaitinggiterutamaterjadistimulasinikotinikpusat
daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung,, sukar bicara,
kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma. Pada umumnya
gejalatimbuldengancepatdalamwaktu68jam,tetapibilapajananberlebihan
dapatmenimbulkankematiandalambeberapamenit.Bilagejalamunculsetelah
lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena hal tersebut jarang
terjadi.
Kematiankeracunanakutorganofosfatumumnyaberupakegagalanpernafasan.
Oedem paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otototot pernafasan yang
kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti
hearth block dan henti jantung lebih sedikit sebagai penyebab kematian.
Insektisidaorganofosfatdiabsorbsimelaluicarapajananyangbervariasi,melalui
inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan
umumnyamembutuhkanwaktulebihlamauntukmenimbulkantandadangejala.
Pajananyangterbatasdapatmenyebabkanakibatterlokalisir.Absorbsiperkutan
dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada
daerahyangterpajansaja.Pajananpadamatadapatmenimbulkanhanyaberupa
miosisataupandangankabursaja.Inhalasidalamkonsentrasikecildapathanya
menimbulkansesaknafasdanbatuk.
berkembangdalam835harisesudahpajananterhadaporganofosfat.Kelemahan
progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian berkembang
kelemahanpadajaridankakiberupafootdrop.Kehilangansensorisedikitterjadi.
Demikianjugareflekstendondihambat.
B.Laboratorium
Nilailaboratoriumtidakspesifik,yangdapatditemukanbersifatindividualpada
keracunan akut, diantaranya lekositosis, proteinuria, glikosuria dan
hemokonsentrasi. Walaupun demikian, perubahan aktifitas kolinesterase
sesuaidengan tanda dan gejala merupakan informasi untuk diagnosa dan
penanganansebagianbesarkasus.Padakonfirmasidiagnosa,pengukuranaktifitas
inhibisikolinesterasedapatdigunakan,tetapipengobatantidakharusmenunggu
hasillaboratotium.
Pemeriksaanaktivitaskolinesterasedarahdapatdilakukandengancaraacholest
atautinktometer.Enzimkolinesterasedalamdarahyangtidakdiinaktifkanoleh
organofosfatakanmenghidrolisaasetilkolin(yangditambahkansebagaisubstrat)
menjadikolindanasamasetat.Jumlahasamasetatyangterbentuk,menunjukkan
aktivitas darah, dapat diukur dengan cara mengukur keasamannya dengan
kolinesteraseindikator.
Pemeriksaan Kolinesterase pada sel darah merah lebih dianjurkan pada kasus
dengan paparan insektisida kronik. Pasien dengan keracunan karbamat dapat
memperlihatkan aktivitas kolinesterase serum yang normal atau mendekati
normal.
PenatalaksanaanKeracunanPestisida
Penanganankeracunaninsektsidaorganofosfatharussecepatmungkindilakukan.
Keraguraguandalambeberapamenitmengikutipajananberatakanmeningkatkan
timbulnya korban akibat dosis letal. Beberapa puluh kali dosis letal mungkin
dapatdiatasidenganpengobatancepat.
Pertolonganpertamayangdapatdilakukan:
1. Bila organofosfat tertelan dan penderita sadar,segera muntahkan penderita
dengan mengorek dinding belakang tenggorok dengan jari atau alat lain,
dan/ataumemberikanlarutangaramdapursatusendokmakanpenuhdalam
segelasairhangat.Bilapenderitatidaksadar,tidakbolehdimuntahkankarena
bahayaaspirasi,
2. Bila penderita berhenti bernafas, segeralah dimulai pernafasan buatan.
Terlebih dahulu bersihkan mulut dari air liur, lendir atau makanan yang
menyumbatjalannafas.Bilaorganofosfattertelan,janganlakukanpernafasan
darimulutkemulut,
3. Bilakulitterkenaorganofosfat,segeralepaskanpakaianyangterkenadankulit
dicucidenganairsabun,
4. Bila mata terkena organofosfat, segera cuci dengan banyak air selama 15
menit.
