Anda di halaman 1dari 29

KEJANG :

1. Peyebab kejang tanpa demam


Kejang tanpa disertai demam pada anak dapat disebabkan oleh karena :
a) Kelainan pada otak seperti :

 Trauma kepala
 Perdarahan di otak
 Peradangan di otak
 Keganasan

b) Kelainan bukan berasal dari otak :

 Gangguan elektrolit seperti kekurangan kalium


 Gula darah rendah
 Keracunan obat/bahan kimia
 Epilepsi

2. Klasifikasi kejang pada anak


Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan
kejang mioklonik.
a) Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal
berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi
atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang
tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang
disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
b) Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal
dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 –
3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak
diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c) Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai
reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan
hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik

3. Patofisiologi pada kejang tanpa demam


Patofisiologi Epilepsi Kejang adalah manifestasi paroksismal dari sifat listrik di
bagian korteks otak.Hal ini terjadi saat ada ketidakseimbangan tiba-tiba antara kekuatan
pemicu (eksikatori) dan penghambat (inhibitori) dalam jaringan neuron kortikal (Ikawati,
2011). Pada gambar 2.4, dapat dijelaskan bahwa pada kondisi nomal impuls saraf dari otak
akan dibawa oleh neurotransmitter seperti GABA melalui sel-sel neuron ke organ tubuh lain.
Jika pada sistem tersebut tidak normal maka akan terjadi ketidakseimbangan aliran listrik
pada neuron dan mengakibatkan terjadinya serangan kejang (Astuti, 2008).
Ketidakseimbangan bisa terjadi karena kurangnya transmisi inhibisi misalnya terjadi pada
keadaan setelah pemberian antagonis GABA atau selama penghentian pemberian GABA
(alcohol, benzodiazepine), atau pada saat meningkatnya aksi eksitasi seperti meningkatnya
aksi glutamat atau aspartat (Ikawati, 2011).

Serangan kejang dapat diakibatkan oleh :


 Instabilisasi membran sel. Membran sel yang tidak stabil ketika terjadi sedikit saja
rangsangan akan mengubah permeabilitas. Hal ini dapat mengakibatkan depolarisasi
abnormal dan terjadilah lepas muatan yang berlebihan.
 Kelainan polarisasi yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA

 Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau elektrolit yang
mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi
neuron.
 Neuron-neuron bersifat hipersensitif (Hartanto, 2005).

Serangan kejang epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal
mengalami depolarisasi yang berkepanjangan dengan terjadinya cetusan potensial aksi secara
cepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik ini akan mengajak neuron-neuron sekitarnya atau
neuron yang terkait di dalam proses. Secara klinis serangan kejang akan tampak apabila cetusan
listrik dari sejumlah neuron abnormal muncul secara bersama-sama di dalam otak. Aktivitas
listrik ini akan menimbulkan berbagai macam jenis serangan seizure yang berbeda, tergantung
pada daerah dan fungsi otak yang terkena maupun yang terlibat. Sehingga epilepsi menghasilkan
manifestasi yang bervariasi (Hantoro, 2013).
4. Pemeriksaan fisik kejang
Pemeriksaan fisik harus menapis sebab sebab terjadinya serangan kejang dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien yang berusia
lebih tua sebaiknya dilakukan auskultasi didaerah leher untuk mendeteksi adanya
penyakit vaskular. pemeriksaan kardiovaskular sebaiknya dilakukan pada pertama kali
serangan kejang itu muncul oleh karena banyak kejadian yang mirip dengan serangan
kejang tetapi penyebabnya kardiovaskular seperti sinkop kardiovaskular. Pemeriksaan
kulit juga untuk mendeteksi apakah ada sindrom neurokutaneus seperti “ café au lait
spots “ dan “ iris hamartoma” pada neurofibromatosis, “ Ash leaf spots” , “shahgreen
patches” , “ subungual fibromas” , “ adenoma sebaceum” pada tuberosclerosis, “ port -
wine stain “ ( capillary hemangioma) pada sturge-weber syndrome. Juga perlu dilihat
apakah ada bekas gigitan dilidah yang bisa terjadi pada waktu serangan kejang
berlangsung atau apakah ada bekas luka lecet yang disebabkan pasien jatuh akibat
serangan kejang, kemudian apakah ada hiperplasi ginggiva yang dapat terlihat oleh
karena pemberian obat fenitoin dan apakah ada “dupytrens contractures” yang dapat
terlihat oleh karena pemberian fenobarbital jangka lama.

