Anda di halaman 1dari 26

STATUS PASIEN

BAGIAN PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. S

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 9 tahun

Alamat

: Kp. Sawah Rt 05/01Kecamatan Kemang, Bogor

Status Perkawinan

: Belum kawin

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pelajar

Pendidikan

: SD

Suku Bangsa

: WNI

No RM

: 25-76-88

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis dari orang tua pasien pada tanggal 13 November
2013 pukul 10.00 WIB di ruang poliklinik saraf dengan didukung catatan medis.
Keluhan Utama
Kejang 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan
Tidak ada keluhan tambahan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan diantar oleh ibunya ke poliklinik Saraf RS Marzoeki Mahdi
dengan keluhan kejang 3 hari SMRS. Kejang terjadi saat pasien sedang dalam keadaan
beristirahat. Sebelum kejang, orang tua pasien mengaku melihat pasien seperti

melamun dengan tatapan kosong, dan menurut ibunya kejang berlangsung kurang
lebih 5 menit. Kejang terjadi diseluruh tubuh disertai kaku dan kelojotan, serta pasien
dalam keadaan tidak sadar. Saat kejang juga mata memandang keatas, lidah tidak
tergigit tapi keluar lendir dari mulut pasien. Setelah kejang pasien tidak sadar diri.
Keluhan kejang dirasakan mulai terjadi pada saat pasien berusia 3 tahun. Pada saat
usia pasien 3 tahun awal muncul kejang akibat demam tinggi yang dialami pasien.
Setelah itu pasien sering mengalami kejang apabila demam tinggi. Namun, semakin
lama kejang yang terjadi tidak berhubungan dengan demam. Kejang terjadi begitu saja
walaupun pasien tidak dalam keadaan demam. Kejang biasanya terjadi lebih dari tiga
kali dalam seminggu. Biasanya setelah kejang pasien tersadar dan merasa pusing lalu
tertidur karena lemas, namun tiga hari yang lalu setelah kejang pasien tidak sadarkan
diri sekitar 30 menit. Pasien baru pertama kali berobat ke poli Saraf dan sebelumnya
tidak pernah mengkonsumsi obat dalam jangka waktu panjang.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat trauma kepala atau infeksi sebelumnya tidak ada.

Riwayat kejang demam sejak usia 3 tahun.

Riwayat asma tidak ada.

Riwayat alergi obat-obatan tidak ada.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Orang tua pasien mengaku saat pasien di dalam kandungan, sang ibu tidak menderita
penyakit tertentu. Kehamilan dikontrol rutin di bidan terdekat. Kebutuhan gizi saat
hamil diakui terpenuhi. Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang lahir
dengan persalinan normal dan cukup bulan. Tidak ada komplikasi saat proses
melahirkan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Orang tua pasien mengaku tidak ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit
yang sama seperti pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK ( 13 November 2013)


A Keadaan umum
Kesadaran

: compos mentis tampak sakit ringan

Tekanan darah

: 110/80 mmHg,

Denyut nadi

: 88x/mnt, isi cukup, irama regular teratur, equal

Frekuensi Nafas : 20x /mnt


Suhu

: 36oC

BB

: 24 kg

TB

: 155 cm

B. STATUS GENERALIS
Kepala

Bentuk

: normochepali, simetri

Nyeri tekan

: (-)

Rambut
Wajah
Mata

: hitam lurus dengan beberapa uban, distribusi merata, allopecia (-)


: simetris, pucat (-), ikterik (-), petekie (-)
: edema kelopak mata (-/-), pupil bulat isokor 2 mm|2mm, RCL (+/+)

RCTL (+/+) konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), ptosis (-/-),
lagoftalmus (-/-)
- Hidung
- Telinga
- Gigi Mulut
- Lidah
- Tenggorokan
Thoraks
Paru
Inspeksi

Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi

: Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-)


: normotia, pendengaran normal, nyeri tekan tragus dan mastoid (-)
: bibir kering (+), gusi berdarah (-) caries (-)
: tampak kotor berwarna putih, kering (-)
: normal, tidak hiperemis, tonsil T1-T1

: Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-),
deformitas (-)
: Vokal fremitus kanan dan kiri simetris
: Sonor di kedua lapang paru
: Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
: Ictus cordis tidak terlihat
: Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea midclavicularis

sinistra
Perkusi

: batas jantung atas : ICS III linea parasternal kiri


3

Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis kiri


Batas jantung kiri : ICS V 1 cm medial linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi

: BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: dinding abdomen datar, jaringan parut (-)

Auskultasi

: bising usus 2x/menit

Palpasi

: supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi

: timpani (+) pada 9 regio abdomen

Ekstremitas
- atas

: akral hangat (+/+), oedem (-/-)

- bawah :

: akral hangat (+/+), oedem (-/-)

C. STATUS NEUROLOGIS
1) Kesadaran

: Composmentis

2) GCS

: E 4 V5 M 6

3) Tanda Rangsang meningeal :


Kaku kuduk

:-

Brudzinsky 1

:-

Brudzinsky 2

: -|-

Laseque

: >700 | >700

Kernig

: >1350 | >1350

4) Saraf kranial

1. N. I (Olfactorius )
Daya pembau

Kanan
dbn

Kiri
dbn

Keterangan
Dalam batas
normal

2. N.II (Opticus)
Daya penglihatan

Kanan
Dbn

Kiri
Dbn

Keterangan

Lapang pandang

Dbn

Dbn

Pengenalan warna

Dbn

Dbn

Kanan
(-)

Kiri

Bentuk

Bulat

Bulat

Ukuran

2mm

2mm

Dalam

akomodasi

baik

baik

normal

Langsung

(+)

(+)

Tidak langsung

(+)

(+)

Gerak bola mata

Dbn

Dbn

Kedudukan bola mata

ortoforia

ortoforia

Kanan
Dbn

Kiri
Dbn

Dalam

batas

normal

3. N.III (Oculomotorius)
Ptosis

Keterangan
(-)

Pupil
batas

Refleks pupil

4. N. IV (Trokhlearis)
Gerak bola mata

Keterangan
Dalam
batas
normal

5. N. V (Trigeminus)

Motorik

Kanan
Dbn

Kiri
Dbn

Sensibilitas

Keterangan
Dalam
batas
normal

Opthalmikus

Dbn

Dbn

Maxilaris

Dbn

Dbn

Mandibularis

Dbn

Dbn
5

6. N. VI (Abduscens)
Gerak bola mata

Kanan
Dbn

Kiri
Dbn

Keterangan
Dalam
batas

Strabismus

(-)

(-)

normal

Kanan

Kiri

Keterangan

Saat diam

simetris

simetris

Dalam

Mengernyitkan dahi

Dbn

Dbn

normal

Senyum

Dbn

Dbn

memperlihatkan gigi

Dbn

Dbn

7. N. VII (Facialis)
Motorik

Daya

perasa

2/3 Tidak

anterior lidah

batas

Tidak dilakukan

dilakukan

8. N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)
Kanan

Kiri

Tuli konduktif

(-)

(-)

Tuli sensorieural

(-)

(-)

Keterangan

Pendengaran

Vestibular

Dalam

batas

normal

Vertigo

(-)

(-)

Nistagmus

(-)

(-)

Kanan
Simetris

Kiri
Simetris

9. N. IX (Glossofaringeus)
Arkus farings
Daya

perasa

posterior lidah

/3

Keterangan
Dalam

Tidak

Tidak dilakukan

batas

normal

dilakukan

10. N. X (Vagus)
Kanan
Simetris

Kiri
Simetris

Keterangan

Arkus farings
Disfonia

Dalam

Refleks muntah

Tidak

Tidak dilakukan

normal

Kanan

Kiri

Keterangan

Menoleh

dbn

dbn

Dalam

Mengankat bahu

dbn

dbn

normal

Eutrofi

Eutrofi

Kanan
dbn

Kiri
Dbn

Keterangan

Motorik
Trofi

eutrofi

Eutrofi

Dalam

Tremor

(-)

(-)

normal

Disartri

(-)

(-)

