Anda di halaman 1dari 46

ANTIKONVULSAN

Sendy Triansyah, S.Farm., Apt., MMRS


Pendahuluan

 Antikonvulsan
 Seizure
 Epilepsi
 ayan

 Kejang/konvulsi: reaksi otot tonik-klonik terhadap


listrik berlebih energi yang timbul dari sel-sel
saraf di otak
 epilepsi: kumpulan berbagai sindrom, yang
semuanya ditandai karena kejang
 Epilepsi ditandai oleh kejang akibat tiba-tiba
mengeluarkan energi listrik berlebihan dari sel-sel
saraf di otak.
Epidemiologi

 Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi


tertua yang ditemukan pada semua umur yang
dapat menyebabkan kecacatan serta kematian.
 Diperkirakan terdapat 50 juta orang di seluruh
dunia yang menderita epilepsi (WHO 2012).
 Populasi epilepsi aktif (terjadi bangkitan terus
menerus dan memerlukan pengobatan) diperkirakan
antara 4-10 per 1000 penduduk.
 Namun angka ini jauh lebih tinggi di negara dengan
pendapatan perkapita menengah dan rendah
yaitu antara 7-14 per 1000 penduduk.
 Secara umum diperkirakan terdapat 2,4 juta pasien
yang didiagnosis epilepsi setiap tahunnya.
 Membran permukaan sel neuron selalu dalam
keadaan asimetris voltase listrik, baik di dalam
maupun di luar sel.
 Keadaan ini yang menyebabkan membran itu mudah
mengalirkan arus listrik.
 Bila ada suatu sinyal kimia yg diperantarai oleh
suatu reseptor membran sinaps, maka saluran kanal
ion akan terbuka dan menyebabkan influks ion Na
atau Ca ke dalam sel
 Sinaps
 Sinaps merupakan tempat khusus dimana neuron itu berkomunikasi
dengan neuron/sel lainnya, menyalurkan sinyal ke satu arah.
 Terminal sinaptik ini akan mengeluarkan neurotransmiter ke dalam
celah sinaptik.
 Diseberang celah sinaptik, terdapat membran postsinaptik yang
mengandung reseptor pengikat neurotransmiter3-7.
 Jika neurotransmiter yang dilepaskan berikatan dengan reseptor, maka
akan terjadi perubahan lokal pada sistem elektrik neuron. Perubahan
tersebut dapat berupa eksitasi maupun inhibisi pada impuls saraf,
sehingga terjadi aksi potensial yang dapat menimbulkan serangan
epilepsi
 Kejang merupakan gejala utama penyakit epilepsi yang terjadi
saat timbul impuls listrik pada otak melebihi batas normal.
 Kondisi tersebut menyebar ke area sekelilingnya, dan
menimbulkan sinyal listrik yang tidak terkendali.
 Sinyal tersebut terkirim juga pada otot, sehingga menimbulkan
kedutan hingga kejang
Patofisiologi

 Patofisiologi berdasarkan mekanisme eksitasi


 Patofisiologi berdasarkan mekanisme inhibisi.
 Patofisiologi berdasarkan mekanisme sinkronisasi.
 Patofisiologi berdasarkan mekanisme iktogenesis.
 Patofisiologi berdasarkan mekanisme epileptogenesis.
 Patofisiologi berdasarkan mekanisme peralihan interiktal-
iktal.
 Patofisiologi berdasarkanmekanisme neurokimiawi.
 Patofisiologi berdasarkan mekanisme imun.
Patofisiologi berdasarkan
mekanisme eksitasi
 Patofisiologi epilepsi berdasarkan mekanisme imbalans eksitasi dan
inhibisi.
 Aktivitas kejang sangat dipengaruhi oleh perubahan eksitabilitas
sel-sel saraf dan hubungan antar sel-sel saraf.
 Kejang dapat dipicu oleh eksitasi ataupun inhibisi pada sel saraf 8-
11. Glutamat yang dilepaskan dari terminal presinaps akan
berikatan dengan reseptor glutamat yang disebut reseptor inotropik
glutamat (iGluRs) yang memiliki beberapa sub tipe yaitu NMDA (N-
methyl-D-aspartate) dan non-NMDA (kainate dan amino-3-hydroxy-
5-methyl-isoxasole propionic acid atau AMPA)12,13,14.
 Ikatan glutamat dengan reseptor non-NMDA akan menghasilkan
neurotransmisi eksitasi tipe cepat yang disebut excitatory
postsynaptic potential (EPSP). Sementara itu, ikatan glutamat
dengan reseptor NMDA akan menghasilkan tipe EPSP yang lebih
Patofisiologi berdasarkan
mekanisme inhibisi.