Pemeriksaan neurologi meliputi status mental, “gait“ , koordinasi, saraf kranialis, fungsi
motorik dan sensorik, serta refleks tendon. Adanya defisit neurologi seperti
hemiparese ,distonia, disfasia, gangguan lapangan pandang, papilledema mungkin dapat
menunjukkan adanya lateralisasi atau lesi struktur di area otak yang terbatas. Adanya
nystagmus , diplopia atau ataksia mungkin oleh karena efek toksis dari obat anti epilepsi
seperti karbamasepin,fenitoin, lamotrigin. Dilatasi pupil mungkin terjadi pada waktu
serangan kejang terjadi.” Dysmorphism “ dan gangguan belajar mungkin ada kelainan
kromosom dan gambaran progresif seperti demensia, mioklonus yang makin memberat
dapat diperkirakan adanya kelainan neurodegeneratif. Unilateral automatism bisa
menunjukkan adanya kelainan fokus di lobus temporalis ipsilateral sedangkan adanya
distonia bisa menggambarkan kelainan fokus kontralateral dilobus temporalis.

5. Pemeriksaan penunjang kasus kejang

Pemeriksaan minimum untuk kejang tanpa demam pada anak menurut Ngastiyah
(2000: 233) meliputi: 1. Glukosa puasa: Batas normalnya lebih dari 10 g/dl.
Hipoglikemia dapat menjadi faktor presipitasi kejang. 2. Kalium: Batas normal kalium
laki-laki 1,0 - 1,2 mmol/ L. Bila ada kerusakan jaringan, kalium akan keluar dari sel dan
masuk ke dalam cairan ekstraseluler. Jika penurunan kalium dalam urine dapat
menunjukan hiperkalemia (serum kalium meningkat) dan sebaliknya. 3. Natrium : Batas
normal natrium laki-laki 135 - 145 mmol/ L. Pada cairan ekstraseluler kadar natrium
urine biasanya rendah dan kadar natrium serum rendah tidak normal / normal akibat
memodilusi atau kadar meningkat. 4. EEG (Elektroensefalografi) adalah suatu cara untuk
melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas otak.
Gelombang otak untuk menentukan karakteristik dari gelombang pada masing-masing
tipe dari aktifitas kejang. 5. Pemeriksaan scan CT adalah suatu prosedur yang digunakan
untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak.

6. Dd dan Dasar dx dari kasus ps ini


Dd:
Kondisi perinatal
- Malformasi serebral
- Infeksi intrauterine
- Hipoksik-iskemik
- Trauma
- Pendarahan
Infeksi
- Ensefalitis
- Meningitis
- Abses otak
Kondisi metabolic
-hipoglikemia
- Hipoksemia
-Hypomagnesemia
- hyponatremia
- hypernatremia
- syndrome reye
- penyakit neurodegenerative
Keracunan
- Timbal
- Kokain
- Toksisitas obat
Sindrom neurokutan
- TB
- Neurofibromatosis
- Sindrom struge weber
Penyakit sistemik
- Vasculitis
- SLE
- Ensefalopati hipertensi
- Gagal ginjal
- Ensefalopati hepatic
Penyakit atau kondisi penyakit lain
- Trauma
- Tumor
- Demam
- Idiopatik
7. Tatalaksana dari kejang/ Pertolongan pertama pda kejang

Apa yang harus dilakukan jika seseorang mengalami serangan tanpa kejang.

(terlihat bengong, bingung, tidak berespon, gerakan tidak bertujuan)

1. Dampingi penderita tersebut. Biarkan serangan berhenti sendiri, Coba terangkan kejadian
yang terjadi pada orang sekitarnya
2. Jauhkan benda-benda berbahaya
3. Jangan menahan gerakan penderita tersebut
4. Secara perlahan jauhkan penderita dari bahaya
5. Setelah serangan, ajak penderita bicara dan tetaplah bersamanya sampai kesadaran benar-
benar pulih

Apa yang harus dilakukan jika seseorang mengalami serangan kejang.