Pengobatan
1. SegeradiberikanantidotumSulfasatropin2mgIVatauIM.Dosisbesarini
tidakberbahayapadakeracunanorganofosfatdanharusdulangsetiap1015
menit sampai terlihat gejalagejala keracunan atropin yang ringan berupa
wajah merah, kulit dan mulut kering, midriasis dan takikardi. Kewmudian
atropinisasiringaniniharusdipertahankanselama2448jam,karenagejala
gejalakeracunanorganofosfatbiasanyamunculkembali.Padaharipertama
mungkindibutuhkansampai50mgatropin.Kemudianatropindapatdiberikan
oral 1 2 mg selang beberapa jam, tergantung kebutuhan. Atropin akan
menghialngkangejalagejalamuskarinikperifer(padaototpolosdankelenjar
eksokrin) maupun sentral. Pernafasan diperbaiki karena atropin melawan
brokokonstriksi, menghambat sekresi bronkus dan melawan depresi
pernafasandiotak,tetapiatropintidakdapatmelawangejalakolinergikpada
ototrangkayangberupakelumpuhanototototrangka,termasukkelumpuhan
ototototpernafasan,
2. Pralidoksim,diberikansegerasetelahpasiendiberiatropinyangmerupakan
reaktivatorenzim kolinesterase. Jika pengobatan terlambat lebih dari 24 jam
setelah keracunan, keefektifannya dipertanyakan. Dosis normal yaitu 1 gram
pada orang dewasa. Jika kelemahan otot tidak ada perbaikan, dosis dapat
diulangi dalam 1 2 jam. Pengobatan umumnya dilanjutkan tidak lebih dari
24 jam kecuali pada kasus pajanan dengan kelarutan tinggi dalam lemak atau
pajanan kronis. Pralidoksim dapat mengaktifkan kembali enzim kolinesterase
pada sinaps-sinaps termasuk sinaps dengan otot rangka sehingga dapat
mengatasi kelumpuhan otot rangka.
1) Semua pestisida adalah racun, tetapi bahayanya dapat diperkecil bila diketahui
cara-cara bekerja dengan aman dan tidak mengganggu kesehatan,
2) Bahaya pestisida terhadap pekerja lapangan ialah:
a. Pada waktu memindahkan pestisida,
b. Pada waktu mempersiapkannya sesuai dengan konsentrasi yang
dibutuhkan,
c. Pada waktu dan selama menyemprot,
d. Kontaminasi karena kecelakaan, yang dapat terjadi pada setiap tingkat
pekerjaan diatas (waktu memindahkan,transportasi, penyimpanan,
pengaduk, menyemprot dan pemakaian lainnya),
3) Bila dipakai pestisida golongan organofosfor atau karbamat, maka harus
tersedia atropine,
4) Penyemprot diharuskan memakai tutup kepala atau masker yang tak dapat
tembus, serta dicuci dengan baik secara berkala,
5) Pekerja yang mendapat cedera atau iritasi kulit pada tempat-tempat yang
mungkin terkena pestisida, dalam hal ini tidak diperkenankan bekerja dengan
pestisida karena mempermudah masuknya pestisida,
6) Fasilitas (termasuk sabun) untuk mencuci kulit (mandi) dan mencuci pakaian
harus tersedia. Mandi setelah menyemprot adalah merupakan keharusan,
7) Pekerja tidak boleh bekerja dengan pestisida lebih dari 4-5 jam dalam satu hari
kerja, bila aplikasi pestisida oleh pekerja yang sama berlangsung dari hari ke
hari (kontinu) dan untuk waktu yang sama,
8) Harus dipakai pakaian kerja yang khusus dan tersendiri; pakaian ini harus
diganti dan dicuci setiap hari,
9) Selain itu, pekerja tidak boleh merokok, minum atau makan sebelum mencuci
tangan dengan bersih memakai sabun dan air,
10) Alat-alat penyemprot harus memenuhi ketentuan-ketentuan keselamatan kerja,
11) Semua wadah pestisida harus mempunyai etiket yang memenuhi syarat,
mudah dibaca dan dimengerti,
12) Sedapat mungkin diusahakan, bahwa supaya kepada tenaga kerja dilakukan
pemeriksaan kesehatan berkala; terhadap yang memakai jenis organofosfat
dilakukan setiap bulan sekali pemeriksaan, dan berpedoman kepada normanorma dalam daftar dihalaman berikut.
Kolinesterase
76-100
Belum begitu terlihat
adanya tanda-tanda
51-75
keracunan
Kemungkinan ada
keracunan
26-50
0-25
kesehatan
- Ulangi pemeriksaan kesehatan
gawat
IV.