Kanan

Kiri

Keterangan
Dalam
Batas

Kekuatan

5555

5555

Normal

Tonus

Trofi

Eu

Eu

Ger.involunter
Ekstremitas bawah

(-)

(-)

5555

5555

batas

dilakukan
11. N. XI (Assesorius)
Motorik

Trofi

batas

12. N. XII (Hipoglossus)

batas

5) Sistem motorik
Ekstremitas atas

Kekuatan

Tonus
Trofi
Ger.involunter

Eu

Eu

(-)

(-)

6) Sistem sensorik
Sensasi
Raba

Kanan
baik

Kiri
baik

Keterangan
Dalam
batas

Nyeri

baik

baik

normal

Suhu

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Propioseptif

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

7) Refleks
Refleks
Fisiologis

Kanan

Kiri

Biseps

(+)

(+)

Triseps

(+)

(+)

Patella

(+)

(+)

(+)

(+)

Hoffman Tromer

(-)

(-)

Babinski

(-)

(-)

Dalam

Chaddock

(-)

(-)

normal

Openheim

(-)

(-)

Gordon

(-)

(-)

Schaeffer

(-)

(-)

Achilles
Patologis

Keterangan

batas

8) Fungsi koordinasi dan keseimbangan

Pemeriksaan
Jari tangan jari tangan

Kanan
Baik

Kiri
Baik

Jari tangan hidung

Baik

Baik

Keterangan

Tumit lutut

Baik

Baik

Pronasi supinasi

Baik

Baik

Romberg test

Tidak

Tidak dilakukan

dilakukan
9) Sistem otonom
Miksi: Baik
Defekasi

: Baik

Keringat

: Baik

10) Fungsi luhur

: Tidak ada gangguan fungsi luhur

11) Vertebra

: tidak ada kelainan, tidak ada nyeri tekan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN


Pada os dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan EEG. Hasil EEG pada pasien ini
belum ada.
V. RESUME
Pasien anak laki-laki 9 tahun datang ke poliklinik Saraf RS Dr. Marzoeki Mahdi
dengan keluhan kejang 3 hari sebelum masuk RS. Kejang terjadi saat pasien sedang
dalam keadaan beristirahat. Sebelum kejang, orang tua pasien mengaku melihat pasien
seperti melamun dengan tatapan kosong, dan menurut ibunya kejang berlangsung
kurang lebih 5 menit. Kejang terjadi diseluruh tubuh disertai kaku dan kelojotan, serta
pasien dalam keadaan tidak sadar. Saat kejang juga mata memandang keatas, lidah
tidak tergigit tapi keluar lendir dari mulut pasien. Setelah kejang pasien tidak sadar
diri. Keluhan kejang dirasakan mulai terjadi pada saat pasien berusia 3 tahun. Pada
saat usia pasien 3 tahun awal muncul kejang akibat demam tinggi yang dialami pasien.
Setelah itu pasien sering mengalami kejang apabila demam tinggi. Namun, semakin
lama kejang yang terjadi tidak berhubungan dengan demam. Kejang terjadi begitu saja
walaupun pasien tidak dalam keadaan demam. Kejang biasanya terjadi lebih dari tiga

kali dalam seminggu. Biasanya setelah kejang pasien tersadar dan merasa pusing lalu
tertidur karena lemas, namun tiga hari yang lalu setelah kejang pasien tidak sadarkan
diri sekitar 30 menit. Pasien baru pertama kali berobat ke poli Saraf dan sebelumnya
tidak pernah mengkonsumsi obat dalam jangka waktu panjang. Tidak ada riwayat
trauma kepala maupun infeksi otak sebelumnya.Ada riwayat kejang demam saat
pasien berusia 3 tahun. Tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami hal yang
sama.
Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan :
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda vital

Tekanan darah
Denyut nadi
Frekuensi Nafas

: 110/80 mmHg
: 88x/mnt
: 20x /mnt

Suhu

: 36oC

Status generalis

: Dalam batas normal

Status Neurologis

: GCS E4V5M6

Tanda rangsang meningeal : negatif


Saraf kranialis

: baik

Sistem motorik :
Lengan kanan/kiri

: 5555/5555

Tungkai kanan/kiri

: 5555/5555

Sistem sensorik

: baik

Refleks fisiologis

: (+)

Refleks Patologis

: (-)

VI. DIAGNOSIS KERJA


a. Diagnosis klinis : Kejang disertai gangguan kesadaran awal kejang
b. Diagnosis Topis : Korteks serebri
c. Diagnosis Etiologi : Epilepsi serangan umum bangkitan umum tonik klonik.