( kejang kaku, kelojotan, terjatuh)

1. Tetap tenang, biarkan serangan berhenti sendiri


2. Catat lama kejang
3. Hindari penderita dari trauma (baringkan penderita di lantai, jauhkan benda-benda
berbahaya, tempatkan sesuatu yang lembut di bawah kepala)
4. Longgarkan segala sesuatu yang mellingkari leher (kerah baju, dasi) serta periksa
identitas pasien
5. Jangan menahan gerakan-gerakan pasien
6. Jangan letakkan apapun di mulut penderita
7. Perlahan miringkan pasien pada saat serangan kejang berhenti untuk mengalirkan ludah
dan cairan mulut keluar dan jaga jalan nafas tetap bersih.
8. Setelah serangan, ajak bicara penderita, jangan tinggalkan sebelum kesadarannya pulih.
Penderita mungkin memerlukan tidur atau istirahat.

Panggil ambulans/tenaga kesehatan, jika :

1. Kejang berlangsung lebih lama dari 5 menit


2. Jika kesadaran dan pernapasan tidak membaik setelah serangan berakhir
3. Jika kejang berulang tanpa pulihnya kesadaran diantara kejang
4. Jika perasaan bingung berlangsung lebih dari 1 jam
5. Jika kejang terjadi di dalam air dan kita curiga air masuk ke saluran pernapasannya. Hal
tersebut akan merusak jantung dan paru.
6. Jika ini merupakan kejang pertama atau penderita mengalami trauma/terluka, hamil dan
penderita diabetes. Pasien diabetes akan mengalami kejang jika kadar gula darah terlalu
tinggi atau rendah.
Penulis: Dr. Setyo Handryastuti, SpA(K)

8. Berapa lama monitoring pd ps dan apa saja yang dimonitor

"Harus diusahakan, dalam tiga tahun sesudah kejang pertama, jangan ada kejang berikut," bilang
Merry. Dokter akan mengawasi selama tiga tahun sesudahnya, setelah kejang pertama datang.
Bila dalam tiga tahun itu tak ada kejang lagi, meski cuma dalam beberapa detik, maka untuk
selanjutnya anak tersebut mempunyai prognosis baik. Artinya, tak terjadi kelainan neurologis
dan mental. Tapi, bagaimana jika setelah diobati, ternyata di tahun kedua terjadi kejang lagi?
"Hitungannya harus dimulai lagi dari tahun pertama."

Pokoknya, jangka waktu yang dianggap aman untuk monitoring adalah selama tiga tahun
setelah kejang. Jadi, selama tiga tahun setelah kejang pertama itu, si anak harus bebas
kejang. Anak-anak yang bebas kejang selama tiga tahun itu dan sesudahnya, umumnya
akan baik dan sembuh. Kecuali pada anak-anak yang memang sejak lahir sudah memiliki
kelainan bawaan, semisal kepala kecil (mikrosefali) atau kepala besar (makrosefali), serta
jika ada tumor di otak

9. Komplikasi dari kejang pada anak


• Kehilangan kontrol
- Tenggelam (lebih sering) karena bisa jatuh di kamar mandi atau berenang, jika sendirian
- Berpotensi jatuh dan mematahkan tulang atau menyebabkan cedera kepala
• Sudden Death
Kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan pada epilepsi (SUDEP). SUDEP tidak
memiliki tanda-tanda peringatan, dan biasanya kematian mendadak dan tak terduga.
Kontrol kejang dengan pengobatan juga dapat membantu mencegah terjadinya SUDEP