 Neurotransmitter inhibisi primer pada otak adalah GABA.


 GABA yang dilepaskan akan berikatan dengan reseptor GABA dan
menyebabkan masuknya ion Cl- ke dalam sel neuron.
 Masuknya ion Cl ini akan meningkatkan muatan negatif dalam neuron
postsinaps dan mengakibatkan hiperpolarisasi, perubahan pada
potensial membran ini disebut inhibitory postsinaptic potential (IPSP).
 Reseptor GABAB terletak pada terminal presinaptik dan membran
postsinaptik.
 Jika diaktifkan oleh GABA presinaptik maupun postsinaptik maka
reseptor GABAB akan menyebabkan IPSP. IPSP berperan dalam
menurunkan cetusan elektrik sel saraf.
 Penurunan komponen sistem GABA-IPSP ini akan mengakibatkan
eksitasi dan mencetuskan epileps
Patofisiologi berdasarkan
mekanisme sinkronisasi.
 Epilepsi dapat diakibatkan oleh gangguan sinkronisasi sel-sel saraf
berupa hipersinkronisasi.
 Hipersinkronisasi terjadi akibat keterlibatan sejumlah besar
neuron yang berdekatan dan menghasilkan cetusan elektrik yang
abnormal.
 Potensial aksi yang terjadi pada satu sel neuron akan disebarkan
ke neuron-neuron lain yang berdekatan dan pada akhirnya akan
terjadi bangkitan elektrik yang berlebihan
Pemeriksaan Penunjang

 Elektroensefalografi (EEG).
 MRI.
 CT Scan.
 Pemeriksaan EEG tidak sepenuhnya mendukung ataupun
menyingkirkan diagnosis epilepsi, kurang lebih 5% pasien tanpa
epilepsi mempunyai kelainan EEG berupa aktivitas epilepsi pada
rekaman EEG, dan hanya 50% pasien dengan epilepsi memiliki
aktivitas epileptiform pada rekaman EEG pertamanya11.
 EEG sangat berperan dalam menegakkan diagnosis epilepsi dan
memberikan informasi berkaitan dengan sindrom epilepsi, serta
dalam menentukan lokasi atau fokus kejang khususnya pada
kasus-kasus kejang fokal15-17.
 MRI merupakan pemeriksaan pencitraan yang sangat penting
pada kasus-kasus epilepsi karena MRI dapat memperlihatkan
struktur otak dengan sensitivitas yang tinggi.
 Gambaran yang dihasilkan oleh MRI dapat digunakan untuk
membedakan kelainan pada otak, seperti gangguan
perkembangan otak (sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal),
tumor otak, kelainan pembuluh darah otak (hemangioma
kavernosa) serta abnormalitas lainnya18.
 Meskipun MRI memiliki banyak keunggulan, pemeriksaan dengan
MRI tidak dilakukan pada semua jenis epilepsi. MRI tidak
dianjurkan pada sindrom epilepsi dengan kejang umum karena
jenis epilepsi ini biasanya bukan disebabkan oleh gangguan
struktural
 Walaupun CT Scan sering memberikan hasil yang normal
pada kebanyakan kasus epilepsi,
 CT Scan merupakan pemeriksaan penunjang yang cukup
penting karena dapat menunjukkan kelainan pada otak
seperti atrofi jaringan otak, jaringan parut, tumor dan
kelainan pada pembuluh darah otak1
Kejang