10

VII. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa

Pertolongan pertama
o Pasien dan anggota keluarga harus diberitahukan dengan jelas
tindakan apa yang harus diambil bila menghadapi serangan.
o Jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut pasien atau memaksa
membuka mulut pasien.
o Tidak perlu diusahakan mengekang gerakan kejang karena hanya
akan berakibat menimbulkan cedera.
o Pasien

harus

dibiarkan

untuk

mengalami

kejang

seperti

seharusnya.
o Pasien harus dipindahkan ke tempat yang aman.
o Setelah serangan balikkan pasien pada salah satu sisi dalam posisi
setengah telungkup untuk membantu pernafasan pasien dan
pemulihan serta berikan bantalan di kepala dengan sesuatu yang
lunak.
o Jalan nafas harus diperiksa dan diawasi
o Jangan memberikan minuman apapun setelah suatu serangan
kejang dan jangan memberikan pasien antikonvulsan oral
tambahan.
o Setelah suatu serangan pasien harus ditemani dan diberi dukungan
hingga fase bingung yang menyertainya telah hilang seluruhnya
dan pasien memperoleh kembali keseimbangannya.
2. Medikamentosa
Pada pasien ini diberikan terapi depkote pil 250 mg, 2 x 1.
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam

: ad bonam
11

Ad fungsionam : ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI EPILEPSI
Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai
suatu gejala akibat cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan
dan

tidak

beraturan.

Cetusan

tersebut

dapat

melibatkan

sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau yang lebih
luas pada kedua hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi
merupakan

gejala

klinis

yang

kompleks

yang

disebabkan

berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan


cetusan neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala
klinis,

rekaman

elektroensefalografi

(EEG),

atau

keduanya.

Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya


bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode).
International League Against Epilepsy (ILAE) dan International
Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali
definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh
adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan
12

epileptik,

perubahan

neurobiologis,

kognitif,

psikologis

dan

adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya.


Definisi

ini

membutuhkan

sedikitnya

satu

riwayat

bangkitan epilepstik sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik


didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas
(transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron
yang terjadi di otak.
Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi
yang baru dirumuskan oleh ILAE dan IBE yaitu:

Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya


Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan

terjadinya bangkitan selanjutnya


Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis,
kognitif, psikologi dan konsekuensi sosial yang ditimbulkan
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai

macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal


dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuronotak
secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik.
B. ETIOLOGI
Ditinjau dari penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan
penyebabnya
2. Epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang penyebabnya diketahui.
Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga
terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf
pada area jaringan otak yang abnormal.
Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau akibat
dari adanya kelainan pada jaringan otak.Kelainan ini dapat disebabkan karena

13

dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada
waktu lahir atau pada masa perkembangan anak.
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu
menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi,
minum alcohol, atau mengalami cidera.
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada
anak-anak.
5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
6. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
7. Penyakit

seperti

fenilketonuria

(FKU),

sclerosis

tuberose

dan

neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.

C. KLASIFIKASI EPILEPSI
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan
epilepsi dan klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma
epilepsi berdasarkan faktor-faktor tipe bangkitan (umum atau
terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia dan situasi
yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi
epilepsi menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis
dan elektroensefalogram.
Data 1. Klasifikasi internasional bangkitan epilepsi (1981)
adalah
Bangkitan parsial
1. Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a. Dengan gejala motorik
b. Dengan gejala sensorik
14

c. Dengan gejala otonomik


d. Dengan gejala psikik
2. Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan
kesadaran
Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
Dengan automatisme
b. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
Dengan gangguan kesadaran saja
Dengan automatisme
3. Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
a. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan
umum
b. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan
umum
c. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial
kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum
Bangkitan Umum (Konvulsi atau Non-Konvulsi)
1. Bangkitan lena
Lena ( absence ), sering di sebut petitmal. Serangan terjadi
secara

tiba-tiba,

tanpa

di

dahului

aura.