10. Adakah hubungan kejang dengan cepalgia

• Hubungan antara nyeri kepala dan kejang adalah multifaktorial dan belum dimengerti
dengan baik
• Menurut suatu studi, penderita dengan epilepsi, mempunyai kecendrungan menderita
nyeri kepala migren 2,4 kali lebih banyak dibandingkan dengan dengan mereka yang
tidak mempunyai riwayat keluarga epilepsi.
• Gambaran nyeri kepala yang sering timbul pada epilepsi adalah nyeri kepala migren,
tension-type headache(TTH), dan nyeri kepala yang tidak terklasifikasi
• Pada kejang ( epilepsi)  ketidakseimbangan neuron eksitasi ( glutamate dan aspartate )
dengan neuron inhibisi (GABA) dimana opada saat serangan kejang neuron eksitasi
meningkat
• Kadar glutamate yang berlebihan akan merangsang terjadinya serangan migraine dimana
glutamate berhubungan dengan proses CSD
• migraine sendiri terjadi karna adanya proses CSD aktivasi korteks oksipital 
memperngaruhi trigeminovaskuler  melepas neuropeptide  nosiseptor terangsang 
nyeri dihantarkan ke korteks cerebri

11. Bagaimana edukasi pada orang tua bila terjadi kejang di rumah

 Tetap tenang, biarkan serangan berhenti sendiri


 Catat lama kejang
 Hindari penderita dari trauma (baringkan penderita di lantai, jauhkan benda-benda
berbahaya, tempatkan sesuatu yang lembut di bawah kepala)
 Longgarkan segala sesuatu yang mellingkari leher (kerah baju, dasi) serta periksa
identitas pasien
 Jangan menahan gerakan-gerakan pasien
 Jangan letakkan apapun di mulut penderita
 Perlahan miringkan pasien pada saat serangan kejang berhenti untuk mengalirkan ludah
dan cairan mulut keluar dan jaga jalan nafas tetap bersih.
 Setelah serangan, ajak bicara penderita, jangan tinggalkan sebelum kesadarannya pulih.
Penderita mungkin memerlukan tidur atau istirahat.

 Panggil ambulans/tenaga kesehatan, jika :


 Kejang berlangsung lebih lama dari 5 menit
 Jika kesadaran dan pernapasan tidak membaik setelah serangan berakhir
 Jika kejang berulang tanpa pulihnya kesadaran diantara kejang
 Jika perasaan bingung berlangsung lebih dari 1 jam
 Jika kejang terjadi di dalam air dan kita curiga air masuk ke saluran pernapasannya. Hal
tersebut akan merusak jantung dan paru.
o Jika ini merupakan kejang pertama atau penderita mengalami trauma/terluka,
hamil dan penderita diabetes. Pasien diabetes akan mengalami kejang jika kadar
gula darah terlalu tinggi atau rendah
12. Cara penilaian skoring nyeri pada anak
Untuk pasien bayi 0-1 tahun, digunakan skala NIPS (Neonatal Infant Pain Scale)
Karena sistem neurologi belum berkembang sempurna saat bayi dilahirkan. Sebagian
besar perkembangan otak, mielinisasi sistem saraf pusat dan perifer, terjadi selama tahun
pertama kehidupan. Beberapa refleks primitif sudah ada pada saat dilahirkan, termasuk
refleks menarik diri ketika mendapat stimulus nyeri. Bayi baru lahir seringkali
memerlukan stimulus yang kuat untuk menghasilkan respons dan kemudian dia akan
merespons dengan cara menangis dan menggerakan seluruh tubuh

• Pada anak usia <3 tahun atau anak dengan gangguan kognitif atau untuk pasien
• pasien anak yang tidak dapat dinilai dengan skala lain, digunakan FLACC Behavioral
Tool. FLACC singkatan dari Face, Legs, Activity, Cry, and Consolability
• Pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat menggambarkan intensitas
nyerinya dengan angka, digunakan Wong Baker FACES Pain Scale
• Untuk pasien anak >8 tahun dan dewasa digunakan VAS (Visual Analog Scale)
Alur diagnosis kejang

KEJANG
Anamnesis : Pemeriksaan fisik:
 Apakah serebral atau non serebral  Tentukan ada tidaknya deficit
(penurunan kesadaran selama kejang neurologis (kesadaran menurun,
atau sadar selama kejang) parase, spastisitas) , trismus
 Didahului demam atau tidak
 Riwayatkejang rekuren tanpa demam

