Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PLANT SURVEY

FAKTOR RESIKO PESTISIDA PADA PEKERJA


DI PERUSAHAAN PT.GMP
PENULIS
Agung Haryadi
Aditya Rajasa
Angga Bernatta S.
Dian Elawati
Diana Anggrelia Rusdi
Diana Mayasari
Erfia Aidiani
Raden Ayu Tanzila
Ratu Fajaria
Remia Riana S.
Rizki Fajar Utami
Siti Ayu Rachmawati
Suwardi
Tri Susanti
Ukhron Novansyah

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG, MEI 2006

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Salah satu sektor pembangunan di Indonesia adalah pertanian dan perkebunan.


Untuk mencukupi pemenuhan kebutuhan penduduk dan memajukan bidang
agraris, pemerintah dalam hal ini bekerjasama dengan pihak swasta ataupun pihak
asing.Sebagai gambaran, kebutuhan gula pertahun di Indonesia 3 juta ton, dan
produksi gula dalam negeri adalah 2,2 juta ton pertahunnya. Dalam hal ini PT.
Gunung Madu sebagai pihak swasta telah mampu memproduksi 10 % dari
produksi nasional gula tersebut.

Perkebunan dapat dianggap sebagai satu masyarakat tertutup, sehingga usahausaha kesehatanpun harus disesuaikan dengan sifat-sifat masyarakat tersebut,
dalam arti menyelenggarakan sendiri untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Dan hal
ini sesuai pula dengan luas daerah perkebunan, yang sudah sepatutnya ada usahausaha tersendiri. Usaha-usaha ini meliputi bidang preventif dan kuratif, baik
mengenai penyakit-penyakit umum, maupun kecelakaan, ataupun penyakit penyakit akibat kerja. Pokok-pokok pikiran ini berlaku pula untuk pertanian dan
kehutanan yang dilakukan secara besar-besaran seperti perkebunan.

Proses produksi perkebunan tebu dan pabrik gula PT.Gunung Madu ini terdiri dari
land preparation, crop maintenance, harvesting dan workshop. Bagian 1.Land
preparation adalah menyiapkan lahan agar siap dan sesuai untuk ditanami tebu,
misalnya dengan cara pembajakan dan penggaruan untuk memusnahkan alangalang. 2.Crop maintenance prosesnya terdiri dari pengairan, pemupukan,
penyulaman, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit serta
penggemburan. 3.Harvesting terdiri dari pembakaran tebu, dilanjutkan dengan
tebang manual kemudian mengangkut tebu dari kebun ke pabrik gula dalam
keadaan segar, lancar, aman dan tepat waktu. 4.Workshop adalah tempat
perawatan alat dan mesin pertanian agar mekanisasi pertanian dapat berjalan
dengan lancar.

Proses crop maintenance salah satunya adalah penyemprotan hama atau pestisida.
Penggunaan pestisida dipertanian, perkebunan dan kehutanan sangat penting
untuk mencegah atau memberantas pengaruh-pengaruh buruk dari berbagai hama,
sehingga dapat dicapai hasil semaksimal mungkin, baik kwalitas maupun
kuantitas. Pada bagian ini PT Gunung Madu memperkerjakan 8 orang pegawai
yang menggunakan alat berat dan 250 orang melakukan penyemprotan pestisida
secara manual. Resiko yang mungkin dimiliki para pekerja tersebut adalah
terpaparnya residu pestisida yang bersifat akut maupun kronik didalam tubuh
manusia. Senyawa pestisida tersebut antara lain DDT, aminotriazol, aldrin,
dieldrin, dan PCNB ( Sastroutomo. Sutikno S, 1992).

Selain itu untuk menghindari terjadinya masalah kesehatan dan kecelakaan kerja
terhadap para pekerja, diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai cara
penggunaan pestisida, cara perlindungan diri, langkah-langkah keamanan yang
perlu diambil, maupun cara-cara penyimpanannya.

I.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas dapat diidentifikasikan


masalah sebagai berikut :

1. Apa sajakah faktor risiko terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja yang
ada di tempat kerja crop maintanance khususnya pekerja penyemprot
pestisida?
2. Gangguan kesehatan apasajakah yang mungkin timbul dengan adanya
faktor risiko ?
3. Sejauh manakah upaya perlindungan atau pencegahan yang telah dilakukan
oleh perusahaan PT Gunung Madu tersebut ?

I.3. Tujuan

1. Mengetahui faktor risiko terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja di


PT.GMP
2. Mengetahui gambaran gangguan kesehatan yang mungkin timbul dengan
adanya faktor risiko tersebut,
3. Mengetahui faktor resiko penggunaan pestisida yang ada pada bagian Crop
Maintenance
4. Mengetahui masalah kesehatan dan kecelakaan kerja yang dapat ditimbulkan
oleh pestisida
5. Mengetahui sejauh mana upaya perlindungan atau pencegahan yang telah
dilakukan oleh perusahaan PT.GMP,
6. Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan oleh PT. GMP untuk
menghindari masalah kesehatan dan kecelakaan kerja yang dapat ditimbulkan
oleh pestisida

I.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa
a. Meningkatkan pengetahuan tentang kedokteran kerja,
b. Mengetahui tentang masalah paparan debu di lingkungan kerja dan akibat
yang ditimbulkannya,

c. Memperoleh pengalaman melakukan identifikasi bahaya kerja dan


melakukan penilaian terhadap kinerja K3 terutama di PT.GMP.

2. Bagi Perusahaan
a. Memperoleh masukan identifikasi bahaya paparan debu di lingkungan
kerja,
b. Memperoleh masukan yang dapat dimanfaatkan bagi program pencegah
paparan debu di lingkungan kerja.

I.1. Metodologi

Data yang didapat merupakan data primer dan data sekunder yang diperoleh saat
kunjungan perusahaan.

Data primer didapatkan dari wawancara dengan staf

GMP, pekerja, serta survey lingkungan kerja. Data sekunder didapatkan dari profil
perusahaan dan presentasi mengenai pelayanan kesehatan yang disampaikan oleh
pimpinan klinik perusahaan.

Dari data yang ada diidentifikasi faktor risiko penyakit dan kecelakaan akibat
kerja ditiap bagian produksi dengan metode matriks.

II. HASIL PENGAMATAN

II.1. Profil Perusahaan

Perusahaan PT. Gunung Madu Plantation (GMP) adalah perusahaan yang


produksi utamanya ialah gula pasir. Perusahaan ini terletak di Gunung Madu,
Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Perusahaan ini didirikan di
Provinsi Lampung pada tahun 1975. Karena Pasokan gula nasional kurang, maka
pemerintah mulai mengajak pihak swasta untuk berswasembada gula. Pemerintah
mulai mencoba untuk membangun pabrik gula di luar wilayah Jawa yaitu di
provinsi Lampung karena Lampung dekat dengan wilayah pula Jawa serta
keadaan geografis Provinsi Lampung yang rata.

Status pemegang saham PT. GMP terdiri dari Kuok Investment, yang merupakan
perusahaan penanam modal asing dan pemegang saham 45%, dan pemegang
saham lokal terdiri dari dua kepemilikan yaitu PT. Pipit Indah 27,5% dan P.T.
Rejosari Bumi 27.5%. Proses produksi PT. GMP untuk pertama kali pada tahun
1978. Produksi utama adalah penanaman tebu dan pengolahan hingga menjadi
gula putih dikhususkan untuk memenuhi produksi dalam negeri, sedangkan
produk sampingan berupa molases yaitu sisa-sisa produksi yang kemudian diolah

lagi menjadi alkohol, MSG, dan makanan ternak dipasarkan ke dalam negeri dan
ke luar negeri.

Perusahaan GMP ini mempekerjakan 100-200 ribu pekerja. Pada mulanya tenaga
kerja di GMP masih mempekerjakan tenaga asing, namun mulai tahun 1998
tenaga kerja asing sudah tidak dipekerjakan lagi. Dengan banyaknya tenaga kerja
di perusahaan ini maka GMP telah berhasil menjadi salah satu penggerak ekonomi
di provinsi Lampung tepatnya di Lampung Tengah.

Tabel Jumlah Pekerja di Perusahaan Gunung Madu

Tahun
1985
1987
1989
1991
1993
1995
1997
1999
2000
2001
2002
2003

Staf & Manager


120
125
124
131
133
142
147
153
153
152
151
147

Pekerja
1.640
1.598
1.519
1.627
1.723
1.745
1.654
1.553
1.526
1.549
1.542
1.553

Total
1.760
1.723
1.643
1.758
1.856
1.887
1.801
1.706
1.679
1.701
1.693
1.700

Pekerja Harian
10.000
10.500
8.000
8.500
8.500
8.500
7.500
8.500
8.500
8.500
8.500
8.500

Data mengenai jumlah pekerja yang diperoleh dari PT. GMP adalah data sampai
tahun 2003, sedangkan untuk tahun 2006 tidak didapatkan data mengenai jumlah
pekerja dari perusahaan.

Area PT.GMP ini terdiri dari 7 divisi. Total area PT. GMP seluas 35 ribu hektar
yang dibagi dalam dimana 25 ribu hektar sebagai area penanaman tebu dan
sisanya sebagai sarana dan prasarana perusahaan.