PEMBAHASAN
Faktor resiko fisik yang didapat dari pengamatan adalah cuaca yang sangat panas,
debu, radiasi ultraviolet, bising dan getaran. Faktor resiko biologi terdiri dari
gigitan hewan berbisa dan infestasi parasit. Faktor resiko kimia terdiri dari pupuk
dan pestisida. Faktor resiko psikologis terdiri dari beban kerja yang berat dan
upah yang tidak mencukupi. Sedangkan faktor resiko ergonomik terdiri dari alat
kerja (traktor) yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh pekerja, cara kerja yang
tidak nyaman dan gerakan yang berulang.
Berdasarkan hasil pengamatan, salah satu faktor resiko yang cukup penting adalah
paparan pestisida. Alur produksi yang menimbulkan paparan pestisida adalah pada
tahap pemeliharaan tanaman, pestisida digunakan untuk melindungi tanaman tebu
dari serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Meskipun sebelum
diproduksi secara komersial pestisida telah menjalani pengujian yang sangat ketat
perihal syarat-syarat keselamatannya, namun karena bersifat bioaktif, maka
pestisida tetap merupakan racun. Setiap racun selalu mengandung resikio (bahaya)
dalam penggunaannya, baik resiko bagi manusia maupun bagi lingkungan.
Mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan
Persatuan Bangsa-bangsa (UNEP), 1-5 juta kasus keracunan pestisida terjadi
pada pekerja yang bekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan
pestisida tersebut terjadi di negara sedang berkembang, yang 20.000 di antaranya
berakibat fatal. Jumlah keracunan yang sebenarnya terjadi diperkirakan lebih
tinggi lagi, mengingat angka tersebut didapati dari kasus yang dilaporkan sendiri
oleh korban, maupun dari angka statistik. Banyak kasus keracunan yang terjadi di
lapangan, tidak dilaporkan oleh korban sehingga tidak tercatat oleh instansi yang
terkait.
Bagi para pemakai pestisida, bahaya keracunan lebih penting jika dibandingkan
dengan toksisitasnya. Bahaya keracunan tidak saja tergantung pada toksisitas
senyawa pestisida tetapi juga kesempatan akan kemungkinan terjadinya
kecelakaan terkena sejumlah racun dari pestisida yang digunakan. Kemungkinan
resiko keracunan akibat penggunaan pestisida dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
keracunan yang akut, yang diakibatkan oleh kelalaian dalam menangani dan
menggunakan pestisida, dan keracunan kronik yang terjadi akibat terkena racun
pestisida dalam jumlah yang sedikit tetapi berulangkali dan lama atau
menghisap/menelanya. Dan kedua jenis keracunan ini dapat terjadi pada pekerja
di PT. GMP yang bekerja menggunakan pestisida.
Prinsip utama untuk menolong seseorang yang keracunan pestisida adalah, segera
putuskan hubungan dengan produk yang menyebabkan keracunan agar
kontaminasi tidak berlangsung terus dan harus segera mendapatkan pertolongan
medis dari dokter. Namun, kasus keracunan umumnya terjadi di kebun atau sawah
yang tidak selalu dekat dengan dokter atau rumah sakit. Oleh karena itu, pengguna
pesitisida harus sungguh hati-hati menggunakan pestisida dan mentaati semua
pesyaratan yang berlaku.
Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh dan
menimbulkan
keracunan.
Kejadian
kontaminasi
lewat
kulit
merupakan
Dalam kunjungan ke PT. GMP pada tanggal 9 Mei 2006, terdapat beberapa upaya
yang telah dilakukan untuk mengurangi bahaya yang mungkin timbul akibat
paparan pestisida. Dalam melakukan pelarutan pestisida yang akan digunakan,
pekerja menggunakan sarung tangan karet. Berdasarkan hasil pengamatan, pada
saat penyemprotan pekerja menggunakan alat pelindung diri berupa helm, kaca
mata hitam, masker, baju lengan panjang, celana panjang dan sepatu. Sebelum
melakukan penyemprotan, pada pagi harinya pekerja diharuskan untuk minum
susu yang disediakan oleh perusahaan. Karena pekerja yang berhubungan dengan
pestisida harus berada dalam kondisi tubuh yang sehat. Pengguna/petani yang
kondisi badannya tidak sehat jangan bekerja dengan pestisida. Pengguna /petani
yang perutnya kosong (lapar) jangan pula bekerja dengan pestisida. Namun, badan
yang sehat, kuat, dan perut cukup terisi tidak menjamin bebas dari keracunan
pestisida, tetapi kondisi yang kurang sehat dan perut kosong akan memperburuk
keadaan bila terjadi kontaminasi atau keracunan.