 Kejang primer
 Kejang sekunder
Kategori

 Generalized Seizures
 dimulai di satu area otak dan menyebar dengan cepat ke
kedua belahan otak. Pasien yang memiliki kejang umum
biasanya mengalami hilangnya kesadaran akibat dari masif
ini aktivitas listrik di seluruh otak
 Partial seizures
 atau kejang fokal, disebut demikian karena
mereka melibatkan satu area otak, biasanya berasal dari
satu area atau fokus, dan tidak menyebar ke seluruh
seluruh organ. Gejala yang muncul tergantung di mana
otak berlebihan debit listrik sedang terjadi
Mekanisme kerja obat
antiepilepsi
 Pada prinsipnya , obat antiepilepsi bekerja untuk
menghambat proses inisiasi dan penyebarang kejang.
Namun, umumnya obat antiepilepsi cenderung lebih
bersifat membatasi proses penyebaran kejang daripada
mencegah
 Dengan demikian secara umum ada dua mekanisme
kerja yaitu, peningkatan inhibisi (GABA-ergik) dan
penurunan eksitasi yang kemudian memodifikasi
konduksi ion: Na+, Ca2+, K+ dan Cl- atau aktivitas
neurotransmitter, meliputi :
 1. inhibisi kanal Na+ pada membran akson
 Contoh : fenitoin dan karbamazepin (pada dosis terapi),
fenobarbital dan asam valproat (dalam dosis tinggi),
lamotrigin, topiramat, zonisamid.
 2. inhibisi kanal Ca+ tipe T pada neuron talamus (yang
berperan sebagai pace maker untuk membangkitkan
cetusan listrik umum di korteks)
 Contoh : etuksimid. Asam valproat, dan clonazepam
 3. Pengingkatan inhibisi GABA
 A.Langsung pada komplek GABA dan kompleks Cl-
 Contoh : benzodiazepin, barbiturat
 B. Menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi
re uptake dan metabolisme GABA
 Contoh: Tiagabin,Vigabatrin, asam valproat,Gabapentin
 4. Penurunan eksitasi Glutamat, yakni melalui
 A. Blok reseptor NMDA, misalnya Lamotrigin
 B. Blok reseptor AMPA, misalnya fenobarbital, topiramat
Obat
 Golongan hidantoin : fenitoin, metilnitoin dan etotoin
 Didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari
fokuske bagian otak lain, berefek stabilisasi membran sel
 Bangkitan tonik klonik dapat pulih secara sempurna
 Efek samping
 Efek samping fenitoin SSP tersering adalah diplopia,
ataksia,vertigo, nistagmus,sukar berbicara, tremor,gugup
kantuk, rasa lelah, gangguan mental yang sifatnya berat, ilusi
halusinasi sampai psikotik
 Pada kulit terjadi 2-5% pasien,lebih sering pada anak dan remaja
yaitu berupa ruam morbiliform
 Saluran cerna nyeri ulu hati, anoreksia, muntah karena fenitoin
bersifat alkali
 Golongan barbiturat(fenobarbital, primidon)
 Long acting, menekan letupan di fokus epilepsi. Barbiturat menghambat
tahap akhir oksidasi mitokondria, sehingga mengurangi pembentukan
fosfat berenergi tinggi.dengan kerja membatasi penjalaran aktivitas dan
bangkitan.
 Masih banyak dipilih karena cukup efektif dan murah
 Golongan benzodiazepin( klomazepam, nitrazepam, diazepam)
 Disamping sebagai antiansietas, sebagian golongan benzodiazepin bermanfaat
sebagai anti konvulsi