Fasilitas-fasilitas yang ada di Perusahaan Gunung Madu


Fasilitas

V
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1
1

1
1
1
1

5
5
1
6
4
1
5
4
6
5
7

2
4
6

1
2
1

1
2
1

1
2
1

7
14
10

Badminton
Lapangan basket
1
1
Kolam renang
1
AKTIVITAS UTAMA ALUR PRODUKSI DI PT. GMP

2
1

Cultivation

Steam Generating

1
2
-

1
2
1

Total
IV
1
1
1

sepakbola
Lapangan tennis
Lapangan volli
Lapangan

I
1
1
1
1
1
1
1
1
2

Lokasi
II
1
1
1
1
1
1

III
1
1
1
1
1
1
1
1
1

TK
SD
SMP
Masjid
Gereja
RS
Poliklinik
Kantin
Mini market
Club House
Lapangan

Site A
1
1
1
1
1

Crop Maintenance

Harvesting

Processing

Milling

Waste Management

Water Treatment

PRODUK GULA

AKTIVITAS PENUNJANG DI PT. GMP


Laboratory

Workshop

Research

Health service

II.2. Alur Produksi

Cultivation

Crop
Maintenance

Product

Harvesting

Milling

Steam
Generating

Processing

Waste

PROCESSING FLOW CHART


CANE
IMBIBITION WATER

MILLING

BAGASSE

MIXED JUICE
MILK LIME
CLARIFICATION
SO2 GAS
SO2 GAS

FILTER MUD

CLEAR JUICE
EVAPORATION
SYRUP
BOILING
MASSECUITE

WATER

CURING

MOLASSES

SUGAR

Alur produksi terdiri dari plantation, fabrication, supporting, dan controlling.


Namun pada plant survey yang kami lakukan, kami hanya mengamati bagian
plantation yang terdiri dari land preparation, cultivating, crop maintenance, dan
harvesting. Kemudian juga dilakukan pengamatan di bagian supporting yaitu
workshop. Sehingga untuk selanjutnya, kami hanya membahas pada bagian yang
kami amati.

B.

Program Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Penanganan bahaya yang dilakukan oleh PT. GMP dengan cara perlindungan,
modifikasi dan improvement pada proses, dan mengeliminasi atau meminimalkan
sumber bahaya.
II.3.1 Program Kesehatan Kerja
PT.GMP melakukan control dan monitoring perusahaan yang memiliki
sasaran terhadap pekerjanya dan lingkungan. Kontrol dan monitoring
terhadap pekerja pada tahap awal mencakup :
a. Pre-employment medical check up
b. Secara periodic medical check up
c. Pre-replacement medical check up

Yang kemudian dilanjutkan dengan :


a. Medical check up yang dilakukan pada pegawai perusahaan secara
berkala setiap 2 tahun sekali
b. Penyediaan medical center yang dikepalai oleh seorang dokter umum
c. Penyediaan serum anti bisa ular di klinik-klinik perusahaan.

Dalam rangka menjaga kesehatan pekerja, PT. GMP juga telah


menyediakan kantin perusahaan yang dapat dimanfaatkan oleh pekerja
pada saat makan siang. Namun berdasarkan hasil pengamatan kami,
perusahaan ini tidak menyediakan air minum yang cukup untuk pekerja
disekitar tempat kerjanya. Sedangkan suhu lingkungan di tempat kerja

terutama pada bagian Plantation ini sangat tinggi, sehingga pekerja sangat
membutuhkan air minum yang cukup agar tidak mengalami dehidrasi. Saat
ini pekerja diminta untuk membawa sendiri air minum dari rumah masingmasing untuk memenuhi kebutuhannya di tempat kerja.

Penanganan limbah
a. Penanganan limbah padat yang mencakup :
(1) Mengurangi sumber limbah padat dengan cara menggunakan
limbah padat sebagai sumber pembangkit listrik yang disebut
bagas
(2) Limbah padat digunakan lagi (recycling and reusing), contoh :
Bagase untuk bahan bakar dan dijual untuk membuat kertas
dan makanan ternak
(3) Utilization

b. Penanganan limbah cair :


(1) Pemrosesan selama 60 hari agar limbah cair bisa dialirkan ke
sungai

alam,

dimana

pada

kolam

paling

ujung

dikembangbiakan ikan sebagai kolam monitoring


(2) Filter Mud (limbah seperti lumpur), limbah cair diolah kembali
menjadi pupuk

Control dan monitoring terhadap lingkungan dengan cara:

Pengukuran kualitas udara

Kualitas air pada sumber air

Kualitas air setelah perawatan

II.3.2 Program Keselamatan Kerja


(1). Pengurangan atau meminimalisasikan sumber bahaya, seperti
pada mekanik telah dibekali pengetahuan sebelum turun ke
tempat kerja, adanya pengecekan kepada pekerja yang dilakukan
oleh pengawas yang ada untuk tiap kelompok kerja
(2). Memodifikasi seperti :
- di harvesting, golok untuk memotong batang tebu telah diberi
insektisida,
- bibit sebelum digunakan direndam air panas terlebih dahulu,
- adanya

pergantian

shift

karyawan

untuk

menghindari

tercapainya ambang batas bising


(3). Proteksi seperti perlengkapan Alat Pelindung Diri, yaitu
- Harvesting : helm, masker, kaca mata, arm protector, sepatu
- Cultivating : helm, masker buatan sendiri, sarung tangan,
kaca mata
-

Crop Maintenance : masker, kacamata, sarung tangan


karet,
sepatu

- Workshop : helm, kaca mata las, body protector, Hydrant

(4). Asuransi : Asuransi pekerja JAMSOSTEK


II.1. Identifikasi Faktor Resiko K3 di Perusahaan Dan Upaya Yang Telah
Dilakukan

Dari kunjungan plant survey ke PT. GMP yang dilakukan pada hari selasa tanggal
9 Mei 2006, didapatkan berbagai faktor resiko keselamatan dan kesehatan kerja.
Salah satu faktor resiko yang dirasakan cukup penting adalah pemakaian pestisida.
Faktor resiko pestisida di perusahaan GMP ditemukan di proses crop maintenance
(pemeliharaan tanaman). Jenis pestisida yang digunakan adalah Gesapax 80 WP,
Gramaxone, Bimaron 80 WP, 2, 4-D dan Sencor 70 WP. Semua pestisida yang
digunakan di bagian Crop Maintenance (pemeliharaan tanaman) pada PT. GMP
ini termasuk ke dalam golongan herbisida. Herbisida yang disemprotkan pada
tanaman merupakan campuran dari 2,4-D Amin (1,5 L/ha) dan Gesapax 80 WP (1
L/ha) yang kemudian dilarutkan dalam 400 L air, untuk diseprotkan pada lahan
seluas 1 ha. Namun pada pelaksanaannya, jika Gesapax 80 WP tak tersedia dapat
digantikan dengan Bimaron 80 WP.

Pemakaian pestisida pada tanaman tebu sangat penting untuk menghindarkan


tanaman tebu dari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), namun di
sisi lain dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan pada pekerja.

Upaya yang telah dilakukan untuk menghindari gangguan kesehatan pada pekerja
akibat pestisida oleh PT. GMP adalah pemeriksaan kadar kolinesterase dalam

darah pekerja, menggunakan alat spraying untuk menyemprot pestisida,


penyemprotan searah mata angin.
Adanya peraturan pemakaian alat pelindung diri dan penyediaan alat pelindung
diri (helm yang ada kacamata, sarung tangan dan masker) untuk pekerja yang
bekerja di area tersebut. Data mengenai identifikasi faktor resiko keselamatan dan
kesehatan kerja secara keseluruhan dapat dilihat di

lampiran, namun data

mengenai hasil pemeriksaan kadar cholinesterase pada pekerja tidak dapat kami
peroleh.

III. TINJAUAN PUSTAKA

III.1.

Kedokteran Okupasi

Ilmu Kedokteran Okupasi adalah disiplin ilmu kedokteran yang bertujuan agar
pekerja/komunitas pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik
fisik, mental maupun sosial dengan usaha-usaha promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja.

Kedokteran Okupasi; mempelajari penyakit akibat bahaya potensial yang berasal


dari bahan baku kerja, proses kerja, hasil produksi dan hasil samping serta
keadaan di lingkungan kerja, dan penyakit yang dapat diperberat sehubungan
dengan pekerjaan.
Ruang lingkup Ilmu Kedokteran Okupasi meliputi pendekatan menyeluruh dan
terpadu yang meliputi upaya promotif, preventif, protektif, kuratif, dan
rehabilitatif pada kelompok masyarakat yang berhubungan dengan okupasi
dalam :

1). Layanan medis yang profesional terhadap penyakit-penyakit dan kedaruratan


medik akibat kerja,
2). Pencegahan masalah kesehatan pada pekerja dan lingkungan industri,
3). Penilaian terhadap bahan-bahan yang berbahaya,
4). Monitoring terhadap kesehatan para tenaga kerja untuk mengidentifikasi risiko
kesehatan sebelum terjadi kelainan klinis atau terjadi kecelakaan.

Higene Perusahaan: identifikasi bahaya potensial gangguan kesehatan serta


pencegahan dan tindakan korektif kepada lingkungan agar pekerja dan masyarakat
sekitar mencapai derajat kesehatan yang setinggi tingginya.

Diagnosis Okupasi berdasarkan klinis, laboratorium & pemeriksaan penunjang,


data lingkungan kerja, dan analisis riwayat pekerjaan.

Langkah diagnosis Penyakit akibat kerja adalah


1). Diagnosa klinis,
2). Identifikasi pajanan yang dialami,
3). Konfirmasi hubungan pajanan dan penyakit,
4). Signifikansi tingkat pajanan terhadap timbulnya penyakit,
5). Identifikasi kerentanan individu,
6). Investigasi pajanan non-okupasi,
7). Penetapan diagnosis Penyakit akibat kerja.

Penetapan diagnosis :
1). Penyakit akibat kerja,
2).
3).
2). Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan,
3). Penyakit yang diperberat oleh pekerjaan,
4). Penyakit bukan akibat kerja.

