Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian Epilepsi
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya
kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas
otonom dan berbagai gangguan fisik (Doengos, 2000).

B. Etiologi
Perlu diketahui bahwa epilepsi bukanlah suatu penyakit, tetapi suatu gejala
yang dapat timbul karena penyakit. Secara umum serangan epilepsi dapat timbul
jika terjadi pelepasan aktifitas energi yang berlebihan dan mendadak dalam
otak, sehingga mengganggu kerja otak. Otak akan segera mengoreksinya dan
kembali normal dalam beberapa saat.
1. Epilepsi primer (idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan
kelainan pada jaringan otak. Diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan
keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang
abnormal. Faktor genetik dimana bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi
idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang
tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%.
2. Epilepsi sekunder (simtomatik)
a. Faktor herediter, seperti neurofibromatosis, hipoparatiroidisme, dan
hipoglikemia.
b. Faktor genetik seperti pada kejang demam.
c. Kelainan congenital otak seperti atropi, agenesis korpus kolosum.
d. Gangguan metabolic seperti hipoglikemia, hipoklasemia, hiponatremia,
hipernatremia.
e. Infeksi seperti radang yang disebabkan virus atau bakteri pada otak dan
selaputnya seperti toksoplasmosis, meningitis.

1
f. Trauma seperti contusio cerebri, hematoma sub arachnoid, hematoma
subdural.
g. Neoplasma otak dan selaputnya.
h. Kelainan pembuluh darah, malformasi dan penyakit kolagen.
i. Keracunan oleh timbal, kamper/kapur barus, fenotiazin.
j. Lain-lain seperti penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon,
degenerasi cerebral
Faktor precipitasi atau faktor pencetus atau yang mempermudah terjadinya
gejala
a. Faktor sensoris seperti cahaya yang berkedip-kedip (fotosensitif), bunyi-
bunyi yang mengejutkan, air, dan lain-lain.
b. Faktor sistemis seperti demam, penyakit infeksi, obat-obatan tertentu
(fenotiazin, klorpropamid, barbiturat, valium), perubahan hormonal
(hipoglikemia), kelelahan fisik.
c. Faktor mental seperti stress, gangguan emosional, kurang tidur.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mengakibatkan kejang
epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron di
serebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun
mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka
menyebabkan tidak mampu mengakibatkan kejang epilepsi.

C. Patofisiologi
Konduksi atau hantaran merupakan proses aktif yang bekerja sendiri dan
memerlukan penggunaan energi oleh saraf. Konduksi impuls saraf walaupun
cepat, namun berlangsung lebih lambat daripada listrik, karena jaringan saraf
merupakan konduktor pasif yang relatif sangat buruk. Saraf memerlukan potensial
beberapa volt untuk dapat menghasilkan impuls, sebab sel saraf mempunyai
ambang yang rendah terhadap perangsangan (impuls). Di tingkat membran sel, sel
fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang
berikut:
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.

2
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
3. Peningkatan suhu tubuh misalnya pada kasus kejang demam dapat
mengakibatkan peningkatan metabolisme basal 10-15% sehingga kebutuhan
akan oksigen dalam metabolisme tersebut pun akan ikut meningkat hingga
20%.
4. Defisiensi vitamin b6, konsumsi msg berlebih, dan adanya cedera kepala
dapat mengakibatkan sinkronisasi dalam aliran listrik dalam otak.
Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak
secara serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.
a. Fungsi jaringan neuron penghambat (neurotransmitter gaba dan glisin)
kurang optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara
berlebihan.
b. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik (glutamat dan
aspartat) berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan
juga.
5. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
6. Hipoglikemia merupakan salah satu penyakit akibat gangguan metabolisme
yang dapat mengakibatkan epilepsi. Kekurangan glukosa dapat
mempengaruhi suplai ke otak khususnya bagi metabolisme sel glia pada
otak. Epilepsi terjadi akibat adanya kerusakan membran pada sel glia otak.
7. Tumor atau neoplasma pada otak mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial sehingga suplai oksigen ke otak melalui pembuluh
darah pun terganggu.

D. Manifestasi klinis
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan.

3
2. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen.
3. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-
bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit
kepala dan sebagainya).
4. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar.
5. Raut muka pucat dan badannya berkeringat.
6. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa
yang tidak normal seperti pada keadaan normal.
7. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan
terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus
tersebut lewat.
8. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara
secara tiba- tiba.
9. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya
menendang- menendang.
10. Gigi geliginya terkancing.
11. Bola matanya berputar- putar.
12. Terkadang keluar busa dari mulut dan diikuti dengan buang air kecil.
13. Klien sadar kembali dengan lesu, nyeri otot dan sakit kepala.

E. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Elektrolit: tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi
pada aktivitas kejang
b. Glukosa : hipoglikemi, dapat menjadi presipitasi (pencetus kejang)
c. Ureum atau kreatinin: meningkat, dapat meningkatkan resiko timbulnya
aktivitas kejang atau mungkin sebagai indikasi nefrotoksik yang
berhubungan dengan pengobatan.
d. Pungsi lumbal (pl): untuk mendeteksi tekanan abnormal dari css, tanda-
tanda infeksi, perdarahan (hemoragik subarachnoid, subdural) sebagai
penyebab kejang tersebut.

4
2. Pemeriksaan eeg
Pemeriksaan eeg sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Rekaman eeg
dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal,
kortikal atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara berkala
(kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai rekaman eeg yang normal).
3. MRI : melokalisasi lesi-lesi fokal.
4. Pemeriksaan radiologis
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi
tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian tik seperti
pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya
Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel,
sisterna, rongga sub arachnoid serta gambaran otak. Arteriografi untuk
mengetahui pembuluh darah di otak: anomali pembuluh darah otak, penyumbatan,
neoplasma dan hematoma

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Farmakoterapi : anti kovulsion untuk mengontrol kejang
b. Pembedahan : untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau
adanya anomali vaskuler
c. Jenis obat yang sering digunakan
1) Phenobarbital (luminal).
2) Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan
phenyletylmalonamid.
3) Difenilhidantoin (dph, dilantin, phenytoin).
4) Carbamazine (tegretol).
 Mempunyai khasiat psikotropik yang mungkin disebabkan
pengontrolan bangkitan epilepsi itu sendiri atau mungkin juga
carbamazine memang mempunyai efek psikotropik.
 Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis
yang sering disertai gangguan tingkah laku.
5) Diazepam.

5
 Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung
(status konvulsi.).
 Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena
penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra
rektal.
6) Nitrazepam (inogadon).
7) Ethosuximide (zarontine)
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
8) Na-valproat (dopakene)
 Obat pilihan kedua pada petit mal
 Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
 Obat ini dapat meninggikan kadar gaba di dalam otak.
 Efek samping mual, muntah, anorexia
9) Acetazolamide (diamox).
 Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam
pengobatan epilepsi.
 Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga ph otak
menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam
keadaan hiperpolarisasi.
10) ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme
infantil.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Cara menanggulangi kejang epilepsi:
1) Selama kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang
ingin tahu
b. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar
keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping
untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.

6
e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras
diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk
mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak
disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan
pernapasannya.
f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda-tanda awal munculnya
epilepsi atau yang biasa disebut “aura”. Jika penderita mulai
merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas
apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau
tidur.
g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang
terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2) Setelah kejang
a. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas tidak mengalami gangguan.
b. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal.
c. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba
setelah kejang.
d. Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
e. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yang hilang
selama kejang dan biarkan penderita beristirahat.
f. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal),
coba untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan
member restrein yang lembut
g. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting
untuk pemberian pengobatan oleh dokter.

7
Idiopatik Tumor, infeksi Asfiksia
Demam Faktor lain
otak neonatorum

Gangguan aliran listrik di otak

Epilepsi

B1 B2 B6
B3 B4 B5

Aktivitas listrik Adanya bangkitan


Kejang Aktivitas Adanya Adanya
menyebar ke Impuls inhibisi Hiperaktivitas
motorik listrik di listrik bangkitan bangkitan
nervus V, IX, X dari formasi neuron
med.oblongata menyebar ke listrik di listrik di otak
retikularis
lob.frontal dan otak
Spasme otot berkurang
parietal
pernapasan Otot2 lidah Mengganggu Keb.energi
Inkoordinasi Inkoordinasi
melemah pusat Cardio meningkat
SSP dan SST di SSP dan SST di Hiperaktivitas
Control postur daerah sakrum daerah anal dan serabut fusiform
tubuh dan rektum dinamik otot
Menutup sal.trakea Gg.metabolisme
Apnea Peningkatan perilaku menurun di otak
Nadi Kontraksi
kandung kemih
Spasme jalan Penurunan Penurunan
Depresi tidak terkontrol ATP menurun
napas tonus otot kekuatan otot
Perubahan
pus.pernapasan Perubahan fungsi
frekuensi jantung
psikomotor
MK: Penurunan
MK: Pola MK: Gg.
MK: Bersihan Penurunan Inkontinensia kesadaran
Napas Tidak Mobilitas fisik
jalan napas MK: kapasitas fekal
Efektif MK: Risiko
tidak efektif Penurunan kandung kemih
Cedera MK:
curah Imobilitas
jantung Intoleransi fisik
MK: aktivitas
Gangguan
eliminasi urin
8
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Pasien
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien
ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan
alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji. Obsevasi dan pengkajian
selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengindentifikasi tipe kejang
dan penatalaksanaannya.
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan
pengkajian.
2) Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk RS (Apa yang terjadi selama serangan).
3) Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi,
pada usia berapa serangan pertama terjadi, frekuensi serangan, adakah
faktor presipitasi seperti demam, kurang tidur emosi, riwayat sakit kepala
berat, pernah menderita cidera otak, operasi atau makan obat-obat
tertentu/alkoholik).
4) Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama diderita
oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat
genetik maupun tidak.
5) Riwayat sebelum serangan: adakah gangguan tingkah laku, emosi apakah
disertai aktifitas atonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar, adakah
aura yang mendahului serangan baik sensori, auditorik, olfaktorik.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan Persistem
a) Sistem Persepsi dan Sensori
Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otot-otot
sakit, adakah halusinasi dan ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan

12
muka berubah warna, mata dan kepala menyimpang pada satu posisi,
berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah
pada satu posisi/keduanya.
b) Sistem Persyarafan
 Selama serangan: Penurunan kesadaran/pingsan? Kehilangan
kesadaran / lena? Disertai komponen motorik seperti kejang
tonik,            klonik, mioklonik, atonik, berapa lama gerakan
tersebut? Apakah pasien jatuh kelantai.
 Proses Serangan: Apakah pasien letarsi, bingung, sakit kepala,
gangguan bicara, hemiplegi sementara, ingatkah pasien apa yang
terjadi sebelum selama dan sesudah serangan, adakah perubahan
tingkat kesadaran, evaluasi kemungkinan terjadi cidera selama
kejang (memer, luka gores)
c) Sistem Pernafasan: Apakah terjadi perubahan pernafasan (nafas yang
dalam).
d) Sistem Kardiovaskuler: Apakah terjadi perubahan denyut jantung.
e) Sistem Gastrointestinal: apakah terjadi inkontinensia feses, nausea.
f) Sistem Integumen: adakah memar, luka gores.
g) Sistem Reproduksi.
h) Sistem Perkemihan: adakah inkontinensia urin
c. Istirahat & Aktivitas
1) Gejala: Keletihan, kelemahan umum.
Keterbatasan dalam aktivitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri
sendiri / orang terdekat.
2) Tanda: Perubahan tonus / kekuatan otot.
3) Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
d. Sirkulasi
1) Gejala: Iktal: Hypertensi, peningkatan nadi, sianosis.
Postiktal: Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan.

13
e. Integritas Ego
1) Gejala: Stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan
dan / atau penanganan. Peka rangsang; perasaan tidak ada harapan / tidak
berdaya. Perubahan dalam berhubungan.
2) Tanda: Pelebaran rentang respons emosional.
f. Eliminasi
1) Gejala: Inkontinensia episodik.
2) Tanda: Iktal: peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Postiktal: otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik urine /
fekal).
g. Cairan Makanan
1) Gejala: Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang.
2) Tanda: Kerusakan jaringan lunak / gigi (cedera selama kejang).
Hyperplasia gingival (efek samping pemakaian Dilantin jangka panjang).
h. Neurosensori
1) Gejala: Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing.
Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi serebral.
Adanya aura (rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).
2) Postiktal: kelemahan, nyeri otot, area parestese / paralisis.
3) Tanda: karakteristik kejang.
i. Nyeri / Kenyamanan
1) Gejala: sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode postiktal.
Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal.
2) Tanda: sikap / tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan tonus otot.
Tingkah laku gelisah / distraksi.
j. Pernafasan
1) Gejala: fase iktal: gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat;
peningkatan sekresi mukus.
Fase postiktal: apnea.

14
k. Keamanan
1) Gejala: riwayat terjatuh / trauma, fraktur.
Adanya alergi.
2) Tanda: trauma pada jaringan lunak / ekimosis.
Penurunan kekuatan / tonus otot secara menyeluruh.
l. Interaksi Sosial
1) Gejala: masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau
lingkungan sosialnya. Pembatasan / penghindaran terhadap kontak sosial.
m. Pembelajaran & Penyuluhan
1) Gejala: Adanya riwayat epilepsi pada keluarga.
Penggunaan / ketergantungan obat (termasuk alkohol).

15
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3. EGC:
Jakarta.
Doenges E. Marylin, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC: Jakarta.
Price A. Sylvia, 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit Edisi
6. EGC: Jakarta.

Sumber Lain:
Anonim. Makalah Dan Askep Epilepsi. Akses:
[https://www.scribd.com/doc/216098872/Makalah-Dan-Askep-Epilepsi-
Jadi]
Anonim. WOC Epilepsi. Akses:
[https://www.scribd.com/document/99577516/woc-epilepsi]

40

Anda mungkin juga menyukai