Kesadaran

hilangselama beberapa detik, di tandai dengan terhentinya


percakapan untuk sesaat, pandangan kosong, atau mata
berkedip dengan cepat. Hampir selalu pada anak-anak,
mungkin menghilang waktu remaja atau diganti dengan
serangan tonik-klonik.
2. Bangkitan mioklonik
Mioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot
yang singkat dan tiba-tiba, bisa simetris dan asimetris,
sinkronis taua asinkronis. Biasanay tidak ada kehilangan
kesadaran selama serangan.
3. Bangkitan tonik
Tonik, seranagan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba
meningkat dari otot ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah
sikap yang khas. Biasanya kesadaran hilang hanya beberapa
menit terjadi pada anak 1-7 tahun.

15

4. Bangkitan atonik
Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh.
Keadaan

ini

bisa

di

menifestasikan

oleh

kepala

yang

terangguk-angguk, lutut lemas, atau kehilangan total dari


tonus otot dan Px bisa jatuh serta mendapatkan luka-luka.
5. Bangkitan klonik
Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang
di sebebkan aoleh hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik
yng singkat. Keadaan ini di ikuti sentakan bilateralyang
lamanya 1 menit samapai beberapa menit yang sering
asimetris dan bisa predominasi pada satu anggota tubh.
Seranagan ini bisa berfariasi lamanya, seringnya dan bagian
dari sentakan ini satu saat ke satu saat lain.
6. Bangkitan tonik-klonik
Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan

jenis

seranag klasik epilepsi seranagn ini di tandai oleh suatu


sensasi penglihatan taua pendengaran selama beberapa saat
yang di ikuti oleh kehilangan kesadaran secara cepat.
Bangkitan Epileptik yang Tidak Tergolongkan
Data 2. Klasifikasi epilepsi berdasarkan sindroma
Localization-related (focal, partial) epilepsies
1. Idiopatik
a. Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
b. Childhood epilepsy with occipital paroxysm
2. Symptomatic
a. Subklasifikasi dalam kelompok ini ditentukan berdasarkan
lokasi anatomi yang diperkirakan berdasarkan riwayat
klinis, tipe kejang predominan, EEG interiktal dan iktal,
gambaran neuroimejing.
b. Kejang parsial sederhana, kompleks atau kejang umum
sekunder berasal dari lobus frontal, parietal, temporal,
oksipital, fokus multipel atau fokus tidak diketahui.
c. Localization related tetapi tidak pasti simtomatik atau
idiopatik
16

Epilepsi Umum
1. Idiopatik
a. Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal
convulsions
b. Benign myoclonic epilepsy in infancy
c. Childhood absence epilepsy
d. Juvenile absence epilepsy
e. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
f. Epilepsy with grand mal seizures upon awakening
g. Other generalized idiopathic epilepsies
2. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik
a. Wests syndrome (infantile spasms)
b. Lennox gastaut syndrome
c. Epilepsy with myoclonic astatic seizures
d. Epilepsy with myoclonic absences
3. Simtomatik
a. Etiologi non spesifik
b. Early myoclonic encephalopathy
c. Specific disease states presenting with seizures

D. PATOFISIOLOGI
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuronneuron otak dan transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk
neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan
oleh adanya potensial membrane sel. Potensial membrane
neuron

bergantung

pada

permeabilitas

selektif

membrane

neuron, yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang
ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na
dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi ion K
dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan
sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi
ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran.
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan

dengan

dendrite-dendrit dan badan-badan neuron yang lain, membentuk


sinaps dan merubah polarisasi membran neuron berikutnya. Ada
dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang
17

memudahkan

depolarisasi

neurotransmitter

inhibisi

atau
yang

lepas

muatan

menimbulkan

listrik

dan

hiperpolarisasi

sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan


listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat
disebut

glutamate,aspartat

dan

asetilkolin

sedangkan

neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino


butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis
lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang.
Hal ini misalnya terjadi
potensial

aksi

tiba

di

dalam keadaan fisiologik apabila


neuron.

