Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

EPILEPSI

Pengertian

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan
listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel. Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri
timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Utopias,
2008).

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya
serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan
berbagai manifestasi klinik dan laboratorik. Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para
orang tua bahkan bayi yang haru lahir (Utopias, 2008).

Etiologi

Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:

1.Trauma lahir, Asphyxia neonatorum

2.Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf

3.Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol

4.Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)

5.Tumor Otak

6. Kelainan pembuluh darah.

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama. ialah epilepsi idopatik.
remote symptomatic epilepsy (RSE). epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari
oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi
menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom
yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk..

Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau
magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh
masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang dari
kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur
saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut:

Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus
akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko
terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali
itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40%
dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk
terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan.
Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
(Tarwoto,2007)
Klasifikasi Epilepsi

1. Epilepsi Grand Mal

Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron diseluruh
area olak-di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal
berlangsung selama 3 atau 4 menit.

2. Epilepsi Petit Mal

Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3
sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti
sentakan (twitch-like), biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.

3. Epilepsi Fokal

Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regoi setempat pada korteks serebri atau
struktur-struktur yang lebih dalam pada i serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi
organik setempat atau adanya kelainan fungsional..
(Tarwoto,2007)
Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan
(impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta juta neuron. Pada hakekatnya tugas neron ialah
menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.

Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif
terhadap penyaluran aktivitas listrik. sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu
sumber gaya listrik saraf di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga
seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian
tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer
yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada
talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan
demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

(Hidayat, 2009)

Manifestasi klinik

1. Klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan

penginderaan.

2. Kelainan gambaran EEG

3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen

4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik. (Aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau hauan tak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)

(Hidayat,2009)

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa mengganggu kapasitas dan intelek pasien.
Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan medikamentosa dan pengobatan psikososial.

1) Pengobatan medikamentosa
Pada epilepsi yang simtomatis di mana sawan yang timbul adalah manifestasi penyebabnya seperti tumor
otak, radang otak, gangguan metabolic, mka di samping pemberian obat anti-epilepsi diperlukan pula
terapi kausal. Beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan:

a. Pada sawan yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor


pencetusnya, pemberian obat harus dipertimbangkan.

b. Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan: ini berarti pasien


mengalami lebih dari dua kali sawan yang sama.

c. Obat yang diberikan sisesuaikan dengan jenis sawan.

d. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini


toksisitas akan berkurang. mempermudah pemantauan,
menghindari interaksi obat.

e. Dosis obat disesuaikan secara individual.

f. Evaluasi hasilnya, bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya:

- Salah etiologi: kelaianan metabolisme, neoplasma yang tidak terdeteksi, adanya penyakit
degenerates susunan saraf pusat.

- Pemberian obat antiepilepsi yang tepat.

- Kurang penerangan: menelan obat tidak teratur.

- Faktor emosional sebagai pencetus.

- Termasuk intractable epilepsi.

g. Pengobatan dihentikan setelah sawan hilang selama minimal 2-3 tahun. Pengobatan dihentikan secara
berangsur dengan menurunkan dosisnya.

h. Jenis obat yang sering digunakan, yaitu:

- Phenobarbital (luminal).

Paling seringdipergunakan, murahharganya, toksisitasrendah.

- Primidone (mysolin)

Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.

-Difenilhidantoin (DPH. dilantin, phenytoin).

Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah PH. Berhasiat terhadap epilepsi
grand mal, fokal dan lobus temporalis, takberhasiatterhadap petit mal, efek samping yang dijumpai ialah
nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.

- Carbamazine (tegretol).

Mempunyaikhasiatpsikotropik yangmungkindisebabkanpengontrol
anbangkitanepilepsiitusendiriataumungkinjugacarbamazinemema ngmempunyaiefekpsikotropik.Sifat ini
menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku.Efek
samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan
gangguanfungsi hati.

-Diazepam.

Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.) Pemberian im. hasilnya
kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknyadiberikani.v.atau intra rektal.

- Nitrazepam (inogadon)

Terutamadipakai untukspasmeinfantildanbangkitanmioklonus.

- Ethosuximide (zarontine).

Merupakanobatpilihanpertamauntukepilepsi petit mal


-Na-valproat (dopakene)

obat pilihan kedua pada petit mal Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.

- Acetazolamide (diamox).

Kadang

kadangdipakai sebagaiobattambahandalampengobatanepilepsi.Zat ini menghambat enzim carbonic-


anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan
hiperpolarisasi.