 Diazepam: digunakan terapi konvulsi rekuren, misalnya status


epileptikus. Obat ini juga bermanfaat untuk terapi bangkitan
parsial sederhana, efek samping berat penggunaan diazepam IV
adalah obstruksi saluran napas oleh lidah, akibat relaksasi otot,
hingga depresi napas,hipotensi, henti jantung dan kantuk
 Golongan suksinimid(etosuksimid, metsuksimid,
fensuksimid)
 Etosuksimid obat ini efektif untuk bangkitan mioklonik
dan bangkitan akinetik, efek samping mual, sakit
kepala,kantuk dan ruam kulit
Situasi ada seorang siswa J.M, 18
tahu, atletik. Ditemukan kejang di
lantai.
Siswa lain tidak tau penanganan,
guru mengetahui ini adalah kejang
sehingga dia melindungi J.M dari
menyakiti dirinya sendiri.
J.M didiagnosa menderita idiopatik
epilepsi general.
Obat yang dikonsumsi penitoin dan
penobarbital yang menyebabkan
mengantuk di siang hari.
Obat ini tidak dapat
mengendalikan kejang dan kambuh
lagi tiga bulan kemudian, satu kali
di sekolah dan dua kali di rumah.
J.M sekarang die valuasi ulang dan
kemungkinan mendapat
penyesuaian dosis dan konseling
 DISKUSI ?
 Assesment
 Diagnosis keperawatan
 Implementasi
 Evaluasi
 Patient teaching for J.M
Pada pertemuan mereka, penting nya perawat
untuk menjalin hubungan yang percaya dengan
J.M dan keluarganya, yang dimana akan
menjadi tahap pengembangan yang sensitif,
membutuhkan kesepakatan/ kerjasama yang
bagus dalam mendukung dan mendorong untuk
mengatasi diagnosis epilepsi dan kebutuhan
dalam terapi pengobatan.
Dia perlu untuk melepaskan perasaannya dan
konsen dalam diskusi bagaimana dia dapat
kembali masuk sekolah tanpa khawatir kejang
di kelas.
Perawat harus mengimplementasikan
J.M dan keluarga haru diberikan pengajaran pengobatan, termasuk dalam
informasi dalam bentuk formulir melihat tanda yang harus dilaporkan ke
dengan informasi lengkap untuk pelayan kesehatan profesional.
referensi kemudian hari, beserta J.M harus didorong untuk mengambil tindakan
nama profesional kesehatan dan no pencegahan :
telpon jika ada pertanyaan. - Harus memeriksan kebersihan mulut untuk
Pentingnya pengobatan yang proteksi gusi
menerus dalam menekan kejang jika - Dihindari menggunakan mesin yang dapat
stess. membahayakan jika saat bingung dan
Efek samping dari obat biasanya kantuk
membuat pasien tidak patuh dalam - Kurangi aktivitas yang dapat menimbulkan
Assesment

 Alergi terhadap obat


 jKardiovaskular: tekanan darah, nadi, perfusi perifer
 Sistem saraf pusat (SSP): orientasi, refl refl, efek,
kekuatan,
 electroencephalograph (EEG)
 Kulit: warna, lesi, tekstur, suhu
 Gastrointestinal: evaluasi perut, bising usus
 Pernafasan: pernapasan, suara adventif
 Tes laboratorium: hitung darah lengkap (CBC), hati dan
tes fungsi ginjal
Teaching
 Pengajaran pada pasien;
 -obat dievaluasi
- Waktu dalam pemberian obat sangat penting, sehingga pemberian obat harus sesuai
jadwal
- Tidak berhenti meminum obat untuk berbagai alasan
- Diberikan pengetahuan terkait umum efek samping : kelelahan, kelemahan, dan
kantuk.
- Sakit kepala dan sulit tidur
- Gangguan pencernaan, kehilangan nafsu makan dan diare atau sembelit
- Laporkan jika ada gangguan jika ada kondisi : ruamkulit, mual, dan muntah. Mata
atau kulit menguning, demam, sakit tenggorokan, pendarahan, memar tidak biasa
- Disarankan membawa kotak medik ketika ada kejadian akan diberikan obat tersebut
- Jauhkan obat dari jangkauan anak anak
- Jangan minum obat overcounter dan alkohol tanpa sepenetahuan tenaga medis
- Laporkan dan catat kejadian setiap kejang
Obat parsial

 Contoh obat partial

 Karbamazepin efektif untuk pengobatan parsial


kompleks dan bangkitan tonik di amerika merupakan
obat utama antiepilepsi untuk mengatasi berbagai
bangkitan lena. Selain mengurangi kejang , efeknya
nyata pada perbaikan psikis yaitu perbaikan
kewaspadaan dan perasaan.
 Efek samping setelah dikonsumsi jangka panjang adalah
pusing, vertigo, ataksia, diplopia dan penglihatan kabur
 Efek samping lain dapat berupa mual muntah, diskrasia
darah yang berat (anemia aplastik, agrunolositositas)
 Gabapentin digunakan pada terapi untuk kejang
parsial dan kejang umum tonik klonik, biasanya
dibutuhkan dalam dosis tinggi.
 Efek samping yang ditimbulkan berupa ataksia,
pusing, sakit kepala, somnolen, tremor.
 Terima kasih
 Risa Vera ,Sindrom Epilepsi Pada Anak, MKS, Th. 46,
No. 1, Januari 2014

Anda mungkin juga menyukai