Kejang Kejang non serebral Tetanus


serebral (saat kejang sadar kejang tetani lain

tidak
J==
Riwayat Riwayat kejang
Kejang demam Bukan kejang demam sebelumnya/rekuren,
demam keluarga dg kejang
ya
sama
Berapa kali kejang, tidak Demam penurunan ya
lama kejang kesadaran atau epilepsi
deficit neurologis tidak
lainnya
Kejang demam Kejang demam Infeksi ya Diagnosis banding :
sederhana kompleks ekstrakranial Proses desak ruang : tumor
Infeksi int otak, pendarahan
intraserebral
racranial
DD: meningitis Keracunan: organophospat
Ensefalitis/meningoe Ensefalopati metabolic :
nsefalitis
hipoksia otBerapa kali
Abses serebri
kejang, lama kejang

Demam penurunan
kesadaran atau deficit
CEPALGIA neurologis lainnya

1. Etiologi cepalgia ak, gangguan elektrolit dll


2. Klasifikasi cepalgia

Cephalgia dapat diklasifikasikan menurut ICHD II (International Classification of


Headache Disorders) oleh organisasi IHS (International Headache Society) menjadi nyeri kepala
primer,nyeri kepala sekunder, dan nyeri kepala neuralgia kranial tengah beserta nyeri wajah
primer lainnya.

(1) Nyeri kepala primer


a. Migren
b. Tension type headache
c. Nyeri kepala klaster
d. Nyeri kepala primer lainnya.
(2) Nyeri kepala sekunder
a. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher
b. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial atau servikal
c. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan nonvaskuler intracranial
d. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withrawalnya
e. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
f. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis
g. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan kranium, leher, mata,
telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau cranial lainnya
h. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri.
(3) Neuralgia kranial, sentral, atau nyeri fasial primer dan nyeri kepala lainnya
a. Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri fasial

Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri fasial primer

3. Pemeriksaan penunjang pasien cepalgia

Kemungkinan kondisi Permintaan


Stroke akut atau perdarahan CT
Aneurisma MRA atau CT angiogram
Cerebral venous thrombosis MRI dan MRA atau CT atau CT angiongram
Multiple sklerosis MRI
Infeksi Pungsi lumbal
Temporal arteritis Tingkat sedimen elektrolit, C-reaktiv protein
Kejang EEG
Keracunan karbon monoksida Karboksihemoglobin
Tumor sistem saraf pusat CT
Feokromositoma Urin 24 jam metanefrin, CT abdomen

4. Kenapa dilakukan pencitraan pd ps


Pencitraan
Kemungkinan ditemukannya kelainan susunan saraf pusat pada nyeri kepala kronk dengan
pemeriksaan neurologis normal hanya 1 di antara 815 anak (0,37%)30 Pencitraan tidak perlu
dilakukan pada anak dengan nyeri kepala berulang tanpa kelainan neurologis.7,30,31 Kemungkinan
SOL harus dicurigai pada sakit kepala yang baru berlangsung kurang dari 1 bulan, tidak adanya
riwayat keluarga migren, pemeriksaan neurologis abnormal, gangguan gait, dan adanya kejang.7

Pencitraan dilakukan pada keadaan berikut:

Nyeri kepala akut:

 Nyeri kepala sangat berat yang belum pernah dialami sebelumnya


 Demam dan gejala rangsang meningeal
 Riwayat trauma kepala

Nyeri kepala kronik

 Nyeri kepala menetap selama kurang dari 6 bulan yang tidak memberi respons terhadap
pengobatan
 Nyeri kepala kronis progresif, makin sering dan makin berat
 Nyeri kepala disertai gejala neurologis abnormal, terutama bila disertai edema papil,
nistagmus, gangguan gerak bola mata, gangguan gait, dan gangguan motorik berupa
kelumpuhan atau adanya refleks patologis
 Nyeri kepala menetap tanpa adanya riwayat keluarga migren
 Nyeri kepala menetap disertai episode bingung, disorientasi, atau muntah
 Nyeri kepala menyebabkan anak terbangun dari tidur atau terjadi pada saat bangun tidur
(dapat juga terjadi pada migren)
 Riwayat keluarga atau riwayat medis, pemeriksaan klinis atau laboratorium yang
merupakan predisposisi lesi susunan saraf pusat

