Alhamdulillah kami ucapkan puji dan syukur pada Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
Penyakit Epilepsi dengan baik.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi
tentang penyakit Epilepsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihakpihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih belum sempurna
karena menemukan berbagai kesulitan. Sehingga Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun.
Kendari, September 2016
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya
epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat
adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasi
listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga
menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau
seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan
disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi
penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial,
rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000,
diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta
orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang.
Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang
epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000
penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara
berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang
tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan
gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan
yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa definisi dari penyakit epilepsi?
2. Apa penyebab epilepsi?
3. Bagaimana patofisiologi dari epilepsi?
4. Apa saja klasifikasi dari penyakit epilepsi?
BAB II
KONSEP DASAR EPILEPSI
A. PENGERTIAN
Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala akibat
cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut
dapat melibatkan sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau yang lebih
luas pada kedua hemisfer otak (serangan umum).
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulangulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang
tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto,
2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi
(Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan
ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik
neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik.
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran,
gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan
berbagai gangguan fisik.
Epilepsy adalah merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi
berulang-ulang. Diagnosa ditegakkan paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab
(Jastremski, 1988).
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai gejala
klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-neuron otak secara
berlebihan dan berkala tetapi reversibel dengan berbagai etiologi.
B. ETIOLOGI
1. Idiopatik.
bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan
epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit
ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan
terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
D. KLASIFIKASI EPILEPSI
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan klasifikasi
sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-faktor tipe
bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia dan
situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi epilepsi menurut
bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan elektroensefalogram.
Data 2. Klasifikasi epilepsi berdasarkan sindroma
Symptomatic
a. Subklasifikasi dalam kelompok ini ditentukan berdasarkan lokasi
anatomi yang diperkirakan berdasarkan riwayat klinis, tipe kejang
predominan, EEG interiktal dan iktal, gambaran neuroimejing.
b. Kejang parsial sederhana, kompleks atau kejang umum sekunder
berasal dari lobus frontal, parietal, temporal, oksipital, fokus multipel
atau fokus tidak diketahui.
c. Localization related tetapi tidak pasti simtomatik atau idiopatik
(Octaviana, 2008).
E. PENGOBATAN/TERAPI EPILEPSI
dan
memastikan
kepatuhan
pasien
terhadap
pengobatan,dan
a. Pembedahan
Merupakan opsi pada pasien yang tetap mengalami kejang meskipun sudah
mendapat lebih dari 3 agen antikonvunsan, adanya abnomarlitas fokal, lesi
epiletik yang menjadi pusat abnormalitas epilepsi.berikut ini merupakan jenis
bedah epilepsy berdasarkan letak focus infeksi:
Lobektomi temporal
Eksisi korteks ekstratemporal
Hemisferektomi
Callostomi
Terapi nutrisi
b. Diet ketogenik
Diet ketogenik adalah diet tinggi lemak, cukup protein, dan rendah
karbohidrat, yang akan menyediakan cukup protein untuk pertumbuhan, terapi
kurang karbohidrat untuk kebutuhan metabolisme tubuh. Dengan demikan
tubuh akan menggunakan lemak sebagai sumber energy,yang pada gilirannya
akan menghasilkan senyawa keton. Mekanisme diet kategonik sebagai
antiepilepsi masih belum diketahui secara pasti, namun senyawa keton ini
diperkirakan berkontribusi terhadap pengontrol kejang.
2. Terapi Farmakologi
Penanganan yang optimal terhadap epilepsi memerlukan terapi anti epilepsi
yang disesuaikan untuk masing-masing individu khususnya pada kelompok
pasien tertentu (seperti anak, wanita yang beresiko melahirkan dan orang tua).
Terapi lebih diutamakan dengan satu jenis obat berdasarkan pada tipe kejang
dan resiko terjadinya efek samping obat.
Obat-obat Antiepilepsi
1. Carbamazepine
Carbamazepin (CBZ) merupakan derivat iminostibene yang berhubungan
dengan antidepresan trisiklik yang digunakan untuk mengobati tonik klonik
Range teraupetik CBZ yang diterima untuk pengobatan kejang adalah 4-12
mg/ml. ikatan protein plasma berbeda pada masing-masing pasien hal ini
karena CBZ terikat pada albumin dan 1-acid glycoprotein (AAG). Pada
pasien yang konsentrasinya normal ikatan proteinnya adalah 75-80%. AAG
meningkat pada pasien stress, penyakit seperti trauma, gagal jantung dan
infark miokard. Pada pasien ini ikatan proteinnya sampai 85-90%.