Namun dari hasil pengamatan, pada saat penyemprotan masker yang digunakan
pekerja adalah masker biasa yang dilapisi dengan dust respirator namun ada juga
pekerja yang hanya menggunakan masker biasa saja, bahkan ada juga pekerja
yang berada ditempat penyemprotan hanya menutupi hidungnya dengan kain.
Untuk alat pelindung kaki, ada pekerja yang menggunakn Sepatu Boots namun
ada juga pekerja yang hanya menggunakan sepatu kets. Sebagai alat pelindung
mata,
Sedangkan kriteria penggunaan pakaian serta peralatan pelindung yang baik yang
harus digunakan adalah :
1)
Pakaian yang sebanyak mungkin menutupi tubuh. Ada banyak jenis bahan
yang dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi pakaian yang
sederhana cukup terdiri atas celana panjang dan kemeja lengan panjang yang
terbuat dari bahan yang cukup tebal dan tenunannya rapat. Pakaian kerja
sebaiknya tidak berkantung karena adanya kantung cenderung digunakan
untuk menyimpan benda-benda seperti rokok dan sebagainya,
2)
Semacam celemek (appron), yang dapat dibuat dari plastik atau kulit.
Appron terutama harus digunakan ketika menyemprot tanaman yang tinggi,
3)
Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk
menyemprot,
4)
Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker atau sapu
tangan atau kain lainnya,
5)
Sarung tangan yang terbuat dari bahan yang tidak tembus air,
6)
Upaya untuk melindungi pekerja dari bahaya potensial yang dapat timbul akibat
penggunaan pestisida ini tidak cukup hanya dengan menyediakan APD bagi
pekerja saja, karena kasus keracunan pestisida di kalangan pengguna pada
umumnya terjadi karena hal-hal berikut:
1) Pengguna tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan pada umumnya,
2) Pengguna tidak memiliki informasi yang akurat dan jujur tentang
pestisida, risiko penggunaan pestisida, dan teknik aplikasi yang benar dan
bijaksana,
3) Kalaupun sudah mendapat informasi yang cukup, pengguna sering tidak
mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam menggunakan pestisida.
Banyak pengguna yang tidak mempedulikan atau menganggap enteng
risiko yang mungkin timbul dari pestisida.
Untuk mengetahui tingkat paparan pestisida pada pekerja maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar kolinesterase dalam darah pekerja. Namun, berdasarkan hasil
kunjungan ke PT. GMP tidak didapatkan data sekunder mengenai paparan yang
diterima pekerja apakah sudah melebihi ambang batas atau belum. Pada PT. GMP
pemeriksaan kesehatan tersebut dilakukan setiap dua tahun sekali, yang dilkukan
di medical centre yang ada di perusahaan tersebut, yang meliputi pemeriksaan
darah lengkap, pemeriksaan kimia darah dan x-ray. Pemeriksaan kesehatan
tersebut penting untuk dilakukan oleh perusahaan, karena kesehatan pekerja juga
memepengaruhi kinerja dan produktivitas perusahaan. Oleh karena itu, sebaiknya
perusahaan melakukan general check-up secara berkala kepada pekerja minimal 6
bulan sekali, hal ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini akibat yang dapat
ditimbulkan dari paparan pestisida lebih lanjut. Proses pendeteksian ini dapat
dilakukan dengan pemeriksaan foto thorak dan uji kolinesterase secara rutin. Hal
ini penting untuk dilakukan karena dalam pengendalian penyakit akibat kerja,
salah satu upaya yang wajib dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan
dapat diberikan secepat mungkin. Dengan demikian, penyakit atau gangguan
kesehatan dapat pulih tanpa menimbulkan kecacatan. Sekurang-kurangnya, tidak
menimbulkan kecacatan lebih lanjut. Untuk paparan terhadap pestisida
organofosfat, uji spesifik praktis yang dapat dilakukan adalah pengukuran
aktivitas kolinesterase total dalam darah.