- ACTH

Seringkalimemberikanperbaikan yang dramatis pada spas meinfantil.

(Hidayat, 2009)

2)Pengobatan Psikososial.

Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian besar akan terbebas dari
sawan, Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya sehingga dapat bebas dari sawan dan dapat
belajar, bekerja dan bermasyarkat secara normal..

3) Penatalaksanaan status epileptikus

a) Lima menit pertama

- Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau satu serangan berikutnya.

- Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atur posisi kepala dan jalan nafas, intubasi bila perlu
bantuan bentilasi.

- Tanda-tanda vital dan EKG, koreksi bila ada kelaianan.

- Pasang jalur intravena dengan NaC10,9%, periksa gula darah, kimia darah,hematology dan kadar
OAE (bila ada fasilitas dan biaya).

b) Menit ke-6 hingga ke-9

Jika hipoglikemia/gula darah tidak diperiksa, berikan 50 ml glukosa 50% bolas intravena (pada anak: 2
ml/kgBB/glukosa 25 % ) disertai 100 mg tiamin intravena.

c) Menit ke-10 hingga ke-20

Pada dewasa: berikan 0,2 mg/kgBB diazepam dengan kecepatan 5 mg/menit sampai maksimum 20 mg.
Jika serangan masih ada setelah 5 menit, dapat diulangi lagi. Diazepam harus diikuti dengan dosis rumat
fenitoin.

d) Menit ke 20 hingga ke-60

Berikan fenitoin 20 mg/kgBB dengan kecepatan <50 mg/menit pada dewasa dan 1 mg/kbBB/menit pada
anak; monitor EKG dan tekanan darah selama pemberian.
e)Menit setelah 60 menit.

Jika status masih berlanjut setelah fenitoin 20 mg/kg maka berikan fenitoin tambahan 5 mg/kg sampai
maksimum 30 mg/kg. Jika status menetap, berikan 20 mg/kg fenobarbital intravena dengan kecepatan 60
mg/menit. Bila apne,
berikan bantuan ventilasi (intubasi). Jika status menetap, anestasia umum dengan pentohurhiatal,
midazolam atau propofal.

4)Perawatan pasien yang mengalami kejang :

a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu (pasien yang mempunyai
aura/penanda ancaman kejang memerlukan waktu untuk mengamankan, mencari tempat yang aman dan
pribadi

b.Pasien dilantai jika memungkinkan lindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cidera dari
membentur permukaan yang keras.

c. Lepaskan pakaian yang ketat

d.Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama kejang.

e. Jika pasien ditempat tidur singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur.

f. Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi bantalan diantara gigi, untuk
mengurangi lidah atau pipi tergigit.

g. Jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk memasukkan sesuatu,
gigi yang patah cidera pada bibir dan lidah dapat terjadi karena tindakan ini.

h. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang karena kontraksi otot kuat dan restrenin
dapat menimbulkan cidera

i. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi kedepan yang
memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran salifa dan mucus. Jika disediakan pengisap
gunakan jika perlu untuk membersihkan secret

j. Setelah kejang: pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi, yakinkan bahwa jalan
nafas paten. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal. Periode apnoe pendek dapat
terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah kejang. Pasien pada saat bangun harus diorientasikan terhadap
lingkungan

Pemeriksaan Diagnostik

1. Elektrolit: Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang.

2. Glukosa: Hipoglikemia dapat menjadi presipitasi pencetus kejang.

3. Ureum/Kreatinin : Meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang..

4. Sel Darah Merah: Anemia Aplastik mungkin sebagai akibat terapi obat.

5. Kadar obat pada serum: Untuk membuktikan batas obat anti epilepsi.

6. Punksi lumbal: untuk mendeteksi tekanan abnormal dari css, tanda-tanda infeksi,
perdarahan(hemoragik, subarakhnoid,subdural)sebagai penebab kejang tersebut.

7. Foto ronsen kepala :Untuk mengidentifikasi adanya SOL.fraktur.


8. Elektroensefalogram: Melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur
aktivitas otak.Gelombang otak untuk menentukan karakteristik dari gelombang pada masing-
masing tipe dari aktivitas kejang tersebut.

9. Pemantauan video EEG 24 jam dapat mengidentifikasikan fokus kejang secara tepat.

10. Scan CT mengidentifikasi letak lesi serebral, hematoma, edema serebral, trauma, abses,
tumor,dan dapat dilakukan dengan/tanpa kontras.