Penyebab Penyakit akibat kerja:


1). Golongan fisik: Bising, Radiasi, Suhu ekstrem, Tekanan udara, Vibrasi,
Penerangan
2). Golongan Kimiawi: Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap , gas, larutan,
kabut
3). Golongan biologik: Bakteri, virus, jamur dll.
4). Golongan Fisiologik/ergonomik: Desain tempat kerja, beban kerja
5). Golongan Psikososial: Stress psikis, monotoni kerja, tuntutan pekerjaan dll

Pencegahan penyakit akibat kerja :


Health Promotion:
Penyuluhan: Perilaku kesehatan , faktor bahaya ditempat kerja, perilaku
kerja yang baik
Olah Raga
Gizi seimbang

Specific Protection:
Pengendalian melalui per-undang2 an
Pengendalian administratif/organisasi:
Rotasi/pembatasan jam kerja
Pengendalian teknis: Substitusi, isolasi, ventilasi, APD
Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi

Early Diagnosis & Prompt Treatment:


Pemeriksaan pra-kerja
Pemeriksaan berkala
Surveilans
Pemeriksaan lingkungan secara berkala
Pengobatan segera bila ditemukan adanya gangguan kesehatan pada
pekerja
Pengendalian segera ditempat kerja

Disability Limitation:
Evaluasi kembali bekerja (Fit to work)
Rehabilitation:
Evaluasi kecacadan
Menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi pekerja
Mengganti pekerjaan sesuai dengan kemampuan pekerja

III.2.

Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Secara Manajemen, Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah mengurangi


dan menghilangkan faktor-faktor yang berperan dalam kejadian kecelakaan dan
penyakit akibat kerja ditempat kerja, terwujud suatu tempat kerja yang aman dan
sehat, yang dapat mendukung proses berproduksi yang efisien & produktif.

Peraturan-peraturan yang melindungi keselamatan kerja adalah faktor


penting dalam memberikan rasa aman dan ketenangan dalam melakukan
pekerjaan, sehingga terhindar dari bahaya berupa suatu kecelakaan kerja yang
dapat merugikan pihak pengusaha dan tenaga kerja itu sendiri. Adapun yang
menjadi dasar hukum perlindungan atas keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
1) Pasal 108 ayat 1 huruf (a) dan pada Pasal 159 ayat 1 dan ayat 2 UndangUndang Nomor 25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan,
2) Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Kecelakaan kerja didefinisikan sebagai kejadian yang tidak diduga, tidak


diharapkan yang mengganggu suatu proses dari aktivitas yang telah ditentukan
dari semula dan mengakibatkan kerugian dengan korban manusia dan harta benda.

Hubungan kerja :
Kecelakaan terjadi akibat langsung pekerjaan,
Kecelakaan terjadi pada saat melakukan pekerjaan,

Kecelakaan terjadi pada saat dalam perjalanan ke / dari tempat kerja.

Menurut Frank E. Bird dan George L. Germain, penyebab kecelakaan


kerja terdiri dari 4 elemen yaitu: People, Equipment, Material, Environment.
People meliputi : eksekutif kebijakan perusahaan dll, perancang bangunan,
mereka yg merawat peralatan dll, pengawas yg memberi instruksi, bimbingan,
melatih dan memotivasi pekerja.Equipment meliputi mesin dan alat yg digunakan
untuk melaksanakan pekerjaan. Material meliputi bahan baku, bahan kimia dll yg
digunakan dalam proses. Environment meliputi semua yg ada disekeliling tempat
kerja spt bangunan, bising, cahaya dll.

Kerugian akibat kecelakaan kerja yang sering dialami adalah Kerusakan dan
kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan cacat bahkan
kematian. Diukur dg besarnya biaya yg dikeluarkan, tdd: Biaya langsung
( pengobatan, perawatan, rumah sakit, transportasi, upah selama tak mampu
bekerja dll), Biaya tersembunyi (terhentinya proses produksi dll).

SISTEM MANAJEMEN K3

Permenaker No. PER.05 / MEN / 1996 : Mengatur tentang penerapan Sistem


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja, tujuannya adalah
menciptakan suatu sistem K3 di tempat kerja dengan melibatkan struktur

organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan


sumberdaya yang terintegrasi.

Tugas pokok pelayanan kesehatan kerja adalah :


1).

Pemetiksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan


khusus

2).

Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga


kerja

3).

Pembinaan

dan

pengawasan

atas

penyesuaian

pekerjaan

terhadap

pengawasan

atas

penyesuaian

pekerjaan

terhadap

atas

penyesuaian

pekerjaan

terhadap

lingkungan kerja
4).

Pembinaan

dan

perlengkapan saniter
5).

Pembinaan

dan

pengawasan

perlengkapan untuk kesehatan kerja


6).

Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai


kalainan tertentu dalam kesehatannya

7).

Pertolongan pertama pada kecelakaan

8).

Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas PPPK

9).

Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit akibat kerja dan penyakit


umum

10). Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat


kerja,pemilihan

alat

pelindung

diri

penyelenggaraan makanan di tempat kerja.

yang

dibutuhkan,

gizi

serta

11). Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaankerja atau penyakit akibat


kerja
12). Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada
pengurus.

Pola pencegahan kecelakaan adalah :


1). Peraturan-peraturan
2). Standarisasi, wajib dan sukarela
3). Pengawasan
4). Penelitian teknik
5). Penelitian medis
6). Penelitian psikologis
7). Penelitian statistik
8). Pendidikan
9). Training (latihan)
10). Persuasi

Program K3 di tempat kerja, OSHA :


1). Komitmen manajemen dan keterlibatan pekerja
2). Analisis risiko di tempat kerja
3). Pencegahan dan pengendalian bahaya
4). Pelatihan untuk pekerja, penyelia dan manajer

Tugas Klinik Perusahaan adalah :

Identifikasi faktor risiko/penyebab penyakit akibat kerja / penyakit akibat


hubungan kerja,
Membuat konfirmasi penyakit akibat kerja,
Membantu menanggulangi permasalahan kesehatan kerja,
Melakukan tindak lanjut di tempat kerja,
Memberi rekomendasi preventif, kuratif, dan rehabilitatif,
Pencatatan dan pelaporan,
Penelitian epidemiologis
.

III.3.

Plant Survey (Walk Through Survey)

Plant survey adalah survei sesaat yang dilakukan di suatu perusahaan/tempat


kerja, dengan cara observasi,wawancara, pengukuran dan pengumpulan data di
tempat kerja. Survey yg dilakukan pada tempat kerja dengan cara :
Melakukan observasi,
Pengukuran lingkungan kerja,
Pengumpulan data-data yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja.

Tujuan Plant Survey adalah :


1). Mengetahui proses produksi perusahaan

2). Mengidentifikasi faktor resiko&bahaya yang ada pada pekerja dan


lingkungan kerjanya
3). Mengidentifikasi gangguan kesehatan yang mungkin timbul karena faktor
resiko
4). Mengetahui upaya perlindungan atau pencegahan yg sudah dilakukan
perusahaan/lingkungan kerja dlm K3
5). Tujuan khusus
6). Memberikan rekomendasi terhadap perusahaan

III.4.

Bahaya Potensial Di Perusahaan

Faktor risiko di perusahaan terbagi dalam :


1). Faktor Risiko Fisik
2). Faktor Risiko Kimiawi
3). Faktor Risiko Biologi
4). Faktor Risiko Psikologis
5). Faktor Risiko Ergonomik

Faktor Resiko Kimiawi, Pestisida dan Penggunaannya

Pestisida

Pestisida berasal dari kata Pest berarti hama, sedangkan cide artinya membunuh.
Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengkontrol, menolak, atau
menarik atau membunuh pes, contohnya serangga, rumput liar, burung, mamalia,
ikan, atau mikroba, yang dianggap mengganggu.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida)
Dalam praktek, pestisida digunakan bersama-sama dengan bahan lain
misalnya dicampur minyak untuk melarutkannya, air pengencer, tepung untuk
mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya,
bubuk yang dicampur sebagai pengencer (dalam formulasi dust), atraktan
(misalnya bahan feromon) untuk pengumpan, bahan yang bersifat sinergis
untuk penambah daya racun, dsb.
Karena pestisida merupakan bahan racun maka penggunaanya perlu kehatihatian, dengan memperhatikan keamanan operator, bahan yang diberi
pestisida dan lingkungan sekitar. Perhatikan petunjuk pemakaian yang
tercantum dalam label dan peraturan-pearturan yang berkaitan dengan
penggunaan bahan racun, khususnya pestisida.
Penggolongan pestisida menurut jasad sasaran :

Insektisida, racun serangga (insekta)

Fungisida, racun cendawan / jamur

Herbisida, racun gulma / tumbuhan pengganggu

Akarisida, racun tungau dan caplak (Acarina)

Rodentisida, racun binatang pengerat (tikus dsb.)

Nematisida, racun nematoda,dst.

Penggolongan menurut asal dan sifat kimia :


1. Sintetik

Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, flourida, tembaga


sulfat dan garam merkuri.

Organik :
Organo khlorin : DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll.
Heterosiklik : Kepone, mirex dll.
Organofosfat : malathion, biothion dll.
Karbamat : Furadan, Sevin dll.
Dinitrofenol : Dinex dll.
Thiosianat : lethane dll.
Sulfonat, sulfida, sulfon.
Lain-lain : methylbromida dll.

2. Hasil alam : Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dll.


(Tarumingkeng, Rudy C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan
Dampak Penggunaannya. UKRIDA Press. 250 p.)

Cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga :


Melalui dinding badan, kulit (kutikel)
Melalui mulut dan saluran makanan (racun perut)
Melalui jalan napas (spirakel) misalnya dengan fumigan.

Jenis Racun Pestisida


Dari segi racunnya pestisida dapat dibedakan atas:
1). Racun sistemik, artinya dapat diserap melalui sistem organisme
misalnya melalui akar atau daun kemudian diserap ke dalam jaringan
tanaman yang akan bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga
mengakibatkan peracunan bagi hama.