Dalam

keadaan

istirahat,

membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan


berada

dalam

keadaan

polarisasi.

Aksi

potensial

akan

mencetuskan depolarisasi membrane neuron dan seluruh sel


akan melepas muatan listrik.
Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik,
dapat merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron
sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari
ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan
letupan

depolarisasi

membrane

dan

lepas

muatan

listrik

berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik


demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan
dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas serangan
epilepsy ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat
pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh
neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga systemsistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar
neuron-neuron tidak terus-menerus berlepasmuatan memegang
peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan
epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya
zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

18

Patofisiologi Epilepsi Umum


Salah

satu

epilepsi

umum

yang

dapat

diterangkan

patofisiologinya secara lengkap adalah epilepsi tipe absans.


Absans adalah salah satu epilepsi umum, onset dimulai usia 3-8
tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan pasien
bengong dan aktivitas normal mendadak berhenti selama
beberapa detik kemudian kembali ke normal dan tidak ingat
kejadian tersebut. Terdapat beberapa hipotesis mengenai absans
yaitu antara lain absans berasal dari thalamus, hipotesis lain
mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan
pada sirkuit antara thalamus dan korteks serebri. Pada absans
terjadi sirkuit abnormal pada jaras thalamo-kortikal akibat
adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan aktivasi
ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik
pada korteks terjadi pada saat tidur non-REM.
Patofisiologi epilepsi yang lain adalah disebabkan adanya
mutasi genetik. Mutasi genetik terjadi sebagian besar pada gen
yang mengkode
protein kanal ion (pada tabel berikut). Contoh: Generalized
epilepsy with febrile seizure plus, benign familial neonatal
convulsions.

19

Tabel 3. Mutasi kanal ion pada beberapa jenis epilepsi4-6


Kanal
Gen
Sindroma
Voltage-gated
Kanal Natrium
SCN1A, SCN1B
Generalized epilepsies with
Kanal Kalium

SCN2A, GABRG2
KCNQ2, KCNQ3

febrile seizures plus


Benign familial neonatal

Kanal Kalsium

CACNA1A,

convulsions
Episodic ataxia tipe 2

CACNB4

Childhood absence epilepsy

ACNA1H
CLCN2

Juvenile myoclonic epilepsy

Kanal Klorida

Juvenile absence epilepsy


Epilepsy

with

grand

mal

seizure on awakening
Ligand-gated
Reseptor

CHRNB2, CHRNA4 Autosomal dominant frontal

asetilkolin
Reseptor GABA

GABRA1, GABRD

lobe epilepsi
Juvenile

myoclonic

epilepsy
Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara
masuknya ion natrium (natrium influks) dan keluarnya ion kalium
(kalium efluks) sehingga terjadi aktivitas depolarisasi dan
repolarisasi yang normal pada sel neuron. Jika terjadi mutasi
pada kanal Na seperti yang terdapat pada generalized epilepsy
with febrile seizures plus, maka terjadi natrium influks yang
berlebihan

sedangkan

kalium

efluks

tetap

seperti

semula

sehingga terjadi depolarisasi dan repolarisasi yang berlangsung


berkali-kali dan cepat atau terjadi hipereksitasi pada neuron.
Hal yang sama terjadi pada benign familial neonatal
convulsion dimana terdapat mutasi kanal kalium sehingga terjadi
efluks kalium yang berlebihan dan menyebabkan hipereksitasi
pada sel neuron.