5. Apa ada Hub cepalgia dg lokasi nyeri

Lokasi nyeri
Nyeri yang berasal dari bangunan intrakranial tidak dirasakan didalam rongga
tengkorak melainkan akan diproyeksikan ke permukaan dan dirasakan di daerah
distribusi saraf yang bersangkutan. Nyeri yang berasal dari dua pertiga bagian depan
kranium, di fosa kranium tengah dan depan, serta di supratentorium serebeli dirasakan di
daerah frontal, parietal di dalam atau belakang bola mata dan temporal bawah. Nyeri ini
disalurkan melalui cabang pertama nervus Trigeminus.1
Nyeri yang berasal dari bangunan di infratentorium serebeli di fosa posterior
(misalnya di serebelum) biasanya diproyeksikan ke belakang telinga, di atas persendian
serviko-oksipital atau dibagian atas kuduk. Nervi kraniales IX dan X dan saraf spinal C1,
C2 dan C3 berperan untuk perasaan di bagian infratentorial. Bangunan peka nyeri ini
terlibat melalui berbagai cara yaitu oleh peradangan, traksi, kontraksi otot dan dilatasi
pembuluh darah.1

Nyeri yang berhubungan dengan penyakit mata, telinga & hidung cenderung di
frontal pada permulaannya. Nyeri kepala yang bertambah hebat menunjukkan
kemungkinan massa intrakranial yang membesar (hematoma subdural, anerysma, tumor
otak)
6. Bagaimana anamnesis yang harus ditanyakan pd ps dg cepalgia
Anamnesis
A. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Onset nyeri akut atau kronik, traumatik atau non- traumatik
2) Karakter dan derajat keparahan nyeri, nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar,
tidak nyaman, kesemutan, neuralgia
3) Pola penjaaran / penyebaran nyeri
4) Durasi dan lokasi nyeri
5) Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual/muntah,
atau gangguan keseimbangan / kontrol motorik
6) Faktor yang memperhambat dan memperingan
7) Kronisitas
8) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon terapi
9) Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri
10) Penggunaan alat bantu
11) Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar
(activity of daily living)
12) Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya faktur
yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan dengan
sindrom kauda ekuina

B. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu


C. Riwayat psiko- sosial
1) Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika
2) Identifikasi pengasuh utama (primer) pasien
3) Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yanga berpotensi menimbulkan
eksaserbasi nyeri
4) Pembatasan partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang berpotensi
menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan
program penanganan/ manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien dengan
masalah psikiatri, diperlukan dukungan psikoterapi / psikofarmaka
5) Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi
pasien/keluarga

D. Riwayat pekerjaan
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin

E. Obat-obat dan alergi


1) Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri
2) Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, efektifitas, dan efek
samping.
3) Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan denga
efek samping kognitif dan fisik.

F. Riwayat keluarga
G. Asesmen sistem organ yang komprehensif
1) Evaluasi gejala kardiovaskular psikiatri pulmoner, gastrointestial, neurolgi,
reumatologi, genitourinaria, endokrin dan muskuloskeletal.
2) Gejala kontitusional penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam,
dan sebagainya

7. Apa temuan klinis pd kasus cepalgia ec massa intrakranial tanpa pencitraan

Lesi Massa Intrakranial

Tumor otak dan hematom subdural (SDHs) dapat menyebabkan nyeri kepala yang pada awalnya
dibingungkan dengan kemungkinan tension-type headache saat gejala nyeri kepalanya adalah
ringan, bilateral, dan tidak tajam. Hal tersebut dapat memburuk saat ICP meningkat ketika batuk,
menegang, atau membungkk, atau selama tidur REM. Bukti objektif dari peningkatan ICP
(seperti papiledema) bisa jadi tidak akan jelas. Hal yang sama, melokalisir temuan dari
pemeriksaan neurologi dapat tidak jelas, walaupun perubahan kognitif dan kepribadian yang
kecil dapat terlihat. SDH kronik dpat menjadi penyebab peningkatan nyeri kepala yang disertai
dengan letargik dan confusio (Gambar 78-6). Nyeri kepala ditemukan pada lebih dari 80% orang
dengan SDH kronik. SDH terjadi lebih sering pada usia lanjut, pada orang-orang dengan
antikoagolan, dan pengguna alkohol. Tumor otak juga terlihat lebih sering pada orang diatas usia
50 tahun.