2). Racun kontak, langsung dapat menyerap melalui kulit pada saat
pemberian insektisida atau dapat pula serangga target kemudian kena
sisa

insektisida

penyemprotan.

Formulasi Pestisida

(residu)

insektisida

beberapa

waktu

setelah

Pestisida dalam bentuk teknis (technical grade) sebelum digunakan perlu


diformulasikan

dahulu.

Formulasi

pestisida

merupakan

pengolahan

(processing) yang ditujukan untuk meningkatkan sifat-sifat yang berhubungan


dengan keamanan, penyimpanan, penanganan (handling), penggunaan, dan
keefektifan pestisida. Pestisida yang dijual telah diformulasikan sehingga
untuk penggunaannya pemakai tinggal mengikuti petunjuk-petunjuk yang
diberikan dalam manual.
Formulasi insektisida yang digunakan dalam pengawetan kayu dan
pengendalian hama hasil hutan pada umumnya adalah dalam bentuk:
1). Untuk Penyemprotan (sprays) dan pencelupan (dipping)
Emulsifiable / emulsible concentrates (EC)
Water miscible liquids (S)
Water soluble concentrates (WSC)
Soluble concentrates (SC)
Wettable powder (WP)
Flowable suspension (F)
Water soluble powders (SP)
Ultra Low Volume Concentrates (ULV)
2). Dalam bentuk Dusts (D)
Racun dust yang tidak diencerkan, misalnya langsung dioleskan
pada bagian tiang yang akan ditanam (direct dust admixture)
Racun dengan pengencer aktif, misalnya belerang

Racun dengan pengencer inert, misalnya pyrophyllite


3). Fumigan misalnya kloropikrin untuk Cryptotermes
4).

Umpan (baits)

Cara Kerja Racun (Toksikologi)


1). Racun sel umum / protoplasma, misalnya logam-logam berat, arsenat
dll.
2). Racun syaraf :
Mempengaruhi keseimbangan ion-ion K dan Na dalam neuron (sel
syaraf) dan merusak selubung syaraf : DDT dan OK lainnya
Menghambat bekerjanya ChE (ensim pengurai acethylcholine yaitu
Choline Esterase) : semua OF dan KB
3). Racun lain misalnya merusak mitokondria, sel darah dll.
* Keterangan : OK- orgonokhlorin (chlorinated hydrocarbons),OForganofofat (organophosphates atau fosfat organik), KB- karbamat
(carbamates)

Cara Pemakaian (application methods):


1). Penyemprotan (spraying) : merupakan metode yang paling banyak
digunakan. Biasanya digunakan 100-200 liter enceran insektisida per ha.

Paling banyak adalah 1000 liter/ha sedang paling kecil 1 liter/ha seperti
dalam ULV.
2). Dusting (lihat penjelasan terdahulu) : untuk hama rayap kayu kering
Cryptotermes, dusting sangat efisien bila dapat mencapai koloni karena
racun dapat menyebar sendiri melalui efek perilaku trofalaksis.
3). Penuangan atau penyiraman (pour on) misalnya untuk membunuh sarang
(koloni) semut, rayap, serangga tanah di persemaian dsb.
a. Injeksi batang : dengan insektisida sistemik bagi hama batang, daun,
penggerek dll.
b. Dipping : perendaman / pencelupan seperti untuk biji / benih, kayu.
c. Fumigasi : penguapan, misalnya pada hama gudang atau hama kayu.
d. Impregnasi : metode dengan tekanan (pressure) misalnya dalam
pengawetan kayu.
(Tarumingkeng, Rudy C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan
Dampak Penggunaannya. UKRIDA Press. 250 p.)
Dosis (Dosage), Konsentrasi, dan Aplikasi
Dosis (dosage) adalah banyaknya (volume) racun (bahan aktif,
walaupun dalam praktek yang dimaksud adalah product formulation) yang
diaplikasikan pada suatu satuan luas atau volume, misalnya : 1 liter / ha
luasan, 100 cc / m3 kayu dst. Dosis pestisida untuk suatu keperluan biasanya
tetap, walaupun kensentrasi dapat berubah-ubah. Dose adalah banyaknya
racun (biasanya dinyatakan dalam berat, mg) yang diperlukan untuk masuk

dalam tubuh organisme dan dapat mematikannya, misalnya lethal dose (LD)
dinyatakan dalam mg/kg (mg bahan aktif per kg berat tubuh organisme
sasaran).Konsentrasi adalah perbandingan (persentase, precentage) antara
bahan aktif dengan bahan pengencer, pelarut dan/atau pembawa.
(Tarumingkeng, Rudy C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak
Penggunaannya. UKRIDA Press. 250 p.)

BEBERAPA CONTOH INSEKTISIDA

Di antara golongan-golongan insektisida yang paling banyak digunakan dalam


pertanian dan kehutanan pada saat ini adalah dari golongan OK
(organokhlorin), OF (organofosfat) dan KB (karbamat).
1). Organoklorin
2). Organofosfat (OF)
3). Karbamat (KB)
4). Thiosianat
5). Fluoroasetat
6). Dinitrofenol
7). Insektisida botanis
8). Inhibitor sintesis kutikel
9). Sinergis
10).Fumigan

TOKSIKOLOGI
Senyawa-senyawa OK (organokhlorin, chlorinated hydrocarbons) sebagian
besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen selubung sel syaraf
(Schwann cells) sehingga fungsi syaraf terganggu. Peracunan dapat
menyebabkan kematian atau pulih kembali. Kepulihan bukan disebabkan
karena senyawa OK telah keluar dari tubuh tetapi karena disimpan dalam
lemak tubuh. Semua insektisida OK sukar terurai oleh faktor-faktor
lingkungan dan bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak
dan partikel tanah sehingga dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi,
demikian pula di dalam tanah. Akibat peracunan biasanya terasa setelah waktu
yang lama, terutama bila dose kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal inilah
yang menyebabkan sehingga penggunaan OK pada saat ini semakin berkurang
dan dibatasi. Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu peningkatan peracunan
lingkungan yang terjadi karena efek biomagnifikasi (peningkatan biologis)
yaitu peningkatan daya racun suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup,
karena reaksi hayati tertentu.

Semua senyawa OF

(organofosfat, organophospates) dan KB (karbamat,

carbamates) bersifat perintang ChE (ensim choline esterase), ensim yang


berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Peracunan dapat terjadi karena
gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau
dapat pulih kembali. Umur residu dari OF dan KB ini tidak berlangsung lama
sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi karena

faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa OF dan KB


menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun demikian senyawa ini
merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya faktor-faktor
keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena bahaya yang ditimbulkannya
dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar insektisida
dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan OF dan
KB.
Parameter yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida terhadap
mamalia dan manusia adalah nilai LD 50

(lethal dose 50 %) yang

menunjukkan banyaknya pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram


(kg) berat seekor binatang-uji, yang dapat membunuh 50 ekor binatang
sejenis dari antara 100 ekor yang diberi dose tersebut. Yang perlu diketahui
dalam praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut dermal
(terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan
tikus putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000) menunjukkan bahwa
pestisida yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD 50 yang
rendah (di bawah 100) menunjukkan hal sebaliknya. (Tarumingkeng, Rudy
C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak Penggunaannya.
UKRIDA Press. 250 p.)

Akibat Pestisida

Mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan
Persatuan Bangsa-bangsa (UNEP), 1-5 juta kasus keracunan pestisida terjadi
pada pekerja yang bekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan
pestisida tersebut terjadi di negara sedang berkembang, yang 20.000 di antaranya
berakibat fatal. Jumlah keracunan yang sebenarnya terjadi diperkirakan lebih
tinggi lagi, mengingat angka tersebut didapati dari kasus yang dilaporkan sendiri
oleh korban, maupun dari angka statistik.
(www.alumni-ipb.or.id/index.php?option=com)

Menurut WHO, selama beberapa dekade terakhir banyak penyakit bermunculan


karena keracunan zat-zat kimia yang dipergunakan untuk produk pertanian.
''Padahal pestisida bersifat karsinogenik dan dapat menimbulkan kanker. Pada
berbagai organ di tubuh kita.

Tapi berbagai hasil penelitian yang sudah dilakukan di luar negeri menunjukkan,
produk pertanian dengan pestisida memicu proses degenerasi kronik. Proses
penuaan dini dan penyakit degeneratif kian meninggi selama 30 tahun terakhir.
Ia menambahkan, pestisida merupakan produk yang tidak ramah lingkungan
karena ia bersifat polutan. Ini dengan sendirinya memunculkan radikal-radikal
bebas yang ketika masuk ke dalam tubuh kita akan menyebabkan terjadinya
kerusakan yang lebih cepat.

Pestisida menyebabkan mutasi gen yang cepat pada semua organ makhluk hidup,
baik itu serangga maupun manusia. Paparan pestisida yang kontinyu untuk jangka
panjang juga bisa memperpendek umur.

''Secara

umum,

pestisida

mengganggu

sususan

syarat

pusat.''

Waktu paruh masing-masing pestisida berbeda. ''Tapi waktu paruh rata-rata antara
5-10 tahun.
(.www. republika.co.id/Koran_detail.)

Tidak ada yang menyangkal bahwa kandungan bahan kimia dalam pestisida
merupakan racun baik itu bagi hama, jamur maupun tanaman pengganggu,
bahkan ditenggarai sisa kandungan kimia setelah aplikasi yang menjadi residu
dapat merusak struktur organik tanah. Istilahnya pestisida adalah identik dengan
racun.