Menurut WHO sekurang-kurangnya ada tiga hal yang dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam deteksi dini, yakni:
1) Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat diukur melalui analisis
laboratorium. Misalnya hambatan aktivitas kolinesterase pada paparan
terhadap pestisida organofosfat, penurunan kadar hemoglobin (Hb),
sitologi sputum yang abnormal dan sebagainya,
2) Perubahan kondisi fisik dan fungsi sistem tubuh yang dapat dinilai melalui
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Misalnya elektrokardiogram, uji
kapasitas kerja fisik, uji saraf dan sebagainya,
3) Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis.
Misalnya rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap pelarutpelarut organik.
Selain itu, karena APD yang diberikan perusahaan kepada pekerja belum
memenuhi standar yang seharusnya dipakai pada pekerja yang seharusnya
menggunakan pestisida, maka perusahaan harus lebih memperhatikan APD yang
diberikan dan juga perlu memberikan penyuluhan kepada pekerja sehingga
pekerja lebih menyadari akan pentingnya menggunakan APD pada saat bekerja.
Berdasarkan hasil kunjungan, wawancara, dan diskusi dengan pihak PT. GMP,
kami tidak memperoleh data tentang hasil pemeriksanan medical check up yang
dilakukan PT. GMP terhadap para pekerjanya.
V.
V.1. Kesimpulan
1. Faktor risiko yang terdapat pada PT. GMP (bagian Plantation ) terdiri dari
faktor risiko fisik, faktor risiko biologi, faktor risiko kimia, faktor risiko
psikologis, dan faktor risiko ergonomik,
2. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi adalah: gangguan muskuloskeletal,
heat stroke, dehidrasi, keracunan zat kimia, gangguan psikologis, gangguan
saluran respirasi, infestasi parasit, gigitan hewan berisa, gangguan
pendengaran, dan dermatitis,
3. Penggunaan pestisida di bagian Crop Maintanance merupakan salah satu
faktor resiko kimia yang penting dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan
pada pekerja baik secara akut maupun kronik,
4. Pestisida dapat menyebabkan gangguan kesehatan berupa keracunan akut,
keracunan kronik, iritasi kulit, gangguan pernapasan bahkan kebutaan bila
mengenai mata,
5. Upaya perlindungan dan pencegahan yang telah dilakukan PT. GMP adalah
penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri, pemeriksaan kesehatan pada
awal bekerja, medical check up berkala setiap 2 tahun sekali, serta penyediaan
klinik perusahaan dan tenaga kesehatan,
6. Upaya yang telah dilakukan untuk masalah pestisida pada bagian
pemeliharaan tanaman (crop maintenance) adalah penggunaan APD dan
pemberian susu sebelum mulai bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala 2
tahun sekali.
V.2. Saran
1. Untuk melindungi pekerja dari berbagai penyakit akibat kerja terutama yang
disebabkan oleh paparan pestisida maka diperlukan berbagai upaya
pencegahan baik primer (penyuluhan tentang pentingnya penggunaan APD
untuk pencegahan), sekunder (pengendalian kontak terhadap pestisida)
maupun tersier (diagnosa, pengobatan, rehabilitasi terhadap suatu penyakit
ataupun kecacatan akibat kerja),
2. Perlu dilakukan evaluasi tentang penyediaan alat pelindung diri yang tepat di
perusahaan, evaluasi kepatuhan penggunaan alat pelindung diri oleh pekerja,
mengadakan penyuluhan tentang pentingnya alat pelindung diri bagi pekerja.