8. Dd dari cepalgia

9. Alur dx cepalgia pada anak


10. Tatalaksana ps dg cepalgia

Pengobatan Dosis Efek samping Tipe nyeri kepala


Asetaminofen 1000 mg tiap 4 jam Hepatotoksisitas Tension-type
jika dibutuhkan
sampai dosis
maksimal
4000mg/hari
Beta-bloker 40 mg, ditingkatkan Pusing, Migraine, sexual,
sesuai dengan mempengaruhi feokromositoma,
toleransi heart rate pengobatan asma exertional
Botulinom toksin tipe 25-260 unit ijeksi Kelemahan pada otot, Kronik migraine
A setiap 3 bulan ptosis
Calcium channel 40 mg tiga kali Hipotensi, AV blok Migraine
blocker, contoh perhari
verapamil
Carbamazepin 100 mg dua kali Leukopeni, Trigeminal neuralgia
sehari, ditingkatkan hepatotoksik,
sampai membaik penurunan BB,
somnolen
Kombinasi analgetik 1-2 kaplet tiap 4 jam Somnolen, palpitasi, Tension-type
sesuai kebutuhan adiksi
Dopamine blocker 10-25 mg sesuai Sedasi, distonia, Migraine (mual)
kebutuhan parkinsonism
Ergots/ergotamine 2 mg sublingual tiap Pusing, jangan Cluster-headaches
tartat 30 menit (bisa sampai digunakan bersamaan
6 mg perhari sesuai dengan triptan atau
kebutuhan) MAOs
Gabapentin 900-3600 mg perhari Pusing, somnolen Migraine, Chronic
daily headaches dan
trigeminal neuralgia
Lithium 600-1200 mg perhari Toksik pada ginjal, Cluster headaches
poliuri, polidipsi,
udem, peningkatan
BB, penyakit tiroid,
mual, diare
NSAID 400-800 mg setiap 6 Meningkatkan waktu Migraine, chronic
jam perdarahan, renal daily headaches,
toksik, efek samping tension-type
pada saluran headaches, sexual,
pencernaan exertional
Serotonin antagonis 2-8 mg perhari Fibrosis Migraine
retroperitoneal dan
retropleura
Serotonin- 150 mg perhari Mual, kelainan fungsi Migraine
norepinefrin reuptake seksual, hipertensi
inhibitor
Serotonin reuptake 20-60 mg perhari Gangguan fungsi Migraine, tension-
inhibitor seksual, mual, type
somnolen
Steroid 24 mg hari pertama Mual, muntah, Cluster headaches,
dan diturunkan selama insomnia, ansietas migraine, idiopatik
6 hari intracranial hipertensi,
arteritis temporal,
pengobatan yang
bermacam-macam
Tizanidin 8-20 mg perhari Mulut kering, Migraine, chronic
hipotensi, bradikardi daily headaches
Topiramate 25-100 mg dua kali Somnolen, penurunan Migraine, chronic
sehari BB, batu ginjal daily headaches,
cluster headaches
Trisiklik antidepresan 10-150 mg saat akan Mulut kering, Migraine, tension-
istirahat hipotensi, konstipasi, type, cluster
aritmia, kelelahan headaches
Triptans 6 mg subkutan bisa Mual, interaksi obat Migraine, exertional,
digunakan dua kali dengan ergot, sexual
sehari sesuai kontraindikasi pada
kebutuhan stroke, penyakit arteri
koroner
Asam valproat 500-2000 mg per hari Mual, somnolen, Migraine, trigeminal
peningkatan BB, neuralgia
alopesia, jauhi jika
hamil

11. Prognosis pada ps dg cepalgia dan kejang

Anda mungkin juga menyukai