ManifestasiKlinikKeracunan

A.TandadanGejala
Keracunanorganofosfatdapatmenimbulkanvariasireaksikeracunan.Tandadan
gejaladihubungkandenganhiperstimulasiasetilkolinyangpersisten.Tandadan
gejalaawalkeracunanadalahstimulasiberlebihankolinergikpadaototpolosdan
reseptoreksokrinmuskarinikyangmeliputimiosis,gangguanperkemihan,diare,
defekasi, eksitasi, dan salivasi (MUDDLES). Efek yang terutama pada sistem
respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi

bronkus.Dosismenengahsampaitinggiterutamaterjadistimulasinikotinikpusat
daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung,, sukar bicara,
kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma. Pada umumnya
gejalatimbuldengancepatdalamwaktu68jam,tetapibilapajananberlebihan
dapatmenimbulkankematiandalambeberapamenit.Bilagejalamunculsetelah
lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena hal tersebut jarang
terjadi.

Kematiankeracunanakutorganofosfatumumnyaberupakegagalanpernafasan.
Oedem paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otototot pernafasan yang
kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti
hearth block dan henti jantung lebih sedikit sebagai penyebab kematian.
Insektisidaorganofosfatdiabsorbsimelaluicarapajananyangbervariasi,melalui
inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan
umumnyamembutuhkanwaktulebihlamauntukmenimbulkantandadangejala.
Pajananyangterbatasdapatmenyebabkanakibatterlokalisir.Absorbsiperkutan
dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada
daerahyangterpajansaja.Pajananpadamatadapatmenimbulkanhanyaberupa
miosisataupandangankabursaja.Inhalasidalamkonsentrasikecildapathanya
menimbulkansesaknafasdanbatuk.

Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan


organophosphorusinduced delayed neuropathy (OPIDN). Sindrom ini

berkembangdalam835harisesudahpajananterhadaporganofosfat.Kelemahan
progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian berkembang
kelemahanpadajaridankakiberupafootdrop.Kehilangansensorisedikitterjadi.
Demikianjugareflekstendondihambat.

B.Laboratorium

Nilailaboratoriumtidakspesifik,yangdapatditemukanbersifatindividualpada
keracunan akut, diantaranya lekositosis, proteinuria, glikosuria dan
hemokonsentrasi. Walaupun demikian, perubahan aktifitas kolinesterase
sesuaidengan tanda dan gejala merupakan informasi untuk diagnosa dan
penanganansebagianbesarkasus.Padakonfirmasidiagnosa,pengukuranaktifitas
inhibisikolinesterasedapatdigunakan,tetapipengobatantidakharusmenunggu
hasillaboratotium.

Pemeriksaanaktivitaskolinesterasedarahdapatdilakukandengancaraacholest
atautinktometer.Enzimkolinesterasedalamdarahyangtidakdiinaktifkanoleh
organofosfatakanmenghidrolisaasetilkolin(yangditambahkansebagaisubstrat)
menjadikolindanasamasetat.Jumlahasamasetatyangterbentuk,menunjukkan
aktivitas darah, dapat diukur dengan cara mengukur keasamannya dengan
kolinesteraseindikator.

Padapekerja yangmenggunakan organofosfatperludiketahui aktivitas normal


kolinesterasenyauntukdipakaisebagaipedomanbilakemudiantimbulkeracunan.
Manifestasi klinik keracunan akut umumnya timbul jika lebih dari 50 %
kolinesterasedihambat,beratringannyatandadangejalasesuaidengantingkat
hambatan.

Monitoring keracunan insektisida organofosfat atau karbamat dapat dilihat dari


aktivitas enzim kolinesterasenya yang akan menurun. Untuk dapat mengevaluasi
dengan baik, nilai dasar pasien sebelum paparan seharusnya telah diperiksa
dahulu. Keadaan klinis yang dapat mengindikasi pemeriksaan ini yaitu paparan
pestisida dengan gejala terutama miosis, penglihatan kabur, kelemahan otot,
twitching dan fasciculation, bradikardi, nausea, diare, mual, banyak mengeluarkan
air liur, berkeringat, edem paru, aritmia dan kejang. Manfaat pemeriksaan
kolinesterase sebagai status risiko pada pasien yang terpapar insektisida
organofosfat masih dipertanyakan. Apakah nilai normal mengindikasikan
kepastian tidak adanya paparan dan bagaimana pada varian genetik dengan atau
tanpa paparan ?. Interpretasi masih menjadi problem pada aktivitas enzim
kolinesterase rendah atau tinggi. Studi keluarga dapat dilakukan pada individu
dengan tipe abnormal genetik defisiensi pseudokolinesterase serum, yang idealnya
dikonfirmasi dengan fenotip.

Keterbatasan Pemeriksaan Kolinesterase :


Aktivitas Kolinesterase serum dapat menurun pada pasien dengan oral kontrasepsi
atau terapi estrogen. Fluoride mengganggu pemeriksaan (Inhibitor). Kolinesterase
juga rendah pada beberapa penyakit hati, termasuk sirosis dekompensasi,
hepatitis, karsinoma metastasis, CHF, dan pada malnutrisi. Walaupun demikian,
pada keadaan-keadaan tersebut hasil pemeriksaan yang konsisten tidak selalu
didapat sehingga kurang bermanfaat untuk menunjang pemeriksaan klinis.

Pada individu dengan atipikal defisiensi enzim secara genetik, pemeriksaan


aktivitas kolinesterase tidak bermanfaat, sehingga tidak dapat mencegah
prolonged apnea pascabedah.

Pemeriksaan Kolinesterase pada sel darah merah lebih dianjurkan pada kasus
dengan paparan insektisida kronik. Pasien dengan keracunan karbamat dapat
memperlihatkan aktivitas kolinesterase serum yang normal atau mendekati
normal.

Pemeriksaan kadar kolinesterase tidak bermanfaat untuk :


Penapisan terhadap keracunan insektisida chlorinated.

PenatalaksanaanKeracunanPestisida
Penanganankeracunaninsektsidaorganofosfatharussecepatmungkindilakukan.
Keraguraguandalambeberapamenitmengikutipajananberatakanmeningkatkan

timbulnya korban akibat dosis letal. Beberapa puluh kali dosis letal mungkin
dapatdiatasidenganpengobatancepat.

Pertolonganpertamayangdapatdilakukan:
1. Bila organofosfat tertelan dan penderita sadar,segera muntahkan penderita
dengan mengorek dinding belakang tenggorok dengan jari atau alat lain,
dan/ataumemberikanlarutangaramdapursatusendokmakanpenuhdalam
segelasairhangat.Bilapenderitatidaksadar,tidakbolehdimuntahkankarena
bahayaaspirasi,
2. Bila penderita berhenti bernafas, segeralah dimulai pernafasan buatan.
Terlebih dahulu bersihkan mulut dari air liur, lendir atau makanan yang
menyumbatjalannafas.Bilaorganofosfattertelan,janganlakukanpernafasan
darimulutkemulut,
3. Bilakulitterkenaorganofosfat,segeralepaskanpakaianyangterkenadankulit
dicucidenganairsabun,
4. Bila mata terkena organofosfat, segera cuci dengan banyak air selama 15
menit.

Pengobatan

1. SegeradiberikanantidotumSulfasatropin2mgIVatauIM.Dosisbesarini
tidakberbahayapadakeracunanorganofosfatdanharusdulangsetiap1015
menit sampai terlihat gejalagejala keracunan atropin yang ringan berupa

wajah merah, kulit dan mulut kering, midriasis dan takikardi. Kewmudian
atropinisasiringaniniharusdipertahankanselama2448jam,karenagejala
gejalakeracunanorganofosfatbiasanyamunculkembali.Padaharipertama
mungkindibutuhkansampai50mgatropin.Kemudianatropindapatdiberikan
oral 1 2 mg selang beberapa jam, tergantung kebutuhan. Atropin akan
menghialngkangejalagejalamuskarinikperifer(padaototpolosdankelenjar
eksokrin) maupun sentral. Pernafasan diperbaiki karena atropin melawan
brokokonstriksi, menghambat sekresi bronkus dan melawan depresi
pernafasandiotak,tetapiatropintidakdapatmelawangejalakolinergikpada
ototrangkayangberupakelumpuhanototototrangka,termasukkelumpuhan
ototototpernafasan,
2. Pralidoksim,diberikansegerasetelahpasiendiberiatropinyangmerupakan
reaktivatorenzim kolinesterase. Jika pengobatan terlambat lebih dari 24 jam
setelah keracunan, keefektifannya dipertanyakan. Dosis normal yaitu 1 gram
pada orang dewasa. Jika kelemahan otot tidak ada perbaikan, dosis dapat
diulangi dalam 1 2 jam. Pengobatan umumnya dilanjutkan tidak lebih dari
24 jam kecuali pada kasus pajanan dengan kelarutan tinggi dalam lemak atau
pajanan kronis. Pralidoksim dapat mengaktifkan kembali enzim kolinesterase
pada sinaps-sinaps termasuk sinaps dengan otot rangka sehingga dapat
mengatasi kelumpuhan otot rangka.

Penanggulangan Bahaya Pestisida

Keamanan pemakaian pestisida tergantung dari pemakainya. Bila pemakainya


menggunakan secara baik, tepat dan benar tentu saja tidak berbahaya. Dan
sebaliknya, penggunaan dosis yang berlebihan tanpa pertimbangan disertai
aplikasi yang tidak memberikan perlindungan telah memperpanjang sisi negatif
pestisida itu sendiri.

Cara-Cara Pencegahan Keracunan Oleh Pestisida :

1) Pemakaian alat-alat pelindung:


a. Pakailah masker dan adakan ventilasi keluar setempat selama melakukan
pencampuran bahan pestisida,
b. Pakailah alat pelindung, kacamata dan sarung tangan terbuat dari neopren
atau bahan yang tahan minyak, jika menggunakan pelarut organis.Alat
pelindung harus terbuat dari karet,jika mengerjakan bahan clor
hidrokarbon. Pakaian pelindung harus dibuka dan kulit dicuci sempurna
sebelum makan.