Membuat peraturan untuk meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap
pemakaian alat pelindung diri,
3. Mengadakan pelatihan bagi pekerja mengenai cara bekerja yang sesuai dengan
standar operasional prosedur,
Crop
Sinar UV ,
Investasi
maintenance getaran mesin, parasit
suara
mesin(bising),
panas
Kegiatan
No
Workshop
Minum susu
sebelum kerj
KEGIATAN K3
Peserta
Frekuensi
Output
Percikan
Infeksi
Oli,
Membungkuk, Stres pekerjaan Muskuloskeletal Pemadam Memeakai A
Pertemuan
Pengurus
1 bulan(low back Notuln
rapat
bunga api,
jamur
minyak posisi dinamis, 1x
yg statis
pain), kebakaran
asuransi
panas, K3 (Safety tanah,
berdiri
lama,
(monoton),
jamsostek,
P2K3 (s/d
kelembaban
asap, gas gerakan berulang gaji yg tidak
pemeriksaan
Meeting) CO,PokJa)
+
NO2,
memenuhi
kesehatan
SO2,
uap SPSI
kebutuhan
berkala
wakil
Pb,
Pertemuanbensin,
P2K3
Bila ada kasus Notulen rapat
karat
besi (s/d
P2K3 INTI
K3 khusus Pokja)+Unit
terkait +
wakil SPSI
Pertemuan
dengan
Managem
en
Kepala
Departemen
+Pengurus
inti P2K3
1 x 1 tahun
Laporan
(laporan
tahunan
tahunan)
Hasil rekomen
1 x 3 bulan
dasi yang
(membahas
telah
rekomendasi
dibicarakan
)
dengan
managemen
N
o
Jenis
Kegiatan
B I D A N G
Inspeksi
Reguler
Peserta
Frekuen
si
Ketua bidang, 1 x 3
Pokja, Unit,
bulan
KaDiv/
KaSubDiv/KaB
ag tempat kerja
Sewaktu-waktu yang akan di
bila
inspeksi.
Sewaktudibutuhkan
waktu
Unit, Pokja,
unit.
dibutuhka
Ketua bidang,
n
KaDiv/
Identifikasi
Disesuaikan
Disesuaik
KaSubDiv/KaB
pelatihan yang dengan materi an dengan
ag
sesuai dengan pelatihan.
kondisi di
bidangnya
GMP dan
peraturan
pemerinta
h
Output
Laporan
Hasil
inspeksi
ke:
P2K3 inti
KaDiv/Sub
Div/KaB
ag
Laporan
hasil
pelatihan
Jenis
Kegiatan
No
6
Pertemuan
Kelompok
Kerja.
Inspeksi
10
KERJA
KELOMPOK
Peserta
Frekuen
si
Output
Kelompok
kerja, Unit,
Kaidv/
KaSubDiv/KaBa
Unit,
kelompok
g.
kerja, Kaidiv/
KaSubDiv/KaBa
g.
Kelompok
kerja, unit
1 x 1 bulan Hasil
petemuan
Investigasi
kecelakaan
Unit, Pokja,
KaDiv/
KaSubDiv/KaBa
g/ Supervisor
Risk
Assessmen
Unit, Pokja,
KaDiv/KaSubDiv
/
KaBag/Supervis
or, Kabid Terkait
1 x 6 bulan
atau
sewaktu
waktu
dirasa
Administrasi:
Rekapitulasi
laporan unit
1 x 1 bulan Hasil
Inspeksi
1 x 3 bulan Laporan
(sebagai
Kelompok
bahan
kerja
laporan ke
Disnaker)
Hasil Risk
Assessme
n&
Rekomen
dasi
No
Jenis Kegiatan
14 Diklat K3
In House Training
Basic Safety Training
Peserta
Karyawan
baru
Karyawan
lama
Frekuensi
Waktu rekruitmen
2x1 tahun (buka
giling dan tutup
giling)
Akan disesuaikan
dengan
peraturan
pemerintah
Training Kesehatan
kerja
Safety Driving
Training
Emergency
Information Route
Training
Out Site Training
K-3 Depnaker, dll
Pengemudi
1x 1 tahun
P2K3
lengkap
1x 1 tahun
No Jenis Kegiatan
15
Lomba K3
Safety Poster
Contest
Safety Slogan
Contest
Perfect Unit
Contest
16
Kegiatan lain-lain:
Questioner K3
untuk seluruh
karyawan
Laporan Nyaris
Celaka
Apel Safety
Seluruh
pabrik
Intern
Kelompok Kerja
Apel bulan K3
17
Safety Audit
18
Dokumentasi
kegiatan safety
Peserta
Frekuensi
Seluruh karyawan
1x 1 tahun
Setiap Karyawan
Pengurus P2K3 +
Semua karyawan
pabrik
Seluruh karyawan
di tiap kelompok
kerja
Semua karyawan
(non shift + shift
pagi)
1x 3 bulan
1x 1 tahun
(awal giling)
1x 1 tahun
Akhir tahun
Setiap unit