11. Positron Mendemontrasikan perubahan emission tomography:metabolik.Misalnya penurunan


metabolisme pada sisi lesi.

12. MRI: Melokalisasi lesi-lesi lokal.

13. Magnetoensefalogram Memetakan impuls/potensial listrik otak pada pola pembebasan yang
abnormal.

14. Wada Menentukan hemisfer dominan (dilakukan sebagai evaluasi awal dari praoperasi lobektomi
temporal). (Rencana Asuhan Keperawatan :262)

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN EPILEPSI

1. Pengkajian
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tangal pengkajian, No informasi informasi tentang
riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang.
Asupan alkohol dicatat.

Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji:

a. ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang


b. pasien mempunyai program rekreasi atau Kontak sosial

c. pengalaman kerja

d. Mekanisme koping yang digunakan

e. Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengindentifikasi tipe
kejang dan penatalaksanaannya.

1. Selama serangan :

a. ada kehilangan kesadaran atau pingsan.

b. ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.

c. pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.

d. disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik klonik, kejang
mioklonik, kejang atonik.

e. pasien menggigit lidah.

f. mulut berbuih.
g. g.ada inkontinen urin.
h. h.bibir atau muka berubah warna.

i. i.mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.

j. j.Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu sisi atau keduanya.

k. k.ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur.keadaan emosional.

l. penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan gangguan kesadaran,
kejang-kejang. m. Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak.

m. Apakah makan obat-obat tertentu. o.ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.

2. Sesudah serangan

a. pasien: letargi, bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara

b. ada perubahan dalam gerakan.

c. Sesudah serangan pasien masih ingat yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan.

d. terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.

e. Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.

3. Riwayat sebelum serangan

a. ada gangguan tingkah laku, emosi.

b. disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.

c. ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun visual.

4. Riwayat Penyakit

a. a.Sejak kapan serangan terjadi.

b. b.Padausiaberapaseranganpertama.

c. c.Frekuensi serangan.

5. Riwayat kesehatan

a. a.Riwayat keluarga dengan kejang..

b. b.Riwayat kejang demam.

c. c.Tumor intrakranial.

d. d.Trauma kepala terbuka, stroke.

6. Riwayat kejang

a. Berapa sering terjadi kejang

b. Gambaran kejang seperti apa


c. sebelum kejang ada tanda-tanda awal.

d. yang dilakuakn pasien setelah kejang

7. Riwayat penggunaan obat

a. Nama obat yang dipakai


b. Dosis obat
c. Berapa kali penggunaan obat

8.Pemeriksaan fisik

a. Tingkat kesadaran

b. Abnormal posisi mata

d. Garakan motorik

e. Perubahan pupil

f. Tingkah laku setelah kejang

g. Apnea

h. Cyanosis

i. Saliva banyak

9. Psikososial

a. Usia

a. b.Jenis kelamin

b. c.Pekerjaan

c. d.Peran dalam keluarga

d. e.Strategi koping yang digunakan

e. f.Gaya hidup dan dukungan yang ada

10. Pengetahuan pasien dan keluarga

a. Kondisi penyakit dan pengobatan

b. Kondisi kronik

c. Kemampuan membaca dan belajar. (Utopias,2008)


2. Diagnosa Keperawatan secara teoritis

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan
sekresi saliva, keruskan neromuskuler.

2. Termogulasi tidak efektif: Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolik. proses infeksi

3. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan perubahan kesadaran, keruskan kognitif selama kejang,
atau kerusakan mekanisme perlindungan diri dan aktivitas kejang yang terkontrol (gangguan
keseimbangan)
3. Rencana asuhan Keperawatan Teoritis
Pelaksanaan

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan
kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien (Santosa. NI, 1989:162)

Evaluasi

proses keperawatan menyangkut Tahap evaluasi dalam pengumpulan data subyektif dan obyektif yang
akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah
evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya (Santosa.NI,
1989;162)
DAFTAR PUSTAKA

Arif, et. All.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media

Aesculaius.

Doengoes, M.E. Moorhouse. M. F & Geissler, A. C. (2002). Rencana Asuhan Jakarta: EGC.

Keperawatan.

Nurarif.A.H & Kusuma,H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc.Yogyakarta: Media Action.

Smeltzer, S.C. & Bare. B.G. (2002). BukuAjar Keperawatan Medical Bedah.

volume II. Jakarta : ECG

Anda mungkin juga menyukai