2) Cara-Cara Pencegahan Lainnya


a. Selalu menyemprot kearah yang tidak memungkinkan angin membawa
bahan, sehingga terhirup atau mengenai kulit,
b. Hindarkan waktu kerja lebih dari 8 jam sehari bekerja ditempat tertutup
dengan memakai penguap termis; juga alat demikian tidak boleh
digunakan ditempat kediaman penduduk atau tempat pengolahan bahan
makanan,

c. Janganlah disemprot pada tempat-tempat yang sebagian tubuh manusia


akan bersentuhan dengannya,
Petunjuk pemakaian pestisida yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi :

1) Semua pestisida adalah racun, tetapi bahayanya dapat diperkecil bila diketahui
cara-cara bekerja dengan aman dan tidak mengganggu kesehatan,
2) Bahaya pestisida terhadap pekerja lapangan ialah:
a. Pada waktu memindahkan pestisida,
b. Pada waktu mempersiapkannya sesuai dengan konsentrasi yang
dibutuhkan,
c. Pada waktu dan selama menyemprot,
d. Kontaminasi karena kecelakaan, yang dapat terjadi pada setiap tingkat
pekerjaan diatas (waktu memindahkan,transportasi, penyimpanan,
pengaduk, menyemprot dan pemakaian lainnya),
3) Bila dipakai pestisida golongan organofosfor atau karbamat, maka harus
tersedia atropine,
4) Penyemprot diharuskan memakai tutup kepala atau masker yang tak dapat
tembus, serta dicuci dengan baik secara berkala,
5) Pekerja yang mendapat cedera atau iritasi kulit pada tempat-tempat yang
mungkin terkena pestisida, dalam hal ini tidak diperkenankan bekerja dengan
pestisida karena mempermudah masuknya pestisida,
6) Fasilitas (termasuk sabun) untuk mencuci kulit (mandi) dan mencuci pakaian
harus tersedia. Mandi setelah menyemprot adalah merupakan keharusan,

7) Pekerja tidak boleh bekerja dengan pestisida lebih dari 4-5 jam dalam satu hari
kerja, bila aplikasi pestisida oleh pekerja yang sama berlangsung dari hari ke
hari (kontinu) dan untuk waktu yang sama,
8) Harus dipakai pakaian kerja yang khusus dan tersendiri; pakaian ini harus
diganti dan dicuci setiap hari,
9) Selain itu, pekerja tidak boleh merokok, minum atau makan sebelum mencuci
tangan dengan bersih memakai sabun dan air,
10) Alat-alat penyemprot harus memenuhi ketentuan-ketentuan keselamatan kerja,
11) Semua wadah pestisida harus mempunyai etiket yang memenuhi syarat,
mudah dibaca dan dimengerti,
12) Sedapat mungkin diusahakan, bahwa supaya kepada tenaga kerja dilakukan
pemeriksaan kesehatan berkala; terhadap yang memakai jenis organofosfat
dilakukan setiap bulan sekali pemeriksaan, dan berpedoman kepada normanorma dalam daftar dihalaman berikut.

STANDARD-STANDARD UNTUK PESTISIDA


Aktivitas

Analisa Hasil Pemeriksaan

Kolinesterase
76-100
Belum begitu terlihat
adanya tanda-tanda
51-75

Tindakan Dalam Pengawasan


- Belum perlu diambil tindakan
(boleh terus kerja)

keracunan
Kemungkinan ada

- Ulangi pemeriksaan kesehatan

keracunan

- Bila meyakinkan, pekerja boleh


bekerja dengan pestisida
gol.organofosfat selama 2 minggu.
Kemudian ulangi kembali
pemeriksaan kesehatan

26-50

Ada keracunan yang gawat

- Ulangi pemeriksaan kesehatan


- Bila meyakinkan, pekerja tidak
boleh bekerja dengan pestisida
gol.organofosfat . Kemudian
ulangi kembali pemeriksaan

0-25

Peracunan yang sangat

kesehatan
- Ulangi pemeriksaan kesehatan

gawat

- Tidak boleh bekerja sama sekali


dan harus dimintakan pemeriksaan
dan perawatan dokter, ulangi
kembali pemeriksaan

(Sumamur, Dr, M.Sc. 1988. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.


PT.Gunung Agung. Jakarta.hal 252-256)

IV.

PEMBAHASAN

Perusahaan GMP adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang agroindustri


yang memroduksi gula pasir. Bahan baku yang digunakan dalam produksi gula
pasir ini adalah tebu. Bahan baku produksi yang dibutuhkan oleh PT. GMP juga
dihasilkan oleh perusahaan itu sendiri. PT. GMP memiliki lahan seluas 25.000 ha
yang ditanami dengan tebu. Ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan untuk
menghasilkan tebu yang siap digunakan untuk memproduksi gula pasir, yaitu:
penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemanenan. Pada tiap tahapan kegiatan itu
terdapat faktor resiko yang harus dihadapi oleh para pekerja. Berdasarkan
pengamatan selama kunjungan yang dilakukan ke PT. GMP, beberapa faktor
resiko yang ada dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu, faktor resiko
fisik, faktor resiko biologi, faktor resiko kimia, faktor resiko psikologis, dan
faktor resiko ergonomik.

Faktor resiko fisik yang didapat dari pengamatan adalah cuaca yang sangat panas,
debu, radiasi ultraviolet, bising dan getaran. Faktor resiko biologi terdiri dari
gigitan hewan berbisa dan infestasi parasit. Faktor resiko kimia terdiri dari pupuk
dan pestisida. Faktor resiko psikologis terdiri dari beban kerja yang berat dan
upah yang tidak mencukupi. Sedangkan faktor resiko ergonomik terdiri dari alat

kerja (traktor) yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh pekerja, cara kerja yang
tidak nyaman dan gerakan yang berulang.

Berdasarkan hasil pengamatan, salah satu faktor resiko yang cukup penting adalah
paparan pestisida. Alur produksi yang menimbulkan paparan pestisida adalah pada
tahap pemeliharaan tanaman, pestisida digunakan untuk melindungi tanaman tebu
dari serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).

Meskipun sebelum

diproduksi secara komersial pestisida telah menjalani pengujian yang sangat ketat
perihal syarat-syarat keselamatannya, namun karena bersifat bioaktif, maka
pestisida tetap merupakan racun. Setiap racun selalu mengandung resikio (bahaya)
dalam penggunaannya, baik resiko bagi manusia maupun bagi lingkungan.
Mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan
Persatuan Bangsa-bangsa (UNEP), 1-5 juta kasus keracunan pestisida terjadi
pada pekerja yang bekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan
pestisida tersebut terjadi di negara sedang berkembang, yang 20.000 di antaranya
berakibat fatal. Jumlah keracunan yang sebenarnya terjadi diperkirakan lebih
tinggi lagi, mengingat angka tersebut didapati dari kasus yang dilaporkan sendiri
oleh korban, maupun dari angka statistik. Banyak kasus keracunan yang terjadi di
lapangan, tidak dilaporkan oleh korban sehingga tidak tercatat oleh instansi yang
terkait.

Pemahaman prinsip-prinsip dasar tentang toksisitas serta perbedaan antara


toksisitas dan bahaya keracunan adalah sangat penting. Toksisitas adalah daya
racun yang dimiliki oleh pestisida dan seberapa kuat daya racunnya terhadap

sejenis hewan pada kondisi perobaan yang dilakukan di laboratorium. Sedangkan


bahaya keracunan (hazard) adalah bahaya atau resiko keracunan dari seseorang
pada waktu sejenis pestisida sedang digunakan.

Bagi para pemakai pestisida, bahaya keracunan lebih penting jika dibandingkan
dengan toksisitasnya. Bahaya keracunan tidak saja tergantung pada toksisitas
senyawa pestisida tetapi juga kesempatan akan kemungkinan terjadinya
kecelakaan terkena sejumlah racun dari pestisida yang digunakan. Kemungkinan
resiko keracunan akibat penggunaan pestisida dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
keracunan yang akut, yang diakibatkan oleh kelalaian dalam menangani dan
menggunakan pestisida, dan keracunan kronik yang terjadi akibat terkena racun
pestisida dalam jumlah yang sedikit tetapi berulangkali dan lama atau
menghisap/menelanya. Dan kedua jenis keracunan ini dapat terjadi pada pekerja
di PT. GMP yang bekerja menggunakan pestisida.

Resiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara langsung,


yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan akut
dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah, dan sebagainya.
Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat mengakibatkan
kebutaan.Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak
sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih
sulit dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan. Akibat yang ditimbulkan oleh keracunan
kronis tidak selalu mudah diprediksi.Beberapa gangguan kesehatan yang sering

dihubungkan dengan pestisida, meskipun tidak mudah dibuktikan dengan pasti


dan meyakinkan, adalah kanker, gangguan saraf, fungsi hati dan ginjal, gangguan
pernafasan, keguguran, cacat pada bayi dan sebagainya. Pada PT. GMP proses
penggunaan pestisida selalu menggunakan alat bantu dan APD, sehingga pada
proses ini frekuensi kontak dengan pestisida sangat minimal. Namun, data yang
lengkap mengenai gangguan kesehatan pada pekerja yang disebabkan oleh
paparan pestisida tidak dapat kami peroleh pada saat kegiatan Plant Survey.

Prinsip utama untuk menolong seseorang yang keracunan pestisida adalah, segera
putuskan hubungan dengan produk yang menyebabkan keracunan agar
kontaminasi tidak berlangsung terus dan harus segera mendapatkan pertolongan
medis dari dokter. Namun, kasus keracunan umumnya terjadi di kebun atau sawah
yang tidak selalu dekat dengan dokter atau rumah sakit. Oleh karena itu, pengguna
pesitisida harus sungguh hati-hati menggunakan pestisida dan mentaati semua
pesyaratan yang berlaku.