Walaupun ikatan protein plasma CBZ tinggi tetapi sulit untuk dilepaskan
oleh obat lain.
Farmakologi dan mekanisme kerja:
Mekanisme nyata Carbamazepine menakan kejang belum jelas, walaupun
CBZ diyakini dapat menghambat channel Na.
Farmakokinetika:
Absorpsi CBZ dalam bentuk tablet lambat dan tidak teratur karena memiliki
kelarutan yang rendah. CBZ tidak melewati firs past metabolism. Makanan
dapat meningkatkan bioavailabilty dari obat. Bentuk suspense lebih cepat
diabsorpsi dari pada bentuk tablet. CBZ juga tersedia dalam bentuk tablet
lepas
lambat
dan
lepas
control.
CBZ
lebih
bersifat
lipofil.
Lebih dari 98-99 % dari dosis CBZ yang diberikan dimetabolisme di hati,
khususnya
dengan
CYP3A4.
Metabolit
umum
dari
CBZ
adalah
hewan
dan
manusia.
CBZ
bersifat
autoinduksi.
atau
anemia.
Efek
samping
yang
jarnag
bisa
melalui
GABA
sebagai
mediator.
Barbiturat
aktivitas
obat
disebabkan
oleh
kemampuannya
berpikir
dan
memori.
Penggunaan
jangka
lama
asam
valproat,
siklosporin,
nifedipin,
diltiazem,
farmakokinetik.
Farmakodinamik
lebih
berperan
dalam
Keuntungan:
Obat ini sangat befektif pada pengobatan pilepsi tanpa kejang, mempunyai
toleransi yang baik dan mempunyai interaksi farmakokinetik.
Kerugian:
Obat ini mempunyai efektifitas spektrum yang sempit.
4. Felbamate
Mekanisme kerja:
Bekerja sebagai antagonis reseptor glisin pada reseptor N-methyl D-aspartat
(NMDA). Aksi ini menghambat inisiasi dan perkembangan kejang. Obat ini
juga menghambat peningkatan stimulasi NMDA/glycine pada Ca2+ intrasel.
Farmakokinetik:
Absorbsi felbamate cepat dan baik. Absorbsi tidak dipengaruhi oleh
makanan dan antasid. 40-50 % dosis felbamate dimetabolisme melalui
hidroksilasi dan konyugasi di hati. Metabolisme dieksresikan melalui urin.
Felbamate menggambarkan farmakokinetik linier.
Efek samping obat:
Anorexia, turunnya berat badan, insomnia, mual, sakit kepala. Anorexia dan
turunnya berat badan terjadi terutama pada anak-anak dan pasien dengan
intake kalori yang sedikit.
Keuntungan:
Felbamate mempunyai mekanisme kerja yang unik. Obat ini dapat
digunakan untuk pengobatan kejang atonik dan efektif pada pengobatan
kejang parsial.
Kelemahan:
Penggunaan felbamate dibatasi pada pasien dengan anemia aplastik dan
hepatotoksisitas.
F. DESKRIPSI KASUS
An. Manis berusia 8 tahun, berat badan 40 kg, tiba-tiba terjatuh, kehilangan
kesadaran dan mengalami kejang disekolahnya. Kejang terjadi kurang lebih 5
menit setelah An. Manis bermain kejar-kejaran dengan teman sekelasnya. Ibu
guru langsung membawa An. Manis ke ruang kesehatan. 15 menit kemudian An.
Manis kembali kejang dan segera An. Manis dilarikan ke rumah sakit.
Berdasarkan informasi dari orang tua An. Manis 2 tahun lalu An Manis
mengalami kejang akibat demam tinggi. Tetapi kejang terjadi hanya beberapa
detik saja, hampir 3 bulan terakhir kejang sudah tidak lagi terjadi sehingga orang
tua An.Manis tidak memberikan obat yang biasa diminumnya (Dilantin 300
mg/hari) untuk mengontrol kejangnya.