20

Patofisiologi Anatomi Seluler


Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan
oleh cedera kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan,
atau

juga

pertumbuhan

(neurodevelopmental

jarigan

problems),

saraf

yang

pengaruh

tidak

normal

genetik

yang

mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel


secara fisik pada cedera maupun stroke ataupun tumor akan
mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan
struktur neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan
ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang
bisa menimbulkan bangkitan listrik di otak.
Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan
kerusakan anatomi (focus) di otak. Disisi lain epilepsi juga akan
bisa

mengakibatkan

kelainan

jaringan

otak

sehingga

bisa

menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental. Dari sudut


pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh
ketidakseimbangan

sekresi

maupun

fungsi

neurotransmiter

eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan


sekresi neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke
sinaptik yang selanjutnya berperan pada reseptor NMDA atau
AMPA di post-sinaptik. Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari
reseptor glutamat (NMDAR) disebut-sebut sebagai patologi
terjadinya kejang dan epilepsi. Secara farmakologik, inhibisi
terhadap NMDAR ini merupan prinsip kerja dari obat antiepilepsi.
Beberapa

penelitian

neurogenetik

membuktikan

adanya

beberapa faktor yang bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi


antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor
nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal natrium
dan kalium). Hal ini terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang
ternyata ada hubungannya dengan terjadinya mutasi dari
resepot nikotinik subunit alfa. Berbicara mengenai kanal ion
21

maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ion-ion


yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor.
Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik
yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron.
Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion
tersebut

maka

bangkitan

listrik

akan

juga

terganggu

sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion ini berperan


dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam hal
epilepsi

dikenal

beberapa

neurotransmiter

seperti

gamma

aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai inhibitorik,


glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai sekarang masih
tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang
di hipokampus dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap
memori dan proses belajar.
E. PENGOBATAN
Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula
maupun natrium yang abnormal, maka keadaan tersebut harus
diobati terlebih dahulu. Jika keadaan tersebut sudah teratasi,
maka kejangnya sendiri tidak memerlukan pengobatan. Jika
penyebabnya tidak dapat disembuhkan atau dikendalikan secara
total,

maka

terjadinya

diperlukan
kejang

mengalami

kejang

obat

lanjutan.

anti-kejang
Sekitar

kambuhan,

untuk

mencegah

sepertiga

penderita

sisanya

biasanya

hanya

mengalami 1 kali serangan. Obat-obatan biasanya diberikan


kepada penderita yang mengalami kejang kambuhan. Status
epileptikus merupakan keadaan darurat, karena itu obat antikejang diberikan dalam dosis tinggi secara intravena.
Obat anti-kejang sangat efektif, tetapi juga
menimbulkan

efek

bisa

samping.

Salah satu diantaranya adalah menimbulkan kantuk, sedangkan

22

pada

anak-anak

menyebabkan

hiperaktivitas.

Dilakukan

pemeriksaan darah secara rutin untuk memantau fungsi ginjal,


hati dan sel -sel darah. Obat anti-kejang diminum berdasarkan
resep dari dokter. Pemakaian obat lain bersamaan dengan obat
anti-kejang harus seizin dan sepengetahuan dokter, karena bisa
merubah jumlah obat anti-kejang di dalam darah.
Keluarga penderita hendaknya dilatih untuk membantu
penderita jika terjadi serangan epilepsi. Langkah yang penting
adalah menjaga agar penderita tidak terjatuh, melonggarkan
pakaiannya (terutama di daerah leher) dan memasang bantal di
bawah kepala penderita. Jika penderita tidak sadarkan diri,
sebaiknya posisinya dimiringkan agar lebih mudah bernafas dan
tidak boleh ditinggalkan sendirian sampai benar-benar sadar dan
bisa bergerak secara normal. Jika ditemukan kelainan otak yang
terbatas, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat
serat-serat saraf yang menghubungkan kedua sisi otak (korpus
kalosum).

Pembedahan

dilakukan

jika

obat

tidak

berhasil

mengatasi epilepsi atau efek sampingnya tidak dapat ditoleransi.


Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi
farmakamendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal
natrium, kalsium,penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA
dan menginhibisitransmisi eksitatorik glutamat. Sekarang ini
dikenal

denganpemberian

kelompok

inhibitorik

GABAergik.