Ada 4 macam pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam


pengguanaan pestisida, yaitu :
1) Membawa, menyimpan, dan memindahkan konsentrat pestisida (produk
pestisida yang belum diencerkan),
2) Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan,
3) Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida,
4) Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.

Diantara pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan kontaminasi


adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida. Namun,
yang paling berbahaya adalah pekerjaan mencampur pestisida. Hal ini
dikarenakan ketika mencampur pestisida, kita bekerja dengan konsentrat
(pestisida dengan kadar tinggi), sedangkan waktu menyemprotkan, kita bekerja
dengan pestisida yang sudah diencerkan.

Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh dan
menimbulkan

keracunan.

Kejadian

kontaminasi

lewat

kulit

merupakan

kontaminasi yang paling sering terjadi. Sedangkan keracunan partikel pestisida


yang terhisap lewat hidung merupakan kasus yang terbanyak kedua sesudah
kontaminasi kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus , dapat masuk ke
paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput lendir
hidung atau di kerongkongan. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran
pernapasan juga dipengaruhi LD pestisida yang terhisap dan ukuran partikel
serta bentuk fisik pestisida. Pestisida yang berbentuk gas mudah masuk ke dalam
paru-paru dan sangat berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari
10 mikron dapat mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50
mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat menimbulkan gangguan
pada selaput lendir hidung dan kerongkongan. Gas beracun yang terhisap
ditentukan oleh :
1) Konsentrasi gas di dalam ruangan atau udara,
2) Lamanya pemaparan,
3) Kondisi fisik seseorang (penyemprot).

Selain kejadian keracunan, diketemukan pula data penyakit-penyakit akut yang


diderita pada kelompok petani yang karena keterbatasan pengetahuannya akan
penggunaan pestisida yang baik dan bijaksana seperti penyakit hamil anggur pada
isteri-isteri petani di lembang, 12 orang petani di Klaten meninggal dunia akibat
keracunan DDT, atau 18 penduduk transmigrasi di Lampung Utara meninggal
akibat racun tikus atau penyakit kulit eksim basah, tubercolusis, atau bahkan
kanker saluran pernapasan pada banyak petani diberbagai daerah (www.alumniipb.or.id).

Dalam kunjungan ke PT. GMP pada tanggal 9 Mei 2006, terdapat beberapa upaya
yang telah dilakukan untuk mengurangi bahaya yang mungkin timbul akibat
paparan pestisida. Dalam melakukan pelarutan pestisida yang akan digunakan,
pekerja menggunakan sarung tangan karet. Berdasarkan hasil pengamatan, pada
saat penyemprotan pekerja menggunakan alat pelindung diri berupa helm, kaca
mata hitam, masker, baju lengan panjang, celana panjang dan sepatu. Sebelum
melakukan penyemprotan, pada pagi harinya pekerja diharuskan untuk minum
susu yang disediakan oleh perusahaan. Karena pekerja yang berhubungan dengan
pestisida harus berada dalam kondisi tubuh yang sehat. Pengguna/petani yang
kondisi badannya tidak sehat jangan bekerja dengan pestisida. Pengguna /petani
yang perutnya kosong (lapar) jangan pula bekerja dengan pestisida. Namun, badan
yang sehat, kuat, dan perut cukup terisi tidak menjamin bebas dari keracunan
pestisida, tetapi kondisi yang kurang sehat dan perut kosong akan memperburuk
keadaan bila terjadi kontaminasi atau keracunan.

Namun dari hasil pengamatan, pada saat penyemprotan masker yang digunakan
pekerja adalah masker biasa yang dilapisi dengan dust respirator namun ada juga
pekerja yang hanya menggunakan masker biasa saja, bahkan ada juga pekerja
yang berada ditempat penyemprotan hanya menutupi hidungnya dengan kain.
Untuk alat pelindung kaki, ada pekerja yang menggunakn Sepatu Boots namun
ada juga pekerja yang hanya menggunakan sepatu kets. Sebagai alat pelindung
mata,

kaca mata hitam biasa sehingga

digunakan belum cukup melindungi

pekerja dari paparan pestisida yang terbawa oleh angin.

Sedangkan kriteria penggunaan pakaian serta peralatan pelindung yang baik yang
harus digunakan adalah :
1)

Pakaian yang sebanyak mungkin menutupi tubuh. Ada banyak jenis bahan
yang dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi pakaian yang
sederhana cukup terdiri atas celana panjang dan kemeja lengan panjang yang
terbuat dari bahan yang cukup tebal dan tenunannya rapat. Pakaian kerja
sebaiknya tidak berkantung karena adanya kantung cenderung digunakan
untuk menyimpan benda-benda seperti rokok dan sebagainya,

2)

Semacam celemek (appron), yang dapat dibuat dari plastik atau kulit.
Appron terutama harus digunakan ketika menyemprot tanaman yang tinggi,

3)

Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk
menyemprot,

4)

Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker atau sapu
tangan atau kain lainnya,

5)

Sarung tangan yang terbuat dari bahan yang tidak tembus air,

6)

Sepatu boot untuk menyemprot di lahan basah, memang agak


menyulitkan, tetapi untuk aplikasi di lahan kering perlu juga digunakan.
Ketika menggunakan sepatu boot, ujung celana panjang jangan dimasukkan
ke dalam sepatu, tetapi ujung celana harus menutupi sepatu boot.

Penyemprotan (spraying) merupakan cara aplikasi yang paling banyak digunakan


para pengguna pestisida pertanian di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Dalam
penyemprotan, larutan semprot (pestisida + air), dengan alat semprot akan dipecah
menjadi butiran-butiran halus (droplet), dan didistribusikan ke seluruh bidang
sasaran penyemprotan, sehingga seluruh bidang sasaran tertutup droplet. Pestisida
yang digunakan akan mampu menampilkan efikasi biologis yang optimal jika
penyemprotan dilakukan dengan benar. Agar penyemprotan yang benar tersebut
dapat dipenuhi, maka diperlukan:
1) Peralatan aplikasi (dalam hal ini sprayer) yang memadai; dan
2) Tenaga penyemprot yang terlatih dan terampil.

Pencampuran pestisida dengan air juga dimaksud untuk mengencerkan pestisida


tersebut agar kadar bahan aktifnya tidak terlampau tinggi, sekaligus untuk
mengurangi risiko keselamatan pengguna.

Pestisida ini disemprotkan pada tanaman dengan menggunakan Boom Sprayer


yang ditarik traktor dilengkapi dengan pompa untuk menyedot dan mengalirkan
larutan semprot. Sprayer ini umumnya digerakkan dengan PTO ( power take off)

dari traktor. Larutan semprot melewati selang pembagi ke masing-masing nozzle.


Jenis pestisida yang digunakan adalah Gesapax 80 WP, Gramaxone, Bimaron 80
WP, 2, 4-D dan Sencor 70 WP. Semua pestisida yang digunakan di bagian
pemeliharaan tanaman pada PT. GMP ini termasuk ke dalam golongan herbisida.
Herbisida yang disemprotkan pada tanaman merupakan campuran dari 2,4-D
Amin (1,5 L/ha) dan Gesapax 80 WP (1 L/ha) yang kemudian dilarutkan dalam
400 L air, untuk diseprotkan pada lahan seluas 1 ha. Namun pada pelaksanaannya,
jika Gesapax 80 WP tak tersedia dapat digantikan dengan Bimaron 80 WP.

Upaya untuk melindungi pekerja dari bahaya potensial yang dapat timbul akibat
penggunaan pestisida ini tidak cukup hanya dengan menyediakan APD bagi
pekerja saja, karena kasus keracunan pestisida di kalangan pengguna pada
umumnya terjadi karena hal-hal berikut:
1) Pengguna tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan pada umumnya,
2) Pengguna tidak memiliki informasi yang akurat dan jujur tentang
pestisida, risiko penggunaan pestisida, dan teknik aplikasi yang benar dan
bijaksana,
3) Kalaupun sudah mendapat informasi yang cukup, pengguna sering tidak
mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam menggunakan pestisida.
Banyak pengguna yang tidak mempedulikan atau menganggap enteng
risiko yang mungkin timbul dari pestisida.

Sedangkan, berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja dan dokter perusahaan


di PT. GMP dinyatakan bahwa PT. GMP tidak memiliki program pelatihan atau
penyuluhan rutin untuk pekerja mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.

Untuk mengetahui tingkat paparan pestisida pada pekerja maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar kolinesterase dalam darah pekerja. Namun, berdasarkan hasil
kunjungan ke PT. GMP tidak didapatkan data sekunder mengenai paparan yang
diterima pekerja apakah sudah melebihi ambang batas atau belum. Pada PT. GMP
pemeriksaan kesehatan tersebut dilakukan setiap dua tahun sekali, yang dilkukan
di medical centre yang ada di perusahaan tersebut, yang meliputi pemeriksaan
darah lengkap, pemeriksaan kimia darah dan x-ray. Pemeriksaan kesehatan
tersebut penting untuk dilakukan oleh perusahaan, karena kesehatan pekerja juga
memepengaruhi kinerja dan produktivitas perusahaan. Oleh karena itu, sebaiknya
perusahaan melakukan general check-up secara berkala kepada pekerja minimal 6
bulan sekali, hal ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini akibat yang dapat
ditimbulkan dari paparan pestisida lebih lanjut. Proses pendeteksian ini dapat
dilakukan dengan pemeriksaan foto thorak dan uji kolinesterase secara rutin. Hal
ini penting untuk dilakukan karena dalam pengendalian penyakit akibat kerja,
salah satu upaya yang wajib dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan
dapat diberikan secepat mungkin. Dengan demikian, penyakit atau gangguan
kesehatan dapat pulih tanpa menimbulkan kecacatan. Sekurang-kurangnya, tidak
menimbulkan kecacatan lebih lanjut. Untuk paparan terhadap pestisida
organofosfat, uji spesifik praktis yang dapat dilakukan adalah pengukuran
aktivitas kolinesterase total dalam darah.