Analisis dan Pembahasan Kasus dengan Metode Soap
1. Subjektif
Nama pasien
: An.Manis
:
Umur
Berat Badan
Keluhan
:
:
:
8 tahun
40 kg
Tiba-tiba
terjatuh,
hilang
kesadaran,
dan
Riwayat pengobatan
2. Objektif
3. Assesment
Berdasarkan keluhan pasien, diduga pasien bernama An.Manis menderita
status epileptikus.
terjatuh lalu kehilangan kesadaran dan mengalami kejang lebih kurang 5 menit,
dimana 15 menit kemudian An.Manis kembali mengalami kejang. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa pasien terkena bangkitan status epileptikus, karena adanya dua
b.
Terapi non-farmakologi
Pembedahan
Diet ketogenik
Terapi Farmakologi
Prehospital
Pada kasus diatas, dapat diberikan diazepam rectal 10 mg yang
In Hospital
Lorazepam 0,1 mg/kg intravena diberikan 4 mg bolus, diulang satu
kali setelah 10-20 menit jika tidak ada dapat diberikan diazepam intravena
0,5 mg/kg. berikan obat antiepilepsi yang biasa digunakan bila pasien
sudah pernah mendapat terapi obat antiepilepsi. Terapi obat darurat
tambahan mungkin tidak diperlukan jika kejang berhenti dan penyebab
status epileptikus cepat diperbaiki.
Obat- obat diatas diberikan dengan alasan dimana mekanisme kerjanya
memberikan hambatan dari GABA oleh ikatan pada benzodiazepine
GABA dan kompleks resptor barbiturate. Sehingga kejang berhenti.
Ketika kejamg sudah tidak kambuh lagi dapat diberikan obat
antiepilepsi yang bisa digunakan untuk mengontrol epilepsinya dan
mengatasi serangan primer maupun sekunder, yaitu fenitoin Na dosis 300
mg/hari 3 kali sehari dalam dosis terbagi.
Indikasi
Status epileptikus
Mekanisme Aksi
Menigkatkan
semua jenis
hambatan dari
dan status
pada
epileptikus
benzodiazepine
GABA dan
kompleks resptor
barbiture.
Sehingga kejang
berhenti. Inaktivasi
kanal NA sehingga
menurunkan
kemampuan syaraf
untuk
menghangtarkan
muatan listrik
Keterangan
Tepat indikasi
b. Tepat Obat
Nama obat
Diazepam
Fenitoin
Keterangan
Tepat obat
dalam pengobatan.merupakan
OAE yang pernah digunakan
untuk terapi pemeliharaan dan
pengontroalan
c. Tepat Pasien
Nama obat
Diazepam Fenitoin
Kontra indikasi
Hipersensitif dengan
Keterangan
Tepat pasien tidak ada
riwayat alergi
d. Tepat Dosis
Nama Obat
Diazepam
Fenitoin
Dosis Standar
0,3-0,5 mg/kg i.v
200-300 mg/hari
Saran
Beristrahat yang cukup
kantuk, konsentrasi
hematologic
diberikan ibuprofen
sirup. Dan berikan vit B
complex jika efek
Evaluasi Obat
Beritahu orang tua agar dapat memberikan makanan yang tidak menyebabkan
kenaikan beratbadan pada anak seperti makanan yang banyak mengandung
lemak
Sarankan kepada orang tua agar anaknya tidak terlalu kecapean, dan tidur
yang cukup
Pengguanaan obat harus sehemat mungkin dan sedapat mungkin dalam
terjadi
Jangan berikan obat melebihi dosis yang ditentukan
Jangan mengganti sediaan obat ataupun dosis tanpa sepengetahuan dokter.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala akibat
cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut
dapat melibatkan sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau yang lebih
luas pada kedua hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi merupakan gejala klinis
yang kompleks yang disebabkan berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai
dengan cetusan neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis,
rekaman elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di
otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu
episode). International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu
kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan
bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya
konsekuensi sosial yang diakibatkannya.
Berdasarkan penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu epilepsi
primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabnya dan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Epilepsi.http://medicafarma.blogspot.com/. diakses 24 september
2016
Baiquni, mulki.2010. Patofisiologi Epilepsi. http://www.scribd.com/doc/37947482/patofisiologiepilepsi diakses 17 April 2011
FARMAKOTERAPI
EPILEPSI
OLEH :
KELOMPOK III