Beberapa obat antie-pilepsi yang dikenal sampai sekarangini


antara

lain

karbamazepin

klonazepam(Klonopin),
(Neurontin),

(Tegretol),klobazam

felbamate

lamotrigin(Lamiktal),

(Frisium),

(Felbatol),gabapentin
levetirasetam

(Keppra),oksarbazepin (Trileptal), fenobarbital(Luminal), fenitoin


(Dilantin),
(Topamax),

pregabalin(Lyrica),
asam

tiagabine

valproat(Depakene,

(Gabitril),topiramat
Convulex)

(Brodie

andDichter, 1996). Protokol penanggulanganterhadap status

23

epilepsidimulai

dari

terapi

benzodiazepinyang

kemudian

menyusul fenobarbitalatau fenitoin. Fenitoin bekerjamenginhibisi


hipereksitabilitas
memblokloncatan

kanalnatrium
listrik.Beberapa

berperan
studi

dalam

membuktikanbahwa

obat antiepilepsi selain mempunyaiefek samping, juga bisa


berinteraksidengan

obat-obat

lain

yangberefek

terhadap

gangguan kognitifringan dan sedang. Melihat banyaknyaefek


samping dari obat antiepilepsimaka memilih obat secaratepat
yang efektif sangat perlu mengingatbahwa epilepsi itu sendiri
berefekpada kerusakan atau cedera terhadap jaringan otak.
Glutamat
salahsatunya
yang
berpotensi
terhadapkerusakan neuron sebagai aktivatorterhadapreseptor
NMDA

dan

reseptoralpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-

isoxazolepropionic

acid

(AMPA).

Ikatan

glutamate

dengan

reseptorNMDA dan AMPA akan memperboleh-kan ion kalsium


masukkedalam sel yang bisa menstimulasi kematian dari sel.
Levetiracetam,
termasuk
kelompok
antikonvulsan
terbarumerupakan antiepilepsi yang banyak digunakan walaupun
carakerjanya

masih

Levetirasetamadalah

tetap
derivat

dalam
dari

penelitian

pirrolidona

sebagai

lanjut.
obat

antiepilepsi berikatandengan protein SVA2 di vesikel sinaptik


yang mempunyai mekanismeberbeda dengan obat antiepilepsi
lainnya (ikatan denganreceptor NMDA dan AMPA yakni glutamat
dan GABA). Padahewan percobaan ditemukan bahwa potensi
levetirasetam berkorelasidengan perpaduan ikatan obat tersebut
dengan SVA2 yangmenimbulkan efek sebagai antiepilepsi.Dari
data

penelitian

ditemukan

bahwa

levetiracetam

dapat

digunakanpada penderita epilepsi dengan berbagai penyakit


saraf sentrallainnya seperti pasien epilepsi dengan gangguan
kognitif, karena ternyatalevetirasetam tidak berinteraksi dengan
obat CNS lainnya.Salah satu andalan dari levetirasetam yang

24

berfungsi sebagai antikonvulsanadalah dengan ditemukannya


ikatan

levetirasetam

denganprotein

SVA2.

Dari

beberapa

penelitian membuktikan bahwa vesikelprotein SVA2 di sinaptik


adalah satu-satunya protein yang mempunyaiikatan dengan
levetirasetam

mendasar

pada

karakter

serta

pendistribusianmolekul protein sebagai antikonvulsan. Keadaan


ini

terbuktipada

hewan

percobaan

bahwa

pemberian

levetirasetam yang analogdengan protein SVA2 di vesikel


berpotensi sebagai antikonvulsan.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi).


Pedoman Tatalaksana Epilepsy. Jakarta: Penerbit Perdossi;2012.
2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat;
2009.p.439.
3. Utama H. Antiepilepsi dan Antikonvulsi dalam Farmakologi dan terapi. 5th ed.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005.
4. Lumbantobing SM. Epilepsy. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;2006.
5. Mayo
Clinic
Staff.
Epilepsy.
Available

at

http://www.mayoclinic.com/health/epilepsy/DS00342. Accessed on November 13th,


2013.

26

Anda mungkin juga menyukai