Menurut WHO sekurang-kurangnya ada tiga hal yang dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam deteksi dini, yakni:
1) Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat diukur melalui analisis
laboratorium. Misalnya hambatan aktivitas kolinesterase pada paparan
terhadap pestisida organofosfat, penurunan kadar hemoglobin (Hb),
sitologi sputum yang abnormal dan sebagainya,
2) Perubahan kondisi fisik dan fungsi sistem tubuh yang dapat dinilai melalui
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Misalnya elektrokardiogram, uji
kapasitas kerja fisik, uji saraf dan sebagainya,
3) Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis.
Misalnya rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap pelarutpelarut organik.

Selain itu, karena APD yang diberikan perusahaan kepada pekerja belum
memenuhi standar yang seharusnya dipakai pada pekerja yang seharusnya
menggunakan pestisida, maka perusahaan harus lebih memperhatikan APD yang
diberikan dan juga perlu memberikan penyuluhan kepada pekerja sehingga
pekerja lebih menyadari akan pentingnya menggunakan APD pada saat bekerja.

Berdasarkan hasil kunjungan, wawancara, dan diskusi dengan pihak PT. GMP,
kami tidak memperoleh data tentang hasil pemeriksanan medical check up yang
dilakukan PT. GMP terhadap para pekerjanya.

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

1. Faktor risiko yang terdapat pada PT. GMP (bagian Plantation ) terdiri dari
faktor risiko fisik, faktor risiko biologi, faktor risiko kimia, faktor risiko
psikologis, dan faktor risiko ergonomik,
2. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi adalah: gangguan muskuloskeletal,
heat stroke, dehidrasi, keracunan zat kimia, gangguan psikologis, gangguan
saluran respirasi, infestasi parasit, gigitan hewan berisa, gangguan
pendengaran, dan dermatitis,
3. Penggunaan pestisida di bagian Crop Maintanance merupakan salah satu
faktor resiko kimia yang penting dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan
pada pekerja baik secara akut maupun kronik,
4. Pestisida dapat menyebabkan gangguan kesehatan berupa keracunan akut,
keracunan kronik, iritasi kulit, gangguan pernapasan bahkan kebutaan bila
mengenai mata,
5. Upaya perlindungan dan pencegahan yang telah dilakukan PT. GMP adalah
penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri, pemeriksaan kesehatan pada

awal bekerja, medical check up berkala setiap 2 tahun sekali, serta penyediaan
klinik perusahaan dan tenaga kesehatan,
6. Upaya yang telah dilakukan untuk masalah pestisida pada bagian
pemeliharaan tanaman (crop maintenance) adalah penggunaan APD dan
pemberian susu sebelum mulai bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala 2
tahun sekali.

V.2. Saran

1. Untuk melindungi pekerja dari berbagai penyakit akibat kerja terutama yang
disebabkan oleh paparan pestisida maka diperlukan berbagai upaya
pencegahan baik primer (penyuluhan tentang pentingnya penggunaan APD
untuk pencegahan), sekunder (pengendalian kontak terhadap pestisida)
maupun tersier (diagnosa, pengobatan, rehabilitasi terhadap suatu penyakit
ataupun kecacatan akibat kerja),
2. Perlu dilakukan evaluasi tentang penyediaan alat pelindung diri yang tepat di
perusahaan, evaluasi kepatuhan penggunaan alat pelindung diri oleh pekerja,
mengadakan penyuluhan tentang pentingnya alat pelindung diri bagi pekerja.
Membuat peraturan untuk meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap
pemakaian alat pelindung diri,
3. Mengadakan pelatihan bagi pekerja mengenai cara bekerja yang sesuai dengan
standar operasional prosedur,

4. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi pekerja setiap 6 bulan sekali


yakni melakukan pemeriksaan foto thorak dan uji kolinesterase, agar dapat
dilakukan deteksi dini terhadap penyakit yang bersifat akut ataupun kronis,
seperti keracunan akut dan keracunan kronik, gangguan saluran pernafasan,
dan pencegahan bahaya yang lebih lanjut dari penggunaan pestisida bagi
pekerja.

Crop
Sinar UV ,
Investasi
maintenance getaran mesin, parasit
suara
mesin(bising),
panas

Kegiatan

No
Workshop

Stres pekerjaan Muskuloskeletal


yg statis
(low back pain),
(monoton)
gangguan
pendengaran,
gangguan
respirasi,
gangguan
psikologis, heat
stroke, dehidrasi

Minum susu
sebelum kerj

KEGIATAN K3

Peserta

Frekuensi

Output

Percikan
Infeksi
Oli,
Membungkuk, Stres pekerjaan Muskuloskeletal Pemadam Memeakai A
Pertemuan
Pengurus
1 bulan(low back Notuln
rapat
bunga api,
jamur
minyak posisi dinamis, 1x
yg statis
pain), kebakaran
asuransi
panas, K3 (Safety tanah,
berdiri
lama,
(monoton),
jamsostek,
P2K3 (s/d
kelembaban
asap, gas gerakan berulang gaji yg tidak
pemeriksaan
Meeting) CO,PokJa)
+
NO2,
memenuhi
kesehatan
SO2,
uap SPSI
kebutuhan
berkala
wakil
Pb,
Pertemuanbensin,
P2K3
Bila ada kasus Notulen rapat
karat
besi (s/d

P2K3 INTI

Pestisida, Duduk dalam


herbisida, traktor selama
Debu dari berjam-jam
tanah,
asap
mesin,
pupuk

K3 khusus Pokja)+Unit
terkait +
wakil SPSI
Pertemuan
dengan
Managem
en

Kepala
Departemen
+Pengurus
inti P2K3

1 x 1 tahun
Laporan
(laporan
tahunan
tahunan)
Hasil rekomen
1 x 3 bulan
dasi yang
(membahas
telah
rekomendasi
dibicarakan
)
dengan
managemen

N
o

Jenis
Kegiatan

B I D A N G

Inspeksi
Reguler

Peserta

Frekuen
si

Ketua bidang, 1 x 3
Pokja, Unit,
bulan
KaDiv/
KaSubDiv/KaB
ag tempat kerja
Sewaktu-waktu yang akan di
bila
inspeksi.
Sewaktudibutuhkan
waktu
Unit, Pokja,
unit.
dibutuhka
Ketua bidang,
n
KaDiv/
Identifikasi
Disesuaikan
Disesuaik
KaSubDiv/KaB
pelatihan yang dengan materi an dengan
ag
sesuai dengan pelatihan.
kondisi di
bidangnya
GMP dan
peraturan
pemerinta
h

Output
Laporan
Hasil
inspeksi
ke:
P2K3 inti
KaDiv/Sub
Div/KaB
ag

Laporan
hasil
pelatihan

Jenis
Kegiatan

No
6

Pertemuan
Kelompok
Kerja.

Inspeksi

10

KERJA

KELOMPOK

Peserta

Frekuen
si

Output

Kelompok
kerja, Unit,
Kaidv/
KaSubDiv/KaBa
Unit,
kelompok
g.
kerja, Kaidiv/
KaSubDiv/KaBa
g.
Kelompok
kerja, unit

1 x 1 bulan Hasil
petemuan

Investigasi
kecelakaan

Unit, Pokja,
KaDiv/
KaSubDiv/KaBa
g/ Supervisor

Setiap ada Laporan


kecelakaan analisa
kerja
Kecelaka
an Kerja

Risk
Assessmen

Unit, Pokja,
KaDiv/KaSubDiv
/
KaBag/Supervis
or, Kabid Terkait

1 x 6 bulan
atau
sewaktu
waktu
dirasa

Administrasi:
Rekapitulasi
laporan unit

1 x 1 bulan Hasil
Inspeksi
1 x 3 bulan Laporan
(sebagai
Kelompok
bahan
kerja
laporan ke
Disnaker)

Hasil Risk
Assessme
n&
Rekomen
dasi

No

Jenis Kegiatan

14 Diklat K3
In House Training
Basic Safety Training

Peserta

Karyawan
baru
Karyawan
lama

Pemadam Kebakaran Team


Training
Pemadam
Kebakaran

Frekuensi

Waktu rekruitmen
2x1 tahun (buka
giling dan tutup
giling)
Akan disesuaikan
dengan
peraturan
pemerintah

Training Kesehatan
kerja

Pengurus Inti 1x 1 tahun


K3 + Unit K3

Safety Driving
Training
Emergency
Information Route
Training
Out Site Training
K-3 Depnaker, dll

Pengemudi

1x 1 tahun

P2K3
lengkap

1x 1 tahun

No Jenis Kegiatan
15

Lomba K3
Safety Poster
Contest
Safety Slogan
Contest
Perfect Unit
Contest

16

Kegiatan lain-lain:
Questioner K3
untuk seluruh
karyawan
Laporan Nyaris
Celaka
Apel Safety
Seluruh
pabrik
Intern
Kelompok Kerja
Apel bulan K3

17

Safety Audit

18

Dokumentasi
kegiatan safety

Peserta

Frekuensi

Seluruh karyawan

1x 1 tahun

Setiap Karyawan
Pengurus P2K3 +
Semua karyawan
pabrik
Seluruh karyawan
di tiap kelompok
kerja
Semua karyawan
(non shift + shift
pagi)

1x 3 bulan
1x 1 tahun
(awal giling)
1x 1 tahun

Akhir tahun
Setiap unit

Anda mungkin juga menyukai